Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Evi Sofia
"Sebagian besar penelitian tentang evaporative cooling hanya berfokus pada proses termodinamika dan optimalisasi kinerja beberapa konfigurasi dasar, seperti direct evporative cooling (DEC) dan tipe tubular atau plat indirect evaporative cooling (IEC). Penelitian mengenai beberapa teknologi evaporative cooling terbaru seperti heat pipe IEC, dew point IEC dan semi indirect evaporative cooling, masih sedikit dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem pengkondisian udara yang menggunakan indirect evaporative cooling yang dikombinasikan dengan finned heat pipe sebagai pemindah panas dan cooling pad dari bahan serat alami. Tahapan awal dilakukan dengan melakukan studi literatur mengenai indirect evaporative cooling dan heat pipe, melakukan evaluasi terhadap penelitian yang pernah dilakukan, melakukan pengujian terhadap karakteristik finned heat pipe yang akan digunakan, melakukan penelitian terhadap bahan media pendingin berbahan serat alami yang akan digunakan, merancang bangun kombinasi indirect evaporative cooling dan finned heat pipe dengan media pendingin berbahan serat alami. Selain itu pada penelitian ini juga akan dicari beberapa hubungan atau korelasi antara parameter-parameter yang ada pada indirect indirect evaporative cooling dengan tujuan meningkatkan efektifitasnya. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa efektivitas indirect evaporative cooling meningkat ketika digunakan serat alami berbahan nanas dibandingkan dengan serat lain (rami dan luffa), nilai maksimumnya 90% untuk efektivitas wet bulb dan 71% untuk efektivitas dew point, serta nilai EER yang mencapai 62%. Selain itu kinerja finned heat pipe sebagai pemindah panas bekerja dengan baik pada sistem ini terbukti dengan nilai kapasitas pendinginan maksimum yang mencapai 1180W.

The majority of evaporative cooling research only considers the thermodynamic operations and performance enhancement of a few fundamental configurations, such as direct evaporative cooling (DEC) and indirect evaporative cooling (IEC) tubular or plate kinds. There is still little research on some of the most recent evaporative cooling techniques, including indirect evaporative cooling (IEC) heat pipes, indirect evaporative cooling (IEC) dew points, and semiindirect evaporative cooling. With the use of finned heat pipes for heat transfer, cooling pads made of natural fibers, and indirect evaporative cooling, an air conditioning system is being developed. The first stage involves researching indirect evaporative cooling and heat pipes in the literature, assessing previous research, testing potential finned heat pipe characteristics, researching potential cooling media materials made of natural fibers, and designing buildings with a combination of indirect evaporative cooling and finned heat pipes and a natural fiberbased cooling medium. In addition, this study will look for connections or correlations between the present indirect evaporative cooling factors in an effort to increase its efficiency. The results of this test demonstrate that using natural fibers made from pineapple increases the effectiveness of indirect evaporative cooling when compared to other fibers (ramie and luffa); the maximum value is 90% for the wet bulb effectiveness and 71% for the dew point effectiveness, and the EER value reaches 62%. Additionally, this system effectively transfers heat thanks to the finned heat pipes, as shown by the maximum cooling capacity of 1180 W."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulya Juarsa
"Kejadian kecelakaan parah pada PLTN telah menjadi momentum penelitian perpindahan panas pendidihan pada celah sempit yang terbentuk antara dinding bejana reaktor dan debris, sehingga penelitian sejenis akan memperkuat manajemen termal guna mengantisipasi parahnya kecelakaan PLTN. Penelitian perpindahan panas pada celah anulus dan rektangular sempit telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, namun kompleksitas parameter termohidrolika yang muncul dalam proses pendinginan melalui aliran dua fasa yang melibatkan proses pendidihan pada celah sempit masih menyebabkan perbedaan antara korelasi-korelasi yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti. Dalam kaitan ini, pengaruh berbagai parameter masih menjadi bahasan penting, khususnya melalui simulasi eksperimental.
Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan dua bagian uji HeaTiNG-01 (celah anulus) dan HeaTiNG-02 (celah rektangular) dan semua dilakukan pada posisi vertikal. Eksperimental perpindahan kalor pendidihan di celah anulus sempit menampilkan parameter ukuran celah 1 mm, dan variasi temperatur awal batang panas 150oC, 250oC, 350oC, 450oC, 550oC, dan 650oC, serta variasi temperatur air pendingin 75oC, 85oC dan 95oC menggunakan 9 titik termokopel. Eksperimental perpindahan kalor pendidihan di celah rektangular sempit menampilkan parameter ukuran celah dengan variasi 1 mm, 2 mm dan 3 mm. Sedangkan temperatur awal pelat utama mencapai 600oC menggunakan 6 titik termokopel.
Hasil penelitian pada kedua celah menunjukkan adanya kehadiran rejim didih yang terdiri dari didih film, didih transisi dan didih inti. Kecepatan rewetting dapat diperkirakan dan dipengaruhi oleh ukuran celah dan temperatur awal batang panas dan temperatur pendinginan untuk kasus anulus. Korelasi kecepatan rewetting untuk celah anulus sempit telah diperoleh. Korelasi kecepatan rewetting pada celah rektangular sempit telah diperoleh. Nilai CHF pada celah rektangular sempit meningkat sekitar 29,12 % dibandingkan dengan CHF pada celah berukuran 1 mm, namun mengalami kenaikan sekitar 77,30 % untuk ukuran celah 3 mm. Sedangkan CHF pada celah anulus sempit untuk temperatur pendingin 850C dan 950C nilainya berdekatan. CHF maksimum temperatur 750C adalah 230 kW/m2, sedangkan CHF maksimum temperatur 95oC kW adalah 282 kW/m2. Korelasi non-dimensional untuk CHF dan fluks aliran massa telah diperoleh dengan dimodifikasi korelasi Mishima berdasarkan eksperimen. Untuk kasus perpindahan kalor pendidihan di celah rektangular dengan gradien 0,22 dari gradient korelasi Mishima.

