Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Parwanto
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penggunaan testosteron enantat (TE) saja atau kombinasinya dengan depot medroksiprogesteron asetat (TE + DMPA) atau testosteron undekanoat (TU) saja dalam kontrasepsi hormon memiliki efektivitas yang berbeda dalam menekan spermatogenesis antara bangsa Asia dengan Kaukasia. Perbedaan efektivitas penekan spermatogenesis tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan asupan lipid-protein dan polimorfisme SHBG. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan asupan lipid-protein dan polimorfisme SHBG terhadap kadar SHBG, testosteron total, testosteron bebas antara pria Indonesia dengan pria Kaukasia. Selain itu juga ingin diketahui hubungan antara kadar SHBG, testosteron total, testosteron bebas, persentase testosteron bebas, indeks testosteran bebas dan insulin. Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Food recall 3 hari berturut-turut dilakukan terhadap semua subyek, kemudian dianalisis dengan World Food 2 Program. Kadar SHBG, testosteron total, testosteron bebas dan insulin dalam serum diukur dengan metoda radio immuno assay (RIA). Elektroforesis dan western blotting dilakukan untuk menentukan macam fenotip SHBG. Subyek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan asupan lipid-protein dan dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan fenotip SHBG. Tiga puluh sembilan pria Indonesia asupan lipid-protein rendah sebagai kelompok I, 28 pria Indonesia asupan lipid-protein sedang sebagai kelompok II dan 27 pria Kaukasia asupan lipid-protein tinggi sebagai kelompok III. Tujuh puluh enam dari 94 subyek penelitian fenotipnya SHBG normal (2 pita SHBG) dan 18 dari 94 subyek penelitian fenotipnya SHBG varian (3 pita SHBG).
Hasil dan Kesimpulan: Kadar SHBG dan testosteron bebas kelompok I lebih tinggi dibanding kelompok II dan III, tetapi kelompok 1I tidak berbeda dengan kelompok III. Kadar testosteron total kelompok I lebih tinggi dibanding kelompok III dan kelompok II paling rendah. Karena kadar SHBG, testosteron total dan testosteron bebas antar kelompok berbeda (p < 0.05), maka kadar SHBG, testosteron total dan testosteron bebas dipengaruhi oleh asupan lipid-protein. Kadar SHBG, testosteron total dan testosteron bebas antara fenotip SHBG normal tidak berbeda dengan fenotip SHBG Marian (p > 0.05). Karena kadar SHBG, testosteron total dan testosteron bebas antar kelompok fenotip SHBG tidak berbeda, maka kadar SHBG, testosteron total dan testosteron.

The Influence Of Lipid-Protein Intakes And SHBG Polimorphysm On SHBG Level Of Indonesian And Caucasian MenScope and Methods of study: The development of hormonal contraception method for men using testosterone enanthate (TB) alone or in combination with depot medroxyprogesteron acetate (TE + DMPA) or testosterone undecanoat (TU) alone has different efficacy in suppressing the spermatogenesis of Asians or Caucasians. The difference of efficacy in suppressing the spermatogenesis of Asian or Caucasian maybe caused by the difference of lipid-protein intake and SHBG polymorphism. The main aim of this research was to investigate the effects of difference in lipid-protein intake and polymorphism of SHBG on the level of SHBG, total testosterone and free testosterone of Indonesian men with low lipid-protein intake, medium lipid-protein intake and Caucasian men with high lipid-protein intake. This research was cross sectional study. Three days repeated food recall for all subjects analyzed with World Food 2 Program. The measurement of serum SHBG, total testosterone, free testosterone and insulin were done with radio immuno assay (RIA) technique. Electrophoresis and western blotting were done to determine 2 types of SHBG phenotype. Subjects in this research were divided into 3 groups base on lipid-protein intake and 2 groups base on SHBG phenotype. Thirty nine Indonesian men with low lipid-protein intake as group I, 28 Indonesian men with medium lipid-protein intake as group II and 27 Caucasian men with high lipid-protein intake as group III. Seventy six out of 94 subjects as normal SHBG phenotype (double-banded SHBG) and I8 out of 94 subjects as variant SHBG phenotype (triple-banded SHBG).
Result and conclusion: The level of SHBG and free testosterone in the group I was higher compared to both group II and group III (p r 0.05), but the group II and group III was not different (p > 0.05). The level of total testosterone in the group I was higher compared to group ill, and the group II was the lowest (p < 0.05). Because the level of SHBG, total testosterone and free testosterone in the group I, II and III were different (p < 0.05), then they were affected by lipid-protein intake. The level of SHBG in the normal SHBG phenotype was not different compared to the variant SHBG phenotype (p > 0.05), then the level of SHBG was not affected by SHBG polymorphism."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
D514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mesak, Felix Melchizedech
"Topik penelitian ini berawal dari penelusuran kepustakaan melalui CD-ROM Medline dan CC Life Sciences pada tahun 1994. Ternyata salah satu persoalan kesehatan yang menarik untuk dipelajari ialah kasus-kasus penyakit ibu dan bayi yang berasosiasi dengan salah satu spesies mikoplasma, Ureaplasma urealyticum, atau singkatnya disebut ureaplasma.
