Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Palingei Hasyim
"Muhammadiyah di Sulawesi Selatan yang berdiri pada tahun 1926 dengan ketua pertamanya adalah Haji Muhammad Yusuf Daeng Maittiro dibantu oleh beberapa orang pengurus antara lain K.H.Abdullah, Mansyur Al Yantani, Haji Muhammad tahir Cambang, Haji Jaka dan lain-lain sebagainya dengan daerah operasinya hampir seluruh daerah pedalaman di Sulawesi Selatan.
Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dan modernisasi yang dimaksudkan disini adalah timbulnya gagasan dan cita-cita baru untuk memperbaiki cara hidup dan kehidupan beragama, maupun dalam kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan-pengajaran dan politik memerlukan pembaharuan yang sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.
Muhammadiyah dengan motivasi dan pendekatan pendidikan-pengajaran, sosial dan dakwah, mengembang misi untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh kepercayaan tradisionil seperti tahyul, bid'ah dan khurafat yang berakar kuat di dalam masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan.
Gambaran dari pada kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan awal abad ke-20 merupakan tantangan bagi pemuka-pemuka agama dan ulama yang perlu segera di atasi. Agama Islam yang mereka anut sejak abad ke 17 telah banyak diliputi oleh berbagai tafsir yang telah banyak menyimpang dari sumbernya yang asli, begitu pula kehidupan umat Islam telah banyak bercampur baur dengan perbuatan syirik, bid'ah dan khurafat yang membahayaakan kesucian agama Islam. Karena itu umat Islam perlu diajuk untuk kembali kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam yang langsung bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits.
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan melalui pendidikan baik formal maupun non formal dapat dikatakan secara bertahap berhasil merobah pola pikir dan tindakan masyarakat muslim terutama yang menyangkut aqidah, ibadah, muamalat dan perbuatan-perbuatan yang banyak di warnai oleh tahyul, dan kemusyrikitan. Upaya tersebut dilakukan Sebagai berikut :
Pertama, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berupaya untuk mengembalikan citra umat Islam kepada kemurnian cita-cita ajaran Islam dengan memerangi kepercayaan tradisionil berupa tahyul, bid'ah, khurafat dan lain-lain sebagainya.
Kedua, gerakan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan berusaha merobah pandangan dan sikap hidup masyarakat yang usang, kemudian menciptakan sistem berpikir yang bebas dari ikatan-ikatan tradisionil, kolonialisme, feodalisme dan konservatisme.
Ketiga, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dan modernisasi dalam bidang dakwah, pendidikan-pengajaran dan kemasyarakatan sesuai dengan tuntutan dan kehendak zamannya.
Keempat, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang berfokus di Makassar menjadi model di daerah-daerah lain di Indonesia bagian Timur pada umumnya dan Sulawesi Selatan khususnya. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T2296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatia Ayu Widyaningrum
"

Kutika merupakan naskah yang memuat tradisi perhitungan hari di kalangan masyarakat Bugis. Secara umum, kutika dimaknai sebagai kumpulan catatan waktu baik dan buruk untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam penelitian ini, kutika tidak hanya dipandang sebagai kitab perhitungan hari baik dan buruk, tetapi juga sebagai ilmu perhitungan tradisional yang memuat berbagai pengetahuan dalam tatanan kehidupan orang Bugis. Adapun korpus penelitian ini adalah naskah kuno yang berasal dari koleksi Museum Mulawarman, Kalimantan Timur dengan kode PRI/15/MMK/KKT 1530. Naskah ini merupakan naskah kutika satu-satunya yang terdapat di dalam koleksi museum tersebut. Selain itu, naskah ini merupakan naskah multiaksara yang ditulis menggunakan empat aksara dengan variasi empat bahasa, yakni bahasa Bugis, Melayu, Arab, dan Banjar. Untuk membuka akses naskah, penelitian ini menerapkan pendekatan filologis dengan metode edisi kritis, yaitu menghadirkan edisi suntingan teks yang mudah dibaca dan minim kesalahan penulisan. Dalam menganalisis isi teks, digunakan teori ekofenomenologi untuk mengungkap kontribusi teks KUSR dalam isu pelestarian lingkungan di bidang pertanian. Temuan dari penelitian ini adalah judul awal yang digunakan dalam katalog tidak sesuai dengan isi teks sehingga digunakan judul yang lebih sesuai, yaitu Kutika Ugi Sakke Rupa (KUSR). Melalui kajian isi teks, dapat dilakukan penelusuran mengenai identitas pengarang dan pengaruh tarekat Samaniyah, Khalwatiyah, dan Qadiriyah yang berkembang pada abad ke-19. Temuan selanjutnya berdasarkan sudut pandang ekofenomenologi, terungkap bahwa naskah KUSR memiliki kontribusi yang dapat diterapkan pada teknik pertanian modern, yaitu pola tanam berdasarkan bioindicator, pola rotasi tanam, dan biopestisida.  Hal ini berkaitan erat dengan cara manusia Bugis berkomunikasi dengan alam sebagai upaya untuk hidup berdampingan secara selaras berdasarkan naskah KUSR.


