Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Shinta Damayanti
"Penelitian ini menganalisis fenomena kehadiran China di negara-negara Magribi khususnya Aljazair dan Libya, yang merupakan top trade partner China di kawasan ini. Melalui wadah kerja sama FOCAC dan BRI, China telah berfokus pada kerja sama yang lebih stratejik dalam pada sektor pembangunan dan pinjaman ke negara-negara tersebut. Disamping itu, China menyatakan adanya keselarasan antara BRI dengan SDGs (Suistainable Development Goals), sehingga dirinya akan bersama-sama terlibat secara aktif dalam mendorong pencapain indikator SDGs dengan negara – negara yang terlibat proyek BRI. Penulis menggunakan konsep neokolonialisme serta teori ketergantungan, world sytem theory, dan indikator SDGs untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian kajian literatur. Melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara BRI dengan SDGs hanya mengandalkan promosi pembangunan infrakstruktur sebagai kendaraan untuk pencapaian indikator - indikator SDGs. Sepanjang lima tahun Aljazair dan Libya bergabung dengan BRI, ditemukan bahwa agenda BRI di kedua negara tersebut hanya berfokus pada aspek – aspek yang berkaitan dengan kepentingan BRI dan khususnya kepentingan China.
This research analyzes the phenomenon of China's presence in the Maghreb countries, especially Algeria and Libya, which are China's top trade partners in the Maghreb region. Through the FOCAC and BRI cooperation forums, China has focused on more strategic cooperation in the development sector and lending to these countries. In addition, China stated that there is a link between BRI and the SDGs (Suistainable Development Goals), so that it will be actively involved in encouraging the achievement of SDGs indicators with countries involved in the BRI project. The author uses the concept of neocolonialism and dependency theory, world system theory, and SDGs indicators to obtain answers to research questions.This research uses qualitative research with the type of literature review research. Through this research, it can be concluded that the relationship between BRI and the SDGs only relies on the promotion of infrastructure development as a vehicle for achieving the SDGs indicators. During the five years that Algeria and Libya joined the BRI, it was found that the BRI agenda in both countries only focused on certain aspects related to the interests of BRI and especially for China national interest."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hanny Purnama Sari
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengungkapkan isu seputar keterlibatan juru bahasa dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia. Penelitian bersifat lintas-disiplin melibatkan ilmu penerjemahan, penjurubahasaan, ilmu hukum dan kajian terorisme. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif melalui wawancara dan tinjauan pustaka. Wawancara dilakukan terhadap sembilan belas informan mewakili Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus (Densus) 88, Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri, satuan Perlawanan Teror (Wanteror) Gegana, Kejaksaan, Badan Antiteror AS, Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), Perkumpulan Juru Bahasa Konferensi Indonesia (AICI), juru bahasa dan lembaga penyedia juru bahasa. Hasil penelitian menemukan bahwa keterlibatan juru bahasa telah diidentifikasi oleh penegak hukum sebagai kebutuhan dalam upaya penanggulangan terorisme. Mekanisme merekrut juru bahasa dalam konteks terorisme memiliki sifat yang unik dengan penekanan pada ideologi dan latar belakang yang bersih. Khusus terkait program deradikalisasi, kesamaan jenis kelamin antara juru bahasa dan napiter menjadi pertimbangan utama. Kendala utama terkait ketiadaan juru bahasa yang berdampak pada penyelidikan atau penanggulangan terorisme sementara sudah dapat diatasi. Temuan-temuan ini mengindikasikan perlunya komunikasi dan kerja sama antara penegak hukum dengan asosiasi profesi penerjemah dan juru bahasa Indonesia serta penyusunan pedoman teknis bagi penegak hukum dan pemangku kepentingan terkait untuk melibatkan juru bahasa dalam konteks terorisme secara tepat guna.
