Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudolf Rahabeath
Abstrak :
Penelitian dengan subjek etnisitas ini hendak menegaskan bahwa isu etnisitas merupakan subjek yang penting dan urgen dalam studi antropologi. Selain fakta merebaknya konflik antar etnis di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, namun studi-studi tentang relasi antar etnik mesti keluar dari jebakan romantisme dan atau pesimisme. Saya berargumen bahwa tiap-tiap etnis memiliki kekuatan dan kelemahannya, juga terdapat potensi transformatif dan destruktif dari struktur dan aktor di bidang keagamaan, ekonomi, pendidikan, dan sosial politik. Relasi dan interaksi antar etnis turut memperkuat rasa keterhubungan sebagai salah satu elemen utama dalam merawat integrasi sosial. Melalui studi ini saya menunjukan bahwa relasi antar etnik yang terjadi di Maluku antar etnis Bugis dan etnis Ambon turut memberi pengayaan terhadap konsep teoretik relasi etnis juga memberi kontribusi signifikan bagi kebijakan sosial budaya dalam konteks masyarakat plural. Guna memperoleh data dan informasi yang valid terkait subjek penelitian ini maka observasi partisipatif, wawancara mendalam serta life history digunakan sebagai metode pengumpulan data. Riset dilakukan di pulau Ambon ditambah penelitian singkat di Bone dan Makasar yang bertujuan mengkonfirmasi data-data dan temuan riset di Ambon. Adapun subjek penelitian mencakup aktor negara, tokoh adat dan agama, pelaku ekonomi, pendidik serta masyarakat awam. Selain itu, riset ini diperkaya pula dengan telaah pustaka, khususnya sumber-sumber sejarah dan historitas etnis Bugis dan Ambon. Penelitian ini menemukan adanya diversitas kekayaan tiap-tiap etnis dalam interaksi dan relasinya pada ruang sosial. Etnis Bugis maupun masyarakat setempat (etnis Ambon) memiliki kemampuan artikulasi dan adaptasi serta strategi untuk menjadikan perjumpaan antar-etnis itu saling menguntungkan, walau bukan berarti tanpa ketegangan dan konflik sama sekali. Penelitian ini juga menemukan fenomena melemahnya pranata budaya lokal seperti Pela, peran negara yang ambigu serta kontribusi masyarakat sipil dalam transformasi sosial. Pada tataran masyarakat bawah (grassroots) terdapat dinamika kreatif yang berperan mentransformasi relasi antar etnis sehingga turut memperkuat kohesi sosial dan rasa keterhubungan antar etnis. Selain itu, studi ini berkontribusi teoretik terhadap konsep kelenturan relasi antar etnis dan menguatnya rasa keterhubungan antar-etnis di ruang pluralitas. ......This research on ethnicity aims to highlight that the issue of ethnicity is an important and urgent subject in anthropological studies. Apart from the fact that inter-ethnic conflicts have spread in various parts of the world, including in Indonesia, studies on inter-ethnic relations need to get out of the trap of romanticism and/or pessimism. I argue that each ethnic group has its strengths and weaknesses, as well as the transformative and destructive potential of structures and actors in the religious, economic, educational, and socio-political areas. Relationships and interactions between ethnic groups also strengthen the sense of connectedness as one of the main elements in maintaining social integration. This study shows that the inter-ethnic relations that occur in Maluku between the Bugis and Ambonese ethnic groups also contribute to the enrichment of the theoretical concept of ethnic relations and also make a significant contribution to socio-cultural policies in the context of a plural society. In order to obtain valid data and information on the subject of this study, participatory observation, in-depth interviews and life history were used as data collection methods. The research was carried out on the Ambon island, as well as a short study in Bone and Makassar aimed at confirming the data and research in Ambon. The research subjects include state actors, traditional and religious leaders, economic actors, educators, and common people. In addition, this research is also enriched with a literature review, especially historical sources and the history of the Bugis and Ambonese ethnic groups. This study finds the diversity of wealth of each ethnic group in their interactions and relationships in social space. Ethnic Bugis and local