Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakhtiar Rakhman
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 menyatakan sebanyak 13,0% anak berstatus gizi kurang 4,9% diantaranya berstatus gizi buruk. Gizi buruk pada balita disebabkan beberapa faktor.Penelitian ini bertujuan mengetahui determinan gizi burukpada balita usia 24-59 bulan.Desain penelitian yang digunakan adalah case control.Data yangdigunakan merupakan data primer dan data sekunder dari data gizi Puskesmas Rangkasbitung Bulan Mei 2013.Populasi adalah balitausia 24 sampai 59 bulan yang tinggal diwilayah penelitian dan sampel adalah balita yang memiliki data-datayang lengkap dan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Sampel yang terpilih sebanyak 105 balita terdiri dari 35 dari kelompok kasus dan 70 balita dari kelompok kontrol. Analisis statistik yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan chisquare danmultivariate dengan logistik regresi, untuk melihat faktor yang paling dominan. Hasilbivariate menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan adalah berat lahir (OR 7,56), riwayat imunisasi(OR 5,04), penyakit infeksi(OR 3,06), asupan kalori(OR 11,09) dan protein(OR18,11).Faktor paling dominan berhubungan dengan gizi buruk pada balita adalah asupan protein dengan nilai OR 18,11 (95% CI 3,78-86,64).Balita yang mendapatkan asupan protein kurang dari 80% AKG memiliki risiko 18,11 kali untuk terjadi gizi buruk dibandingkan dengan balita yang mendapatkan asupan protein lebih dari 80% AKG.Pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan disarankan untuk lebih meningkatkan upaya promosi gizimengenai makanan sumber proteindan imunisasi dengan turut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan disertai pemantauan yang seriussehingga keluarga yang memiliki balita mampu memberikan asuhan gizi yang sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
ABSTRACT
Problem of malnutritionisahealth probleminIndonesia.Health Research Associationreportof 2010statedas13.0% lessnourishedchildren4.9% weresuffering from severe malnutrition.Malnutrition amongchildren under fivedue to several factors.This studyaims to determine thedeterminants ofmalnutrition amongchildren aged24-59months.The study design usedwas acase control.The data usedareprimary dataandsecondary datafromthe dataRangkasbitungnutritionalhealth centerin May2013.Populationischildren aged24to 59monthswholiveinthe study areaandthe sampleisa toddlerwhohadcompletedataandin accordancewith thepurposesof this study.Selectedsampleswere 105infantsfrom thegroupconsistingof35cases, and 70infantsfromthe control group.Statistical analysisused wereunivariate, bivariatechi squareandlogisticmultivariateregression, tosee themost dominant factor.Bivariateresultsindicatethe factorsthatarerelated tobirth weight(OR 7.56), history ofimmunization(OR 5.04),infectiousdisease(OR 3.06), caloricintake(OR 11.09) andprotein(OR18, 11).The mostdominantfactorsassociatedwithmalnutrition inchildren under fiveareproteinintakewith a valueOR18.11(95% CI3.78 to 86.64).Toddlerswhoget aproteinintakeof less than80% RDAhas18.11times theriskformalnutritionoccurscomparedwithinfantswho receivedproteinintake ofmorethan80% of RDI.The health centerand theDepartmentof Healthrecommendedtofurther enhancepromotional effortsregarding foodsources ofproteinnutritionandimmunizationtobecome involvedin community activitieswithseriousmonitoringso thatfamilieswho have childrento provideappropriate nutritionalcarestage ofgrowthand development of children.