A severe accident in nuclear power plants become a momentum research at boiling heat transfer in narrow channel which was formed between the wall of the reactor vessel and debris, so that similar studies will cultivate the thermal management in order to anticipate the severity of the nuclear plant accident. The study of heat transfer in the annulus and the rectangular narrow channel has been studied by several researchers, but the complexity of thermal hydraulics parameters that appear during cooling process through twophase flow which involving boiling process in narrow channel is still cause the differences between the correlations that have been proposed by several researchers. In this regard, the influence of various parameters remains a critical discussion, particularly through experimental simulations.
The study was carried out experimentally using a two test section which called HeaTiNG-01 (for annulus channel) and HeaTiNG-02 (for rectangular channel). The position of test section was intalled in a vertical position. The experimental of boiling heat transfer in a narrow channels annulus presented the parameters with channel size of 1 mm, and initial temperature of hot rods of 150oC, 250oC, 350oC, 450oC, 550oC, and 650oC. Also using cooling water with temperature temperature of 75oC, 85oC and 95oC using a nine-points of thermocouple. The experimental of boiling heat transfer in a rectangular narrow channel presented parameters of channel size variations of 1 mm, 2 mm and 3 mm. While the initial temperature reaches 600oC in main plate using six-point thermocouples.
The results of the research in both channel geometri showed that the presence of boiling regime consisting of the film boiling, transition boiling and nucleat boilin. Rewetting velocity can be predicted and it is influenced by the size of the gap and the initial temperature of the hot rod and the cooling temperature for the case of the annulus. Value of CHF in narrow rectangular channel increases around 29.12% as compared with CHF in channel size of 1 mm, but an increase about 77.30% for narrow chanel size of 3 mm. While CHF in narrow annulus channel for cooler temperatures 85oC and 95oC with both value almost close. CHF maximum temperature of 75oC is 230 kW/m2, while the maximum temperature of 95°C kW CHF is 282 kW/m2. Nondimensional correlation for CHF and mass flow flux has been obtained with the modified correlation of Mishima based experiments. For the case of boiling heat transfer in rectangular channel with a gradient of 0.22 Mishima correlation gradient."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1957
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
"Peningkatan konsumsi energi pada aplikasi bangunan merupakn isu global dunia. Penelitian ini berkaitan dengan pemanfaatan Phase Change Material PCM untuk penyimpanan termal. Konsep ini mendapat perhatian besar sebagai solusi untuk mengurangi konsumsi energi pada aplikasi bangunan. PCM Lilin memiliki kapasitas termal yang tinggi dipelajari dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian in adalah untuk mengukur dan menganalisis sifat termal lilin lebah/graphene sebagai PCM. Titik leleh, kapasitas kalor dan kalor laten diukur menggunakan Differential Scanning Calorimetry DSC , dan konduktivitas termal diukur menggunakan alat ukur konduktivitas meter. Untuk mengetahui perubahan morphologi PCM akibat pengaruh nanopartikel dan viskositasnya juga diteliti. Berdasarkan hasil DSC, kalor laten lilin lebah/graphene meningkat sebesar 22,5 pada 0,3 wt . Konduktivitas termal lilin lebah/graphene adalah 2,8 W/m.K pada 0,3 wt . Dengan penambahan nanographene meningkatkan kalor laten dan konduktivitas termal nano PCM lilin lebah/graphene. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini, lilin lebah/graphene disimpulkan memiliki potensi untuk digunakan pada aplikasi bangunan dengan harapan dapat mengurangi konsumsi energi.

Increased energy consumption in buildings is a worldwide issue. This research is concerned with the implementation of a phase change material for thermal storage. This concept has gained great attention as a solution to reduce energy consumption in buildings. Beeswax, which is a phase change material with a high thermal capacity, is investigated in this research. This paper is intended to measure and analyze the thermal properties of beeswax graphene as a phase change material. The melting temperature, thermal capacity and latent heat were determined using differential scanning calorimetry DSC , and the thermal conductivity was investigated using a thermal conductivity measurement apparatus. To discover the change in the physical properties due to the effect of nanoparticles, the viscosity of the material was investigated as well. Based on the result from the DSC, the latent heat of 0.3 wt beeswax graphene increased by 22.5 . The thermal conductivity of 0.3 wt beeswax graphene was 2.8 W m.K. The existence of graphene nanoplatelets enhanced both the latent heat and thermal conductivity of the beeswax. Therefore, based on this result, beeswax graphene is concluded to have the potential to reduce energy consumption in buildings."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2423
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragil Sukarno
"Sistem pengkondisian udara (HVAC) mempunyai peranan yang sangat dominan dalam memberikan kenyamanan ruang bagi penghuninya. Namun kebutuhan energi untuk pengoperasiannya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan sistem HVAC yang lebih efesien dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Sistem energy recovery dengan menggunakan heat pipe merupakan cara yang sangat efektif dalam usaha penghematan energi dan mengurangi efek global warming. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain dan konfigurasi baru dari heat pipe heat exchanger (HPHE) sebagai media precooling dan media reheating pada sistem pengkondisian udara. Selain itu juga untuk mengembangkan sebuah korelasi karakteristik parameter desain dan parameter operasi HPHE terhadap efektifitas perpindahan kalor dan penghematan energi serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan HPHE terhadap kinerja dari sistem pengkondisian udara dalam bentuk coefficient of performance (COP). Dari hasil eksperimen dan analisis kinerja akan dikembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak atau software untuk mengevaluasi desain HPHE yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, suhu udara keluar setelah melewati sisi evaporator HPHE (precooling) dan potensi penghematan energi dari penggunaan sistem HVAC yang dilengkapi HPHE. