Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramita Kencana Putri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24985
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endruw Samasta
Abstrak :
Investasi yang ada di dalam suatu negara dapat menjadi indikator pertumbuhan ekonomi. Untuk itu pemerintah membentuk peraturan perundang-undangan untuk mengatur kegiatan investasi agar terarah dan terdapat kepastian hukum. Pada skripsi ini akan membahas bagaimana ide pajak lingkungan menjadi bagian dari kewajiban pada perusahaan baik penanaman modal asing maupun dalam negeri. Sebagaimana kita ketahui dampak negatif dari kegiatan investasi adalah adanya ancaman terhadap kerusakan lingkungan hidup (biaya eksternal). Sebagai perbandingan, digunakan dana reboisasi dalam bidang kehutanan sebagai analisis pajak lingkungan. Analisis terhadap dana reboisasi, menghasilkan bahwa terjadi penyalahgunaan fungsi dana reboisasi, untuk itu disarankan menggunakan pajak lingkungan sebagai pengganti mekanisme pencegahan kerusakan hutan. ...... Existing investments in one country can be an indicator of economic growth. Therefore government establishing a legislation to regulate investment activities to be directed and there is legal certainty. In this mini-thesis (skripsi) will discuss how the idea of environmental taxes to be part of the obligation on investment companies both foreign and domestic. As we know the negative impact of the investment activity is a threat to damage the environment (external costs). As comparison, the use of reforestation funds in forestry as the analysis of environmental taxes. Analysis of the reforestation fund, generating functions that occur misuse of reforestation funds, it is advisable to use environmental taxes as a substitute mechanism of prevention of forest damage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S470
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Giovanno
Abstrak :
Sebagai salah satu negara yang menandatangani Paris Agreement dan meratifikasinya, tentu pelaksanaan transisi energi yang berkeadilan bagi tenaga kerja yang rentan merupakan bagian kewajiban konstitusional negara, mengingat hal tersebut merupakan hak dari warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pekerjaan yang layak. Mengingat tingginya risiko sosial dan ekonomi dalam pelaksanaan transisi energi, maka penting untuk melakukan perencanaan mitigasi risiko. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan transisi energi, dalam hal ini penghapusan penggunaan batu bara, yang sudah ditetapkan dan bagaimana kebijakan tersebut dapat berkontribusi bagi upaya terwujudnya transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. ......As one of the countries that signed the Paris Agreement and ratified it, of course implementing a just energy transition for vulnerable workers is part of the state's constitutional obligations, bearing in mind that this is the right of citizens to get a good and healthy environment and decent work. Given the high social and economic risks in implementing the energy transition, it is important to carry out risk mitigation planning. This research is intended to find out the implementation of energy transition policies, in this case the coal phasing-out, which has been stipulated and how these policies can contribute to efforts to achieve an energy transition that is just and fair in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Endah Puspitasari
Abstrak :
Pada tahun 2017, COP CBD menetapkan 4 kawasan laut Indonesia sebagai Kawasan Ecologically or Biologically Significant Marine Areas (EBSAs) yaitu Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion, Raja Ampat and Northern Bird’s Head, Southern Straits of Malacca, dan Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast. Tujuan dari diadopsinya EBSAs adalah untuk berfokus pada upaya pengeloaan dan konservasi ekosistem laut. Penetapan Kawasan EBSAs ini seharusnya disambut baik oleh Pemerintah Indonesia terutama karena komitmennya dalam mensinergikan pengelolaan kawasan laut dengan mengedepankan aspek lingkungan hidup. Namun, pembangunan PLTU di Teluk Sepang yang merupakan kawasan EBSA Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast mendapatkan ijin sehingga terdapat gugatan Warga Teluk Sepang Bengkulu terhadap Gubernur Bengkulu atas pembangunan tersebut. Penelitian dengan metode yuridis normatif ini berkesimpulan bahwa pengelolaan