Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ary Sulistyo
"Penelitian ini membahas tentang kelestarian lingkungan pada Kampung Adat Sunda Kawasan Gunung Halimun Selatan. Kampung Adat Cengkuk adalah salah satu kampung pengikut yang mengikuti tradisi atau Kasepuhan Ciptagelar dalam pengelolaan lingkungan. Faktor dari dalam dan luar kampung menyebabkan deforestasi hutan alam rata-rata sekitar 6-8% per tahun. Pertambahan penduduk kampung mencapai rata-rata 5,35% per tahun dikategorikan sangat padat. Tradisi atau adat Kasepuhan masih dianut warga kampung dengan menjaga hutan tutupan (leuweung tutupan) di sebelah selatan Kampung hanya untuk kegiatan subsistensi. Perubahan sosio-kultur terjadi pada masyarakat dengan tidak melakukan kegiatan berladang di hutan (outer island agriculture)tetapi lebih kepada kegiatan bertani di sawah (wet rice cultivation). Pengurangan pada proses dan kegiatan upacara, yang semula delapan upacara daur ladang menjadi lima upacara daur sawah. Kegiatan yang profan lebih banyak pada pengembangan komoditas tanaman ekonomi di kebun-talun. Pola keruangan dalam aspek kelestarian lingkungan juga masih menempatkan posisi; gunung-pemukiman-sungai; kampung inti-kampung pengikut. Kampung yang secara geografis lebih tinggi memiliki tradisi yang lebih ketat dibandingkan dengan kampung yang lebih rendah.

This research focused on the etemality of environment of indigenous Sunda Village of Kasepuhan Ciptagelar at Southem Halimun Mountain. The indigenous of Cengkuk Village was one compose of several cluster villages who still follow the tradition or Kasepuhan Ciptagelar in environmental management. There were internal factors and external factors led to deforestation of natural forests on average around 6-8% per year. The growth of population which was rise up until 5,35% per year was categorized as extremely dense. Kasepuhan indigenous tradition in people at the south of the village is still practicing by protecting forestland (leuweung tutupan) only for their subsistence. Social-culture changes were occurring in the community with no agricultural activities in the forest (outer island agriculture), but agricultural activities in the field (wet rice cultivation). Reduction ln process and ceremonial activities also happened, which was originally held eight ceremonial outer island agriculture rituals into five ceremonial of wet rice cultivation. More profane activities were developing economic crops in kebun-talun. The spatial pattern in environmental aspect was still having position; mountain-settlement-river; the main indigenous village of Kasepuhan-and the compose of several cluster villages. Indigenous villages that were geographically higher usually have more stricted tradition than the lower one."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33237
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Hidayansyah
"Pembangunan sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang Iebih ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan terutama di wilayah perkotaan pada masa yang Ialu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau.
Kota Makassar sebagai Ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 175,77 km2 dengan jumlah penduduk Iebih kurang 1.285.443 jiwa (2005),. menjadi contoh terhadap fenomena di atas. Tidak konsistennya penentuan besaran kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota maupun implementasinya merupakan contoh kasus yang secara kasat mata dapat di lihat di Kota Makassar. Keberadaan RUTRW Kotamadya Ujungpandang tahun 1984 yang di dibuatkan Perda pada tahun 1987 dan telah direvisi tahun 2001 yang diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam menjamin keberadaan RTH tidak dapat terwujud, dikarenakan dalam RUTRW 2001 tidak memberikan gambaran secara jelas luas peruntukan RTH di Kota Makassar. Sehingga tidak heran kiranya jika setiap tahunnya keberadaan RTH di Kota Makassar semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH dapat mengurangi terjadinya pencemaran udara dan dengan kemampuan inflltrasinya mampu mengatasi banjir/genangan, sehingga dengan berkurangnya RTH