Publikasi mengenai ureaplasma per tahunnya cukup banyak, misalnya pada tahun 1994 tedapat 26 laporan kasus klinik dari berbagai negara. Dalam dua tahun belakangan ini, tahun 1997 dan 1998, masing-masing tercatat 54 dan 53 publikasi. Medline (pusat data milik National Library of Medicine, National Institute of Health, Amerika Serikat) sendiri telah merekam 1130 publikasi mengenai urealyticum sampai bulan April 1999 ini, Diperkirakan 60 - 70 % di antaranya berupa laporan kasus-kasus klinik. Karena kasus-kasus klinik yang bermunculan berdampak luas pada kesehatan reproduksi dan perinatal, maka ureaplasma semakin mendapat perhatian luas di beberapa negara maju dalam kurun waktu sepuluh tahun belakangan ini.
Mikroorganisme ini tergolong mahluk hidup bebas terkecil dan berada dalam relung yang relatif sempit: selnya hanya dilapisi sebuah membran plasma, kisaran temperatur hidupnya hanya sekitar 37°C dengan ph optimum 6.0, hanya dapat hidup di dalam jaringan tubuh inangnya (komensal pada saluran urogenital manusia), dan mudah sekali kehilangan viabilitasnya.
Tetapi kasus-kasus klinik yang berasosiasi kuat dengannya sangat tidak terduga: kolonisasi saluran urogenital wanita dan pria yang berdampak pada kesehatan reproduksi dan morbiditas-mortalitas perinatal. Kasus-kasus tersebut antara lain: infertilitas, prostatitis, urinary calculi, dan uretritis pada pria (Taylor-Robinson, 1996; Xu et al., 1997; Li et al., 1997), uretritis dan endometritis pada wanita, dan (mungkin) mengakibatkan kegagalan konsepsi, aborsi, janin lahir prematur, berat bayi lahir sangat rendah, pneumonia dan infeksi akut saluran pernapasan bayi baru lahir dan malahan ditemukan kasus meningitis (Cassell et al,, 1993; Abele-Horn et al., 1997). Kasus lain yang berasosiasi erat dengan ureaplasma antara lain artritis (Horowitz et a1, 1994) dan bahkan Martinelli et al. (1998) dan Florio da Cunha et al. (1998) melaporkan terisolasinya ureaplasma dari pasien yang terinfeksi HIV. Nir Paz (1995) mendeteksi komponen membran yang diduga berperanan dalam aktivasi transkripsi yang dimediasi sekuen ulangan terminal panjang genom HIV. Sementara itu Hill (1998) mengungkapkan kemungkinan hubungan bacterial vaginosis yang salah satunya ureaplasma dengan mikroflora mulut. Jadi ureaplasma berhubungan erat dengan aktivitas seksual dan transmisinya secara seksual berperanan panting dalam terjadinya kasus-kasus di atas (Cassell et al., 1994; Koch et al., 1997).
Secara global bila penanganan dan manajemen kesehatan penyakit-penyakit infeksi yang berasosiasi dengan kesehatan ibu dan bayi baru lahir menjadi semakin baik lalu masih ditemukan gejala atau kasus seperti di atas, maka kemungkinan besar ureaplasma-lah yang menjadi dugaan paling akhir penyebabnya. Keberadaan ureaplasma selama ini tertutupi oleh organisme komensal dan patogen lainnya di traktus urogenital manusia. Cepat atau lambat, negara-negara berkembang seperti Indonesia akan menghadapi persoalan yang lama. Antisipasi hanya dapat dilakukan bila Indonesia memiliki riset paralel dengan negara maju baik eksplorasi klinis maupun faktor-faktor patogenesis. Indonesia sebenarnya telah memiliki riset awal ureaplasma yaitu upaya untuk menemukan korelasi statistik antara infertilitas pria dan ureaplasma yang di deteksi dengan kit uji urease tanpa pembiakan (Tjokronegoro et at, 1993). Pemerintah Indonesia telah turut serta dalam komitmen internasional bahwa akses yang sepantasnya terhadap pelayanan kesehatan primer ialah menjamin daya hidup wanita dan anak-anak yang paling rentan. Komitmen internasional yang penting ini diadakan antara lain Safe Motherhood Initiative pada tahun 1987, World Summit pada tahun 1990, dan International Conference on Population and Development di Kairo pada tahun 1994 (Ministry of Health, 1999). Akses ini berarti tersedianya pelayanan berkualitas tinggi yang mampu menjangkau orang-orang yang sangat membutuhkannya. Secara spesifik, jenisjenis pelayanan kesehatan primer ini merupakan kerangka kerja yang menggunakan isu prioritas yang di adopsi dalam paket kebijaksanaan perawatan kesehatan reproduksi nasional .tahun 1996. Program ini mencakup empat isu esensial yang mempunyai dampak menyelurub terhadap terjadinya dan proses kehamilan dan kelahiran yaitu: (1) kesehatan ibu dan bayi; (2) kesehatan reproduksi remaja; (3) keluarga berencana, dan (4) penanganan penyakit-penyakit menular seksual. Kemudian isu tambahan yang penting selain ke empat program di atas ialah pemberdayaan potensi manusia usia lanjut yang berperanan dalam perubahan komunitas dan keluarga. Departemen Kesehatan dalam laporannya mencantumkan bahwa 40% wanita dari 486 peserta keluarga berencana di Jakarta?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
D232
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library