2013
T35407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Betty Weri Yolanda
Abstrak :
ABSTRAK
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) rentan untuk mengalami kejadian Tuberkulosis (TB). World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian Isoniazid Preventive Therapy (IPT) pada ODHA untuk mencegah terjadinya TB. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian IPT terhadap kejadian TB pada ODHA. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berdasarkan data rekam medis Klinik Teratai RSHS Bandung. Kelompok studi terdiri dari 154 ODHA berusia ≥ 15 tahun yang tercatat berkunjung ke layanan HIV selama periode perekrutan penelitian periode Mei 2012 s/d Mei 2015 yang mendapat IPT dan memiliki kepatuhan Anti Retroviral Therapy (ART) yang baik jika sudah mendapat ART. Kelompok kontrol terdiri dari 308 ODHA yang tidak mendapatkan IPT dan memiliki kepatuhan ART yang baik jika sudah mendapat ART . Data dianalisis dengan Cox proportional hazard regression dengan perangkat lunak STATA ver 12. Hasil dari studi ini didapatkan Insidens Rate TB pada ODHA yang mendapatkan IPT 0,51 /100PY(95%CI 0,126-2,027, p 0,008) sedangkan pada ODHA yang tidak mendapatkan IPT 2,4/100PY(95% CI 1,515 ? 3,816, p 0,008). Insiden kumulatif ODHA yang mendapatkan IPT 0,013 (1,3%), Insidens kumulatif ODHA yang tidak mendapatkan IPT 0,058 (5,8%). Pemberian IPT berpengaruh dalam mengurangi rate kejadian TB sebesar 0,21 (IRR=0,21,95%CI 0,023-0,881, p 0,008) dan adjusted Relative Risk (RR) sebesar 0,22 (RR=0,22, 95%CI 0,052 - 0,958 , p 0,04) dibandingkan ODHA yang tidak mendapat IPT.Pemberian IPT memberikan efek protektif pada ODHA dalam mengurangi rate dan resiko kejadian TB
ABSTRACT
People Living with HIV (PLHIV) susceptible of Tuberculosis opportunistic infection. World Health Organization (WHO) reccomendation IPT for PLHIV as prevention to develop TB. The objektif of this study to study the association of Isoniazid Preventive Therapy (IPT) provision to TB incidence among PLHIV. This is a retrospective cohort study based on medical records of Klinik Teratai Hasan Sadikin Hospital, Bandung, West Java. Group study are 154 PLHIV of ≥ 15 tahun visited the clinic during May 2012 till May 2015, received IPT and with good adherence of Anti Retroviral Therapy (ART) if they have been with ART. Control group are 308 PLHIV who did not receive IPT and with good adherence of Anti Retroviral Therapy (ART) if they have been with ART. Data was analized with Cox proportional hazard regression using STATA ver 12. Resul from this study the incidence rate of TB among PLHIV received IPT was 0,51 /100PY(95%CI 0,126-2,027, p 0,008), while in control group was 2,4/100PY(95% CI 1,515 ? 3,816, p 0,008). Cumulative incidence among PLHIV received IPT was 0,013 (1,3%), and in control group was 0,058 (5,8%). IPT provision to PLHIV was associated in reducing the rate of TB incidence of 0,21 (IRR=0,21,95%CI 0,023-0,881, p 0,008) and adjusted Relative Risk of TB 0,22 (RR=0,22 95%CI 0,052 - 0,958 , p 0,04) compare PLHIV who did not received IPT. IPT provided protective effect for PLHIV with reducing rate and TB incidence
2016
T45815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrawati Mutmainah
Abstrak :
Waria merupakan salah satu kelompok berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV. Di Indonesia, tren HIV pada waria meningkat, dari 5.8% pada tahun 2009 menjadi 8.2% pada tahun 2013. Mernurut Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013, Kota Makassar memiliki prevalensi HIV pada waria tertinggi dibandingkan dengan kota lainnya dalam survei tersebut, yakni 10.8%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada waria di Kota Makassar pada tahun 2013. Penelitian ini mernggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Hasil penelitian mendapatkan status HIV (+) sebesar 11.1%, diketahui sebanyak 62.2% respoden berusia <30 tahun, 99.2% belum menikah, 70.4% memiliki pendidikan tinggi, 85.6% bukan bekerja sebagai pekerja seks, 72.8% memiliki pengetahuan buruk mengenai HIV, 52.7% mulai berhubungan seks pada usia dini, 58.4% konsisten menggunakan kondom, 87.4% telah bekerja sebagai pekerja seks selama ≥2 tahun, 56.8% memiliki status IMS negatif, 56.8% mengkonsumsi alkohol, 81.5% tidak mengkonsumsi napza, 77% tidak pernah mengunjungi klinik IMS, 80.3% mudah mengakses pelayanan kesehatan, 92.6% mudah memperoleh kondom. Status IMS merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan status HIV (p=0.005, PR=3.1). Maka dari itu, pelayanan kesehatan perlu didekatkan kepada kelompok waria demi meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh waria.