kawasan laut Indonesia yang ditetapkan sebagai kawasan EBSAs diatur melalui PP 32 Tahun 2019 dan PP Nomor 21 Tahun 2021, namun pengaturan pengelolaan kawasan EBSAs tersebut belum memadai. Hingga saat penelitian ini dilakukan, hanya Kawasan EBSA Raja Ampat yang telah memiliki kepastian hukum sebagai kawasan konservasi. Penerapan Kebijakan pengelolaan kawasan laut Indonesia yang ditetapkan sebagai Kawasan EBSAs masih lemah. Putusan Hakim hanya menyandarkan pada kerugian faktual sebagai syarat adanya kepentingan sehingga hakim belum menilai pokok perkara. Apabila hakim mempertimbangkan sampai pada pokok perkara, penelitian ini menyarankan hakim untuk mempertimbangkan EBSA sebagai soft law sebagai dasar pertimbangan hukum dalam memberikan perlindungan terhadap Kawasan EBSA tersebut. ......In 2017, COP CBD designated 4 Indonesian marine areas as Ecologically or Biologically Significant Marine Areas (EBSAs) namely Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion, Raja Ampat and Northern Bird's Head, Southern Straits of Malacca, and Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast. The adoption of EBSAs is to focus on efforts to manage and conserve marine ecosystems. The determination of the EBSAs area should be welcomed by the Government of Indonesia, especially because of Indonesia’s commitment to synergize the management of marine areas by prioritizing environmental aspects. However, the construction of the PLTU in Sepang Bay, which is in the EBSA Upwelling Zone of the Sumatra-Java Coast area, received a permit so there was a lawsuit from the Bengkulu residents of Sepang Bay against the Bengkulu Governor for the development. By using the normative juridical method, this study concludes that the management of Indonesian marine areas designated as EBSAs was regulated through Government Regulation Number 32 of 2019 and Government Regulation Number 21 of 2021. Management of the EBSAs area through those regulations was not adequate. At the time this study was conducted, only the Raja Ampat EBSA Area had legal certainty as a conservation area. The implementation of policies for managing Indonesian marine areas designated as EBSAs was still weak. The judge's decision only relied on factual losses as a condition of interest so the judge had not assessed the subject matter of the case. This study suggests the judge consider EBSA as a soft law as the basis for legal considerations in providing protection for the EBSA Area when the judge considers getting to the point of the case
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Maya Sari
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang pengaturan hukum tentang pertanggungjawaban perdata dan pembebanannya dalam hal terjadi pencemaran laut yang bersumber dari pembuangan (dumping) limbah minyak dari kapal tanker ke laut, yang ditinjau dari berbagai instrumen hukum yang terkait baik konvensi internasional dan protokol turunannya maupun produk hukum nasional. Skripsi ini melalui penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif, mengkaji sebuah kasus pencemaran laut yang terjadi di Balikpapan pada tahun 2004 silam yang bersumber dari pembuangan limbah minyak berupa oil sludge dari Kapal Tanker MT Panos G ke Teluk Balikpapan yang ditinjau dari Protocol 1992 of Civil Liability Convention 1969 for Oil Pollution Damage dan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait, diantaranya UU No.23 Tahun 1997 dan UU No.32 Tahun 2009. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis putusan sela yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Balikpapan atas gugatan Pemkot Balikpapan dalam kasus pencemaran tersebut serta mengidentifikasi sistem channelling liability sebagaimana yang diatur dalam regime CLC 1969/Protocol 1992 yang dianut oleh beberapa instrumen hukum nasional. