Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julianus Akun Danie
"Walaupun sudah seabad yang lampau, penelitian geografi dialek mengalami perkembangan pesat hingga mencapai peringkat ilmiah yang setaraf dengan cabang linguistik lainnya, tetapi kegiatan penelitian dalam cabang itu terhadap bahasa¬bahasa di Indonesia belum kentara. Keanekaan yang dimiliki balk pada bahasa itu sendiri maupun wilayah sebarannya merupakan lapangan penelitian yang mempunyai daya tarik tersendiri, di samping tan-Langan yang siap diperhadapkannya kepada para peneliti.
Penelitian geografi dialek yang dilakukan di pulau Lombok yang berjudul Lombok, een.Dialect-Geografische Studie (7eeuw 1958) sangat penting artinya bagi perkembangan geo¬grafi dialek di Indonesia karena penelitian itu merupakan pelopor penelitian geografi dialek yang lebih kemudian (Ayatrohaedi 1985:4). Kegiatan pemetaan bahasa di Indonesia, yang telah dirnulaikan di pulau Lombok itu berlanjut setelah tujuh betas tahun kemudian dengan munculnya pemetaan bahasa yang dilakukan terhadap bahasa Sunda (Nothofer 1975). Pemetaan yang dilakukannya itu diawali dengan delapan buah peta bahasa yang dimuat dalam hasil penelitian yang berjudul Prato-ilalayo-Javanic. Pemetaan bahasa yang lengkap dalam penelitian geograri dialek itu, yang dilakukan terhadap bahasa di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat, diterbitkan dengan judul Dialektgeographische Untersuchungen in West-Java and im Weslichen Zentral-3ava (1980). Setahun kemudian, tahun 1961, Nthofer melakukan pemetaan bahasa lagi dalam daerah yang mencakup Jawa Tengah,.yang.diterbit¬kan dengan judul Dialektatlas von Zentral Java.
Pemetaan bahasa yang ketiga di Indonesia dilakukan oleh Ayatrohaedi {1978) terhadap bahasa Sunda di daerah Cirebon. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan penelitian itu, Grips melakukan pemetaan bahasa terhadap bahasa flelayu yang digunakan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hasil penelitian yang disebutkan pertama diterbitkan dalam tahun 1985 dengan judul Bahasa Sunda di Daerah Cirebon, sedangkan penelitian yang satunya masih sedang dalam pengolahan tahap akhir (intormasi diperoleh pada bulan aktober 1986)."
1987
D9
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Hakim Usman
"Sampai sekarang, Indonesia masih menghadapi masa_lah kebahasaan yang kompleks. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional yang harus dibina dan di-kembangkan, terdapat pula bahasa-bahasa daerah yang di-pakai sebagai alat komunikasi regional atau lokal, di antaranya banyak yang telah mempunyai tradisi sastra yang tinggi. Masih banyak bahasa daerah yang belum di_teliti ,sehingga belum diperoleh informasi yang lengkap mengenai situasi kebahasaan di seluruh wilayah Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D413
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianus Akun Danie
"Walaupun sudah seabad yang lampau, penelitian geografi dialek mengalami perkembangan pesat hingga mencapai peringkat ilmiah yang setaraf dengan cabang linguistik lainnya, tetapi kegiatan penelitian dalam cabang itu terhadap bahasa¬bahasa di Indonesia belum kentara. Keanekaan yang dimiliki balk pada bahasa itu sendiri maupun wilayah sebarannya merupakan lapangan penelitian yang mempunyai daya tarik tersendiri, di samping tan-Langan yang siap diperhadapkannya kepada para peneliti.
Penelitian geografi dialek yang dilakukan di pulau Lombok yang berjudul Lombok, een.Dialect-Geografische Studie (7eeuw 1958) sangat penting artinya bagi perkembangan geo¬grafi dialek di Indonesia karena penelitian itu merupakan pelopor penelitian geografi dialek yang lebih kemudian (Ayatrohaedi 1985:4). Kegiatan pemetaan bahasa di Indonesia, yang telah dirnulaikan di pulau Lombok itu berlanjut setelah tujuh betas tahun kemudian dengan munculnya pemetaan bahasa yang dilakukan terhadap bahasa Sunda (Nothofer 1975). Pemetaan yang dilakukannya itu diawali dengan delapan buah peta bahasa yang dimuat dalam hasil penelitian yang berjudul Prato-ilalayo-Javanic. Pemetaan bahasa yang lengkap dalam penelitian geograri dialek itu, yang dilakukan terhadap bahasa di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat, diterbitkan dengan judul Dialektgeographische Untersuchungen in West-Java and im Weslichen Zentral-3ava (1980). Setahun kemudian, tahun 1961, Nthofer melakukan pemetaan bahasa lagi dalam daerah yang mencakup Jawa Tengah,.yang.diterbit¬kan dengan judul Dialektatlas von Zentral Java.
