Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rizal Subahar
Abstrak :
Sungai Ciliwung mempunyai arti yang sangat penting bagi penduduk yang berada di sepanjang sungai tersebut, sebab sejak dulu sungai ini telah dimanfaatkan penduduk untuk memenuhi aneka keperluan sehari-hari. Akibatnya, terutama dalam membuang tinja di sungai, sungai tersebut terkontaminasi oleh telur Ascaris lumbricoides.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Reginastuti
Abstrak :
Romanomermis iyengari mempunyai potensi yang besar sebagai jasad-pengendali-hayati populasi larva nyamuk, diantaranya adalah Aedes aegypti yang merupakan vektor utama penyakit demam berdarah di Indonesia. Peranannya tersebut dilakukan dengan menjadi endoparasit obligat pada larva nyamuk tersebut. Untuk mengetahui efektivitas R. iyengari' dalam mengendalikan populasi larva A. aegypti, telah dilakukan pengujian 100, 200, 300, dan 400 preparasit R. iyengari sebagai perlakuan terhadap 50 larva A. aegypti instar II di laboratorium. Efektivitas setiap perlakuan ditentukan oleh kemampuan kolektif terbesar parasit membunuh inang, ditambah dengan perbandingan jenis kelamin cacing yang dihasilkan sehingga memungkinkan untuk terjadinya "recycling". Dari penelitian ini didapat bahwa perbandingan yang paling memenuhi kriteria efektivitas tersebut adalah 6 preparasit R. iyengari untuk 1 larva A. aegypti.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Saraswati
Abstrak :
ABSTRAK
Askariasis atau infeksi cacing gelang pada babi di sebabkan oleh cacing Nematoda Ascaris suum. Penularan askariasis terjadi apabila babi memakan telur infektif cacing tersebut. Perkembangan telur A. suum hingga mencapai stadium infektif teriadi di lingkungan tanah, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti : suhu,kandungan oksigen dan kelembaban tanah.

Untuk mengetahui pengaruh salah satu faktor lingkungan berupa suhu terhadap berkembangan telur A. suum dari stadium satu sel hingga stadium embrio ( infektif ) telah di lakukan penelitian pengeraman telur A. suum pada suhu 30oc, 35oc, 4ooc, dan 27oc (kontrol ). Pengamatan dimulai 24 jam setelah perlakuan, kemudian berturut-turut dua hari sekali hingga hari ke 15.

Dari hasiI penelitian ini didapat bahwa pada suhu 30oc, 35oc dan 27oc, perkembangan telur A. suum dapat mencapai stadium embrio ( infektif ) , sedangkan pada suhu 4OoC hanya dapat mencapai stadium morula lanjut saja.

Telur A. suum pada suhu 27oc (kontrol ) mengalami perkembangan 1,2 kali lebih cepat daripada suhu 30oC, dan 1,4 kali lebih cepat daripada suhu 35oC. ABSTRACT
1991
S-pdf ( sedang dalam digitalisasi)
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Fajar M.L.
Abstrak :
ABSTRAK