Kutika is a manuscript that contains the tradition of days calculation among Buginese community. Generally, Kutika is defined as collection of good and bad time record to carry out activities.  In this research, Kutika is not only seen as book of good and bad days calculation, but also as a traditional calculation science which contains various knowledge in Buginese life order. The corpus of this research is a manuscript which comes from Mulawarman Museum collection in East Kalimantan, with code PRI/15/MMK/KKT 1530. This manuscript is the only Kutika manuscript in that museums collection. Moreover, this manuscript is multi-character script, which is written using four characters with four varied languages, i.e. Bugis, Malay, Arabic, and Banjar. This research applies a philological approach with a critical edition method to open up the manuscript access. It means that this method provides an easy-to-read edition with minimum writing correction. In analyzing the text content, eco-phenomology is used to reveal  the contribution of KUSR manuscript in agricultural environmental issues. The findings of this research show that the original title which is used in the catalogue does not related to the content of the manuscript.  Thus, a more appropriate title is used and called as Kutika Ugi Sakke Rupa (KUSR). Through the contents, it is possible to trace the author identity and the influence of the development of Shamaniyah, Khalwatiyah, and Qadiriyah Sufi orders in 19th century.Futher findings based on the eco-phenomenological approach stated that contribution of KUSR  manuscript can be applied to modern agricultural techniques, such as, cropping patterns based on bioindicators, crop rotation patterns, and biopesticides. This matter is closely related to the way of Buginese communicates with nature, as an effort to live harmoniously based on the KUSR manuscript.

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhly Kurniawan
"Narasi mengenai kedigdayaan Kerajaan Makassar beberapa abad lalu tidak terlepas dari salah satu tradisi atau ritual kuno prajurit perang Makassar, yaitu Angngaru Tubarani. Setiap tradisi yang bertahan dan masih dilaksanakan suatu masyarakat, masing-masing memiliki narasi pengetahuan lokal dan nilai yang dijunjung oleh masyarakat pemiliknya, termasuk dalam hal ini Angngaru Tubarani sebagai tradisi lisan masyarakat Makassar. Namun, dewasa ini Angngaru Tubarani dijumpai dengan sebuah bentuk pertunjukan populer, yang secara konseptual telah mengalami perubahan fungsi. Tesis ini bertujuan untuk mengungkap kandungan memori kultural, aspek tradisi lisan dan penyebab terjadinya perubahan fungsi pada tradisi ini— Angngaru Tubarani dari ritual kuno menjadi pertunjukan populer. Sumber data diperoleh dengan menggunakan pendekatan kajian tradisi lisan dan etnografi budaya, yaitu metode pengamatan aktif dan pasif (keterlibatan langsung dalam pertunjukan), wawancara langsung terhadap praktisi, dan studi kepustakaan. Kemudian, studi ini ditunjang oleh beberapa landasan teori seperti: tradisi lisan, memori kultural, ritual dan seni pertunjukan, perubahan dan komodifikasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan nilai dan pengetahuan lokal masyarakat Makassar yang menubuh pada tradisi ini. Selain itu, data-data faktual yang ditemukan menunjukkan penyebab terjadinya perubahan fungsi pada tradisi ini, perubahan fungsi atau komodifikasi tersebut dimaknai sebagai sebuah strategi untuk mempertahankan ataupun menjaga Angngaru Tubarani agar memori budaya tetap terawat dalam lingkup masyarakat Makassar.