Pemetaan bahasa yang ketiga di Indonesia dilakukan oleh Ayatrohaedi {1978) terhadap bahasa Sunda di daerah Cirebon. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan penelitian itu, Grips melakukan pemetaan bahasa terhadap bahasa flelayu yang digunakan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hasil penelitian yang disebutkan pertama diterbitkan dalam tahun 1985 dengan judul Bahasa Sunda di Daerah Cirebon, sedangkan penelitian yang satunya masih sedang dalam pengolahan tahap akhir (intormasi diperoleh pada bulan aktober 1986)."
1987
D719
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hunggu Tadjuddin Usup
"Penelitian ini menangani sembilan bahasa daerah dan dialek yang wilayah pakainya terletak di sepanjang semenanjung Sulawesi Utara (kecuali Minahasa), yaitu Buol (Bwl), Gorantalo (Gtl), Suwawa (Sww), Kaidipang (Kdp), Bintauna (Btn), Bolango (Blg), Lolak (Llk), Mongondow (Mdw), dan Ponosakan (Psk); dengan tujuan merekonstruksi bahasa asal atau protobahasanya (yang disebut protobahasa Gorontalo-Mongondow), khusus bidang fonologi untuk mendapatkan protofonem termasuk sistem dan refleksnya pada bahasa-bahasa turunannya dewasa ini. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan kenyataan bahua penelitian linguistik hiatoris komparatif, khususnya rekonstruksl protobahasa di bidang fonologi terhadap bahasa-bahasa tersebut diatas, belum pernah dilaksanakan.
Melalui bukti-bukti pengelompokan bahasa, yaitu bukti kuantitatif (perhitungan kesamaan kata seasal) den bukti kualitatif (inovasi bersama), dapat disimpulkan bahwa bahasa-bahasa yang diteliti ini berkerabat dan membentuk satu kelompok bahasa yang disebut kolouapok bahasa Gorantalo-Mongondow.
Berdasarkan bukti kualitatif khususnya bukti pemisah kelompok, bahasa-bahasa ini masih dapat dikelampokkan lagi menjadi dua (sub) kelompok, yaitu kelompok bahasa Gorontalo (Bul, Gtl, Sw, Kdp, Btn, dan Blg), dan kelompok bahasa Mongondow (Llk, Mdw, dan Pak); sementara di dalam kelompok bahasa Gorontalo, berdasarkan bukti pengelompokan kualitatif (inovasi bersama) bidang fonologis dan leksikal, masih terdapat dua bahasa, yaitu Bwl dan Gtl, yang memperlihatkan kelebihdekatan satu sama lain; dan kedua bahasa ini disebut kelompok bahasa Buol-Gorontalo.
Adanya satu kelompok bahasa, menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berkerabat yang membentuk kelompok itu, berasal dari satu bahasa anal yang sama (protobahasa). Protobahasa inilah yang kemudian berkembang dan menurunkan bahasa-bahasa berkerabat dewasa ini. Melalui pengamatan yang saksama terhadap bahasa-bahasa yang berkerabat ini, ternyata terdapat sekian banyak perangkat kata seasal (perangkat kata kognat, kata-kata yang berasal dari sumber atau anal yang sama). Perangkat kata seasal ini mengandung fonem-fonem yang berkesepadanan atau berkorespondensi satu eama lain, dan kesepadanan yang teratur itu, jika diamati lebih teliti akan menghasilkan kaidah perubahan fonem atau bunyi, karena berasal dari satu protofonem yang sama.
Perangkat kata seasal, kesepadanan fonem yang teratur, dan kaidah perubahan fonem atau bunyi di kalangan bahasa-bahasa berkerabat akan memungkinkan terlaksananya rekontruksi protobahasa, khususnya rekonstruksi protofonem den sistem fonologinya. Sementara itu, jika rekonstruksi fonologi terlaksana dengan baik, sekaligus dapat dilaksanakan pula rekonstruksi leksikal untuk memperoleh bentuk kata di dalam protobahasa atau etimon Gtl-MdW2 sebagai hasil rekonstruksi dari leksem atau perangkat kata seasal.