maka fungsi yang dimiliklnya tidak dapat berperan dengan baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas berkaitan dengan judul di atas adalah; (1) RUTRW Kota Makassar tidak memperhitungkan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH), (2) RUTRW dilanggar oleh Pemerintah Kota Makassar, (3) Kurangnya RTH di Kota Makassar menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara, banjir/genangan (degradasi Iingkungan) dan dampak negatif terhadap masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka diajukan. beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Mengapa RUTRW tidak memperhitungkan fungsi RTH?, (2) Mengapa RUTRW dilanggar oleh Pemerintah Kota Makassar?, (3) Mengapa kurangnya RTH menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara, banjir/genangan dan dampak negatif terhadap masyarakat?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah; (1) Mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RUTRW Kota Makassar, (2) Mengetahui bentuk-bentuk kegiatan yang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan dan kegiatan yang mengabaikan RTH di Kota Makassar, (3) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara RTH dengan penurunan kualitas udara dan terjadinya banjir/genangan di Kota Makassar dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif analitik dari data kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini, populasi atau responden yang diwawancarai diantaranya pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan RTH Kota Makassar, Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kota Makassar, seperti Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, Bappeda, Dines Tata Ruang dan Bangunan, para pakar/akademisi, dan beberapa anggota masyarakat untuk mendapatkan data-data atau informasi tambahan yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapangan, wawancara, study literature, untuk memperoleh data sekunder dan primer. Di camping itu, digunakan pula metode ex post facto, metode ini dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat data/informasi sebelumnya untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa; (I) RUTRW Tahun 2001 lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi hal ini terlihat pada arah perkembangan dan perluasan kota Makassar dimana dari 5 (lima) zona dimana zona untuk areal konservasi atau RTH tidak gambarkan secara jelas (kebutuhan luas. dan jenis RTH), (2) Pergantian kepala pemerintahan menyebabkan perubahan arah pembangunan terutama dibidang lingkungan hidup. Dalam RP]MD tahun 2005-2025 masalah lingkungan tidak dijadikan dasar kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan di Kota Makassar, padahal dalam RPJMD 1999-2004 masih dijadikan dasar kebijakan dalam pembangunan, sehingga untuk mengimplementasikan RPJMD tersebut terkadang RUTRW dilanggar, seperti pembangunan pusat perbelanjaan Alfa di jalan Perintis Kemerdekaan, padahal di wilayah tersebut berdasarkan peruntukannya dikhususkan untuk kegiatan pendidikan, industri dan militer, (3) Akibat semakin meningkatnya aktifitas penduduk kualitas udara di kota Makassar semakin menurun, dari aktifitas tersebut menghasilkan beban pencemar 71.440,51 gram/hari atau 198.445.861,1 ton/tahun dan CO2 sebesar 383.156,7641 ton/tahun (2000) yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2005 sebesar 279.046.694,4 ton/tahun Pb dan 502.254,3426 ton/tahun CO2 sehingga dibutuhkan luas RTH 8.621,2673 ha dengan jumlah pepohonan 862.127 batang pohon untuk dapat menyerap zat pencemar diudara. Sedangkan Banjir / genangan yang terjadi dikarenakan rusaknya lahan didaerah hulu dimana 12.040,63 ha dari total lahan 143.196,37 ha telah menjadi lahan kritis. Hal ini menghasilkan material longsoran sebesar 235-300 juta m3, yang berdampak pada terjadinya pendangkalan sungai sehingga daya tampung sungai berkurang, disamping itu pembangunan permukiman, kawasan industri pada daerah resapan air memberikan konstribusi terhadap terjadinya banjir/genangan di kota Makassar. Masalah lainnya adalah itu sistem drainase yang kurang baik, dan letak kota Makasaar yang berada pada daerah dataran rendah.