Transgender is at high risk for HIV infection. In Indonesia, the trend of HIV prevalence has increased from 5.8% in 2009 to 8.2% in 2013. According to the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013, Makassar has the highest prevalence of HIV on transgender population (10.8%) among the cities on the survey. The objective of this study is to observe associated risk factors of HIV status among transgender in Makassar in 2013. This is a cross sectional study using the data from STBP 2013. The result indicates that proportion of HIV positive is 11.1%, most respondents (62.2%) are <30 years old, 99.2% are single, 70.4% are high educated, 85.6% aren?t sex workers, 72.8% having bad knowledge about HIV, 52.7% having an earlier sexual debut, 58.4% consistently using condom in every sexual intercourse, 87.4% had worked as sex worker more than 2 years, 56.8% not having STIs, 56.8% consuming alkohol, 81.5% aren?t drug users, 77% had not came to STI clinic before, 80.3% have easy access to health care, and 92.6% have easy access to condoms. Having STIs is significantly associated to HIV positive. Transgender with STI is 3.12 times more likely to have HIV positive than transgender with no STI (p<0.05). The results suggest that health care need to be brought closer to transgenders in order to improve utilization of health care by transgenders, so they can get immediate treatment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Harianto
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi hipertensi pada pekerja pelabuhan di wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Tarakan serta faktor-faktor risiko yang berpengaruh. Metode: Desain penelitian adalah potong lintang; subyek diperoleh dari hasil survei PTM tahun 2011 oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Tarakan, subyek yang terkumpul adalah 361 pekerja. Nilai pengukuran tekanan darah menggunakan nilai baku dari JNC VII tahun 2003. Hasil: Faktor yang dominan berpengaruh terhadap hipertensi adalah Umur > 42 tahun, didapatkan POR = 4,19 (95% CI 1,99 – 8,79) dengan nilai p = 0,00. Kesimpulan: Prevalensi hipertensi adalah 21,88%. Terdapat hubungan antara umur, riwayat keluarga hipertensi, stres, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan terpajan kebisingan dengan hipertensi. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, merokok, konsumsi alkohol, olahraga, area kerja dan unit kerja dengan hipertensi. ...... The focus of this study was to examine the prevalence amongst harbor worker at Port Health Office Class II of Tarakan with it’s associated risk factors. Method: Cross sectional study; subjects were collected from non-CD survey at Port Health Office of Tarakan are 361 workers. Measurement of blood pressure were using the standard procedure stated in JNC VII (2003). Result: Dominate Factor associated with hypertension were age up to 42 years old, that found POR = 4,19 (95% CI 1,99 – 8,79) with p value = 0,00. Conclusion: The prevalence of hypertension was 21,88%. Age, family hypertension history, stress, body mass index (BMI) and noise exposure were associated with hypertension. There were no association between gender, smoking, alcohol consumption, sport, work area and work unit with hypertension in this study.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Tias Endarti
Abstrak :
Upaya meminimalisir penurunan kualitas hidup pada populasi rawan bencana dapat dilakukan dengan peningkatan ketangguhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketangguhan pada tingkat individu, keluarga dan komunitas dengan kualitas hidup individu di daerah rawan bencana pascaerupsi Gunungapi Kelud 2014. Pendekatan studi yang digunakan adalah mixed method dengan strategi eksplanatoris sekuensial dengan penekanan pada studi kuantitatif. Pada pendekatan kuantitatif, peneliti menggunakan desain hybrid cross sectional ecology pada 252 responden terpilih yang berada di wilayah rawan bencana. Sedangkan untuk studi kualitatif menggunakan metode FGD pada 5 kelompok dan wawancara mendalam kepada 12 informan. Sebanyak 13,1% responden memiliki kualitas hidup yang buruk. 