Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Silvia Pagitta
"ABSTRAK
Magnesium merupakan salah satu komponen mikronutrien dan dilaporkan
mempunyai peran dalam proses metabolisme dan kekuatan otot namun belum
mendapat cukup perhatian yang luas sehingga jarang dilakukan pemeriksaan rutin. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang bertujuan untuk
mengetahui korelasi asupan magnesium dan kadar magnesium eritrosit dengan
mobilitas fungsional. Penelitian ini dilakukan di 3 panti jompo di Jakarta Timur
pada bulan April-Mei 2016. Pengumpulan subjek dilakukan dengan metode
consecutive sampling dan didapatkan 52 lanjut usia. Sebagian besar berjenis
kelamin perempuan dengan rerata usia 74,5 ± 8,6 tahun dan terbanyak pada
kelompok usia 70-79 tahun. Rerata asupan magnesium subjek adalah 188 mg/ hari dan sebagian besar (84,6%) memiliki asupan magnesium yang rendah. Rerata kadar magnesium eritrosit adalah 3,69 ± 0,63 mEq/ L dan didapatkan 96,2 % memiliki kadar magnesium eritrosit yang rendah. Median nilai tes Timed Up and Go adalah 11,5 detik. Pada penelitian ini terdapat korelasi bermakna dengan arah negatif antara asupan magnesium dengan mobilitas fungsional yang ditunjukkan dengan tes Timed Up and Go (p = 0,031, r = -0,3) sedangkan kadar magnesium eritrosit dengan mobilitas fungsional yang ditunjukkan dengan tes Timed Up and Go tidak didapatkan korelasi bermakna (p = 0,113, r = 0,223).

ABSTRACT
Magnesium is one component of micronutrients and is reported to have a role in the metabolism proccess and muscle strength, but this still didn?t get much
attention, so that a routine examination is rarely done.This cross-sectional study aimed to evaluate the correlation of magnesium intake and erythrocyte
magnesium levels with functional mobility. This study was done in 3 nursing
home in East Jakarta, from April to May 2016. Data were collected from 52
subjects with methods consecutive samping. The subjects of this study are women with mean age of 74,5 ± 8,6 years old and mostly in 70-79 years old group age. The mean magnesium intake are 188 mg/day, with 84,6 % of the subjects with a low magnesium intake, at the same time, the mean erytrocyte magnesium levels was 3,69 ± 0,63 mEq/ L and 96,2 % of the subjects experienced magnesium deficiency. The median score for TUG test is 11,5 seconds. There was a significant negative correlation between magnesium intake and functional mobility shown by Timed Up and Go test in elderly (p = 0,031, r = -0,3) and erythrocyte magnesium levels did not correlated significantly with functional mobility shown by Timed Up and Go test in elderly (p = 0,113, r = 0,223)."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

ABSTRACT
Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients.
"
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinontoan, Rosnah
"Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang bertujuan mengetahui korelasi antara kadar seng serum dengan aktivitas SOD eritrosit pada pasien geriatri non-frail dan frail di Poliklinik Geriatri RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pertengahan bulan Agustus 2014 sampai pertengahan bulan September 2014. Subjek didapatkan secara consecutive sampling, sebanyak 60 orang (30 orang untuk masing-masing kelompok non-frail dan frail) yang memenuhi kriteria penelitian dan mengikuti penelitian sampai selesai. Tidak didapatkan korelasi signifikan antara kadar seng serum dengan aktivitas SOD eritrosit subjek penelitian, baik secara keseluruhan maupun per kelompok.