Berdasarkan basil penelitian ini disarankan; (1) Perda tentang RUTRW perlu secepatnya dikeluarkan dan dibuat RUTRW yang baru untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap pemanfaatan lahan yang lebih besar. Disamping itu dalam RUTRW perlu diperjelas alokasi RTH terutama berkaitan dengan Iuasannya untuk masing-masing areal pemanfaatan lahan, karena dalam RUTRW sebelumnya tidak menjelaskan hal tersebut, (2), Melakukan penegakan hukum terhadap penyimpangan..pemanfaatan ruang, yang tidak sesuai dengan peruntukannya..Disamping. itu periu diefektifkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang terutama. yang berkaitan dengan RTH, (3) . Dilakukan penataan ulang RTH (Was dan jenis RTH) agar dapat mengurangi beban pencemar diudara, penggunaan BBM bebas timbal dan pemanfaatan energi altematif yang ramah Iingkungan (BBGy Biofuel,dil). Untuk penanganan banjir hendaknya daerah-daerah .yang merupakan daerah resapan air perlu dipertahankan, disamping itu daerah-daerah ruang terbuka tetap dijaga agar fungsi infiitasi dapat membantu mencegah terjadinya banjir, melakukan koordinasi antar daerah mengenai sistern pengelolaan, penanganan DAS. Perbaikan sistern drainase, sedangkan pada areal yang telah terbangun didaerah resapan air hendaknya dibuat sumur-sumur resapan disetiap rumah.

The development is always mirrored by the city physical development of which it is determined more by the existing facilities and infrastructures. The symptom of development, particularly in urban region in the past had a tendency for minimizing green open space.
Makasar city as,the capital city of South Sulawesi Province having area of 175,77 km2 and number of population approximately 1.285.443 person (2005), becomes sample for the phenomena above. The inconsistency of city green open space amount needed or its implementation represents case sample intangibly can be seen in Makasar city. The existence of RUTRW of Ujung Pandang municipality 1984 based on Local Regulation of 1987 and was revision in 2001 expecting can be legal umbrella in ensuring the existence of RTH could not be realized, it was because in RUTRW 2001 was not awarded dearly and broadly description the use of RTH in Makasar City, so that it is not surprise if in every year the existence of RTH in Makasar City becoming is gradually. But actually the existence of RTH can decrease air pollution and with its infiltration capability it is possible to prevent flood/puddle, so that with the decrease of RTH, then its function will not have a proper role.
Based on the background above, then the problem which will be discussed related to the a title above shall be; 1). RUTRW of Makasar City does not consider Green Opened Space Function, 2). RUTRW was breached by the government of Makasar city, 3). Less RTH in Makasar City causes air quality decrease, flood/puddle (environment degradation) and negative impact on people.
Based on the background problem above, it can be asked some questions as follows: 1). Why RUTRW does not consider RTH function?, 2). Why was RUTRW breached by The Government of Makasar City? 3). Why less RTH can cause air quality decrease, flood/puddle and negative impact to people?
The purpose of this research is; 1 ) to recognize the factors motivating deviation arisen out in using land not suitable with RUTRW of Makasar city, 2). To recognize activity forms of which it is not suitable with land use and activity avoiding RTH of Makasar city; 3). To recognize whether there is any relationship between RTH with air quality decrease and flood/puddle happened in Makasar City and how its impact on people.
The research employed analytic descriptive approaches from qualitative and quantitative data. In :this research, population or respondent whom was interviewed, some of them were related parties in managing RTH of Makasar City, General Plan of Regional Space Arrangement (RUTRW) of Makasar city, such as Space Order and Building Agency, experts/ academicians, and some community members for obtaining' data or addition information related to research problem.
The data collection was conducted by using field observation method, interview, literature study, for obtaining secondary and primary data. In addition to that, it was used also ex post facto method. This method was applied for observing the occurence already happened and then it was compared to previous data/information for knowing the factors which could cause said occurrences.