40% responden merupakan individu yang tangguh, 40% individu tinggal di keluarga yang tangguh dan sebanyak 79,4% individu berada di komunitas yang tangguh. Secara komposit, ketangguhan individu, keluarga dan komunitas tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Namun komponen ketangguhan pada tingkat individu (umur dan pekerjaan) dan komunitas (kapital sosial dan SOP bencana) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup. Variabel tingkat komunitas dapat menjelaskan variasi risiko kualitas hidup buruk sebesar 56,33%. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa karakter kapital sosial yang kuat pada populasi ini adalah bonding dan bridging, sedangkan untuk karakter linking masih perlu ditingkatkan. Variabel umur, pekerjaan dan SOP terintegrasi dalam suatu dinamika kapital sosial di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup, yang disebut dengan model model peningkatan kualitas hidup melalui peningkatan ketangguhan komunitas. Dengan demikian dapat direkomendasikan bahwa peningkatan kualitas hidup dapat dilakukan dengan penguatan kapital sosial.
Decreased of health-related quality of life (HRQoL) among disaster prone population could be minimized by increased of resilience. The study was intended to determine the effect of individual, family and community resilience to HRQoL within disaster prone area post Kelud Volcano eruption 2014. Mixed method approach was used with the sequential explanatory strategy that weighted into quantitative study. In the quantitative approach, hybrid cross sectional ecology design was employed to 252 selected respondents. Qualitatively approach, FGD and In-depth Interview methods were employed to 5 groups and 12 informants. Poor quality of life status was reported by 13,1% respondents. Individual resilience was about 40% of respondents. Around 40% and 79,4% of respondents living in a resilient family and community, respectively. Composite variables of each individual, family and community resilience were not significantly associated with individual HRQoL. However, components of both individual resilience (age and occupation) and community resilience (capital social and SOP) were found having significant association with HRQoL. Community level was able to explain risk variation of poor HRQoL about 56,3%. Qualitative study revealed that the character of a strong social capital in this population was bonding and bridging, while character of linking still need to be improved. Age, occupation and SOP were integrated into a community dynamics of social capital in improving HRQOL, called as the model of HRQoL improvement through increased of community resilience. It was therefore recommended that the improvement of HRQoL within disaster prone community can be implemented along with the strengthening of social capital.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charles A
Abstrak :
100.000 penduduk. Sebanyak 1,12% dari penderita tuberkulosis adalah penderita tuberkulosis muskuloskeletal.Terbanyak (40-50%) berada di tulang belakang yang dikenal sebagai spondilitis tuberkulosis atau Pott?s disease. Penyakit ini sudah ada sejak zaman purbakala. dengan ditemukannya pada mummi di Peru. STB ini timbul 6-36 bulan pasca infeksi primer di paru. Penderita biasanya berobat setelah adanya gangguan neurologi berupa kelemahan motorik otot dan gangguan sensibilitas Salah satu penatalaksaan penderita spondilitis tuberkulosis adalah dengan operasi sesuai dengan klasifikasi alternatif pengobatan Sapardan II-X Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor prediktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi dan membuat model prediksi keberhasilan operasi terhadap penderita STB Penelitian ini berupa kohort retrospektif dari RS Hasan Sadikin Bandung, RS dr Ciptomangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta, RSUD Raden Mattaher Jambi dan sekitarnya serta RS dr Zainal Abidin Banda Aceh dengan jumlah 224 kasus.Berdasarkan penelitian ini, didapatkeluhan nyeri tulang belakang terdapat pada 69.64%, diikuti parestesi 37.95%, tidak sanggup berdiri 41.07%, adanya abses 29.91%. Angka keberhasilan operasi sebesar 87,5%. Variabel jenis kelamin, pendidikan kedekatan lesi frankel