The narrative of superiority of the Makassar Kingdom several centuries ago is inseparable from one of the ancient traditions or rituals of Makassar war soldiers, namely Angngaru Tubarani. Each tradition that has survived is still being carried out by a community has a narrative of local knowledge and values that are upheld by the community, including Angngaru Tubarani as in this case an oral tradition of the Makassar people. However, nowadays Angngaru Tubarani is found with a form of popular performance, which conceptually has undergone a changing function. This thesis aims to reveal the content of cultural memory, aspects of the oral tradition and the causes for the changings function of this tradition—Angngaru Tubarani from ancient rituals to popular performances. Sources of data were obtained using an oral tradition study approach and cultural ethnography, namely active and passive observation methods (direct involvement in performances), direct interviews with practitioners, and literature study. Then, this study is supported by several theoretical foundations such as: oral tradition, cultural memory, ritual and performing arts, function changings and commodification. The results of this study reveal the values and local knowledge of the Makassar people who are embodied with this tradition. In addition, this research found the causes of the function alteration of this tradition, meanwhile the changings function or commodification interpreted as a strategy to maintain or preserving Angngaru Tubarani so that cultural memory will long lasting within Makassar society"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abrar
"Transportasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam segala aktivitas kehidupan rnanusia. Ada berbagai macam jcnis iransportasi dalain icalitas kehidupan manusia. Salah satunya yang diperkenalkan pemerintahan kolonial Belanda dalam kehidupan masyarakat Sumatra Barat adalah kereta api.
Adanya transporiasi keiela api ui Sumatra Barat yang sebelumnya hanya nicngenal jenis alat angkut tradisional, tentu mcmbawa pengaruh tertentu terhadap aktivitas kchidupaii masyarakat Sumatra Barat. Oleh karena itu ada dua pokok permasalahan yang perlu dicari jawabannya dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, bagaimana proses dan perkembangan pembangunan jalan kereta api di Sumatra Barat? Kedua, bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Sumatra Barat? Untuk mendapatkan pemahamafi secaia baik pennasalahan ini digunakan teori inovasi sebagaimana diungkapkan Marcel Clement dan teori perkembangan ekonomi seperti yang dijcWf.*m Liudblad. Penelitian ini menempuh tahapan sesuai metode sejarah yaitu, heuristik, kritik, interpretasi dan penulisan. Data-data yang digunakan terdiri dari data primer dan sektmder. Data primer meliputi arsip, dokumen, koran, majalah sezaman. Sedangfcan data sekunder terdiri dari buku-buku dan artikel.
Angkutan kereta api iiu scmiiri muncul tidak bisa dilepaskan dari potensi ekonomi yang terdapat di Sumatra Barat. Potensi yang terdapat di wilayah ini tidak saja karena adanya batu bara yang dibutuhkan pada masa itu untuk dunia pelayaran, tetapi juga disebabkan hasil pertanian yang tumbuh menjadi komoditi ekspor. Faktor lainnya yang mempercepat dibangunnya jaringan. laiu lintas kereta api itu adalah kondisi lalu lintas di Sumatra Barat yang masih sederhana dan ditemukannya teknologi kereta api pegunungan. Jalan raya yang ada kurang menguntungkan untuk kepentingan perdagartgan, karena barang-barang yang diperdagangkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke kota Padang sebagai basis ekspor pemerintahan kolonial Belanda.
Dalam membangun jaringan lalu lintas kereta api di Sumatra Barat, dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama tahun 1887-1896 yang mempakan tahap utama dari seluruh rute jaringan lalu lintas kereta api Sumatra Barat. Pada tahap ini pembangunan tertuju kc daerah darek (pedalaman). Tahap kedua tahun 1906-1924 yang dalam pembangunannya merupakan rute tambahan sebagai akibat munculnya sentra ekonomi baru, selain sentra yang telah ada pada tahap pertama, Pembangunan dilaksanakan dengan memberikan kompensasi ganti rugi tanah terhadap tanah rakyat yang digunakan.
Sampai tahun 1910 pemanfaatan angkutan kereta api belum menunjukkan hasil yang maksimal. Setelah itu sejalan dengan makin meningkaifwa jumlan barang yang di ekspor ke pasaran internasional maupun di impor ke pasaran regional
Sumatra Barat dan tingginya mobilhas penduduk yang nampak dari jumlah barang dan penumpang yang dibawa, fungsi ekonomi transportasi kereta api ini meningkat
pesat.