Based on the result of research, it can be concluded that ; 1). RLJTRW 2001 is more oriented to economic growth, this matter can be seen in the direction of development and the extension of Makasar city of which 5 (five) zones' for conservation area or RTH did not clearly describe (the need, width and type of RTH), 2). The replacement of the head of government caused change on development direction, especially in field of environment In RPJMD 2005 -- 2025 environmental matters were not policy included in development, so that for implementing the RPJMD sometimes the RUTRW was breached, such as the construction of Alfa shopping center on 7alan Perintis Kemerdekaan, but actually in said area was specifically purposed for education, industry and military activities, 3). The increase of people activity rapidly made air quality in Makasar city becoming decrease, from said activities it was resulted pollutant substances of 71.440,51 gram/day or 198.445.861,1 ton/year and C02 in amount of 383.156,7641 ton/year (2000) further experiencing increase in 2005 in amount of 279.046.694,4 ton/year Pb and 502254,3426 ton/year CO2, so that it was needed RTH .of 8.621,2673 acres with tree amount of 862.127 trees for be able to absorb pollutant substances in the air. While flood/puddle caused by the damage of land in upper course where 12.040,63 acres of total land of 143.196,37 acres had become critical land. This matter caused slide material in amount of 235-300 million m3, causing effect on river shallow so that the river capacity became less. Beside of that, the development of settlement, industrial area in water infiltration gave contribution on flood/puddle in Makasar city. Other matter is the less drainage system and the position of Makasar city located in low level land.
Based on the result of this research it is suggested that : 1). Local Regulation regarding RUTRW needs to be issued immediately and made the new RUTRW for preventing deviation on land use more bigger. In addition, RUTRW needs to be described its RTHY especially related to its width for respective land use area, because the previous RUTRW was not explained these matters dearly, 2). Conduct law enforcement on space use deviation not suitable with its use. In addition, it needs to be motivated people role in space arrangement planning related to RTH, 3) conducted rearrangement of RTH (width and type of RTH) so that it will decrease pollutant substance in the air, the use of oil fuel non Pb and the use of alternative energy friendly environment (BBG, Biofuel, etc). For handling flood, it is suggested that the areas representing water infiltration area needs to be maintained, besides opened space area should be also maintained in order that infiltration function can support to prevent flood arisen out, conduct coordination inter region regarding SAS management and handling system. The reparation of drainage system, while in area in which it was built the water infiltration should be made infiltration wells in every house."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugenga Harmono
"ABSTRAK
Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah primata endemik Pulau Jawa yang saat ini semakin terancam keberadaannya. Owa Jawa tercatat dalam status sangat genting (critically endagered) IUCN dan juga masuk dalam Appendix 1 Convention on International Trade in Endagered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES). Kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan illegal adalah ancaman utama kelestarian Owa Jawa. Saat ini diperkirakan Owa Jawa berjumlah sekitar 400-2000 individu yang terisolasi di beberapa kawasan konservasi. Salah satu habitat terbesar Owa Jawa berada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara degradasi habitat dengan populasi Owa Jawa dengan menggunakan system dynamics serta menyusun strategi pengelolaan Owa Jawa di Koridor TNGHS. Manfaat penelitian antara lain adalah memberikan saran dan masukan mengenai strategi dan aksi untuk pelestarian Owa Jawa di Koridor Halimun Salak kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) - Departemen Kehutanan melalui Balai Taman Nasional. Dari sisi ilmu lingkungan sumbangan yang diberikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya upaya pelestarian satwa langka serta pencegahan kerusakan hutan di taman nasional.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan metode System Dynamics. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: (1) desk study untuk mengkaji berbagai hasil peneltian yang telah dilakukan, (2) analisa deskriptif melalui survei lapangan, dan (3) Pembuatan model dengan metode system dynamics.
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan system dynamics diperoleh kesimpulan bahwa dengan laju deforestasi sebesar 1,5% per tahun, maka habitat Owa Jawa di koridor Halimun Saiak akan berkurang sebesar 575 ha selama kurun waktu 20 tahun (2006-2025). Hal ini akan menyebabkan penurunan populasi Owa Jawa sebanyak 30%. Namun, apabila TNGHS berhasil menekan laju deforestasi menjadi 0,5% per tahun, kerusakan hutan TNGHS hanya sebesar 10% (190 ha) dan penurunan Owa Jawa akan sekitar 15%.