This cross-sectional study aimed to know the correlation between serum zinc level and the erythrocyte SOD activity both in non-frail and frail geriatric patients. These subjects were collected from mid-August 2014 to mid-September 2014 from the clinic of Geriatric, Cipto Mangunkusumo General Hospital. Through conducting a consecutive sampling, 60 subjects who met the study criteria and completed all study progress, that consisted 30 persons who represent each non- frail and frail group, were enrolled into this study. Serum zinc level did not show significant correlation with erythrocyte SOD activity, both overall and per group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Verawati
"ABSTRAK
Proses penuaan dan munculnya berbagai penyakit pada lanjut usia (lansia)
menyebabkan penurunan massa dan kekuatan otot. Penyebab sarkopenia
multifaktorial, salah satunya adalah stres oksidatif. Defisiensi vitamin antioksidan
C, E dan β-karoten umum terjadi pada lansia. Penelitian potong lintang ini
bertujuan untuk melihat korelasi asupan β-karoten dan kadar β-karoten serum
dengan massa dan kekuatan otot lansia. Pengambilan subjek dilakukan dengan
consecutive sampling, didapatkan 52 lansia memenuhi kriteria penelitian. Data
asupan β-karoten menggunakan metode food frequency questionnaire (FFQ)
semikuantitatif. Dilakukan penilaian status gizi dengan Mini Nutritional
Assessment-Short Form (MNA-SF), pemeriksaan massa otot dan kekuatan
genggam tangan serta pemeriksaan kadar β-karoten serum. Didapatkan asupan β-
karoten yang kurang pada 76,9% subjek dengan rerata 1,5 (0,68) mg. Nilai
median kadar β-karoten 0,17 (0,03?0,84) μmol/L dan 71,2% subjek tergolong
rendah. Rerata massa otot 37,41 (7,61) kg dan 100% subjek kategori normal. Nilai
tengah kekuatan genggam tangan 22,0 (12?42) kg, sebagian besar (56,25%)
kategori normal. Didapatkan korelasi positif lemah signifikan antara asupan β-
karoten dengan massa otot (r = 0,3, p = 0,03) dan kekuatan genggam tangan (r =
0,39, p = 0,004). Tidak terdapat korelasi antara kadar β-karoten serum dengan
massa otot (r = ?0,19, p = 0,188) dan kekuatan genggam tangan (r = ?0,19, p =
0,167).

ABSTRACT
The aging process and the emergence of various diseases in elderly caused decrease in muscle mass and strength. The etiology of sarcopenia is multifactorial and one of the causes is oxidative stress. Deficiency vitamin C, E and β-carotene is common in elderly. The aim of this study was to determined whether dietary intake and serum levels of β-carotene are correlated with mass and muscle strength in elderly. We conducted cross-sectional analyses in 52 institutionalized elderly during April?Mei 2016. The assesment of β-carotene intake with food frequency questionnaire (FFQ) semiquantitative, nutritional status by the Mini Nutritional Assessment-Short Form (MNA-SF), muscle mass measurement, handgrip strength and β-carotene serum level. β-carotene intake in 76.9% subjects was less with mean 1.5 (0.68) mg. The median value of β-carotene serum was 0.17 (0.03 to 0.84) mol/L which 71.2% o subjects categorized low. Muscle mass mean 37.41 (7.61) kg which 100% subjects were normal. Median handgrip strength was 22.0 (12-42) kg, with 56,25% in normal category. A weak positive correlation between the intake of β-carotene with muscle mass (r = 0.3, p = 0.03) and hand grip strength (r = 0.39, p = 0.004). No correlation found between serum levels of β-carotene with muscle mass (r = -0.19, p = 0.188) and hand grip strength (r = ?0.19, p = 0.167).
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Randy Angianto
"Latar Belakang: Pencapaian target glikemik pada pasien DM tipe2 yang masih rendah khususnya di Indonesia mengakibatkan berbagai komplikasi termasuk gangguan fungsi kognitif.. Padahal untuk menerapkan manajemen mandiri pada pasien DM, dibutuhkan fungsi kognitif yang kompleks. Pada berbagai penyakit kronis, fungsi kognitif khususnya domain memori yang buruk telah dihubungkan dengan ketidakpatuhan penggunaan obat. Meskipun demikian, belum ada studi yang mencari hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2.
Tujuan: Mengetahui hubungan gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2
Metodologi: Desain studi ini adalah potong lintang terhadap 96 subjek penelitian dengan DM tipe 2 berusia >18 tahun di unit rawat jalan RSUD Tebet. Karakteristik demografi, parameter klinis, penilaian fungsi kognitif, dan kepatuhan penggunaan obat didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina). Penilaian kepatuhan penggunaan obat dinilai menggunakan penghitungan pil. Studi ini menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square.
Hasil: Terdapat 69,8% subjek penelitian dengan gangguan fungsi kognitif dengan faktor tingkat pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi. Analisa mendapatkan kejadian penurunan fungsi domain memori 96,9%;, eksekutif 78%, visuospasial 78%; atensi 30%; bahasa 26%; dan orientasi 4,2%. Ketidakpatuhan penggunaan obat didapatkan pada 26% subjek penelitian. Analisa bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat (OR 0,757 95% CI [0,280-2,051] p=0,58).