Sejak adanya angkutan kereta api semakin banyak para pemilik modal yang mengembangkan usahanya di Sumatra Barat. Mereka di samping membuka usaha perkebunan, adajuga yang membuka usaha tambang dan pabrik. Kedatangan para investor tersebut ikut mempengaruhi rneningkatnya jumlah ekspor dan impor, juga membuka kesempatan dan lapangan kerja bagi penduduk. Meskipun para pekerja umumnya bekerja sebagai kuli, yang jelas jumlah pekerja meningkat dari waktu ke waktu.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sulkarnaen
"Tesis ini merupakan penelitian mengenai perubahan tradisi Royong Makassar. Penelitian ini bertujuan membahas proses perubahan tradisi royong, menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan, dan untuk mengetahui kesinambungan (pewarisan) tradisi royong. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi pustaka.
Landasan pemikiran yang digunakan adalah konsep the circuit of cultures. Kerangka teori yang digunakan adalah eklektik-teori yakni menggunakan beberapa teori dalam penelitian ini.
Landasan metodologi adalah pendekatan royong sebagai tradisi lisan dalam pertunjukannya dan Cultural Studies untuk penelitian perubahan budaya (cultural production research), yaitu pendekatan etnografi dan pendekatan teks dan analisis teks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi adalah perubahan sosial politik royong, yaitu sebagai nyanyian politik dan perubahan sosial budaya royong, dari ritual ke seni pertunjukan. Penelitian ini juga menunjukan beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan tradisi. Penelitian ini juga membicarakan proses pewarisan tradisi royong. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T37449
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Virdiansyah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas fungsi dari Samrah dalam masyarakat Betawi dan juga bagaimana proses pewarisannya. Fungsi dari Samrah sebagai hiburan kerap mengalami perubahan dalam pertunjukannya. Samrah adalah kesenian yang semula lengkap pertunjukannya dengan tunil, tari, dan musik. Adanya permasalahan dalam proses transmisi membuat Samrah saat ini hanya dapat dinikmati musiknya saja, unsur lainnya sudah sulit ditemukan karena beberapa faktor yang tidak berjalan dengan semestinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan perspektif tradisi lisan. Pengambilan data dilakukan dengan langsung terjun ke lapangan dengan mengikuti setiap pementasan Samrah dan ikut berpartisipasi mulai dari persiapan pertunjukan. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat hubungan antara Samrah dengan masyarakatnya dan model transmisinya.

ABSTRACT
This thesis discusses the function of Samrah in Betawi society and also how the process of inheritance. The function of Samrah as entertainment often aids in the show. Samrah is the art that was originally complete with tunil performances, dance, and music. The problem in the transfer process makes Samrah currently only accessible to music only, another element was hard to found because some factors are not working properly. This research uses qualitative method with perspective of oral tradition. Data collection is done directly to the field with each Samrah staging and separating from the preparation of the show. The purpose of this study is to look at the relationship between Samrah and his community and the transmission model. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hetreda Terry
"Alexander Jacob Patty (A.J.Patty) lahir lahir tangal 30 September 1890 di pulau Banda dan meninggal tahun 1952 di Bandung. Perjuangannya dalam organisasi Sarekat Ambon (SA) dimulai sejak berdirinya organisasi tersebut pada tanggal 9 Mei 1920 di kota Semarang Jawa Tengah. Ideologi yang dimilikinya bersumber pada ideologi Indicshe Partij dari E.F.E.Douwes Dekker, yaitu perjuangan untuk kemerdekaan penduduk Hindia dari cengkeraman penjajahan. Organisasi SA bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di residensi Ambon. Untuk merealisasi tujuan itu, maka pada rapat pengurus pusat SA bulan Maret 1923 di Batavia (Jakarta), diputuskan A.J.Patty harus berangkat ke Ambon mempropagandakan ide-ide SA kepada masyarakat di sana.
