Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadi Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK
Amenore postpartum adalah periode akhir kehamilan perempuan sampai waktu ia mulai menstruasi kembali. Ini adalah periode ketidaksuburan sementara. Periode amenore postpartum merupakan peristiwa penting bagi reproduksi dalam rentang hidup perempuan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan status menyusui ibu dengan amenore postpartum. Menggunakan data sekunder SDKI 2012 dengan desain studi crossectional, dengan jumlah sampel sebesar 1171 responden. Pada analisis multivariat dengan regresi Cox pada status menyusui ibu yang berinteraksi dengan penggunaan kontrasepsi non hormonal terhadap amenore postpartum didapatkan nilai PR 2,18 (95% CI: 1,22-3,89). Ini menunjukkan pentingnya ibu untuk terus menyusui dan menggunakan kontrasepsi non hormonal setelah melahirkan sebagai salah satu upaya untuk menjaga jarak kelahiran yang baik pada periode postpartum.
ABSTRACT
Postpartum amernorrhea is the end period of pregnancy women until she started the menstruating again. This is just temporary infertility period. Postpartum amenorrhea period is an important event of women’s reproductive life span. The objective of this study was to determine the relationship of maternal lactating status with postpartum amenorrhea. Using IDHS 2012 secondary data’s with crossectional design study, with 1171 respondents. In multivariate analysis with Cox regression maternal lactating status which is interacting with non-hormonal contraception use against postpartum amenorrhea showed the PR is 2,18 (95% CI: 1,22-3,89). It’s showed how importance the mothers must continuing breastfeeding and using a non-hormonal contraception after delivering as a way to made a good spacing in the postpartum period.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Permana
Abstrak :
Angka Kematian Ibu dan Bayi masih menjadi perhatian nasional dan global. Bahkan penurunan angka kematian ibu dan bayi masih menjadi prioritas daerahdaerah di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kematian ibu dan bayi adalah terhambatnya pelayanan kesehatan dasar yang merupakan kewenangan wajib pemerintah daerah dikarenakan masih rendahnya belanja kesehatan di beberapa wilayah di Indonesia. Angka nasional untuk belanja kesehatan sendiri masih berada di kisaran 3 %. Sementara Undang-Undang mengamanatkan 5% dari total APBN. Ketersediaan dana dan kondisi fiskal merupakan salah satu alasan dibalik rendahnya proporsi belanja untuk kesehatan di setiap daerah. Komitmen pemerintah daerah dan kebijakan dari pemerintah yang dibuat, merupakan faktor penentu dalam jumlah anggaran yang diterima oleh Dinas Kesehatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis kebutuhan biaya Standar Pelayanan Minimal SPM) program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Majalengka tahun 2017?2019 menggunakan desain penelitian studi kasus dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada tahun 2015, pembiayaan program KIA yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka berasal dari APBD Kabupaten sebesar Rp1.628.255.186 dan Bantuan Keuangan dari Provinsi sebesar Rp33.890.000. Hasil perhitungan kebutuhan biaya SPM program KIA yaitu tahun 2017 sebesar Rp3.680.558.521, tahun 2018 sebesar Rp2.705.532.478 dan tahun 2019 sebesar Rp1.661.271.066. Dalam pendekatan kualitatif, pemerintah daerah baik dari sisi eksekutif ataupun legislatif sudah memiliki komitmen dalam pemenuhan kebutuhan biaya program KIA. Tetapi besar kecilnya anggaran yang diterima ditentukan oleh ketersediaan anggaran, kondisi fiskal daerah dan unsur politik dan kebijakan pemerintahan. Perencanaan dan penganggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka belum berdasarkan SPM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan biaya SPM program KIA memerlukan dorongan dan dukungan dari pemerintah daerah. Oleh karena itu komitmen dan tindakan nyata dari pemerintah daerah dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan program tersebut.
Maternal and infant mortality remains a national and global concern. Even, the conditions in Indonesian the decline of maternal and infant mortality are still a priority for small Indonesian regions. One of the factors that led to this high rate of maternal and infant mortality is the obstruction of primary health care services, which is the authority of the local governments, due to the low spending on health care budget in several regions in Indonesia. The national average for health spending alone is in the range of 3%. While, the national constitution states that the minimum of health care budget is 5% of the total state budget. The availability of funds and fiscal conditions is one of the reasons behind the low proportion of health care spending in every region. The commitment of the local government and the policies is a decisive factor for the budget proportion received by the local health department. This study aimed to analyze the cost requirements of Maternal and Child Health (MCH) program in Majalengka region in 2017 to 2019 using case study design with quantitative and qualitative approaches. In 2015, the budget forthe MCH program in the health department of Majalengka region came from the government budget for Rp1.628.255.186 (97.96%) and the financial aids from West Java Province for Rp33.890.000 (2.04%). The results of the calculation need for the MCH program cost based on Minimum Service Standards (MSS) which in 2017 was Rp3.680.558.521, and were Rp2.705.532.478 and Rp1.661.271.066 in 2018 and 2019. In the qualitative approach, the local government, both the executive and the legislative, has a commitment in meeting the needs of the MCH program costs. However, the amount of the budget depends on to budget availability, fiscal conditions and elements of local politics and government policy. The planning and budgeting in health department of Majalengka region has not been determined based on MSS. The study concluded that the cost requirement of the MCH program requires encouragement and support from the local government. Therefore, commitment and concrete action from the local government is needed to sustain the program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Tina Amiaty Naro Putri
Abstrak :
Seorang bayi membutuhkan nutrisi terbaik pada awal kehidupannya dan ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang. Di sisi lain, walaupun beberapa keunggulan ASI telah diketahui, para ibu memiliki kecenderungan untuk tidak menyusui bayinya secara eksklusif semakin besar. Sehingga menyebabkan menurunnya pemberian ASI eksklusif sehingga capaian ASI eksklusif di Indonesia rendah dan belum mencapai target pemerintah. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional menggunakan data sekunder Riskesdas Tahun 2013 dengan populasi adalah wanita usia subur 15-49 tahun yang memiliki bayi usia 6-24 bulan. Sampel penelitian ini adalah sampel yang tercakup dalam Riskesdas 2013. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Pemberian ASI eksklusif di Indonesia merujuk pada hasil publikasi Badan Litbangkes yaitu sebesar 38%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa ada empat variabel yang berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu pendidikan ibu,(OR=1,449), IMD (OR=1,65), kunjungan ANC (OR=1,215), dan konseling pasca persalinan (OR=1,137). Sedangkan, faktor yang paling dominan dalam pemberian ASI eksklusif adalah IMD. Pendidikan ibu, IMD, Kunjungan ANC, dan konseling pasca persalinan menjadi faktor penentu keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Sehingga, pemerintah perlu mewajibkan tenaga kesehatan untuk melakukan IMD, mensosialisasikan kunjungan ANC lengkap dan konseling pasca persalinan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada seribu hari pertama kehidupan.