Kesimpulan lain yang diperoleh adalah bahwa penyebab utama kerusakan habitat di koridor Halimun Salak adalah tingginya laju deforestasi. Oleh karena itu, strategi konservasi Owa Jawa yang harus dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah dengan mengendalikan laju deforestasi dan melakukan rehabilitasi koridor Halimun Salak.
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka beberapa saran yang disampaikan oleh peneliti adalah perlu dilakukan penggalakan Program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di koridor yang saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 2,77%. Hal ini mengingat tekanan penduduk yang cukup besar terhadap taman nasional. Selain itu perlu juga dilakukan penggalakan dan peningkatan efektifitas Program Model Kampung Konservasi (MKK) yang meliputi peningkatan pengamanan kawasan, peningkatan pendapatan masyarakat dan restorasi habitat. Peningkatan pengamanan kawasan dapat dilakukan dengan penambahan jumlah tenaga jagawana atau menggalakkan Pam Swakarsa oleh masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan taman nasional, misalnya melalui program Community-Based Forest Management (CBFM). Sedangkan restorasi habitat dilakukan terutama di kawasan yang terbuka untuk meningkatkan kontinuitas tajuk yang diperlukan sebagai saluran pergerakan satwa liar, terutama untuk jenis-jenis satwa liar arboreal yang membutuhkan tajuk untuk pergerakannya, misalnya Owa Jawa.

ABSTRACT
The Javan Gibbon or Owa Jawa (Hylobates moloch) is found only on the island of Java, Indonesia and specifically only in West Java and the western parts of Central Java. The Javan gibbonis one of the rarest and most endangered of the hylobatids and now categorized on the IUCN Red List of Threatened Species as Critically Endangered and Appendix I CITES. The Javan Gibbon has lost 98% of its natural habitat due to human encroachment and only small populations of gibbons exist in isolated forest remnants. Many of the scattered populations are considered non-viable. Some studied carried out estimated that population of Javan Gibbbon is around 400-2.000 wild gibbons. One of the biggest habitat remnants for Javan Gibbon is Gunung Halimun National Park.
The objective of this research is to built a dynamic model on impact of habitat degradation to Javan Gibbon population. This model could describe holistivally interiankage between population growth, habitat degradation and Java Gibbon population. The other objective is to develop some scenario in management of Javan Gibbon population in Coridor Halimun Salak National Park.
The research using the combination of qualitative and quantitative approaches and System Dynamics method. The research is divided into 3 phases: (1) desk study to review and study the previous research (2) descriptive analyses, and (3) build a dynamics model.
Based on the simulation of the dynamics model on the impact of habitat degradation to population of Javan Gibbon, it is concluded that there is an impact to the habitat degradation to population of Javan Gibbon. It is predicted that with rate of habitat degradation around 1,5% per year, the habitat of Javan Gibbon in corridor Halimun Salak will degraded about 575 ha in the next 20 years (2006-2025). The habitat degradation is predicted will lead to decrease in Javan Gibbon population around 30% for the next 20 years. However, if National Park Management can control the rate of deforestation up to 0,5% per year, habitat degradation can be reduced to 10% (190 ha) and loss of Java Gibbon will be only 15%.
Based on the result of this research that habitat degradation caused by encroachment by local people, it is suggested that national park should empowering of local people by generating alternative income. Other activities that should be done by national park is increase forest patrol as well as habitat rehabilitation.