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Untuk mengetahui karakteristik dan kinerja sistem HVAC yang dikombinasikan dengan HPHE dilakukan eksperimen dengan memvariasikan konfigurasi straigth heat pipe, U-shaped heat pipe, dan gabungan straigth dan U-shaped heat pipe. Straigth heat pipe divariasikan dalam 3, 6, dan 9 baris, dan terdiri dari 4 heat pipe per baris. Sedangkan pada U-shaped heat pipe divariasikan dalam 1 dan 2 baris, dan masing-msaing 8 heat pipe per baris. Straigth dan U-shaped heat pipe dilengkapi dengan sirip-sirip wavy fin untuk memperluas area perpindahan kalor. Eksperimen dikondisikan pada suhu udara masuk antara 30 – 45 oC dan kecepatan udara masuk 1,5 - 2,5 m/s. Analisis menggunakan metode ε-NTU juga dilakukan untuk memprediksi efektifitas, suhu keluar sisi evaporator, dan energy recovery HPHE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan straigth HPHE memberikan efek yang besar terhadap penurunan suhu di sisi evaporator HPHE atau precooling. Penurunan suhu udara segar yang masuk pada sisi evaporator HPHE paling tinggi adalah 9,1 oC dan penghematan energi maksimal adalah sebesar 567,3 W pada 0,080 m3/s. Penggunaan U-shaped HPHE memberikan dampak positif terhadap precooling dan reheating. Penurunan suhu udara segar paling tinggi sebesar 4,0 oC dan pada saat yang sama memberikan efek reheating paling tinggi sebesar 4,5 oC, menghasilkan penghematan energi precooling dan reheating paling tinggi masing-masing adalah sebesar 228,1 W, dan penurunan kelembaban relatif ruangan sebesar 21,1 % yang dicapai pada penggunaan 2 baris U-shaped HPHE. Hasil pengujian sistem energy recovery gabungan Straigth dan U-shaped HPHE memperlihatkan bahwa penambahan U-shaped HPHE untuk sistem energy recovery pada sistem HVAC memberikan pengaruh yang signifikan. Penurunan suhu total maksimal mencapai 10,7 oC dan penurunan kelembaban relatif mencapai maksimal 25,5 %. Pada pengujian yang dilakukan berdasarkan standar ruangan untuk ruang isolasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa penerapan sistem energy recovery gabungan straigth dan U-shaped HPHE memberikan kombinasi yang paling baik, dimana memberikan penghematan energi yang signifikan, sekaligus memberikan pengaruh positif dalam usaha mencapai kondisi ruangan sesuai yang dipersyaratkan. Sistem HVAC yang dilengkapi dengan HPHE dapat meningkatkan efisiensi sistem HVAC dalam bentuk Coefficient of performance (COP), dimana penggunaan straigth HPHE dapat meningkatkan COP 6–55% dan penggunaan U-shaped HPHE 2 baris dapat meningkatkan COP 8 – 39 %. Dari hasil pengujian dan analisis bilangan tak berdimensi telah dihasilkan sebuah korelasi Sp number yang bisa digunakan untuk memprediksi tahanan thermal dari sebuah heat pipe tunggal. Selain itu juga telah dihasilkan sebuah persamaan ε-NTU terkoreksi yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, yang mana kedua persamaan ini akan sangat berguna untuk mengetahui kinerja sebuah heat pipe baik dalam tahap desain maupun tahap pengoperasian. Pengembangan software HPHE yang menggunakan metode ε-NTU terkoreksi juga memberikan hasil yang akurat, dimana tingkat kesesuaian suhu udara keluar evaporator secara prediksi dari software dan hasil eksperimen minimal sebesar 99 %. Sehingga, software ini dapat digunakan sebagai acuan awal untuk memprediksi kinerja suatu desain HPHE sebelum dilakukan tahap desain dan manufaktur.

Sistem pengkondisian udara (HVAC) mempunyai peranan yang sangat dominan dalam memberikan kenyamanan ruang bagi penghuninya. Namun kebutuhan energi untuk pengoperasiannya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan sistem HVAC yang lebih efesien dengan konsumsi energi yang lebih rendah. Sistem energy recovery dengan menggunakan heat pipe merupakan cara yang sangat efektif dalam usaha penghematan energi dan mengurangi efek global warming. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan desain dan konfigurasi baru dari heat pipe heat exchanger (HPHE) sebagai media precooling dan media reheating pada sistem pengkondisian udara. Selain itu juga untuk mengembangkan sebuah korelasi karakteristik parameter desain dan parameter operasi HPHE terhadap efektifitas perpindahan kalor dan penghematan energi serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan HPHE terhadap kinerja dari sistem pengkondisian udara dalam bentuk coefficient of performance (COP). Dari hasil eksperimen dan analisis kinerja akan dikembangkan sebuah aplikasi perangkat lunak atau software untuk mengevaluasi desain HPHE yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, suhu udara keluar setelah melewati sisi evaporator HPHE (precooling) dan potensi penghematan energi dari penggunaan sistem HVAC yang dilengkapi HPHE. Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Untuk mengetahui karakteristik dan kinerja sistem HVAC yang dikombinasikan dengan HPHE dilakukan eksperimen dengan memvariasikan konfigurasi straigth heat pipe, U-shaped heat pipe, dan gabungan straigth dan U-shaped heat pipe. Straigth heat pipe divariasikan dalam 3, 6, dan 9 baris, dan terdiri dari 4 heat pipe per baris. Sedangkan pada U-shaped heat pipe divariasikan dalam 1 dan 2 baris, dan masing-msaing 8 heat pipe per baris. Straigth dan U-shaped heat pipe dilengkapi dengan sirip-sirip wavy fin untuk memperluas area perpindahan kalor. Eksperimen dikondisikan pada suhu udara masuk antara 30 – 45 oC dan kecepatan udara masuk 1,5 - 2,5 m/s. Analisis menggunakan metode ε-NTU juga dilakukan untuk memprediksi efektifitas, suhu keluar sisi evaporator, dan energy recovery HPHE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan straigth HPHE memberikan efek yang besar terhadap penurunan suhu di sisi evaporator HPHE atau precooling. Penurunan suhu udara segar yang masuk pada sisi evaporator HPHE paling tinggi adalah 9,1 oC dan penghematan energi maksimal adalah sebesar 567,3 W pada 0,080 m3/s. Penggunaan U-shaped HPHE memberikan dampak positif terhadap precooling dan reheating. Penurunan suhu udara segar paling tinggi sebesar 4,0 oC dan pada saat yang sama memberikan efek reheating paling tinggi sebesar 4,5 oC, menghasilkan penghematan energi precooling dan reheating paling tinggi masing-masing adalah sebesar 228,1 W, dan penurunan kelembaban relatif ruangan sebesar 21,1 % yang dicapai pada penggunaan 2 baris U-shaped HPHE. Hasil pengujian sistem energy recovery gabungan Straigth dan U-shaped HPHE memperlihatkan bahwa penambahan U-shaped HPHE untuk sistem energy recovery pada sistem HVAC memberikan pengaruh yang signifikan. Penurunan suhu total maksimal mencapai 10,7 oC dan penurunan kelembaban relatif mencapai maksimal 25,5 %. Pada pengujian yang dilakukan berdasarkan standar ruangan untuk ruang isolasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa penerapan sistem energy recovery gabungan straigth dan U-shaped HPHE memberikan kombinasi yang paling baik, dimana memberikan penghematan energi yang signifikan, sekaligus memberikan pengaruh positif dalam usaha mencapai kondisi