Bertitik tolak dari pengelonmpokan bahasa di kalangan kelompok bahasa Gorontalo-Mongondow, di dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini, yaitu rekonstruksi protobahasa, maka tahap-tahap peiaksanaan rekonstruksi fonologi bahasa-bahasa dan dialek yang diteliti terdiri atas empat tahap kegiatan: (1) rekonstruksi protobahasa Buol-Gorontalo (PBG), untuk Bul den Gtl, (2) rekonstruksi protobahasa Gorontalo (PG), untuk PBG Owl, Gtl, Sww, xdp, Btn, dan Blg, (3) rekonstruksi fonologi protobahasa Mongondow (PM), untuk Ilk, Mdw, dan Psk, dan akhirnya (4) rekonstruksi protobahasa Gorontalo--Mongondow (PGM), untuk semua bahasa yang diteliti.

This research deals with nine vernaculars spoken in the areas situated along the peninsula of North Sulawesi (except Minahasa), namely Buol (Bwl), Gorontalo (Gtl), Suwaua (Sww), Kaidipang (Kdp), Bintauna (Btn), Bolango (Blg), Lolek (Llk), Mongondow (Mdw), and Ponosakan (Pak); the purpose of this study is to reconstruct their protolanguage, particularly in the field of phonology (the reconstructed parent language is called Proto-Gorontalo-Mongondow), that is to obtain the protophonemes including their systems and reflexes in the descendant languages at the present time. This research is motivated by the fact that research in historical comparative linguistics, specifically in the reconstruct-ion of phonological systems of the vernaculars mentioned above, has never been carried out.
After having examined the subgrouping evidence, quantitative evidence (the number of cognate percentage) and qualitative evidence (shared innovation), it can be concluded that those vernaculars are closely related and therefore from a family group, known as the Gorontalo.-Mongondow group, The present vernaculars comprising the group came into existence as the result of historical development.
On the basis of separating subgrouping evidence, those vernaculars can be grouped into two main subgroups, that is Gorontalo-group (Bwl, Gtl, Sue, Kdp, Btn, and B1g), and Mongondow-group (Llk, Mdw, and Psk). It should be noted, however, that Berl and Gtl of the Gorontalo-group exhibit, on the basis of phonological and lexical subgrouping, a closer relationship compared to the others. This two vernaculars can be refer-red to as Buol-Gorontalo (sub) group.
Language subgrouping, as described above, indicates that these closely related languages have descended from one ancestral language (that is protolanguage). This protolanguage has grown in different directions in the past and later on gradually became the present closely related languages. A careful observation of languages of the same family group shows that these languages have many sets of cognate-words (words which are related and which derive from the same source language). These cognate-sets contain phonemes which correspond systematically in those vernaculars. These regular correspondences, if accurately observed, will then become the rules of phoneme- or sound-change. Corresponding phonemes of the same set are from one protophoneme. Thus, the purpose of this study is to find out the protophonomes of those related vernaculars.
The existence of cognate-sets, the regular phoneme correspondences, and the formulation of the rules of phoneme- or sound-change in those closely related languages, make the reconstruction of the phonological system of the protolanguage possible. Meanwhile, if the reconstruction of protophonomes can satisfactorily be done, then the cognate-words or lexemes can also be reconstructed to yield the protoforms (protowords) or etymons of Gtl-Mdw (lexical reconstruction).
On the basis of the subgrouping of the Gorontalo-Mongondow languages, and in connection with the main purpose of this study, the reconstruction of phonology, the reconstruction-procedure of this research, is carried out in four phases: (1) the reconstruction of Preto-Buol-Gorontalo (PEG), for Bwl and Gtl, (2) the reconstruction of Preto-Gorontalo.(PG), for PBG (IIvl, Gt1), Sw, Kdp, Btn, and Blg, (3) the re-construction of Proto-Mongondow (PM), for Llk, Mdv, and Psk, and finally, (4) the reconstruction of Proto-Gorontalo-Mo."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
D414
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Fatimah Djajasudarmi
"Disertasi ini mengkaji sebanyak 421 'kecap anteuran (selanjutnya disebut KA) bahasa Sunda. Unsur ini telah diakui kehadirannya di dalam bahasa Sunda sejak Rigg (1862). Rigg menyebut KA dengan idiomatic expressions di dalam kamusnya. Kehadiran kamus Rigg (1862) dianggap sebagai langkah awal bagi ilmu bahasa Sunda.
Istilah KA bermacam-macam, ada yang menyebut
(1) idiornatische uitdrukking (Uilkens, 1875),
(2) tusschenwerpsel (Coolsma, 1873; Oosting, 1884; Lezer, 1931), (3) kecap pangariteur pagawean (Ardiwinata, 1916; Wirakusumah
dan Djajawiguna, 1969),
(4) umpak basa (Kern, 1943),
(5) kecap anteuran (Satjadibrata, 1944; Adiwidjaja,1951; Fokker, 1952; Nataprawira, 1953);
(6) morfem anteuran (Sukanda, 1979);
(7) morfem inkoatif (Djajasudarma, 1980."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
D100
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library