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dibuatnya sebuah pengaturan khusus dan komprehensif mengenai dumping ke laut yang dapat mengikuti regime Protocol 1996 London Dumping Convention, diciptakannya harmonisasi pengaturan hukum mengenai pembebanan tanggung jawab perdata (channelling liability) yang dapat mencakup semua ruang lingkup pencemaran laut yang bersumber dari minyak dan limbahnya, dilakukannya amandemen Protocol 1992 CLC dengan memperluas ruang lingkup (definisi) minyak agar mencakup juga residual oil. ...... This thesis discusses the regulation concerning civil liability and its imposition in a marine pollution originating from disposal (dumping) of oil waste from the tanker into the sea, reviewed by various relevant legal instruments, both conventions and their derivative protocols and also national legislations. This thesis, through a juridical normative research by qualitative analysis method, examines a case of marine pollution occured in Balikpapan in 2004 which was resulted from oil sludge dumping from the MT Panos G oil tanker into The Balikpapan Bay, reviewed by Protocol 1992 of Civil Liability 1969 for Oil Pollution Damage and various relevant legislations, including Law Number 23 of 1997 Concerning Environmental Management and Law Number 32 of 2009 Concerning Protection and Management of Environment. In addition, this thesis analyzes the interlocutory decision issued by District Court of Balikpapan for the lawsuit of Balikpapan Government in that case, and also identifies the channelling liability system as regulated in CLC 1969/Protocol 1992 which was adopted by some national legal instruments.The results of this thesis suggest that a special and comprehensive enactment is needed concerning dumping into the sea which can adopt the regime of Protocol 1996 London Dumping Covention, a unification of regulations concerning the channelling liability covering the entire scope of marine pollutions originated from oil and its wastes, an ammendment to Protocol 1992 CLC by extending the scope (definition) of oil in order to include residual oil.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariza Muthia
Abstrak :
Plastik saat ini telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Di sisi lain, penggunaan plastik sekali pakai secara masif telah menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan hidup. Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa negara di dunia telah menerapkan berbagai regulasi berkaitan dengan pengendalian sampah plastik mulai dari instrumen kebijakan dengan fokus pada pengendalian konsumsi seperti kantong plastik berbayar, sampai kepada instrumen kebijakan dengan fokus pada pengendalian pada tahap produksi serta distribusi plastik sekali pakai, seperti pelarangan plastik dan plastic phase-out. Skripsi ini bertujuan untuk mengukur posibilitas Indonesia untuk menerapkan instrumen kebijakan pengendalian produksi plastik sekali pakai sebagai salah satu strategi pengurangan timbulan sampah yang diakibatkan oleh plastik sekali pakai. Dengan menganalisa peraturan dan instrumen-instrumen yang saat ini telah diterapkan di Indonesia dan peraturan pengendalian produksi plastik lainnya yang diterapkan di berbagai negara, antara lain Peraturan Pelarangan Kantong Plastik Polyethene (Polyethene Bag Ban) di Rwanda, Environmental Protection Product Charge Hungaria, Waste Control Act di Korea Selatan, serta rancangan Single Use Plastic Directive yang akan diterapkan di Uni Eropa, skripsi ini akan memanfaatkan teori Smart Regulation yang dikemukakan oleh Gunningham dan Sinclair dalam mencari bentuk instrumen kebijakan yang dapat diterapkan oleh Indonesia untuk mengatasi permasalahan timbulan sampah yang diakibatkan oleh sampah plastik sekali pakai. ......Plastic has become an integral part of human life. At the other hand, the use of single-use-plastic (SUP) on a massive scale is proven to have a negative impact on the environment. In addressing this dilemma, many countries have implemented various types of regulation, ranging from instrument focusing on the minimization of the consumption of SUP, such as retail plastic bag charge, to instrument focusing on controlling the production and distribution of plastic bag, such as plastic ban and plastic phase-out. This thesis aims to measure the possibility for Indonesia to implement a regulatory instrument controlling the production of SUP as a strategy to overcome the negative environmental impact of SUP. By further analysing existing instruments in Indonesia regarding the control of SUP production and also various regulation focusing on controlling the production of SUP implemented in other countries such as Rwanda’s Polyethene Bag Ban, Hungary’s Act on Environmental Protection Product Charges, South Korean’s Waste Control Act, and European Union Single Use Plastic Directive Draft that has yet to be implemented, this thesis will utilize Gunningham and Sinclair’s Smart Regulation theory to come up with a viable regulatory instrument model focusing on controlling the production of SUP as a strategy to overcome the negative environmental impact of the use of SUP.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Zamzami