Kesimpulan: Gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 69,8% pasien DM tipe 2, dan ketidakpatuhan ditemukan pada 26% pasien. Tidak ada hubungan yang didapatkan antara gangguan fungsi kognitif dengan ketidakpatuhan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2

Background: Poor glycemic control in Type 2 Diabetes Mellitus patients, especially in Indonesia, results in a variety of complications including a cognitive impairment. In fact, to implement self-management in DM patients, intact cognitive function is necessary. In a variety of chronic diseases, cognitive impairment, especially the memory domain has been associated with medication nonadherence. Nonetheless, no studies have looked for the relationship between the two in type 2 DM patients
Objective: This study aims to determine the relationship of cognitive impairment with medication nonadherence in type 2 DM patients.
Methodology: The design of this study was cross-sectional with 96 study subjects with type 2 DM, > 18 years old in the outpatient unit at RSUD Tebet. Demographic characteristics, clinical parameters, cognitive function assessment, and medication adherence use were fully documented. Cognitive function assessed with the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Medication adherence was assessed using pill count. This study uses the analysis of frequency and proportions distribution, and bivariate analysis with the Chi-Square test.
Results: There were 69.8% of the research subjects with cognitive impairment with education level as an associated factor. Analysis of the occurrence of impairment of the function of memory domain 96.9%; executive 78%, visuospatial 78%; attention 30%; language 26%; and 4.2% orientation. Oraal medication nonadherence was found in 26% of the study subjects. Bivariate analysis did not show an association between cognitive impairment and medication nonadherence (OR 0.757 95% CI [0.280-2.051] p=0.58).
Conclusion: Cognitive impairment was found in 69.8% Type 2 DM patients, and medication nonadherence was found in 26% patients. Cognitive impairment was not associated with medication nonadherence in type 2 DM patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rismunandar
"Latar Belakang : Prevalensi ansietas dan depresi serta faktor risiko pada penyintas COVID-19 di seluruh dunia dan Indonesia masih tinggi dan berbeda beda dari setiap negara. Di Indonesia faktor risiko ansietas dan depresi belum pernah diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan prevalensi dan faktor risiko gejala ansietas dan depresi pasca rawat inap COVID-19 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode : Desain penelitian ini adalah Kohort retrospektif. Subjek penelitian diambil dari pasien pasca perawatan inap COVID-19 pada periode Januari 2022 sampai Maret 2023. Gejala ansietas dan depresi dinilai menggunakan Hospital Anxiety Depression Scale. Analisa bivariat digunakan menentukan faktor risiko dari variabel kategorik dan dilanjutkan ke analisa multivariat regresi logistik sampai didapatkan nilai P: 0,05.
Hasil : Terdapat 209 subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini dengan prevalensi gejala ansietas 20,57% dan gejala depresi 13,40%. Faktor risiko gejala ansietas adalah wanita RR (IK95%) 1,805 (1,017 – 3,204), p=0,043, Dukungan sosial sedang dan rendah dengan RR (IK95%) 1,935 (1,028 – 3,643), p=0,041 untuk dukungan sosial sedang dan RR (IK95%) 3,325 (1,314 – 8,411), p=0,011 untuk dukungan sosial rendah, Komorbid dengan RR (IK95%) 1,742 (1,019 – 2,977), p=0,042, Anosmia atau hipogeusia dengan RR (IK95%) 1,894 (1,045 – 3,433), p=0,035, gejala menetap pasca COVID-19 dengan nilai RR (IK95%) 2,885 (1,553 – 5,359), p=0,001. Faktor risiko gejala depresi adalah gejala menetap pasca COVID-19 RR (IK95%) 2,738 (1,300 – 5,770), p=0,008, kedia adalah aktifitas fisik ringan RR (IK95%) 6,556 (1,577 - 27,244), p=0,010.
Kesimpulan : Faktor risiko gejala ansietas pasca perawatan COVID-19 yang bermakna adalah wanita, dukungan sosial, komorbid, anosmia atau hipogeusia, gejala menetap sedangkan faktor risiko gejala depresi adalah gejala menetap pasca COVID-19 dan aktifitas fisik ringan.