Sebagai seorang ahli propaganda yang handal, Ia memiliki pemikiran-pemikiran yang cerdas, dan mampu menarik hati banyak orang yang kemudian menjadi pengikutnya. Kelebihannya, yakni dalam setiap pertemuan dengan masyarakat, Ia menggunakan bahasa yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi masyarakat di alam penjajahan. Kondisi yang tidak bebas dan serba diatur. Oleh karena itu kepada masyarakat selalu ditekankan perlunya persatuan dan kesatuan di antara seluruh masyarakat Ambon. Untuk itu ia mengajak masyarakat di kepulauan Ambon-Lease untuk bergabung dalam organisasi SA, bergandengantangan melangkah memperjuangkan kesejahteraan hidup bersama.
Upaya nyata di kepulauan Ambon-Lease, dilakukan dalam bentuk proles terhadap kenaikan uang sekolah dan penggabungan beberapa sekolah dasar ke dalam HIS, terlibat langsung dalam pendirian sekolah SA di Saparua yang dipimpin oleh J.D.Putiray serta mendirikan toko koperasi: Dengan adanya propaganda dari tokoh-tokoh SA dan semakin bertambahnya anggota, mulai nampak perubahan sikap penduduk dalam melakukan kewajibannya, seperti penundaan pembayaran pajak, bahkan di beberapa negeri ada sikap menentang kepala negeri dan pemerintah kolonial Hindia Belanda dengan tidak melakukan kerja wajib di negeri. Pemerintah kemudian menyimpulkan bahwa kesetiaan masyarakat menurun akibat propaganda yang dilancarkan oleh A.J_ Patty dengan SA-nya.
Dengan melihat kenyataan itu, para kepala negeri melalul organisasi Regentenbond mengajukan pengaduan kepada Residen, bahwa A.J.Patty harus diusir karena melanggar adat setempat dengan sexing melakukan rapat di negeri-negeri. Namun Residen tidak memiliki otoritas, karena tidak ada UU yang melarang hal itu. Setiap tindakan A.J. Patty terus diawasi. Kehadirannya bersama beberapa teman di rumah keluarga H. Rumarusun di Benteng (sebuah desa di pinggiran kota Ambon) yang menurut polisi sebagai tempat penyimpanan, penjualan minuman beralkohol, dijadikan alasan untuk menangkap A.J.Patty yang kemudian disingkirkan dari Ambon. Dengan terusirnya A.J.Patty dari Ambon, maka secara tidak Iangsung telah gagal memperjuangkan tujuan organisasi SA yaitu meningkatkan kesejahteraan penduduka di residensi Ambon. Sekalipun secara fisik perjuangan A.J.Patty tahun 1923-1924 di kepulauan Ambon-Lease gaga!, tetapi telah berhasi[ menanamkan ide-ide SA. Hal itu dapat dibuktikan dengan terus berkembangnya SA sampai tahun 1942.
Sebenarnya tidak ada kesalahan yang sangat serius yang dilakukan A.J. Patty sehingga harus diusir, tetapi pada waktu itu gubernur jenderal mempunyai hak exrobitan, yaitu hak untuk menangkap atau mengasingkaan seseorang yang dianggap membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Pada tanggal 9 Januari 1925 keluar SK untuk mengasingkan A.J.Patty ke Bengkulu (Sumatera Selatan). Dari Bengkulu la dipindahkan berturut-turut ke Palembang, Flores, Bauven Digul dan terakhir Australia. Kembali ke Indonesia tahun 1946 dan tinggal di Yogyakarta. Di Yogyakarta mendirikan Partai Politik Maluku (PARPIM) sebagai wadah untuk turut dalam perjuangan. Selain itu bersama tokoh-tokoh lainnya yang berasal dad Maluku seperti Mohammad Padang, dr. Siwabessy, dr. Small() dan J.D. Syaranamual terus memperjuangkan kepentingan Maluku dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sampai akhir hayatnya A.J.Patty tetap aktif dalam kegiatan politik."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T9485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Yambeyapdi
"Belanda mulai menaruh perhatian di wilayah Papua Barat selama dan setelah Perang Dunia II, atas desakan Amerika Serikat, karena letaknya yang strategis dan untuk menjamin kepentingan AS dan sekutunya di Pasifik Selatan. Dengan kondisi seperti ini, maka tesis ini bermaksud mengungkapkan "causal factor" Belanda dan Sekutunya setuju Papua Barat di integrasikan ke dalam wilayah RI pada tahun 1962.