Telah dilakukan penelitian di beberapa tempat di Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit pada Rattus spp. dan jenis-jenis tikus yang terinfestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 135 ekor tikus yang tertangkap hanya ada 2 jeniB, yaitu Rattus rattus diardii 68 ekor (terinfestasi 64 ekor) dan Rattus norvegicus 67 ekor (terinfestasi 66 ekor. Sedangkan ektoparasit yang diperoleh terdiri dari 9 forma, yaitu Xenopsylla cheopis (631 ekor), Hoplopleura pasifica (233 ekor), nimfa Hoplopleura spp- (32 ekor), Laelaps echidninus (61 ekor), Laelaps nuttalli (1515 ekor), Liponyssoides sp. (S ekor), Listrophoridae (105 ekor) Rscoschoengastia indica (519 ekor), dan Gahrliepia (Halchia) disparanguis 75 ekor).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Arifin
Abstrak :
Penebangan hutan bakau yang dilakukan di ^epanjang pantai kecamatan Padang Ceritiin Kabupaten Lampung Selatan telah mengubah ekosistem pantai. Keadaan tersebut telah banyak mempengaruhi keadaan fauna, termasuk nyamuk. Pbnelitian mengenai keberadaan spesies nyamuk yang hidup di daerah tersebut dengari kondisi sekarang ini perlu dilakukan kareha beberapa spesibs nyamuk mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kesehatan penduduk setempat, yaitu sebagai vektor penyakit tertentu seperti malaria yang merupakan masalah di daerah tersebut. Dari penangkapan dengan umpan badan brang, perangkap lampu, dan pengumpulan jentik, diperoleh nyamuk sebanyak 33 spesies, yang terdiri dari Culex 12 spesies. Anopheles 9 spesies, Aedes 6 spesies, Armigeres 3 spesies, Coquillettidia l spesies, Mansohia 1 spdsies dan Tripteroides l spesies. Culex vishnui hampir selalu tertangkap dSngan ksiimpahan nisbi tinggi sedangkan nyamuk dari genus Anopheles tertangkap dengan kelimpahan nisbi yang rendah. Anopheles sundaicus, An. nigerrimus, An. subpictus dan. An. barbirostris adalah sebagian dari spesies nyamuk yang tertangkap dan dikonfirmasi sebagai vektor penular penyakit malaria di Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Warastuti
Abstrak :
Penelitian tentang prevafensi clan derajat intensitas infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada anak-anak usia sekolah dasar di Desa Gandawesi, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat telah dilakukan di Laboratorium Parasitologi U.S. NAMRU-2, Jakarta, pada bulan Agustus-September 1996. Pemeriksaan sampel tinja dilakukan dengan meggunakan teknik Kato yang dimodifikasi (modifikasi baru) clan penyebaran kuesioner pada seluruh responden yang diperiksa. Dan penelitian mi diperoleh hasH 90 anak positif mengandung telur cacing usus dari 216 sampel tinja yang diperiksa. Prevalensi cacing gelang (Ascaris Iumbncoides) 4,63%; cacing cambuk (Trichuris trichiura) 33,8%; clan cacing tambang (Necator americanus clan Ancylostoma duodenale) 11,1 %. Derajat intensitas infeksi cacing usus adalah cacing cambuk 22050 telur/gram, cacing gelang 11550 telur/gram, clan cacing tambang 5550 telur/gram. Uji Khi-kuadrat ( ) pada taraf nyata a=0,05 menunjukkan bahwa jenis kelamin clan umur anak tidak mempengaruhi distribusi infeksi cacing usus. Prevalensi infeksi cacing usus menurut jenis kelamin anak clan umur anak adalah relatif rendah (ringan) sementara derajat intensitas infeksi cacing usus pada masing-masing jenis kelamin anak clan tingkatan umur anak secara umum termasuk dalam kategori berat (tinggi).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendarmoko
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan suatu penelitian terhadap Anisops sp. (Notonectidae) yang diperoleh dari Situ FMIPA-UI, Depok untuk digunakan sebagai pengendali hayati larva nyamuk Aedes aegypti pada kondisi laboratorium. Jenis kelamin jantan mempunyai bentuk abdomen ramping dengan lebar abdomen 1,51 ± 0,08 mm dan panjang tubuh sebesar 7,74 ± 0,14 mm dibanding dengan betina yang mempunyai lebar abdomen 1,67 ± 0,05 mm dan panjang tubuh 7,44 ±0,12 mm. Siklus hidup Anisops sp. membutuhkan waktu 28 hari, dengan masa inkubasi telur 5 hari, dan masa perkembangan instar I sampai dengan instar V berturut-turut memerlukan waktu 7 hari, 3 hari, 3 hari, 4 hari dan 6 hari. Bentuk telur Anisops oval dengan kedua ujung tumpul serta terdapat semacam 'pintu' pada salah satu ujungnya. Permukaan telur kasar, umumnya transparan, warna bervariasi dari kekuningan, coklat muda sampai coklat tua dengan panjang telur 1,20 ± 0,02 mm dan lebar 0,44 ± 0,01 mm. Anisops paling banyak menghasilkan 10 telur/ekor/hari dan rata-rata menghasilkan 2,85 ± 0,36 telur/ekor/hari. Daya tetas telur Anisops sebesar 0,70%. Anisops berpotensi sebagai pengendali hayati larva nyamuk dengan pemangsaan terbesar sebanyak 22,56 ± 2,17 larva/hari dan nilai pemangsaan ratarata sebesar 39,75% dari larva yang diberikan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlila
Abstrak :
ABSTRAK
Demam berdarah adalah suatu penyakit menular yang ditandai dengan demam mendadak, perdarahan baik di kulit maupun bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan shock dan kematian. Penyebab penyakit ini adalah virus Denggi (Dengue) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Penanggulangan nyamuk Aedes aegypti sebagi vektor utama demam berdarah dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu sanitasi lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi habitat jentik, penanggulangan nyamuk dengan adultisida dan penanggulangan jentik dengan larvisida. Satu-satunya larvisida yang digunakan untuk pengendalian vektor demam berdarah di Indonesia adalah temephos. Larvisida tersebut mulai digunakan pada tahun 1976 dan sejak tahun 1980 dipakai secara masal untuk program penaggulangan vektor demam berdarah. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian untuk membandingkan status kerentanan populasi jentik Aedes aegypti terhadap temephos dari tiga kelurahan di Jakarta, yaitu kelurahan Johar Baru, kelurahan Cempaka Putih Timur, dan kelurahan Kampung Rawa. Penentuan status kerentanan dilakukan dengan cara menentukan LC-50 dan LC-90 temephos terhadap jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kerentanan populasi jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut terhadap temephos dan populasi jentik Aedes aegypti dari tiga kelurahan tersebut masih rentan tehadap temephos.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Hestu Sajoga Soetjipto
Abstrak :
Ryamuk Aedes aegypti (Linnaeus) merupakan vektor utama penyakit demam berdarah di Indonesia. Di Indonesia, pemakaian diflubenzuron terhadap larva aegypti guna pengendalian populasi nyamuk tersebut, masih dalam taraf percobaan. Dalam penelitian ini dilakukan perlakuan larutan diflubenzuron 0,01, 0,04, dan 0,07 ppm terhadap instar IIIIV aeg7;rpti. Hasil penelitian diperoleh dengan cara mengamati persentase dan waktu kematian larva yang diberi perlakuan, pertiimbuhan larva pada kontrol, serta morfologi larva yang mati akibat perlakuan dan larva yang normal. Hasil penelitian menunjukkan, babwra: kematian 100% larva aegypti tercepat terjadi pada larutan diflubenzuron 0,07 ppm pada hari kelima; pemaparan dengan larutan diflubenzuron menyebabkan terjadinya hambatan pertumbuhan dan kematian pada larva aegypti; terjadi kematian sebanyak 27, 34, 40, dan 0 larva aeg?7'pti pada larutan diflubenzuron 0,01, 0,04, 0,07, dan kontrol pada hari kelima. Dari penelitan ini dapat dikemukakan, bahwa larva Ae. aegypti peka terhadap larutan diflubenzuron 0,01, 0,04, dan 0,07 ppm di laboratorium.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>