Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Adiyanti
Abstrak :
Latar Belakang: Indonesia termasuk kedalam lima negara yang mempunyai angka stunting pada balita tertinggi di dunia setelah India, Nigeria, Pakistan, dan China. Angka stunting di Indonesia tidak menunjukkan perubahan yang bermakna selama hampir satu dekade. Stunting selain berdampak langsung pada kesakitan dan kematian, juga berdampak terhadap perkembangan intelektual, dan produktivitas. Masa dua tahun pertama kehidupan merupakan periode emas yang telah terbukti secara ilmiah menentukan kualitas kehidupan karena merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Tujuan dan Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting pada baduta. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas tahun 2010 dengan sampel sebanyak 4043 anak. Variabel yang digunakan adalah stunting, ASI ekslusif, MP-ASI, penyapihan, akses air bersih, akses sanitasi, pemanfaatan posyandu, karakteristik baduta, karakteristik ibu, dan karakteristik kepala keluarga. Hasil: Anak baduta memiliki status gizi yang rendah, sebanyak 34,5% menderita stunting. Model regresi logistik ganda memperlihatkan bahwa setelah dikontrol oleh umur baduta, anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air yang tidak tertindung dan jenis jamban yang tidak layak mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air terlindung dan jenis jamban yang layak. Simpulan: Masalah stunting pada baduta tidak sekedar masalah kekurangan asupan makanan saja melainkan berkaitan erat dengan masalah lingkungan sehingga dalam penanganannya memerlukan upaya lintas sektor. ......Background: Indonesian belong to the the five countries that have the highest rate of stunting among children under five in the world after India, Nigeria, Pakistan, and China. Figures stunting in Indonesia showed no significant changes for almost a decade. Stunting in addition to the direct impact on morbidity and mortality, also have an impact on intellectual development, and productivity. The first two years of life is the golden period that has been scientifically proven to determine the quality of life as it is a sensitive period because the impact will be permanent and cannot be corrected. Objective and Methods: This study aimed to analyze the relationship between nutritional care, sanitation, and utilization of posyandu with the incidence of stunting in baduta. This study uses secondary data Riskesdas in 2010 with a sample of 4043 children. The variables used were stunting, exclusive breastfeeding, complementary feeding, weaning, access to safe water, access to sanitation, utilization of posyandu, baduta characteristics, maternal characteristics, and characteristics of the heads of households. Results: Baduta in Indonesia have a low nutritional status, as 34.5% stunting. Multiple logistic regression model showed that after controlling by age baduta, children from families with no source of water and improper of latrines type are at risk from stunting was 1.3 times higher than children who come from families with a source of water protected and proper of latrines types. Conclusion: The problem of stunting in baduta not just problem of lack of food but is closely related to environmental problems that require multisector intervention.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Wulan
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit TB menempatkan beban luar biasa bagi penderita, keluarga, masyarakat, dan anggaran pemerintah. Selain kehilangan produktivitas kerja efek paling mendalam adalah penurunan tingkat kesejahteraan bahkan pemiskinan. Tujuan penelitian ini menganalisis beban ekonomi yang ditanggung pasien dan anggota rumah tangga akibat penyakit Tuberculosis. Merupakan penelitian eksploratif deskriptif secara retrospektif dengan desain studi cross sectional. Sampel adalah pasien TB Paru BTA + dengan metode pengambilan sample probability proportional to size sebanyak 71 pasien. Estimasi total beban ekonomi akibat sakit TB di Kota Bengkulu adalah Rp 7.259.600,- atau sebesar 28.48% dari rata-rata pendapatan rumah tangga. Komponen biaya yang paling dominan adalah biaya tidak langsung yaitu sebesar Rp 5.134..400,- atau 20.14% rata-rata pendapatan rumah tangga di ikuti biaya langsung sebesar Rp 2.125.200,- (8.34%) rata-rata pendapatan rumah tangga. Pasien dengan penghasilan rendah, umur lebih dari 43 tahun, tidak memiliki jaminan kesehatan, memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih dari 4, melakukan coping strategy dan pernah menjalani rawat inap akan menangalami katastropik dibandingkan dengan kelompok lainnya, pada akhirnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan pemiskinan rumah tangga. Diperlukan kajian kebijakan kesehatan yang dapat melindungi rumah tangga dari semua aspek biaya karena sakit, khususnya TB dalam mengurangi pengeluaran kesehatan dalam biaya non medis maupun indirect cost.
ABSTRACT
Tuberculosis puts a tremendous burden for patients, families, communities and government budgets. In addition to the work productivity loss, the most profound effect is the decrease in the level of well-being even impoverishment. The purpose of this study is analyze the economic burden by patient and households as a result of Tuberculosis. It is an explanatory retrospective descriptive study with cross sectional design. Total respondents were 71, they were pulmonary TB patients with smear positive. Sampling technique used probability proportional to size. Estimated total economic burden of illness due to Tuberculosis int the Bengkulu city is Rp 7.259.600, which is 28.48% of the average household income. The most dominant component costs are indirect costs amounting to RP 5.134.400,-while the direct cost is Rp 2.125.200,-. Patients with low income, age over 43 years, do not have health insurance, have a household size of more than 4, do coping strategy and have ever hospitalized will experience catastrophic compared to other groups, which then affecting the level of household welfare and poverty. It is a need to produce a health policy with the that can protect households expencesndue to do TB illness, especially expenses on non medical costs and indirect costs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library