"
2007
T20470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Asiani
"ABSTRAK
Pesatnya pembangunan di Kota Bogor telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan seperti perubahan fungsi lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Hal ini berdampak pada perubahan iklim mikro terutama peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban udara.Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor sejak tahun 1994-2004 telah mengalami perubahan seluas 940 ha, akibat pengalih fungsian RTH menjadi kawasan permukiman, perdagangan, industri, perkantoran, dan jalan. Padahal dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus dialokasikan RTH yang memadai sebagai dasar bagi pengembangan kota yang produktif, nyaman, aman dan berkelanjutan. RTH dapat menanggulangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas kota yang dipicu oleh pertumbuhan penduduk. Bagi sebagian masyarakat, RTH merupakan ruang publik yang sangat diperlukan sebagai tempat interaksi. Penurunan kualitas lingkungan dapat menurunkan tingkat produktivitas, menurunkan tingkat kesehatan, dan tingkat harapan hidup masyarakat, serta menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak. Selain itu juga meningkatkan tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di antara kelompok masyarakat perkotaan. Hal ini menuntut perhatian dari berbagai pihak dalam pengelolaan RTH agar dapat berfungsi secara optimal.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis kondisi RTH di kebun raya, lapangan olah raga, taman, dan perumahan yang berpengaruh pada iklim rnikro terutama suhu dan kelembaban udara; (2) Menghitung indeks kenyamanan di kebun raya, lapangan olah raga, taman, dan perumahan yang berpengaruh pada kesehatan penduduk; (3) Menganalisis dampak jumlah dan keanekaragaman jenis tanaman yang terdapat di RTH pada iklim mikro terutama suhu dan kelembaban udara; (4) Menganalisis upaya pengelolaan RTH yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi RTH dalam memperbaiki iklim mikro terutama suhu dan kelembaban udara.
Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2006. Lokasi penelitian pada RTH di Kota Bogor, diwakili oleli Kebun Raya Bogor, Lapangan Olah Raga Pajajaran, Taman Topi, dan Perumahan Bumi Cimahpar Asri dengan kategori RTH berturut-turut sangat baik, baik, sedang, dan jelek. Alat yang digunakan adalah termometer (bola kering dan bola basah). Parameter yang diukur adalah suhu (°C) dan kelembaban udara (%) serta jumlah dan jenis tanaman. Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dan data sekunder. Guna rnelihat apakah terdapat hubungan antara kondisi RTH dengan suhu dan kelembaban udara digunakan metode statistik, yaitu uji F dan analisis regresi yang mempunyai bentuk umum sebagai berikut: Y=a+b1X1+b2X2 +?.+bnXn. Dari data suhu udara dan kelembaban udara dihitung Temperature Humidity lndeks (THI) yang menunjukkan tingkat kenyamanan suatu lokasi dengan rumus : THE = T - 0,55 (1 - RH)(T-14).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebun Raya Bogor dengan kondisi RTH sangat baik mempunyai suhu udara Iebih rendah dan kelembaban lebih tinggi dibandingkan lokasi lain. Suhu udara di Kebun Raya Bogor, Lapangan Olah Raga Pajajaran, Taman Topi, dan Perrnukiman Bumi Cimahpar Asri berturut-turut 25,7°C, 27,8'j C, 27,3°C, dan 27,9°C Kelembaban udara berturut-turut 82,64%, 79,47%, 80,74%, dan 75%. Jumlah tanaman berturut-turut 13.865 tanaman, 116 tanaman, 83 tanaman, dan 37 tanaman dengan kerapatan berturut-turut 159 tanaman/ha, 23 tanamanlha, 42 tanamanlha, dan 8 tanaman/ha. Berdasarkan analisis regresi maka persamaan penelitian ini adalah Y1=28,710-0,601 X dan Y2 =74,052 + 2,164 X. Berdasarkan Uji T, kondisi RTH berpengaruh nyata pada suhu udara tetapi tidak berpengaruh nyata pada kelembaban udara. Hal ini berarti bahwa kondisi RTH berpengaruh pada iklim mikro. THI di Kebun Raya Bogor adalah 24,6 termasuk kategori kenyamanan sedang. Lapangan Olah Raga Pajajaran, Taman Topi, dan Perurnahan Bumi Cimahpar Asri berturut-turut 26,2, 25,9, dan 26,0 termasuk kategori tidak nyaman. Penduduk Kota Bogor dan sekitamya menganggap bahwa Kota Bogor dengan udara yang sejuk merupakan salah satu tempat tinggal yang nyaman.Pengelolaan RTH di Kota Bogor yang meliputi perencanaan, penanaman dan pemeliharaan masih perlu ditingkatkan kecuali di Kebun Raya Bogor. Pengelolaan RTH di lokasi pengamatan dilakukan oleh LIPI, Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor, developer (swasta), dan masyarakat dengan harapan suhu udara di sekitar RTH menjadi sejuk, segar, dan nyaman.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Berdasarkan Uji T menunjukkan bahwa kondisi RTH berpengaruh positif terhadap suhu, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kelembaban udara. Berarti kondisi RTH berpengaruh positif terhadap iklim mikro; (2) THI di Kota Bogor pada umumnya dalam kondisi tidak nyaman, kecuali di Kebun Raya Bogor yang memiliki indeks kenyamanan kategori sedang; (3) Semakin banyak jumlah dan jenis tanaman yang terdapat di RTH Kota Bogor, maka semakin meningkatkan kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan seperti iklim mikro terutama suhu udara maupun kelembaban udara. RTH dengan kondisi sangat baik dapat menurunkan suhu udara sekitar 5,86% dan meningkatkan kelembaban udara sekitar 4%.; (4) Pengelolaan RTH di Kota Bogor yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi RTH dan kualitas lingkungan melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.

