Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
B. Karno Ekowardono
"Penelitian ini memecahkan masalah secara tuntas bagaimana sistem morfologi verba denominal dan nomina deverbal dalam lingkup kelas nomina dan verba bahasa jawa baku. Data penelitian digali dari sumber tulis dan lisan. Data dari sumber tulis dicek dan dilengkapi dengan jalam mewawancarai sejumlah pembahan yang berasal dari Surakarta, Klaten, Yogyakarta, Magelang, dan Purworejo. Analisis dilakukan dengan pendekatan karta dan paradigma, menggunakan teknik oposisi proporsional atas dasar kesepadanan (korespondensi) antara arti, bentuk, dan valensi sinteksis kata.
Hasil yang diperoleh mencakupi deskripsi tentang (1) sistem morfologi nomina murni (tabel 1 dan 2) dan verba murni (3 dan 4) ; (2) sistem morfologi verba denominal (tabel 5-6) dan nomina deverbal (tabel7-10). kata kelas nomina murni yang dapat dibentuk menjadi verba denominal hanyalah nomina dasar (D) dan beberapa kata D-an. Nomia D-an ini terbentuk menjadi verba deniominal D-an. Hampir semua prosede di dalam sistem verba murni dimanfaatkan di dalam sistem verba denominal > namun pembentukannya primer, pada verba denominal I, adalah derivasi dari nomina D menjadi verba denominal D, D-an / 9a-) D yang tafsiran maknanya mengandung unsur "refleksif", dan beberapa kata D-an (lajur 1). Dari verba denominal D itu diperoleh verba denominal D-i dan D-ake. Verba D, D-i, dan D-ake itu menjadi pangkal pembentukan infleksional kategori inti (kolom A, B, C). Pada verba denominal II D-i dan D-ake itu terbentuk langsung dari nomina D. Verba denominal kategori pembeda ( kolom A, D, E, F, G, kecuali kata-kata tertentu, dan D-en (lajur 1) juga terbentuk langsung dari nomina D. Pembentukan selanjutnya berpangkal pada verbal denominal yang telah diperoleh dengan derivasi dan infleksi itu, mengikuti sistem yang berlaku pada verba murni.
Beberapa kategori verba murni dan verba nominal dapat dibentuk menjadi nomina deverbal, yakni (1) D-an berpangkal pada hampir semua kategori verba, (2) D-an/D-D-an berpangkal pada verba transitif D/N-D(-i/-ake). keculai N-D-eke/di-D-ake 'benefaktif (pasientif)' tidak, (3) pa(N)-D/pe-(N)-D berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/ di-D(-ake), (4) pa(N)-D-an/pe(N)-D-an berpangkal pada verba D/N-D(-i/-ake), dan (5) pi-D yang hanya ada beberapa kata, berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/di-D(-ake). Dengan catatan bahwa yang berpangkal pada verba denominal II tidak ada dan pangkal verba denominal I hanya satu kata di_d saja."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D127
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Edi Subroto
"ABSTRACT
This thesis tries to describe the transposition from adjectives to verbs and vice versa in standard Javanese.In this case, each of the major word-classes (substantive, verb, adjective) is determined primarily and accordingly to a set of its morphological features which differ in the whole aspects from the others. Except for those features, a set of its syntactical valences are also identified. Adjectives and verbs in Javanese are two different word-classes. Each of them is a word-class system which covers a set of morphological categories-i.e. a series of words with identical formal features corresponding to identical semantic features which differ in the whole aspects from each other.
The verbal system is divided into two classes (class I and class II). Morphologically, class I is characterized by di-D category (passive) which is in contrast with N-D category (active-transitive), whereas class II isn't, although it has N-D category (intransitive). Structurally, there are some important differences between the two classes caused by this principal difference. Each of the classes is also separated into two parts (part A and part B). Morphologically, part B is characterized by two specific categories: maq-D 'to do D suddenly' and patin-D ?plural subject involved to do something varies in rhythm and intensities?, and semantically is characterized by "emotive-expressive" or "onomatopoeic" semantic values, whereas part A isn?t. The object being studied in this thesis is the verbal morphological proceeds whether productive or improductive which transpose adjectives in monomorphemic category into verbs (or maybe called "deadjectival, verbal categories") and the adjectival morphological procedes which transpose verbs into adjectives (or maybe called "deverbal, adjectival categories") Based on the data, we know that the great parts of the monomorphemic adjectives can be transposed into verbs class II A (none into class II B) and only some of them can be transposed into class I A (none into class I B). Most of the transpositional categories in verb II A are productive; their formal forms: N-D-i, N-D-ake; ke-D-an; di-D-i, di-D-ake; ka-D-an, ka-D-ake; -in-D-an, -in-D-ake; taq-D-i, taq-D-ake; taq-D-ane, taq-D-ne; koq-D-i, koq-D-ake; D-ana, D-na; D-I?, _D-ke?, D-in-D-an, D-in-D-ake; D-D--an; but there are some other categories which are improductive. On the other hand, all of the transpositional categories in verb I A are improductive. There are only three procedes of adjectives (-an, ke-en, -em-//-um-) which transpose verbs into adjectives. All of the transpositional categories of adjective are improductive. In this thesis, we also know that a certain word-class system is not totally transposed into the other."