Tulisan ini merupakan kajian sejarah diplomasi, dimana peran aktor sangat penting. Selain itu, unsur penawaran dan pengambilan keputusan dalam situasi konflik sangat menentukan. Karena itu, dalam pengungkapan maksud tesis ini digunakan Teori Permainan (Game Theory) dengan model Permainan jumlah Nilai Nol (Zero-sum Games), yaitu ketika dua pihak berusaha ke arah tujuan yang sama dan yang satu berhasil dan yang lain kalah. Teori ini terbukti benar, karena dalam proses negosiasi dengan Belanda, Indonesia berhasil memperoleh Papua Barat.
Masalah Papua Barat telah menjadi sengketa antara Indonesia dan Belanda sejak tahun 1950. Ketika Konferensi Meja Bundar (KMB) ditandatangani-yang mengakhiri konflik antara Republik Indonesia (RI) dan Belanda, status politik Papua tetap di bawah kekuasaan Pemerintah Belanda. Seperti keputusan KMB, bahwa masalah Papua akan dibicarakan lagi setahun kemudian, ternyata dalam perkembangannya, ±13 tahun, Papua merupakan sumber konflik diplomatik antara Indonesia - Belanda. Konflik ini menjadi rumit dan berlarut-larut, karena baik Belanda maupun Indonesia mempunyai agenda penyelesaian yang berbeda. Menurut Belanda, penduduk Papua Barat berbeda secara sosial budaya dengan penduduk Indonesia lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia dinilai belum mampu untuk memerintah Papua. Kebalikannya, bagi Indonesia, Papua merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda yang notabene adalah Indonesia.
Ketika masalah Papua diajukan RI ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara tahun 1954 -- 1957, dan tahun 1961, Belanda tetap bersikeras mempertahankan Papua. Hal ini terjadi karena Amerika Serikat selalu bersikap abstain selama pemungutan suara. AS bersikap demikian, ini berkaitan dengan strategi "Cold War". Di lain sisi, sikap politik AS ini sangat menguntungkan pihak Belanda. Namun dalam perkembangannya, AS mengubah kebijakan politik luar negerinya dari netralitas pasif ke netralitas aktif. Nampaknya AS (Presiden Kennedy) tidak ingin melihat pecahnya perang antara Indonesia dengan Belanda yang akibatnya hanya membuka bagian Asia itu bagi masuknya pengaruh Uni Soviet dan komunis.
Dengan demikian, sebelum konflik tersebut berdampak luas, Amerika Serikat berhasil menekan pemerintah Belanda maupun Indonesia agar mau berunding. Baik Belanda maupun Indonesia akhirnya tanggal 15 Agustus 1962 di Dewan Keamanan PBB menandatangani persetujuan penyelesaian masalah Papua Barat. Persetujuan ini lebih dikenal dengan New York Agreement. Sebagai realisasi dari Perjanjian New York, oleh PBB dibentuk United Nation Trearty Executive Administration/UNTEA, untuk menerima dan menjalankan pemerintahan interim di Papua Barat, dari pemerintah Belanda. Pada 1 Mei 1963, akhirnya kekuasaan administrasi pemerintahan Papua diserahkan kepada RI."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T10431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutejo Kuwat Widodo
"Disertasi ini membahas perkembangan pelabuhan Pekalongan dari tahun 1900 hingga 1990, dengan menyinggung latar belakang peran pelabuhan Pekalongan sebeiumnya, perubahan status dan fungsi pelabuhan serta perkembangannya seielah raenjadi pelabuhan khusus perikanan, kemudian dampak sosial ekonomi dari perkembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Dengan rentang waktu dari tahun 1900 sampai 1990, yang berarti selama 90 tahun, pembahasan meliputi perkembangan pelabuhan Pekalongan pada periode masa akhir pemerintah kolonial, masa pendudukan Jepang, masa revolusi, sampai dengan pemerintahan Orde Baru. Pengambilan rentang waktu tersebut, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dinamika pelabuhan dalam kaitannya dengan masyarakat Pekalongan dan sekitarnya secara lengkap dan berkelanjutan. Sampai dengan masa akhir pemerintah kolonial, kegiatan nelayan yang melakukan pendaratan ikan di pelabuhan Pekalongan hanyalah merupakan salah satu kegiatan pelabuhan yang tidak begitu besar.