Abstrak :
Perubahan iklim dirunut menjadi penyebab bagi para pihak atas kerugian yang mereka hadapi. Meningkatnya emisi karbon dioksida, melelehnya es glasial, munculnya banjir, dan banyak efek dari perubahan iklim lainnya diklaim sebagai penyebab rusaknya properti pribadi para pihak, sehingga mereka tidak dapat menikmati hak mereka atas properti pribadi tersebut. Keadaan ini mendorong banyak pihak, baik pemerintah, individu, maupun kelompok, untuk menggugat korporasi atas kontribusi mereka terhadap perubahan iklim. Walaupun secara garis besar para penggugat meminta ganti rugi menggunakan hukum perdata, mereka mengklaim argumentasi yang berbeda-beda mengenai mengapa korporasi harus membayar ganti rugi pada mereka. Klaim yang paling banyak diajukan adalah klaim atas nuisance, negligence, producer liability, civil conspiracy, dan unjust enrichment. Di sisi lain, tidak semua gugatan perdata meminta ganti rugi. Beberapa di antaranya meminta injunction berupa perintah pengadilan agar korporasi mengurangi emisi gas rumah kaca mereka di masa depan untuk memenuhi target Paris Agreement. Dari sekian kasus litigasi iklim yang tersebar di berbagai negara, beberapa kasus menandai argumentasi-argumentasi yang menggarisbawahi bagaimana pengadilan di berbagai negara melihat perubahan iklim serta bagaimana korporasi berperan atau tidak berperan dalam menyebabkan kerugian penggugat. Penelitian akan membahas mengenai sejarah litigasi iklim dan masalah hukum yang muncul dalam gugatan iklim. Setelah itu, dibahas pula gambaran umum argumentasi popular dari penggugat serta contoh-contoh landmark cases yang diseleksi dengan beberapa pertimbangan. Penelitian akan menganalisis alasan ditolak dan dikabulkannya gugatan iklim, memberikan kontekstualisasi peranan majelis hakim terhadap putusan, dan aplikasi analisis tersebut terhadap gugatan iklim di Indonesia. Berdasarkan penelitian normatif yang dilakukan, ditemukan bahwa permintaan ganti rugi dan pembuktian kausalitas adalah dua rintangan utama bagi penggugat untuk memenangkan gugatan. Selain itu, Indonesia juga memiliki skema ganti rugi yang cukup unik dibandingkan dengan negara lain dalam kasus kebakaran hutan. Sebagai penutup, penelitian menyertakan saran bagi para pihak yang ingin mengajukan gugatan iklim. ......Climate change is traced to be the cause for the losses that certain parties face. Increased carbon dioxide emissions, melting of glacial ice, the emergence of floods, and many other effects of climate change are claimed to be the cause of damage to the parties’ private property, rendering them unable to enjoy their rights to their private property. This situation has prompted many parties, be it governments, individuals, or groups, to sue corporations for their contribution to climate change. Although in general the plaintiffs seek compensation using tort law, they claim different arguments as to why the corporation should pay compensation to them. The most frequently submitted claims are claims for nuisance, negligence, producer liability, civil conspiracy, and unjust enrichment. On the other hand, not all civil lawsuits seek compensation. Some of them asked for an injunction in the form of a court order for corporations to reduce their greenhouse gas emissions in the future to meet the Paris Agreement targets. Of the many climate litigation cases across various countries, several cases highlight arguments that underline how courts in various countries view climate change and whether corporations play or do not play a role in causing the plaintiff's losses. The research will discuss the history of climate litigation and the legal issues that arise in climate lawsuits. After that, an overview of the popular arguments of the plaintiffs and examples of landmark cases, which were selected with several considerations, are also discussed. The study will analyze the reasons for the rejection and granting of climate lawsuits, provide contextualization of the role of the panel of judges in the decision, and the application of the analysis to climate lawsuits in Indonesia. Based on the normative research conducted, it was found that the request for compensation and the proof of causality were the two main obstacles for the plaintiff to win the lawsuit. In addition, Indonesia also has a compensation scheme that is quite unique compared to other countries in the case of forest fires. In closing, the research includes suggestions for parties wishing to file a climate lawsuit.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Halim