1985
D123
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumanireng, Theresia Yosephine
"Bahasa Melayu dipakai dengan berbagai ragam di daerahdaerah pantai Semenanjung Melayu dan di Kalimantan, di bagian selatan dan tenggara Sumatra, dan hampir di semua pusat perdagangan di kepulauan Indonesia, termasuk di kepulauan Indonesia bagian timur (Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Bali dan Nusa Tenggara). Kenyataan membuktikan bahwa bahasa Melayu sudah menyebar ke seluruh Nusantara sejak masa pemerintahan Sriwiiaya (abad ke 7) dan sudah menjadi lingua franca di banyak tempat di Indonesia Bagian Timur. Sudah pada awal abad ke-16, bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan antaretnis di Maluku Utara, khususnya di daerah di bawah Ternate dan Tidore (Collins, 1983: vii). Di berbagai tempat, bahasa Melayu yang pada awalnya asing itu telah berakar dan menjadi bahasa ibu masyarakat setempat, sudah tersebar di berbagai tempat di Indonesia itu sampai berkembang menjadi bahasa-bahasa Melayu X tadi. Bahasa-bahasa itu agaknya sudah dipengaruhi bahasa daerah setempat dan atau bahasa asing tertentu, baik dalam kosakata maupun sintaksisnya. Walaupun begitu ke-melayu-annya tetap menonial. Namun, sampai sekarang belum diadakan penelitian komparatif untuk menentukan tingkat kesamaan antar variasi bahasa Melayu itu. Perlu ditambahkan pula bahwa tingkat keterpahaman (mutual intelligibility) antar variasi bahasa Melayu di Indonesia setahu saya, belum diteliti.
The Language Atlas of the Pacific Area (Wurm & Hattori, 1983), memperlihatkan pusat-pusat pemakaian bahasa Melayu di bagian timur Indonesia, sebagai berikut:
1. Peta 43: Manado (Melayu Manado).
2. Peta 45: Kota Labuhan di Bacan (Melayu Bacan), bahagian selatan Ambon, Haruku, Saparua, bahagian dari Nusa Laut, areal pantai sepanjang teluk Elpaputih di Seram barat dan kota Hula di Seram utara bagian timur (Melayu Ambon), di pulau-pulau Banda (Melayu Banda).
3. Peta 40: Kupang (Melayu Kupang), Larantuka (Melayu Larantuka), dan suatu permukiman tidak bernama di pantai timur pulau Flores.
4. Tidak diperlihatkan pada pets itu beberapa variasi bahasa Melayu di kota-kota yang lebih besar di Irian (cf. Suharno, 1983). Melayu Maluku utara (cf. Voorhoeve, 1983 dan Taylor, 1983) juga tidak ditunjuk tetapi menurut peta 45, bahasa itu dipakai di daerah Labuhan (tempat Melayu Bacan- juga dipakai), dan di Ternate.
Jika dibandingkan dengan variasi bahasa Melayu yang lain di Indonesia, khususnya di Indonesia Bagian Barat, bahasa-bahasa Melayu di Indonesia Bagian Timur belum banyak diteliti secara linguistis. Asal mula dan perkembangannya masih belum seluruhnya diketahui serta keberagamannya belum banyak diungkap. Penerbitan-penerbitan yang lebih tua (kira-kira 100 tahun yang lalu) tentang bahasa-bahasa Melayu di Indonesia Bagian Timur, pada umumnya, bersifat leksikografis, sedangkan yang dititikberatkan adalah unsur non-Melayunya, jadi kata-kata pungutan?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D176
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library