ruangan sesuai yang dipersyaratkan. Sistem HVAC yang dilengkapi dengan HPHE dapat meningkatkan efisiensi sistem HVAC dalam bentuk Coefficient of performance (COP), dimana penggunaan straigth HPHE dapat meningkatkan COP 6–55% dan penggunaan U-shaped HPHE 2 baris dapat meningkatkan COP 8 – 39 %. Dari hasil pengujian dan analisis bilangan tak berdimensi telah dihasilkan sebuah korelasi Sp number yang bisa digunakan untuk memprediksi tahanan thermal dari sebuah heat pipe tunggal. Selain itu juga telah dihasilkan sebuah persamaan ε-NTU terkoreksi yang bisa digunakan untuk memprediksi efektifitas HPHE, yang mana kedua persamaan ini akan sangat berguna untuk mengetahui kinerja sebuah heat pipe baik dalam tahap desain maupun tahap pengoperasian. Pengembangan software HPHE yang menggunakan metode ε-NTU terkoreksi juga memberikan hasil yang akurat, dimana tingkat kesesuaian suhu udara keluar evaporator secara prediksi dari software dan hasil eksperimen minimal sebesar 99 %. Sehingga, software ini dapat digunakan sebagai acuan awal untuk memprediksi kinerja suatu desain HPHE sebelum dilakukan tahap desain dan manufaktur."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surip Widodo
"Pada PLTN, panas sisa hasil peluruhan terus dibangkitkan meskipun reaktor telah dihentikan operasinya. Panas ini harus dibuang ke lingkungan baik dalam kondisi normal maupun kecelakaan. Kegagalan membuang panas peluruhan bisa berakibat fatal seperti pada kecelakaan PLTN Fukhusima Dai-Chi. PLTN generasi III dan IV telah menambahkan sistem keselamatan pasif (PRHRs) untuk membuang panas sisa tersebut. Meskipun demikian PRHRs ini masih didesain untuk basis kerja secara pasif hanya 72 jam. Ada beberapa penelitian yang mengusulkan tambahan sub-sistem pasif pada PRHR yang ada agar PRHR ini mampu bekerja lebih lama dari 72 jam. Namun, dalam hal termohidrolik, keuntungan dari penggunaan pipa kalor tanpa sumbu kapiler dengan air sebagai fluida kerja belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam sistem PRHR yang sudah ada, terutama dalam operasional dengan temperatur di atas 100 oC. Karena itu, telah dilakukan penelitian tentang penggunaan pipa kalor tanpa sumbu kapiler (termosifon dua fase) yang ditempatkan dalam lingkungan uap bertekanan yang mewakili kondisi tekanan pada jalur uap PRHR. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sifat termal dari termosifon dua fase saat mengkondensasi uap pada tekanan tinggi. Hasil penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan desain konseptual awal PRHR yang menggunakan termosifon dua fase yang terhubung secara langsung ke jalur uap pada sistem passive residual heat removal yang sudah ada, untuk membuang panas peluruhan dalam jangka panjang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi studi teknis terhadap desain PLTN tipe LWR yang tersedia secara publik, eksperimen termosifon dua fase dalam lingkungan uap, dan simulasi fasilitas uji menggunakan perangkat lunak sistem termohidrolik RELAP5. Hasil eksperimen dan simulasi tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk merancang PRHRs yang memiliki kemampuan jangka panjang yang optimal, yang dapat diimplementasikan pada PLTN pertama di Indonesia. Hasil penelitian mencakup pengembangan basis data yang komprehensif mengenai hambatan termal termosifon dua fase, validasi model RELAP5 untuk desain sistem PRHR, dan penyusunan parameter desain konseptual untuk sistem pengambilan panas peluruhan jangka panjang secara pasif. Berdasarkan hasil penelitian, desain PRHR konseptual awal menunjukkan bahwa sekitar 480 termosifon diperlukan untuk memindahkan panas peluruhan jangka panjang pada reaktor nuklir kelas 300 MWth

In nuclear power plants (NPP), residual heat from decay continues to be generated even when the reactor has been shut down. This heat needs to be removed to the environment under normal and accident conditions. Failure to remove residual heat can have fatal consequences, as seen in the Fukushima Daiichi nuclear accident. Generation III and IV nuclear power plants have implemented passive safety systems (Passive Residual Heat Removal System, PRHRs) to remove this residual heat. However, these PRHRs are currently designed to passively operate for only 72 hours. Several studies have proposed additional passive subsystems to extend the PRHRs’ operation beyond 72 hours. However, in terms of thermohydraulics, the advantages of using wickless heat pipes with water as the working fluid have not been fully utilized in existing PRHR systems, particularly for operations at temperatures above 100 oC. Consequently, research has been conducted on the use of wickless heat pipes (two-phase thermosyphons) placed in a pressurized steam environment representing the pressure conditions in the PRHR steam path. The aim of this research is to study the thermal characteristics of the two-phase thermosyphon during high-pressure steam condensation. The findings of this research serve as a basis for developing an initial conceptual design of PRHRs that utilize directly connected two-phase thermosyphons in the existing passive residual heat removal system to eectively remove decay heat in the long term. The research methodology includes technical studies on publicly available LWR-type nuclear power plant designs, two-phase thermosyphon experiments in a steam environment, and simulation the experiment using thermal-hydraulic software RELAP5. The experimental and simulation results are then used as a basis for designing PRHRs with optimal long-term capabilities that can be implemented in the first nuclear power plant in Indonesia. The research results include the development of a comprehensive database on the thermal resistance of two-phase thermosyphons, the validation of the RELAP5 model for PRHR system design, and the establishment of conceptual design parameters for a passive long-term decay heat removal system. Based on the research results, the initial PRHR conceptual design shows that around 480 thermosiphons are required to transfer long-term decay heat to a 300 MWth class nuclear reactor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Winarta
"Metode pendinginan konvensional seperti heat sink dan fan sudah tidak efektif lagi menangani pelepasan kalor yang memiliki tren power density yang makin tinggi (fluks kalor tinggi). Peralatan transfer kalor dua fasa seperti pipa kalor (heat pipe) merupakan salah satu jenis pendingin yang sangat gencar dikembangkan diluar negeri akhir-akhir ini. Karena menghasilkan pendinginan yang efisien (passive cooling) sehingga merupakan salah satu kunci ketahanan produk terhadap umur pakai dan beban kerja yang tinggi. Permasalahan utama pada pengembangan teknologi pipa kalor konvensional adalah manufaktur sumbu kapiler (wick) yang kompleks dan merupakan komponen biaya terbesar produksi.