This research was conducted with the aim of elaborating the issues around the involvement of interpreters in counter-terrorism measures in Indonesia. It is cross-disciplinary, involving translation, interpretation, legal and terrorism studies. This research is descriptive qualitative, carried out through interviews and literature review. Interviews were conducted with nineteen informants from the National Counterterrorism Agency (BNPT), Special Detachment 88 (Densus) 88, Bureau of Intelligence and Security (Baintelkam), the Counter Terrorism Unit (Wanteror), the Attorney General's Office, the US Anti-Terror Agency, the Association of Indonesian Translators (HPI), Association of Indonesian Conference Interpreters (AICI), interpreters and agencies that provide interpreters. The study has found that the involvement of interpreters has been identified by law enforcement as a necessity in the efforts of counter-terrorism. The recruitment mechanism of interpreters in the context of terrorism is unique in that it emphasizes on clean ideology and background. With regards to the deradicalization program, the same sex between interpreters and convicts is a major consideration. The main obstacle regarding the absence of an interpreter that may have impacts on the investigation or countermeasures of terrorism has been dealt with temporarily. These findings indicate there is a need for communication and cooperation between the law enforcement agencies and associations of Indonesian translators and interpreters as well as the formulation of technical guidelines for law enforcement and relevant stakeholders to involve interpreters in the context of terrorism effectively."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Abim Aji Akbari
"Penelitian ini berupaya mengkaji langkah penanggulangan propaganda ideologi Khilafah secara online dan melalui media elektronik, atau yang peneliti istilahkan sebagai e-propaganda, di Indonesia yang memanfaatkan media sosial termasuk Facebook. Hal ini menjadi sebuah urgensi karena Khilafah bertentangan dengan Pancasila, sehingga pembiarannya dapat mengancam keteraturan sosial dan ketahanan nasional NKRI. Terlebih, ideologi tersebut terus disebarkan melalui media yang sangat mudah diakses oleh masyarakat umum. Dalam pembahasannya, digunakan pendekatan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Serta, menganalisis menggunakan teori Cyber Radicalization dan Kontra Radikalisasi melalui Internet. Tulisan ini memperoleh temuan bahwa penyebaran konten propaganda Khilafah masih marak di media sosial yang di antaranya dilakukan oleh mantan petinggi atau aktivis HTI. Meta, termasuk Facebook di dalamnya, menjadi platform dengan temuan konten ilegal terbanyak, terlebih dengan adanya fitur group/fanpage pada Facebook yang menjadi wadah awal berkumpulnya pendukung Khilafah. Meskipun Polri belum secara khusus menaruh perhatian terhadap propaganda Khilafah di media sosial, namun upaya penanggulangan berupa patroli siber, penegakan hukum, kerja sama dengan Ormas Islam moderat, serta edukasi kepada masyarakat khususnya warganet telah dilakukan. Namun, masih terdapat kesenjangan cukup besar antara temuan pelanggaran dan tindak lanjut pemblokiran terhadap konten Khilafah yang masuk dalam kategori ektremisme, radikalisme, dan terorisme.
This research seeks to examine how efforts to counter the propaganda of the Caliphate ideology online and through electronic media, or what researchers term e-propaganda, in Indonesia which utilizes social media including Facebook. This becomes an urgency because the Caliphate is contrary to Pancasila, so its omission can threaten the social order and national resilience of the Republic of Indonesia. Moreover, the ideology continues to be spread through media that is very accessible to the general public. In the discussion, a qualitative research approach is used with data collection through interviews and literature studies. As well as, analyzing using the theory of Cyber Radicalization and Counter Radicalization through the Internet. This paper finds that the spread of Caliphate propaganda content is still rampant on social media, some of which are carried out by former HTI officials or activists. Meta, including Facebook, is the platform with the most illegal content findings, especially with the group/fanpage feature on Facebook which became the initial gathering place for Caliphate supporters. Although the National Police has not specifically paid attention to Caliphate propaganda on social media, countermeasures in the form of cyber patrols, law enforcement, cooperation with moderate Islamic organizations, and education to the public, especially netizens, have been carried out. However, there is still a considerable gap between the findings of violations and follow-up blocking of Caliphate content that falls into the category of extremism, radicalism, and terrorism."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library