Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luki Widiastuti
Abstrak :
Ideologi negara pada dasarnya bertujuan mengarahkan warganya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menggunakan ideologi ibuisme negara menetapkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga yang lebih banyak dikonotasikan sebagai "Ibu". Untuk menyebarkan ideologi itu, negara memanfaatkan aparatnya diantaranya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Oleh karena sifat kepemimpinan yang hierarkis, maka TNI menciptakan subordinat melalui organisasi istri yang selanjutnya perempuan/istri prajurit menjadi subordinat dari organisasi istri. Peran istri prajurit sebagai ibu dalam lingkungan keluarga militer semakin lebih nampak dengan peran tambahan sebagai pendamping suami sekaligus sebagai anggota organisasi istri Persit Kartika Chandra Kirana. Dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang berperspektif perempuan, penelitian ini berusaha mengungkap kehidupan perempuan dalam budaya militer yang menganut sistem hierarki dimana lelaki sebagai penentu kebijakan baik dalam kehidupan keluarga dan dalam organisasi istri prajurit TNI-AD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di Asrama Kesatuan Divisi I Kostrad Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor. Dengan subjek penelitian sebanyak sepuluh orang istri anggota prajurit TNI-AD. Suami mereka berasal dari pangkat terendah hingga tertinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan, sebagai istri anggota TNI-AD, terkooptasi: (1) kegiatan istri dalam organisasi Persit Kartika Chandra Kirana lebih banyak mengarah pada kegiatan domestik dan merupakan kondisi bagi karier suami, (2) istri berkewajiban menjaga kondisi fisik suami sebagai prajurit, (3) konsekuensi penempatan perempuan dalam struktur institusi militer menyebabkan istri berkewajiban mengutamakan rumah tangga sehingga terbatas peluang untuk mengaktualisasi diri, (4) negara dan TNI-AD memperoleh keuntungan ganda dari para istri prajurit berupa dukungan moril dan materiil, (5) dalam perjalanan sejarahnya perkembangan politik negaralah yang mempengaruhi perkembangan organisasi istri yang semula organisasi ini mandiri berubah menjadi organisasi yang bergantung pada institusi TNI-AD. Oleh karena itu, disarankan agar Persit Kartika Chandra Kirana berusaha menjadi organisasi yang mandiri.
Woman and States: Armys Wife Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) in The Wives' OrganisationAn ideology of state is basically a foundation and guideline for its citizens for their way of within the country. With `ibuism' (matriarchal) ideology, the states that the connotation of a woman's role is as a `mother' in the family. To spread this ideology, the country has used its institutions, one of which is the TNI. Because of the hierarchical nature of its leadership, the TNI creates sub-ordination through a wives' organization, and following that, the soldier's wife becomes the organization?s sub-ordinate. A soldier's wife role as a mother in a military family environment is clearer with the addition role of her husband as loyal companions and as a member of the wives' organization `Persit Kartika Chandra Kirana'. Using research theory and methodology from a woman's perspective, this research tries to shed light on a woman's life in a military tradition that uses a hierarchical system, where the man is the decision maker in both family life and in the wives' organization of TNI-AD. This research is conducted using a qualitative approach. Data were gathered from in depth interviews and documentation study. The research was held in barracks of Infantry Division I Army Strategy Commando Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor and it?s using ten research subjects from army wives, who their husbands being from the lowest to the highest position. The research result shows that women, as army wives are subject to cooptation: (1) a wife's activity in the Persit Kartika Chandra Kirana organization is more related to domestic activity and become the condition for husband carrier, (2) a wife is obligated to maintain her husband's physical condition, (3) as the consequence of woman's position in a military institution structure, she is obligated to give priority to family life, which imposes s on her self actualization, (4) the states and the TNI-AD obtains double benefits from a soldier's wife in term of moral and material support, (5) historically, it is the development of the states politics that has influenced the wives' organization evolution from an independent organization into an organization which is dependent on the army institution. Therefore, is it recommended that the `Persit Kartika Chandra Kirana' endeavors to become an independent organization.