ABSTRACT
The rapid development in Bogor City has caused environmental degradation such as conversion of green open space into developed area leading to effect the micro climate. The green open space in Bogor City has reduced 940 hectares from 1994 to 2004 as a result of green open space conversion into settlement area, commercial area, industrial area as well as road infrastructure. In the development of spatial planning as stated in the regional spatial planning (RTRW) that green open space should be allocated as a basis for city development in regards to create productivity, comfort ability, security, and sustainability. The green open space has various functions such as preventing environmental problems, caused by city activities due to population growth. For some people, green open space is a public space needed for social interactions. Reduction in environmental quality will decrease public productivities, health and life expectancy and child intelligent. It will increase crime activities and social conflicts among city residents. Therefore, it needed our attention in green open space management to achieve optimal results.
The objectives of the study are (1) To analyze the influence of green open space in the botanical garden, sport center, parks, and resident to the micro climate especially air temperature and humidity; (2) To measure a comfortable index in the botanical garden, sport center, park, and residence which affect people health ; (3) To analyze the effect of the amount and biodiversity particularly species of vegetation to the micro climate especially air temperature and humidity; (4) To analyze the effort of management in increasing the green open space function in improving the micro climate especially air temperature and humidity.
Field study was conducted in Bogor Botanical Garden, Pajajaran Sport Center, Topi Park, and Bumi Ciinahpar Asri Residence green open spaces in July and August 2006. The sites selection was based on assumption of the green open space condition. The parameters measured are temperature (°C) and humidity (%) using dry and wet ball thermometer, amount and species of vegetation. Statistical method is used to analyze the relationship between green open space condition, temperature and humidity, which is the statistical F test and regression analysis: Y=a1+b1X1+b2X2+ +bnXn. Temperature Humidity Index was calculated base on temperature and humidity data to show level of the comfortable area using the formula THI=T-0.55(1-RH)(T-14).
The result of the study shows that excellent green open space in the botanical garden has lower air temperature and higher air humidity compare to the other locations. The temperature in the Bogor Botanical Garden, Pajajaran Sport Center, Topi Park, and Bumi Cimahpar Asri Residence is 25.7°C, 27.8°C, 27.3°C, and 27.9°C respectively. The air humidity is 82.64%, 79.47%, 80.74%, and 75% respectively. The amount of plant is 13,865 plants, 116 plants, 83 plants, and 73 plants respectively. The plant density is 159 plants/ha, 23 plants/ha, 42 plantslha, and 8 plants/ha respectively. Based on the regression analysis Y1=28.710-0.601X dan Y2=74.052+2.164X. According to T-test, the green open space significantly effect the air temperature, however it does not significantly effect the air humidity. It means that the green open space effect the micro climate. Temperature Humidity Index (THI) in the Bogor Botanical Garden is 24.6. it means moderately comfortable. The Pajajaran Sport Center, Topi Park and Bumi Cimahpar Asri Residence is 26.2, 25.9, and 26.0 respectively is not comfortable. The population in Bogor City and it surrounding considered that weather in Bogor City is one of the criteria of comfortable residence. The management of the green open space in Boor City include planning, planting, and maintenance need improve except in the Bogor Botanical Garden. The maintenance of the green open space in the study locations are conducted by central government (LIPI), Bogor City Goverment, private, and community hoping that air temperature surrounding the green open space become fresh and comfortable.