Namun demikian perkembangan yang terjadi setelah tahun 1960-an, dan perkembangan kegiatan perikanan laut yang lebih mengesankan memasuki tahun 1970-an, menghantarkan perubahan status pelabuhan menjadi pelabuhan khusus perikanan. Berdasar pada sumber-sumber yang diperoleh, dapat dikemukakan bahwa perkembangan pelabuhan perikanan memiliki kecenderungan corak tersendiri yang tidak sama dengan perkembangan yang berlangsung pada pelabuhan niaga.
Perkembangan pelabuhan niaga di kawasan pantai utara Jawa sejak awal abad ke-20 lebih terfokus di tiga pelabuhan utama, yaitu pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, dan Pelabuhan Semarang. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan memodernisasi ketiga pelabuhan tersebut. Kebijakan untuk memodernisasi ketiga pelabuhan utama tersebut mempunyai akibat semakin berkurangnya kegiatan dan peran pelabuhan-pelabuhan kecil. Secara substansial arah kebijakan tersebut diteruskan oleh pemerintah Republik Indonesia yang tetap memberikan perhatian besar tehadap ketiga pelabuhan utama tersebut. Sementara itu perkembangan pelabuhan perikanan di kawasan pantai utara Jawa, yang beikembang secara mengesankan sejak awal tahun 1980-an, menunjukkan suatu pola yang berbeda. Bahwa berkembangnya satu pelabuhan perikanan tidak sampai mematikan kegiatan pelabuhan perikanan di sekitarnya.
Corak perkembangan satu pelabuhan niaga yang mengakibatkan surutnya pelabuhan niaga lainnya, berbeda dengan pola yang terjadi terhadap perkembangan satu pelabuhan perikanan yang tidak sampai mematikan kegiatan pelabuhan lain di sekitarnya. Perbedaan pola perkembangan di antara kedua jenis pelabuhan tersebut, antara lain disebabkan oleh perbedaan yang mendasar antara fungsi pelabuhan niaga dengan pelabuhan perikanan. Pelabuhan niaga
Pada awal perkembangan pelabuhan perikanan di Kotamadya Pekalongan sekitar pertengahan sampai akhir tahun 1970-an, sempat mempengaruhi aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Namun sejalan dengan peningkatan teknologi dan jumlah perahu yang mana mencapai fishing ground yang lebih luas dan perkembangan pasar ikan lokal, mulai akhir tahun 1980-an pelabuhan perikanan Wonokerto dan pelabuhan Batang sebagai pelabuhan terdekat dari pelabuhan perikanan Pekalongan, terus dapat bertahan dan bahkan mengalami peningkatan, mempunyai fungsi "kolektif-distributif", yaitu sebagai pintu gerbang keluarrnasuknya komoditi perdagangan dari dan ke daerah hinterland dan foreland. Sementara itu pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan dari hasil tankapannya di fishing ground, untuk dijual dan kemudian disalurkan oleh pasar kepada konsumen ke wilayah sekitar, termasuk ke wilayah hinterland. Pertemuan antara nelayan sebagai penjual dengan pedagang ikan melalui sistem lelang, memerlukan waktu yang cepat, mengingat bahwa ikan mempunyai sifat yang mudah rusak.