Studi mengenai pengembangan dan pengujian Pulsating Heat Pipe/Oscillating Heat Pipe (PHP/OHP) yang merupakan salah keterbaruan teknologi pipa sedang gencar dilakukan di luar negeri. Penelitian ini bertujuan ikut mempelajari manufaktur dan pengaplikasian pipa kalor jenis PHP/OHP sampai pada suatu prototipe aplikasi manajemen thermal. Pada tahap awal dipelajari desain dan manufaktur OHP secara umum meliputi proses manufaktur dan pengisian fluida kerja (vakum dan pengisian fluida dengan metode back-filling). Kemudian beberapa pengujian kinerja dilakukan untuk mendapatkan karakteristik thermalnya. Sampai pada akhirnya desain prototipe manajemen thermal yang mengaplikasikan PHP/OHP berhasil dibuat.
Uji pertama menggunakan metode thermography berhasil memberikan informasi secara kuantitatif terhadap proses-proses thermal yang terjadi. Adapun fenomena yang dapat diamati diantaranya proses sebaran kalor pada OHP dan lingkunganya pada saat start-up, beban kalor menengah dan beban kalor tinggi. Aliran kalor pada pipa kapiler saat terjadi osilasi slug flow dan sirkulasi. Pengujian berikutnya memberikan hasil bahwa masing-masing fluida memberikan karakteristik start-up, distribusi kalor yang berbeda. Hasil pengujian juga mendapatkan variasi inklinasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada suatu kondisi tertentu. Pengujian visualisasi dengan metode neutron radiography juga dilakukan untuk mengamati gerakan fluida dan pengaruhnya pada transfer kalor.
Sebuah manajemen thermal motor listrik yang mengaplikasikan pulsating heat pipe sebagai pendingin juga telah berhasil dibuat dan diuji. Hasil pengujian menunjukkan kemampuan pulsating heat pipe menurunkan temperatur operasional motor listrik. Perbedaan temperatur luar dengan menggunakan variasi fluida kerja acetone yaitu 55,348°C, sementara untuk variasi fluida kerja methanol yaitu 56,071°C. Untuk perbedaan temperatur dalam yaitu 57,13°C dan 55,179°C, untuk variasi fluida kerja acetone dan methanol berturut-turut.

Conventional cooling methods such as heat sinks and fans are no longer effective in handling heat release which has a higher power density trend. Two-phase heat transfer equipment, such as heat pipes, are one type of cooling method that has been intensely developed abroad recently. Because it produces efficient cooling (passive cooling) so that it is one of the keys to product durability against service life and high workload. The main problem in the development of conventional heat pipe technology is the complex manufacturing of wick. And, it is also the largest component of production costs.
The study of the development and testing of Pulsating Heat Pipe/Oscillating Heat Pipe (PHP/ OHP) is one of the state of the art of heat pipe technology is being intensively investigate abroad. This study aims to learn about the manufacturing and application of PHP /OHP to a prototype thermal management application. In the early stages, OHP design and manufacturing were generally studied including manufacturing processes and filling of working fluids (vacuum and fluid charging with back-filling method). Then some performance test is performed to get the thermal characteristics. Finally the thermal management prototype design that applied PHP/OHP was successfully made.
The first test using the thermography method managed to provide quantitative information on the thermal processes that occur. The phenomena that can be observed include heat distribution process on OHP and its environment at start-up, medium heat load and high heat load. Heat flow in the capillary pipe when slug flow and circulation oscillations occur. Subsequent tests give results that each fluid provides start-up characteristics, a different heat distribution. The test results also get a variety of inclinations that do not give a significant difference in certain conditions. Visualization testing with neutron radiography methods was also carried out to observe fluid motion and its effect on heat transfer.
A thermal electric motor management that applies pulsating heat pipes as coolants has also been successfully made and tested. Test results show the ability of pulsating heat pipe to reduce the operational temperature of the electric motor. Outside temperature difference using a variation of acetone working fluid is 55,348oC, while for working fluid methanol variation is 56,071°C. For the difference in internal temperature is 57,13°C and 55,179°C, for variations in working fluid acetone and methanol respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
D2602
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Nata Septiadi
"Peningkatan kinerja teknologi elektronik khususnya Central Processing Unit (CPU) yang disertai dengan pengecilan dimensi menghasilkan fluks kalor yang semakin besar. Peningkatan fluks kalor yang semakin tajam hingga 50 sampai dengan 100 W/cm2 memerlukan suatu pendingin yang mampu menyerap dan mengontrol fluks kalor yang dihasilkan tersebut sehingga CPU mampu bekerja secara handal dan umur pakai dari piranti tersebut menjadi lebih panjang. Tingginya fluks kalor yang dihasilkan mengakibatkan pendingin konvensional yang bekerja secara satu fasa kurang efektif untuk mengatasi permasalahan fluks kalor tersebut.