Abstrak :
Dalam perkembangan pengendalian perubahan iklim di dunia muncul mekanisme fleksibel yang diatur dalam Protokol Kyoto. Dalam perkembangannya terbentuk mekanisme mitigasi baru yaitu JCM sebagai mekanisme mitigasi yang diajukan Jepang kepada UNFCCC di bawah framework for various approaches. JCM sendiri merupakan mekanisme carbon offsetting yang dimana Jepang memberikan bantuan kepada negara berkembang untuk mengurangi karbon dengan timbal balik pemberian kredit karbon kepada Jepang. Dalam tulisan ini Penulis mencoba menelusuri bagaimana JCM itu diletakkan dalam pengaturan perubahan iklim global dan melihat bagaimana JCM diatur dan diimplementasikan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan- bahan kepustakaan serta data yang disediakan oleh instansi terkait. Temuan yang disampaikan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek dari mitigasi perubahan iklim yang harus diperhatikan Indonesia jika ingin meningkatkan lagi kebermanfaatan dari mekanisme JCM atau ingin mengimplementasiken mekanisme mitigasi dengan bentuk carbon ofsetting lainnya. ......In the development of climate change mitigation in the world, flexible mechanisms are created under the Kyoto Protocol. In its development, a new mitigation mechanism was formed, namely JCM as a mitigation mechanism proposed by Japan to the UNFCCC under the framework for various approaches. JCM itself is a carbon offsetting mechanism in which Japan provides assistance to developing countries to reduce carbon in exchange for giving carbon credits to Japan. In this paper, the author tries to explore how the JCM is put into global climate change regulation and see how JCM is regulated and implemented in climate change mitigation in Indonesia. The research method in writing this thesis is juridical-normative research with a qualitative approach, and uses library materials and data made available by the relevant agencies. The findings presented in this study are aspects of climate change mitigation that Indonesia must pay attention to if it wants to increase the usefulness of the JCM mechanism or to implement mitigation mechanisms with other forms of carbon offsetting.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Aulia Putri
Abstrak :

 

Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) merupakan langkah yang ditempuh untuk mengelola dan mengoptimalkan seluruh dana lingkungan hidup yang tersedia dengan tujuan untuk menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. BPDLH diproyeksikan untuk dapat menghimpun dana lingkungan yang masih tersebar di beberapa Kementerian/Lembaga dan dapat diintegrasikan dalam penghimpunan dana. Namun terdapat permasalahan yang belum diselesaikan yakni mekanisme pendanaan yang dapat membiayai pemulihan lingkungan atas adanya pencemaran dan/atau kerusakan. Saat ini, tuntutan pertanggungjawaban terhadap pelaku pencemaran untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dilakukan dengan mekanisme pengadilan perdata dan non-pengadilan, yang meskipun telah terhimpun namun hingga kini upaya pemulihan yang harusnya dilakukan masih belum terselenggara. Penelitian ini mencoba untuk menganalisa pendistribusian dana lingkungan oleh BPDLH dan mekanisme pemulihan lingkungan hidup di Indonesia melalui penelitian yuridis normatif dan melakukan studi kepustakaan serta perbandingan dengan sistem pendanaan dan pemulihan lingkungan hidup di Amerika yakni Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act 1980 (CERCLA). CERCLA menyediakan program untuk melakukan tindakan respons dan pemulihan atas adanya pencemaran, mekanisme pertanggungjawaban dari pelaku pencemaran, dan menyediakan mekanisme pendanaan yang dapat membiayai upaya pemulihan yang tidak diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tugas pokok dan fungsi BPLDH tidak mencerminkan fokus utama kepada permasalahan lingkungan hidup. Saran dari penulis adalah untuk mengintegrasikan uang pemulihan lingkungan dari pengadilan dan luar pengadilan ke BPLDH dan memperbaiki permasalahan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia dengan memperhatikan secara seksama mekanisme pemulihan lingkungan melalui CERCLA.