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T9728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Inggrid Primadevi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak tinggal di lingkungan budaya lain terhadap identitas budaya siswa AFS Indonesia. Siswa program AFS yang tinggal di luar negeri selama satu tahun akan mengalami akulturasi psikologis. Akulturasi psikologis adalah perubahan budaya yang terjadi pada diri individu akibat kontak budaya yang berlangsung secara terus menerus antara dua budaya yang berbeda (Graves dalam Berry & Kim, 1988). Akulturasi dapat membawa berbagai perubahan yang salah satunya adalah perubahan identitas budaya (Liebkind, 1996b). Seorang remaja yang tinggal di lingkungan budaya asalnya saja dapat mengalami kebingungan identitas budaya (Phinney dalam Rice, 1996). Maka siswa AFS yang tinggal di lingkungan budaya lain diasumsikan akan mengalami dinamika identitas budaya yang lebih besar dan lebih kompleks karena semakin banyaknya pilihan perilaku budaya dan keinginan untuk conform dengan perilaku tersebut. Identitas budaya sendiri adalah imej individu terhadap nilai dan perilaku yang menjadi karakteristik budayanya, perasaannya mengenai karakteristik budaya dan pemahaman mengenai sejauh mana karakteristik budaya tersebut terefleksikan oleh dirinya (Ferdman, 1995). Identitas budaya juga bisa dikaitkan dengan evaluasi terhadap keanggotaannya dalam kelompok budaya tertentu. Karakterisitik budaya disini akan dilihat pada empat kategori besar yakni keluarga, sekolah, pergaulan sosial remaja dan kehidupan beragama. Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan menggunakan wawancara dan observasi. Subyek adalah 4 orang siswa AFS yang sudah kembali (retumee) dari Jepang dan Belgia dalam jangka waktu satu tahun, perempuan, berada dalam tahap remaja akhir (18-22 tahun) dan tinggal di Jakarta. Hasil analisis dan interpretasi menunjukkan bahwa berdasar bentuk budaya Fiske (dalam Triandis, 1994), semua subyek mempersepsi budaya asalnya sebagai budaya kolektivis. Sedangkan subyek yang ke Jepang mempersepsi budaya Jepang di tempat tinggalnya sebagai budaya kolektivis cenderung individualis dan subyek yang ke Belgia mempersepsi budaya Belgia ditempat tinggalnya sebagai budaya individualis. Perbedaan budaya tersebut membuat subyek semakin menyadari aspekaspek budaya asal dan budaya baru selama di luar negeri. Perbedaan tersebut membuat siswa mengevaluasi dan mengubah perilaku budayanya. Dalam hal ini, terdapat tiga pola perubahan identitas budaya siswa selama di luar negeri, yakni mempertahankan dan tidak mempertahankan identitas budaya asalnya serta mempertahankan identitas budaya asalnya dengan mengadopsi perilaku budaya barunya. Terjadinya pola perubahan ini bervariasi dari satu siswa ke siswa lain, tergantung dari latar belakang budaya siswa dan budaya baru yang ditemui siswa. Namun terdapat kecenderungan bahwa perubahan yang dilakukan selama di luar negeri adalah perubahan yang sejalan dengan budaya asal siswa. Selain itu ditemukan pula bahwa semua siswa tidak mempertahankan identitas budaya asalnya dalam hal kebiasaan hidup sehari-hari seperti kebiasaan mengucapkan salam. Secara keseluruhan, dinamika yang dialami subyek sangat besar mengingat perbedaan budaya yang ada dan kecenderungan subyek untuk selalu mengubah perasaan dan perilakunya setiap kali masuk ke dalam lingkungan budaya baru. Walaupun perilaku mereka berubah, namun siswa justru lebih merasa sebagai bagian dari budaya Indonesia dan bangga terhadap hal tersebut selama di luar negeri. Ini terlihat dari usaha subyek untuk membela nama baik Indonesia jika mereka mendengar berita-berita negatif mengenai Indonesia dan bangga menampilkan atraksi budaya Indonesia. Usia remaja ternyata adalah usia yang tepat untuk mengirimkan siswa ke luar negeri dalam rangka program pertukaran pelajar karena remaja senang mencoba hal-hal baru. Namun demikian, penyusunan program orientasi dan reorientasi dengan materi karakteristik budaya baru yang lebih spesifik serta pengaktifan peran konselor selama siswa di luar negeri disarankan untuk lebih ditingkatkan.
2002
S3082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library