Pipa kalor merupakan alat pendingin pasif yang bekerja secara dua fasa, dimana sirkulasi fluida kerja hanya memanfaatkan gaya kapilaritas sebagai pompa kapiler. Struktur pori yang homogen, daya kapilaritas dan wettability yang tinggi merupakan beberapa persyaratan sumbu kapiler. Konduktivitas termal yang tinggi dari fluida kerja juga akan mampu meningkatkan kinerja pipa kalor. Sumbu kapiler yang umum digunakan dan biasanya memberikan kinerja yang baik terhadap kinerja pipa kalor adalah sumbu kapiler jenis sintered powder tembaga. Sumbu kapiler jenis ini proses produksinya sangat sulit dan sangat susah untuk mampu menghasilkan struktur pori yang homogen. Sifat yang mudah teroksidasi juga mengakibatkan wettability dari sumbu kapiler menurun sehingga sifatnya menjadi hidrofobik, yang mengakibatkan kinerja pipa kalor menurun. Terumbu karang merupakan media berpori non logam yang memiliki struktur pori yang cukup homogen serta daya kapilaritas dan wettability yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja termal pipa kalor melalui pengintegrasian terumbu karang sebagai sumbu kapiler dan nanofluida sebagai fluida kerja. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengujian pipa kalor dengan sumbu kapiler terumbu karang Tabulate yang memiliki diameter pori ± 52,949 μm dan sintered powder dengan diameter pori ± 60,704 μm yang juga dibandingkan dengan heatsink, heatsink fan dan termosipon. Pengujian dilakukan dengan kondisi pembebanan minimum dan maksimum dari prosesor yang dianalogikan melalui pelat simulator serta diujikan juga pada prosesor Pentium 4 2.4 GHz, dual core 925 3.0 GHz, core i.5 3.0 GHz dan core i.7 3.4 GHz. Nanofluida dibuat dari partikel nano Al2O3, TiO2 dan CuO dengan diameter 20 nm yang dicampur pada fluida dasar air dengan fraksi volume 0,1% vol sampai dengan 10% vol. Analisa CFD digunakan untuk menjelaskan sirkulasi aliran didalam pipa kalor.
Dari penelitian didapatkan penggunaan sumbu kapiler terumbu karang Tabulate dapat menurunkan hambatan termal 44% dengan meningkatkan koefisien perpindahan kalor12,13% dibandingkan dengan menggunakan sumbu kapiler sintered powder tembaga. Pada kondisi beban maksimal pipa kalor dengan sumbu kapiler terumbu karang Tabulate masing-masing dapat menurunkan suhu permukaan prosesor 36%, 38,19%, 35,29% dan 99,98% masingmasing untuk pendinginan pada prosesor core i.7, core i.5, dual core dan Pentium 4. Penggunaan nanofluida sebagai fluida kerja relatif lebih efektif pada fraksi volume rendah.

The increasing performance of electronic device, especially in Central Processing Unit (CPU) is followed by smaller size dimension, which lead into higher heat flux production. A high heat flux production, which is 50 until 100 W/cm2 needs a cooling system that can absorb and control the heat flux till the CPU can perform greatly and has a long lifetime.Conventional cooling systems that work based on one-phase system are not effective to solve the problem that is caused by high heat flux production.
Heat pipe is a passive cooling device that work based on two-phase flow. Working fluid circulation only created by capillary force as capillary pump. Uniform pore structure,capillary force, and high wettability are some requirements for selecting wick. High thermal conductivity of working fluid will increase the performance of the heat pipe. Generally, sintered copper powder is used as wick to create a high performance heat pipe, but this kind of wick is very hard to be manufactured and non-uniform pores are created. Moreover, sintered copper powder is easy to be oxidized which lead into decreasing of wettability and become hydrophobic. Coral is a nonmetal material that has a uniform material, high capillarity force, and high wettability.
The purpose of this research is to elevate thermal performance of heat pipe through integrating coral material as wick and nanofluid as working fluid. Research is conducted by experimenting a coral tabulate wicked heat pipe with ± 52,949 μm pores diameter and a sintered copper powder wicked heat pipe with ± 60,704 μm. More comparison are done by using heat sink, heat sink fan, and thermosiphon. Heat load for this experiment use minimum load and maximum load from processor through simulator plate and Pentium 4 2.4 GHz processor, dual core 925 3.0 GHz, core i.5 3.0 GHz and core i.7 3.4 GHz. Nanofluid made from Al2O3, TiO2 and CuO with 20nm diameter. Those nano particles are mixed with water as based fluid with 0.1% until 10% as volume fraction. CFD analysis are used to explain fluid circulation inside the heat pipe.
From this research, it is concluded that the usage of coral tabulate can reduce thermal resistance as high as 44% with 12,13% increasing heat transfer coefficient compared to usage of sintered copper powder as wick. At full load, heat pipe with coral tabulate wick can decrease the processors surface temperature as 36%, 38,19%, 35,29% and 99,98% for core i.7, core i.5, dual core and Pentium 4 processor respectively. The usage of nanofluid as working fluid is relatively more effective at low volume fraction.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
D1929
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Ariantara
"ABSTRAK
Pembangkitan kalor pada baterai dan motor listrik akan meningkatkan temperatur kerjanya. Temperatur kerja yang terlalu tinggi dapat menurunkan kinerja dan memperpendek umur pakai baterai dan motor listrik. Kemajuan teknologi baterai telah menghasilkan baterai-baterai Li-Ion berdensitas energi sangat tinggi. Namun demikian, kemajuan ini disertai dengan resiko terjadinya thermal runaway yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan serius seperti yang dialami oleh pesawat Boeing 787 Dreamliner di Jepang pada 16 Januari 2017. Untuk operasi kendaraan listrik yang aman, dengan kinerja yang tinggi serta umur pakai yang panjang diperlukan sistem manajemen termal SMT yang handal dengan bobot ringan, ukuran yang ringkas dan hemat energi. Pipa kalor merupakan perangkat termal yang memiliki kapasitas perpindahan kalor per satuan luas yang tinggi, berbobot ringan, berukuran ringkas dan tidak memerlukan pasokan daya eksternal. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan prototipe SMT baterai dan motor kendaraan listrik berbasis pipa kalor serta pengembangan fabrikasi lotus-type porous copper LTP Copper untuk diterapkan sebagai sumbu kapiler pipa kalor. Prototipe SMT baterai dibuat mengunakan simulator baterai dengan menerapkan pipa kalor pipih berbentuk L yang bagian evaporatornya disisipkan di antara permukaan simulator baterai dan bagian kondensernya didinginkan dengan udara sekeliling. Prototipe SMT motor listrik menerapkan pipa kalor pipih berbentuk L yang bagian evaporatornya ditempatkan di bagian luar rumah motor dan bagian evaporatornya di depan kipas. Pada kedua prototip tersebut, pembangkitan kalor disimulasikan dengan pemanas listrik yang dayanya diatur melalui regulator tegangan. Kinerja prototip sistem manajemen termal baterai dan motor kendaraan listrik tersebut ditentukan secara eksperimental. LTP Copper difabrikasi menggunakan teknik slip casting dan sintering menggantikan proses Gasar. Struktur pori memanjang diperoleh dengan menggunakan pore former benang nilon. Parameter proses dioptimasi untuk mendapatkan permeabilitas dan laju pemompaan kapiler terbaik. SMT baterai berhasil menurunkan temperatur simulator baterai dari 71 C menjadi 50 C pada beban kalor 60 W. SMT motor listrik berhasil menurunkan temperatur permukaan motor dari 102.2 C menjadi 68.4 C pada beban kalor 150 W. LTP Copper berhasil dibuat dengan teknik slip casting dan sintering dan diterapkan sebagai sumbu kapiler pipa kalor melingkar. Pipa kalor melingkar tersebut dapat beroperasi pada rentang beban kalor yang lebar, yaitu 16 W hingga 160 W dan tahanan termal minimum 0,126 C/W pada beban kalor 148.6 W.