Background: The prevalence of anxiety and depression, as well as risk factors for COVID-19 survivors worldwide and in Indonesia, is still high and varies from country to country. In Indonesia, the risk factors for anxiety and depression have not been studied. This study was conducted to determine the prevalence and risk factors for symptoms of anxiety and depression after hospitalization for COVID-19 at Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: The study design was a retrospective cohort. The study subjects were taken from post-hospitalized COVID-19 patients from January 2022 to March 2023. Symptoms of anxiety and depression were assessed using the Hospital Anxiety Depression Scale. Bivariate analysis was used to determine risk factors from categorical variables and proceeded to multivariate logistic regression analysis until a P value of 0.05 was obtained.
Results: There were 209 subjects involved in this study, with a prevalence of 20.57% anxiety symptoms and 13.40% depressive symptoms. Risk factors for anxiety symptoms are women RR (95% CI) 1.805 (1.017 – 3.204), P=0.043, Medium and low social support with RR (95% CI) 1.935 (1.028 – 3.643), P=0.041 for moderate social support, RR (95% CI 3.325 (1.314 – 8.411), P=0.011 for low social support, Comorbid with RR (95% CI) 1.742 (1.019 – 2.977), P=0.042, Anosmia or hypogeusia with RR (95% CI) 1.894 (1.045 – 3.433 ), P=0.035, persistent symptoms after COVID-19 with a RR (95% CI) 2.885 (1.553 – 5.359), P=0.001. Risk factors for depressive symptoms are persistent symptoms after COVID-19, RR (95% CI) 2.738 (1.300 – 5.770), P=0.008, lastly light physical activity RR (95% CI) 6.556 (1.577 - 27.244), P=0.010.
Conclusion: Significant risk factors for anxiety symptoms post hospitalization for COVID-19 are women, social support, comorbidities, anosmia or hypogeusia, and persistent symptoms, while risk factors for depressive symptoms are persistent symptoms after COVID-19 and light physical activity
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Dewiastuti
"Latar Belakang/Tujuan: Pasien IBD berisiko terjadi defisiensi Zink. Sedangkan Zink memiliki peran dalam menstimulasi sistem imun, regenerasi sel, dan berperan sebagai koenzim yang berperan sebagai antioksidan. Pemberian suplementasi Zink diharapkan dapat menurunkan aktivitas penyakit dan meningkatkan aktivitsas antioksidan.
Metode: Penelitian ini merupakan kajian sistematis dan meta-analisis. Pencarian literatur dilakukan sampai desember 2020 dengan mencari pada tiga database yaitu Cochrane central, Pubmed, dan Embase. Berdasarkan kriterian eligibilats didapatkan 9 artikel yang menilai efek Zink terhadap aktivitas penyakit IBD. Aktivitas penyakit dinilai berdasarkan skor CDAI dan skor Mayo, serta aktivitas enzim SOD.
Hasil: Sebanyak 9 studi didapat dari pencarian, dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Meta-analisis dilakukan dengan membagi menjadi 3 subgrup, yaitu Zink terhadap aktivitas penyakit IBD, Zink terhadap aktivitas enzim SOD, serta aktivitas penyakit sebelum dan sesudah pemberian. Empat studi menilai efek Zink terhadap aktivitas penyakit menunjukkan tidak terdapat penutunan aktivitas penyakit IBD, dua studi menilai efek Zink terhadap aktivitas SOD menunjukkan tidak terdapat peningkatan aktivitas SOD, dua studi menilai efek Zink terhadap ekspresi metalotinonin datu studi menunjukkan peningkatan dan satu studi tidak menunjukkan peningkatan. Tiga studi pre dan post dari dua studi menunjukkan tidak terdapat penurunan aktivitas penyakit dan 1 studi menunjukkan penurunan aktivitas jika diberikan jangka panjang.
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan aktivitas penyakit, aktivitas SOD, aktivitas metalotionin dengan suplementasi Zink jangka pendek, suplementasi jangka panjang dapat menurunkan aktivitas penyakit IBD

Background/Aim: IBD patients are at risk of Zinc deficiency. Zinc has a role in stimulating the immune system, cell regeneration, and as a coenzyme acts as an antioxidant. Zinc supplementation will decrease disease activity and increase antioxidant activity.