praoperasi, IMT, jumlah level lesi, keluhan nyeri tulang belakang, keluhan kesemutan, keluhan tidak kuat jalan, keluhan abses,sebagai prediktor utama keberhasilan operasi dalam pembuatan skoring dan didapat model prediksi dengan AUC 82,6% ± 4,1% dengan rentang skor 0-40, nilai cut-off point keberhasilan skor ≥ 19 pada 94.9% kasus, dimana kemungkinan keberhasilan 7.71 kali lebih besar dibanding penderita yang mempunyai skor < 19 pada akhrrfollow-up 3 bulan pasca operasi. ...... Indonesia is the fifth most suffering country from tuberculosis after India, China, South Africa and Nigeria, with a prevalence of 209 per 100,000 population. A total of 1.12% of patients with tuberculosis is musculoskeletal tuberculosis. Mostly (40-50%) is in the spine known as tuberculosis spondylitis or Pott's disease. This disease has been known since discovered in the mummy in Peru during ancient age. This STB arising 6-36 months post primary tuberculosis infection. Patients usually come after suffering neurological deficits such as motor weakness and impaired muscle sensibility. One of modality management of spondylitis tuberculosis is operating in accordance with the classification of treatment alternatives Sapardan II-X The purpose of this study was to determine predictors of successful operation and make predictive models of successful operation against people with STB This is a retrospective cohort study of Hasan Sadikin Hospital, Dr RS and RS Fatmawati Ciptomangunkusumo Jakarta, Jambi Mattaher Raden Hospital and surrounding areas as well as Dr. Zainal Abidin Hospital in Banda Aceh by the number of 224 cases. Based on this study, patient suffering of spinal pain at 69.64%, followed by paresthesias 37.95%, can not able to stand 41.07%, abscesses 29.91%. Operation success rate were 87.5%. Variables gender, education, proximity lesions, preoperative Frankel, BMI, number(s)level of lesion, spinal pain, paresthesias, can not able to stand, complaints abscess, are the main predictor of successful operation in the making a scoring system and predictive models obtained with AUC 82.6% ± 4.1% with a score range of 0-40, the cut-off score of ≥ 19 point success in 94.9% of cases, where the probability of success 7.71 times higher than patients who had scores <19 at the end of 3 months follow-up after surgery.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D1468
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlin Listiyaningsih
Abstrak :
Penelitian ini menilai peran genetik rotavirus terhadap keparahan diare pada populasi bayi dan balita di rumah sakit dan puskesmas, pada 2005?2008. Keanekaragaman genotipe rotavirus sangat tinggi; 7 variasi genotipe umum (didominasi G1P[8]) dan 52 genotipe tidak umum (didominasi G4G9P[8]). Rotavirus genotipe tidak umum terdistribusi merata di rumah sakit dan puskesmas. Terhadap genotipe umum, genotipe tidak umum mempunyai PR 1,2 pada keparahan diare. Karakter gen VP7 berperan penting/menentukan peran genotipe GP pada keparahan. Status nutrisi memodifikasi efek peran genotipe pada keparahan diare. Faktor umur dan faktor pemberian sendiri antibiotik secara independen berperan menentukan keparahan. Koinfeksi tidak signifikan merubah derajad keparahan diare infeksi yang diakibatkannya.
This study assessed the rotavirus genetic role on diarrhea severity in infants and young children population in hospitals and primary health centers, at 2005-2008. Genotype diversity of rotavirus is very high; 7 variations common genotype (dominated by G1P[8]) and 52 uncommon genotypes (predominantly G4G9P[8]). Rotavirus uncommon genotypes are distributed equally in both health centers. Against common genotypes, uncommon genotypes have a PR 1.2 in the severity of diarrhea. VP7 genes play an important character and define the role of GP genotype. Nutritional status modify the effects of genotype on the severity of diarrhea. Age and antibiotic are risk factors for severity of diarrhea, independently. Coinfection did not significantly alter the degree of severity of acute infectious diarrhea.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
D1313
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library