ABSTRACT
Heat generation in batteries and electric motors will increase the working temperature. Excessive working temperatures will degrade performance and shorten the life span. Advances in battery technology have resulted in a very high energy density Li Ion batteries. However, these advances are accompanied by the risk of thermal runaway that could lead to a serious accidents such as those experienced by a Boeing 787 Dreamliner aircraft in Japan on January 16, 2013. A safe operation with high performance and long service life requires a reliable thermal management system TMS with light weight, compact size, and low energy consumption. Heat pipes are thermal devices with a high heat transfer capacity per unit area, lightweight, compact size and requires no external power supply. This research develops the prototype of heat pipe based TMS of electric vehicle battery and motor and the fabrication of lotus type porous copper LTP Copper to be applied as heat pipe capillary wick. The prototype of the battery TMS was made using a battery simulator by applying L shaped flat heat pipes whose evaporator portion is inserted between the battery s simulator surfaces and the condenser portion cooled with ambient air. The prototype of the electric motor TMS also applied L shaped flat heat pipes whose evaporator section is placed on the outer surface and the condenser portion in front of the fan. In both prototypes, the heat generation is simulated with electric heaters whose power is regulated through a voltage regulator. The performance of the battery and motor TMS are determined experimentally. LTP Copper was fabricated using the slip casting and sintering techniques to replace a very complicated and costly Gasar process. Unidirectional pore structure is obtained by using nylon thread pore former. Process parameters consisting of copper powder diameter, pore former diameter, sintering temperature and holding time are optimized to obtain the best permeability and capillary pump rate. The battery TMS has successfully reduced the battery simulator temperature from 71 C to 50 C at 60 W heat load. The motor TMS has successfully reduced the surface temperature of the motor from 102.2 C to 68.4 C at 150 W heat load. LTP Copper with high permeability and capillary pumping rate was successfully made by slip casting and sintering technique and applied as a loop heat pipe capillary wick. The loop heat pipe could operate in a wide heat load range, which is 16 W to 160 W and a minimum thermal resistance of 0.126 C W at a 148.6 W heat load."
2017
D2296
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hadi Kusuma
"Untuk meningkatkan keselamatan termal pada saat terjadi kecelakaan akibat station blackout, vertical straight wickless-heat pipe pipa kalor lurus tanpa sumbu kapiler yang diletakkan secara vertikal diusulkan sebagai sistem pendingin pasif baru untuk pembuangan panas sisa hasil peluruhan di kolam penyimpanan bahan bakar bekas nuklir. Pipa kalor akan membuang panas peluruhan dari kolam penyimpanan bahan bakar bekas nuklir dan dapat menjaga sistem tetap aman. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi karakteristik, fenomena perpindahan kalor, dan unjuk kerja termal pipa kalor yang digunakan mencari pengaruh kecepatan pendinginan dengan besarnya kalor yang harus dibuang, menganalisis keserupaan dimensi dari pipa kalor yang digunakan, dan mengetahui teknologi pipa kalor yang dapat digunakan sebagai sistem keselamatan pasif di instalasi nuklir pada kondisi kecelakaan akibat station blackout. Investigasi secara eksperimen dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh tekanan awal pipa kalor, evaporator filling ratio, beban kalor evaporator, dan laju aliran pendingin di water jacket. Air pendingin disirkulasikan dalam water jacket sebagai penyerap kalor di bagian condenser. Simulasi dengan program perhitungan termohidraulika RELAP5/MOD3.2 dilakukan untuk mendukung dan membandingkan dengan hasil eksperimen yang didapatkan. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa unjuk kerja termal terbaik pipa kalor didapatkan pada tahanan termal 0,016 C/W. Unjuk kerja termal terbaik didapatkan pada saat pipa kalor diberikan filling ratio 80 , tekanan awal terendah, laju aliran pendingin tertinggi, dan beban kalor evaporator tertinggi. Dari nilai tahanan termal tersebut didapatkan bahwa pipa kalor ini memiliki kemampuan memindahkan kalor 199 kali lebih besar jika dibandingkan dengan batang pejal tembaga dengan geometri yang sama. Model pipa kalor dalam simulasi dengan RELAP5/MOD3.2 dapat digunakan untuk mendukung investigasi secara eksperimen dalam memprediksi fenomena yang berlangung di bagian dalam pipa kalor. Analisis dimensi dan keserupaan pipa kalor yang didapatkan bisa digunakan untuk merancang pipa kalor lain dengan geometri yang berbeda namun tetap menghasilkan unjuk kerja termal yang sama. Kesimpulan investigasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pipa kalor ini memiliki unjuk kerja termal yang tinggi dan dapat digunakan sebagai sistem pendingin pasif di kolam penyimpanan bahan bakar bekas nuklir pada saat terjadinya kecelakaan akibat station blackout.