A baby needs the best nutrition in early of his life and breastfeeding is very ideal source of nutrition with a balanced composition. Although some mothers have been known the advantages of breastfeeding, they have a tendency not to exclusively breastfeed their infants. The achievements of exclusive breastfeeding in Indonesia is low and the government's target has not yet reached. The design of this study was a cross sectional using secondary data of Riskesdas 2013, the population are women of childbearing age 15-49 who had infants aged 6-24 months. Samples were included in the sample of Riskesdas 2013. The purpose of this study is to analyze the factors that associated breastfeeding practices in Indonesia. The results of exclusive breastfeeding regarding on Riskesdas Data 2013 is 38%. Multivariate analysis showed that there are four variables significantly associated with exclusive breastfeeding, the mother's education, (OR = 1.449), early breasrtfeeding initiation (OR = 1.65), ANC (OR = 1.215), and post-natal counseling (OR = 1.137). Meanwhile, the most dominant factor in exclusive breastfeeding is the IMD. Maternal education, early breastfeeding initiation, ANC, and postpartum counseling becomes a critical success factor as exclusive breastfeeding. Thus, the government should require health workers to perform early breastfeeding initiation, socialize complete ANC and postnatal counseling for the success of exclusive breastfeeding in the first thousand days of life.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Pelangi
Abstrak :
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di DKI Jakarta tahun 2017 terjadi di Kota Jakarta Timur yaitu 18,6% dari 14,5%. Wilayah dengan prevalensi gizi kurang tertinggi berada di Kecamatan Cakung, dan wilayah yang berpotensi tinggi mengalami gizi kurang adalah Kecamatan Pulogadung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta di Kecamatan Cakung dan Kecamatan Pulogadung, Kota Jakarta Timur. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini mengambil 132 responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah 70 (skala 100). Perilaku pemberian MPASI berdasarkan frekuensi makan pada usia 6-9 bulan adalah perilaku yang paling banyak sesuai (92,4%) dan perilaku pemberian ASI selama dua tahun adalah perilaku yang paling banyak tidak sesuai (51,5%). Berdasarkan uji multivariat diketahui bahwa determinan perilaku pemenuhan gizi usia baduta adalah pengetahuan, sikap, dan dukungan suami. Temuan penelitian sesuai dengan teori perilaku, yaitu jika tingkat pengetahuan tinggi, sikap positif, maka akan terjadi perilaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata pengetahuan adalah 85,83; nilai rata-rata sikap adalah 76,31; dan nilai rata-rata perilaku adalah 70. Secara khusus, perilaku penyerta pemenuhan gizi usia baduta adalah dukungan suami. Pada variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepercayaan terhadap tradisi, dukungan tenaga kesehatan dan akses terhadap pangan tidak berhubungan dengan perilaku pemenuhan gizi usia baduta.
The highest prevalence of malnutrition in DKI Jakarta (2017) occured in East Jakarta City, which was 18,6% from 14,5%. The region with the highest prevalance is in Cakung Sub-district and the region with a high potential of experiencing malnutrtition is Pulogadung Sub-district. The purpose of this study was to determine the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior in Cakung and Pulogadung Sub-Districts, East Jakarta City. The research method is quantitative with cross-sectional design. This study took 132 respondents selected using purpposive sampling method with data collection techniques using interviews. The results showed that the average value of infant and young child nutrition fullfillment behavior was 70 (scale 100). The behavior of complementary feeding based on eating frequency at the age of 6-9 months is the most appropriate behavior (92,4%) and the behavior of breastfeeding for two years is the most inappropiate behavior (51,5%). Based on the multivariate test, it is known that the determinants of infant and young child nutrition fullfillment behavior are knowledge, attitude and support from husband. The research findings are accordance with behavioral theory that is if the level of knowledge is high, the attitude is positive, then behavior will occur. This is indicated by the average value of knowledge is 85,83; the average attitude value is 76,31; and the average value of behavior is 70. Specifically, the behavior that accompanies the infant and young child nutrition fullfillment behavior is support from husband. In the variable of level of education, level of income, belief in tradition, support of health workers, and access to food are not related to infant and young child nutrition fullfillment behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library