Method: This research is a systematic review and meta-analysis. Literature searches are conducted until December 2020, we searched in three databases Cochrane central, Pubmed, and Embase. Based on eligibility criteria, there are 9 articles evaluate effect of Zinc on disease activity of IBD. Disease activity is assessed based on CDAI score and Mayo score, as well as SOD enzyme activity.
Result: We identified 9 studies, Of all the potentially relevant papers, 9 studies were identified. All of the studies were assessed for risk of bias along with qualitative analysis. Pre-specified outcomes were Zinc and disease activity, Zinc and SOD activity, metallothionine expression as well as disease activity before and after administration. Four studies evaluated effect of Zinc on disease activity showed no improvement in IBD disease activity, two studies evaluated effect of Zinc on SOD activity showed no increase in SOD activity, two studies evaluated effect of Zinc on metalotinonin expression, one study showed increase of expression and the other had no increase. There are 3 pre and post studies from two studies showed no decrease in disease activity and 1 study showed a decrease in activity if supplemented for long term.
Conclusion: The results of the systematic review revealed there were no difference in disease activity, SOD and methalotionen activity with short term Zinc supplementation, long term supplementation decrease disease activity of IBD
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Puji Rahman
"Latar Belakang. Kesintasan 3 tahun pasien KNF stadium lokal lanjut di Indonesia lebih rendah dibandingkan luar negeri. Prediktor alternatif dari rasio hemoglobin-trombosit (RHT) lebih sederhana, murah, dan stabil nilainya dibanding rasio dari komponen sel leukosit, namun belum ada studi yang meneliti perannya dalam memrediksi mortalitas tiga tahun pasien KNF stadium ini.
Tujuan. Mengetahui peran RHT sebelum terapi dalam memrediksi kesintasan tiga tahun pasien KNF stadium lokal lanjut.
Metode. Studi kohort retrospektif yang meneliti 289 pasien KNF stadium lokal lanjut yang diterapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam rentang waktu Januari 2012 - Oktober 2016. Nilai RHT optimal didapatkan menggunakan receiver operating curve (ROC). Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, di bawah dan di atas titik potong. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk menilai kesintasan tiga tahun dan dilakukan uji regresi Cox sebagai uji multivariat terhadap variabel perancu (usia > 60 tahun, stadium, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh) untuk mendapatkan nilai adjusted hazard ratio (HR).
Hasil. Nilai titik potong RHT optimal adalah 0,362 (AUC 0,6228, interval kepercayaan (IK) 95% : 0,56-0,69, sensitivitas 61,27%, spesifisitas 60,34%). 48,44% pasien memiliki nilai RHT <0,362 dan memiliki mortalitas tiga tahun lebih besar dibandingkan kelompok lainnya (50%vs31,54%). RHT < 0,362 secara signifikan memrediksi kesintasan tiga tahun (p = 0,003; HR 1,75; IK 95% 1,2-2,55). Pada analisis multivariat, RHT < 0,362 sebelum terapi merupakan faktor independen dalam memrediksi kesintasan tiga tahun pada pasien KNF stadium lokal lanjut (adjusted HR 1,82; IK 95% 1,25-2,65).
Simpulan. RHT < 0,362 sebelum terapi dapat memrediksi kesintasan tiga tahun pasien KNF stadium lokal lanjut

Background. The 3-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer (NPC) patients in Indonesia is lower than in foreign countries. Alternative predictors from the hemoglobin-platelet ratio (HPR) are easier, cheaper, and stable in value than the ratio of leukocyte cell components, but there are no study conducted to know its potential in predicting three-year survival in locally advanced
nasopharyngeal cancer.
Objective. To determine the role of pre-treatment hemoglobin to platelet ratio in predicting three-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer patients.
Method. Retrospective cohort study that examined 289 locally advanced NPC patients who underwent therapy at the National Government General Hospital-Cipto Mangunkusumo from January 2012 to October 2016. HPR cut-off was determined using ROC, and then subjects were divided into two groups according to its HPR value. The Kaplan-Meier curve was used to determine the three-year survival of the patients and cox regression test used as multivariate analysis with confounding variables in order to get adjusted hazard ratio (HR).