Sejalan dengan adanya kebutuhan konsumen untuk memperoleh ikan dalam keadaan yang masih segar atau ikan yang terjaga kesegarannya, diperlukan perubahan teknologi distribusi yang dapat memenuhi tuntuan kebutuhan tersebut. Teknologi distribusi konvensional yang mendasarkan pada pemakaian garam untuk pengolahan ikan asin dan ikan kering, tidak dapat memenuhi perubahan tuntutan selera konsumen tersebut. Oleh karena itu penggunaan es untuk menjaga kesegaran ikan, dilengkapi dengan alat transportasi yang mempunyai mobilitas cepat, rrierupakan tuntutan konsumen atau pasar yang harus direspon oleh pengusaha perikanan. Akibatnya, teknologi distribusi yang berdasarkan pada pemakaian garam bergeser kepada pemakaian teknologi distribusi berdasarkan pada pemakaian es."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
D428
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tundjung
"Kalimantan Selatan adalah salah satu daerah penghasil karet terbesar di Indonesia. Para pengusaha Eropa mulai membuka perkebunan karet pada awal tahun 1900-an, dan penduduk Hulu Sungai juga turut berpartisipasi membudidayakannya sejak tahun 1909. Ekspor karet perkebunan ke pasar internasional dimulai tahun 1911, dan karet rakyat dimulai tahun 1914. Akan tetapi setelah Perang Dunia Pertama, produsen karet rakyat menguasai ekspor karet dari Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini lebih ditekankan pada karet rakyat. Perkembangan budidaya dan perdagangan karet di Kalimantan Selatan tergantung dari perdagangan karet di pasar internasional. Aka perdagangan karet menguntungkan, maka budidaya karet bertambah luas, dan aktivitas perdagangan meningkat, namun jika perdagangan karet merosot, maka kebun-kebun karet menjadi terbengkali, dan aktivitas perdagangan berkurang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat naik-turunnya budidaya, dan perdagangan karet, serta pengaruhnya terhadap perekonomian di Kalimantan Selatan. Permasalahan utama dalam studi ini adalah, mengapa komoditi karet dapat meningkatkan penghasilkan penduduk dan perdagangan ekspor, tetapi tidak merubah struktur ekonomi di Kalimantan Selatan?
Menurut Hla Myint, jika petani yang memproduksi komoditi ekspor, masih memproduksi kebutuhan pokok, maka penghasilannya tidak semata-mata tergantung dari pasar internasional; tetapi petani yang hanya memproduksi komoditi ekspor, maka penghasilannya akan sepenuhnya tergantung pada pasar internasional. Oleh karena itu, budidaya tanaman yang menghasilkan komoditi ekspor tidak akan merubah struktur ekonomi masyarakat petani yang tidak banyak tergantung pada pasar internasional. Petani masih mempunyai penghasilan dari sawahnya jika perdagangan komoditi ekspor mundur. Budidaya tanaman yang menghasilkan komoditi ekspor akan merubah struktur ekonomi, jika petani yang bersangkutan sepenuhnya tergantung pada pasar internasional. Petani harus mencari pekerjaan di luar bidang pertanian jika produksi komoditi ekspornya tidak laku.
Bagaimana penduduk hulu Sungai membudidayakan karet? Ternyata penduduk Hulu Sungai tidak sepenuhnya masuk ke dalam pasar internasional. Mereka adalah petani semi-subsestensi yang menumpangkan budidaya karet pada pola pertanian tradisional, yang memproduksi kebutuhan pokok dan komoditi ekspor. Walaupun perdagangan karet yang cukup menguntungkan mengakibatkan aktivitas perdagangan meningkat dan penghasilan penduduk bertambah, tetapi tidak mengakibatkan penduduk meninggalkan lahan persawahannya.

South Kalimantan was one of the greatest rubber producing areas in Indonesia, European entrepreneurs opened rubber plantation in early 20 century, and the inhabitants of Hulu Sungai participated in rubber cultivation since 1901. Rubber export of plantation began in 1911, and rubber export of smallholders started in 1914. Yet, after the First World War, rubber export of the smallholder dominated. This study pursues smallholding rubber. Development of rubber cultivation and rubber trade in South Kalimantan depended on international rubber trading. If rubber trading provided big profit, areas of rubber cultivation by smallholder expanded, and trading activities increased. If the rubber trading went down, rubber cultivation by smallholder was neglected.
The aim of this research is to study the rise and fall of rubber cultivation and rubber trading, and its economic impact to South Kalimantan. This main focus of this study concerns with the question why rubber affected the increased income of population and the export trade, yet it was unable to change the economic structure of South Kalimantan.
According Hla Myint, the peasants, producing export commodity, and staple foods make their own economy independent from international market. But if peasants produced only export commodity, their income were depended on international market. Therefore, cultivation of export commodities did not change economic structure of the peasants, those being independent from international market, given that they still produced staple foods no matter the international market is, Peasant, who produced only export commodities, when the price of their commodities fall down, should find a job out of agriculture.
How did the inhabitants of the Hulu Sungai cultivate rubber? They did not enter fully into international market, as semi-subsistence peasants cultivate rubber in traditional agriculture system, that produced both staple foods and export commodities. Although, the rubber trading provided big profit, population incomes increased, there was no market force that would make the inhabitants of Hulu Sungai leave their own sawah.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D526
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>