The establishment of Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) is an approach taken to manage and optimize all of the environmental funds with the aim to ensure environment protection and management. BPDLH is projected to be able to collect environmental funds that are still dispersed in number of Ministries and/or Institutions and can be integrated into the fund assortment. Nevertheless, funding mechanism that can be used to finance environmental restoration due to pollution and/or damage remain unsolved. Currently charges against polluter to restore the environment is conducted through civil and non-court trials. Fines can be successfully collected from this mechanism, whereas responsibility to restore damaged environment tend to be overlooked. This thesis aim to analyze the distribution of environmental funds by BPDLH and environmental restoration mechanisms in Indonesia through normative juridical research and literature studies as well as comparative funding methods and environmental restoration systems in the United States of America namely the Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act 1980 (CERCLA). CERCLA provides several action programs to response and restore environmental damage due to pollution, unclear polluters responsibility mechanisms, and funding mechanisms that can finance environmental restoration despite of unidentified polluters. This thesis concludes that BPLDHs roles and functions do not address the main issue of the living environment. Therefore, the writer suggests to integrate the fine money from a civil and non-court trial for environmental restoration into BPLDH and improve the environmental restoration management in Indonesia by taking into consideration the environmental restoration mechanism of CERCLA. 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Putri Christiani
Abstrak :

Dewasa ini, kantong plastik mulai menjadi keresahan bagi lingkungan karena kebanyakan dari plastik akan berakhir menjadi sampah dan mengotori lingkungan. Bahan dasar pembuatan kantong plastik mengakibatkan kantong plastik menjadi tidak mudah terurai dan berakhir menumpuk di tempat pembuangan sampah. Tidak berhenti di situ, sampah kantong plastik tersebut berpindah tempat sampai ke laut dikarenakan oleh aktivitas angin atau aliran sungai. Dilansir dari data Bank Dunia, sampah kantong plastik sekali pakai mendominasi sampah plastik di Indonesia. Dengan besarnya volume timbulan sampah kantong plastik tersebut, upaya pengelolaan sampah di hilir sudah tidak cukup. Sehingga, perlu dilakukan upaya preventif berupa pengurangan sampah dari hulu. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk membatasi timbulan sampah kantong plastik. Upaya tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui pendekatan command and control. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, skripsi ini berupaya memberikan solusi pengurangan sampah kantong plastik dengan melakukan perbandingan pada penerapan pendekatan command and control melalui Peraturan Walikota Banjarmasin Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Penerapan larangan penyediaan kantong plastik melalui peraturan walikota tersebut terbukti efektif dalam mengurangi sampah kantong plastik di Kota Banjarmasin walaupun tidak didukung oleh pengaturan sanksi. Keefektifan peraturan walikota tanpa pengaturan sanksi akan dijelaskan dengan menggunakan teori benign big gun. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan larangan penyediaan kantong plastik dapat diadaptasi di kota lain di Indonesia guna mengurangi sampah kantong plastik yang kian mencemari lingkungan.

 


These days, plastic bags have become a source of problem for the environment, since most of them will end up as waste and pollute the environment. The basic ingredients in plastic bags makes it hard for them to break down and caused them to end up piled up in landfills. Not only that, the plastic bag waste would also find its way to the sea due to wind or river flow. Data from the World Bank stated that disposable plastic bags waste makes up the majority of plastic waste in Indonesia. With such large volume of plastic bag waste, downstream waste management efforts are not enough. Therefore, it is necessary to take preventive measures in the form of reducing waste from the upstream. Hence, government intervention is needed to limit the insurgence of plastic bag waste. The effort can be made by the government through a command and control approach. By using a normative juridical research method, this thesis seeks to provide a solution to reduce plastic bag waste by comparing the application of the command and control approach through Banjarmasin Mayor Regulation No. 18 of 2016 concerning Reducing the Use of Plastic Bags. The implementation of the ban on supplying plastic bags through the mayor's regulation proved effective in reducing plastic bag waste in Banjarmasin City even though it was not supported by sanctions. The effectiveness of the mayor's regulations without the regulation of sanctions will be explained using the beningn big gun theory. Based on this, it is expected that the ban on supplying plastic bags can be adapted in other cities in Indonesia to reduce plastic bag waste which is increasingly polluting the environment.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>