Results. The optimal cut-off for HPR was 0,362 (AUC 0,6228, 95% CI: 0,56-0,69, sensitivity 61,27%, specificity 60,34%). Patients with HPR < 0,362 occurred in 48, 44% and had higher three-year mortality (50% vs. 31, 54%). HPR <0.362 significantly predicted the three years of survival (p = 0,003; HR 1, 75; IK 95% 1, 2-2, 55). In multivariate analysis,
it was concluded that pre-treatment HPR < 0,362 was an independent factor in predicting three-year
survival in locally advanced NPC patients (adjusted HR 1, 82; IK 95% 1, 25-2, 65).
Conclusion. Pre-treatment HPR < 0, 362 could predict the three-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Dwi Hardika
"Latar Belakang/Tujuan: Premature cellular senescence yang sering dikaitkan pada kondisi Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) dapat meningkatkan berbagai risiko penyakit terkait usia. Time restricted feeding sebagai contoh puasa Ramadhan ditengarai dapat menghambat proses penuaan. Sejauh ini, telah banyak studi yang menilai efek puasa
Ramadhan terhadap berbagai parameter metabolik dan antropometrik, namun belum ada studi yang mengevaluasi efek puasa Ramadhan terhadap biomarker aging yang dinilai melalui panjang telomer leukosit relatif (TLR).
Metode: Studi dengan desain potong lintang dan kohort retrospektif pada subjek DMT2
dan subjek non-DM berusia 40 – 60 tahun yang menjalani ibadah puasa Ramadhan setidaknya selama minimal 14 hari pada bulan Mei – Juli 2018 dan bulan Mei – Juli 2019. Perbedaan rerata panjang TLR antar subjek DMT2 dan non-DM dianalisis dengan
uji Mann Whitney sedangkan perbedaan rerata TLR pada subjek DMT2 yang berpuasa dianalisis dengan uji Wilcoxon.
Hasil: Pada 39 subjek DMT2 dan 36 subjek non-DM subjek DMT2 yang ikut dalam penelitian ini didapatkan pemendekan panjang TLR yang bermakna pada subjek DMT2
dibandingkan dengan subjek non-DM (0,436 (0,034 –1,472) vs 1,905 (0,615 –12,380), p =0,000) dan didapatkan pemanjangan panjang TLR yang tidak bermakna pada 48 subjek DMT2 yang menjalani puasa minimal 14 hari (0,391 (0,021 – 1,515) vs 1,117
(0,528 –1,741), p=0,112), namun bermakna secara klinis.
Kesimpulan: Pada subjek DMT2 terjadi pemendekan panjang TLR yang secara statistik bermakna dibandingkan subjek non-DM sedangkan pada subjek DMT2 yang menjalani puasa Ramadan didapatkan pemanjangan panjang TLR yang tidak bermakna
secara statistik namun bermakna secara klinis.

Background/Aim: Premature cellular senescence which is often associated with type 2
diabetes mellitus (T2DM) can increase the risk of various age-related diseases. Time
restricted feeding such as Ramadhan fasting hypotesized could delay the aging process.
So far, there have been many studies assessing the effects of Ramadan fasting on various metabolic and anthropometric parameters, but no studies have evaluated the effect of Ramadhan fasting on aging biomarkers assessed by the relative telomere leucocyte length.
Method: An observational comparative dan cohort retrospective study was conducted from May to July 2018 and May to July 2019 on 40 – 60 years old T2DM and non-DM subjects. The mean difference between TD2M and control was analysed using Mann Whitney test and the mean difference relative telomere length in subjects with T2DM who underwent at least 14 days of Ramadan fasting was analyzed using Wilcoxon test.
Results: A total of 36 subjects with type 2 diabetes dan 39 subjects non-DM who enrolled in this study, there were a significant decrease relative leucocyte telomere in
subjects with type 2, compared with controls (0,436 (0,034 – 1,472) vs 1,905 (0,615 – 12,380), p =0,000) but there were statitically insignificant but clinically significant increase relative leucocyte telomere in subject with type 2 diabetes who underwent Ramadhan fasting at least 14 days (0,391 (0,021–1,515) vs 1,117 (0,528–1,741), p=0,112.
Conclusions: In T2DM subjects, there were a statistically significant decrease relative
leucocyte telomere compared with controls while there were statitically insignificant but
clinically significant increase relative leucocyte telomere in subject with type 2 diabetes who underwent Ramadhan fasting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>