To enhance the thermal safety when station blackout accident occurs, a vertical straight wickless heat pipe is proposed as a new passive residual heat removal system in nuclear spent fuel storage pool. The heat pipe will remove the decay heat from nuclear spent fuel pool and keep the system safe. The objective of this research is to investigate the characteristics, heat transfer phenomena, and thermal performance of heat pipe, to analyse the effect of coolant flowrate against heat to be removed, analysing the dimensional similarity of heat pipe, and to know the heat pipe technology that could be used as passive safety system in nuclear installation during to station blackout accident. The experimental investigation was conducted to investigate the heat transfer phenomena and heat pipe thermal performance with considering the influence of heat pipe initial pressure, evaporator filling ratio, evaporator heat load, and coolant volumetric flow rate of water jacket. Cooling water was circulated in water jacket as condenser cooling system. A numerical simulation with nuclear reactor thermal hydraulic code RELAP5 MOD3.2 was performed to support and to compare with the experimental results. The experimental results showed that the best thermal performance was obtained at thermal resistance of 0.016 C W, with filling ratio of 80 , the lower initial pressure, higher coolant volumetric flow rate, and higher heat load of evaporator. From thermal resistance analysis, it is found that the heat pipe has the ability to remove heat 199 times greater than copper rod with the same geometry. The RELAP5 MOD3.2 simulation model can be used to support experimental investigation and to predict the phenomena inside the heat pipe. The dimensional analysis and similitude of the heat pipe can be applied to design the other heat pipe with different geometries with produces the same thermal performance. The conclusion of investigation showed that vertical straight wickless heat pipe has higher thermal performance and can be used as passive residual heat removal system of nuclear spent fuel pool when station blackout occurs."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2297
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Setyawan
"ABSTRAK
Nama : Iwan SetyawanDepartemen : Teknik MesinJudul : Pengembangan Hybrid Loop Heat Pipe Untuk Aplikasi Pendinginan Device Berfluks Kalor Tinggi Loop Heat Pipe LHP adalah salah satu teknologi pendinginan dua fase yang digunakan dalam sistem pendinginan pasif. LHP adalah perangkat perpindahan kalor yang efisien. Namun demikian, kepadatan daya yang ekstrim dapat menyebabkan dry-out pada evaporator. Banyak periset telah meramalkan bahwa pendinginan pasif tidak akan mampu memenuhi tantangan pendinginan di masa depan karena keterbatasan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat LHP model baru dengan memodifikasi model LHP konvensional. Modifikasi ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah dry-out dengan menambahkan pompa diafragma disebut Hybrid Loop Heat Pipe, HLHP . Pompa yang dipasang pada jalur cairan, ditambahkan pula dengan reservoar sebagai tempat cadangan cairan kerja. HLHP yang dikembangkan ini akan bekerja secara pasif dengan menggunakan tekanan kapiler sumbu saat tidak ada tanda-tanda dry-out. Saat terdapat indikasi akan terjadi dry-out, maka pompa diaktifkan. Dengan demikian, fluida kerja disirkulasikan oleh gabungan pompa kapiler dan pompa diafragma. Karakteristik operasi HLHP dengan berbagai pasokan beban kalor dan kondisi start-up daya rendah telah diselidiki. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemasangan pompa dalam LHP yang telah dimodifikasi dapat mencegah terjadinya dry-out dan secara signifikan menurunkan suhu evaporator. Hasil lainnya adalah adanya fenomena menarik yang ditemukan. Dimana, pompa hanya berfungsi sebagai trigger yang menyebabkan sistem kembali bekerja normal. Dalam hal ini, ketika pompa diaktikan sampai kondisi kembali stabil, meskipun kemudian pompa dinonaktifkan, tetapi sistem tetap bekeja dengan baik. Selanjutnya, didapatkan hasil bahwa pompa selain mengatasi dry-out, bisa juga menurunkan temperature operasi sistem. Dengan mengaktifkan pompa hanya beberapa saat ketika sistem dalam kondisi constant conductance mode, ternyata pompa berhasil memaksa sistem ke kondisi stabil baru dengan penurunan temperature yang cukup signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa HLHP sangat menjanjikan sebagai pendinginan dua fase yang selain mengatasi dry-out juga mampu menurunkan temperature operasi sistem. Sehingga HLHP ini bisa dipertimbangan sebagai sistem pendinginan dua fase untuk perangkat yang memiliki fluks kalor tinggi. Kata kunci: Hybrid loop heat pipe, dry-out, fluks kalor, pompa

ABSTRACT
Name : Iwan SetyawanDepartement : Mechanical Engineering Judul : Development of Hybrid Loop Heat Pipe for Cooling Application on High Heat Flux Device Loop Heat Pipe LHP is one of the two-phase technologies used in passive cooling systems. LHP is an efficient heat transfer device. However, extreme power density can cause dry-out in the evaporator. Many researchers have predicted that passive cooling will not be able to meet the challenges of cooling in the future because of these limitations. The purpose of this research is to design and create new LHP model by modifying the conventional LHP model. This modification is intended to solve the dry-out problem by adding a diaphragm pump called Hybrid Loop Heat Pipe, HLHP . A pump is mounted on the liquid line, also added the reservoir as a working fluid reservoir. The HLHP developed will work passively using capillary pressure when there are no signs of dry-out. When there is an indication of a dry out, the pump is activated. Thus, the working fluid is circulated by a combined of capillary pump and the diaphragm pump. The characteristics of HLHP operations with various heat loads and low power start-up conditions investigated. The experimental results show that the installation of the pump in a modified LHP can prevent dry out and significantly lower the evaporator temperature. Another result is the interesting phenomenon that found. Where the pump only serves as a trigger that causes the system to return to normal work. In this case, when the pump is turned on until the condition returns stable, although then the pump is deactivated, the system keeps working properly. Furthermore, the results obtained that the pump in addition to overcoming the dry-out can also lower the operating temperature of the system. By activating the pump for only a few moments when the system is in constant conductance mode, the pump succeeds in forcing the system to a new stable condition with significant temperature drop. These results indicate that HLHP is very promising as a two-phase cooling that in addition to overcoming the dry-out is also able to lower the operating temperature of the system. So this HLHP can be considered as a two-phase cooling system for devices that have high heat flux. Keywords: Hybrid Loop Heat Pipe, dry-out, heat flux, pump "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
D2529
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>