communities (ethnic Ambon) have articulation, adaptation capabilities, and strategies to benefit inter-ethnic encounters mutually. However, that does not mean without tension and conflict at all. This research also finds the phenomenon of the weakening of local cultural institutions such as Pela, the ambiguous role of the state, and the contribution of civil society in social transformation. At the grassroots level, there are creative dynamics that play a role in transforming inter-ethnic relations to strengthen social cohesion and a sense of inter-ethnic connectedness. Through this study, I show that the interethnic relationships that occur in Maluku between the Bugis and Ambonese ethnic groups have contributed to enriching the theoretical concept of ethnic relationships and contributing significantly to socio-cultural policies in the context of a plural society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Celerina Dewi Hartati
Abstrak :
Disertasi ini merupakan kritikan terhadap teori Emile Durkheim mengenai konsep sakral dan profan. Emile Durkheim melihat religi sebagai suatu bentuk dikotomi antara sakral dan profan dalam dimensi ruang dan waktu. Diskusi sakral dan profan selama ini senantiasa memperlakukan ruang dan waktu dalam analisis yang coextensive atau menyatu. Padahal dalam beberapa kebudayaan, pemisahan kedua hal tersebut yaitu antara ruang dan waktu sangat dibutuhkan dalam memahami konsepsi sakral, dan profan itu sendiri. Dalam kebudayaan Cina perlu adanya pemisahan ruang dan waktu dalam memperlihatkan yang sakral. Disertasi ini menunjukkan ruang sakral menjadi tidak sakral ketika tidak ada upacara dan dimensi waktu menentukan konsepsi sakral. Melalui dimensi waktulah, proses transformasi terjadi dengan mengubah yang profan menjadi sakral demikian juga sebaliknya. Penelitian ini merupakan penelitian metode etnografi yang dilakukan di kelenteng Hok Lay Kiong, Bekasi. Teknik utama yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pengamatan terlibat, dan pengamatan terhadap upacara-upacara seperti sembahyang ceit capgo, rangkaian upacara Imlek mulai dari upacara mengantar dewa dapur, upacara memandikan patung dewa, sampai dengan upacara Imlek, upacara Capgomeh, dan upacara ulang tahun dewa Hian Thian Siang Tee, yang merupakan dewa utama kelenteng. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap orang-orang kelenteng yang eliputi pengurus yayasan, pengurus kelenteng, medium, penjaga kelenteng, dan umat kelenteng. Dengan menganalisis upacara-upacara tersebut terlihat bagaimana konsepsi sakral terwujud dalam sebuah upacara dan dimensi waktu yang mengubah profan menjadi sakral. ......This dissertation is a form of criticism of Emile Durkheim’s theory of the concepts of the sacred and profane. Emile Durkheim perceives religion as dichotomy between the sacred and profane in the dimensions of space and time. The discussion related to the sacred and profane has always treated space and time in coextensive or unified analysis. Whereas in some cultures, the separation between space and time is needed to understand the concepts of the sacred and profane. In Chinese culture, it is necessary to separate space and time in showing the sacred. This dissertation presents that the sacred space is not sacred when there is no ceremony, and the time dimension determines the conception of the sacred. Through the time dimension, the process of transformation occurs by changing the profane into the sacred, and vice versa. This study uses ethnographic method conducted at Hok Lay Kiong Temple, Bekasi. The main data collection techniques used are involved-observation, and ceremonies observation such as the Ceit Capgo, Chinese New Year ceremonies ranging from accompanying the Kitchen God, bathing ceremony to god statues, to Chinese New Year ceremonies, Capgomeh ceremony, and the celebration of Hian Thian Siang Tee birthday. Indepth interviews were also conducted with the temple’s people including the foundation’s management, the temple administrator, the medium, the temple guards, and the temple community. By analyzing the ceremonies, it can be seen how the conception of the sacred occured, and the time dimension changes the profane into a sacred.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library