The conclusions of the study are: (1) T-test shows that the green open space condition significant affect the air temperature, however it does not significantly effect the air humidity. It means that the green open space positively effect the micro climate; (2) THI in Bogor City in general is not comfortable, except in the Bogor Botanical Garden. It has moderately THI; (3) Amount and species of plant in the green open space of Bogor City is able to improve the capability of green open space to change the micro climate, especially air temperature and humidity. The excellent green open space is able to decrease air temperature above 5.86% and to air humidity above 4%; (4) Management of the green open space in Bogor City is conducted by the government, private, and community to optimize the green open space function in improving the environmental quality in the city, especially in creating comfortable air temperature.
"
2007
T20478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmatullah Muhammad
"Aktifitas perekonomian dan masyarakat di Desa Banten Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh pada lingkungan alami di sekitarnya seperti Bantaran Sungai Cibanten dan Sungai Karangantu yang melintasi desa tersebut selama ini menjadi sarana pembuangan limbah cair maupun sampah. Adanya relokasi masyarakat dari bantaran sungai ke Kampung Sawah berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat dan lingkungan hidup di Desa Banten yang masih rendah. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi terhadap kondisilkualitas lingkungan hidup di Desa Banten dan strategi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pelestarian daya dukung lingkungan hidup di Desa Banten tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi kondisi/kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; (2) mengetahui variabel-variabel kualitas lingkungan alami, lingkungan sosial maupun lingkungan fisik yang mempunyai hubungan dengan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; (3) mengetahui peran/upaya relokasi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten; dan (4) merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten. Pada penelitian ini digunakan tujuh indikator untuk menentukan kualitas lingkungan hidup yaitu kemiskinan, pengeluaran non konsumsi, Crowding Index, pendidikan, kesehatan, kenyamanan dan daya dukung lingkungan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Lokasi penelitian adalah Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah penyebaran kuesioner, observasi lapangan, data sekunder. Analisis data mengunakan analisis deskriptif dan analisis statistik.
Berdasarkan hasil uji dan analisis yang dilakukan diketahui bahwa:
(1) kualitas lingkungan hidup di Desa Banten masih rendah apabila mencermati kondisinya bail( dari kualitas lingkungan alami, sosial maupun fisik. Kualitas lingkungan alami kondisinya yaitu 97,8% menyatakan bahwa kualitas air permukaan di sekitar lingkungan mereka buruk, 71,7 % responden mengatakan bahwa kualitas air tanah di tempat mereka tidak layak untuk dikonsumsi dan 26,1% responden mengatakan kualitas udara sudah buruk serta 94,6% responden merasa kebutuhan
air bersih dapat tercukupi. Kualitas lingkungan sosial kondisinya yaitu sebagian besar responden harus menanggung lebih dari 3 jiwa (52,2%), 96,7%-nya menyatakan pendidikan penting bagi anak-anak mereka, sebagian besar responden memiliki penghasilan diatas Rp. 300.000 per bulan (81,5%) dan 61,9% responden aktiflmemiliki hubungan yang erat dengan warga lainnya. Kualitas lingkungan fisik kondisinya yaitu sebagian responden telah memiliki jamban (73,9%), kualitas lantai rumah yang tergolong baik yaitu terbuat dari semen (58,7%) bahkan keramik (14,1%), sedangkan yang ventilasi rumahnya hanya 1 arah sebesar 67,4%, dan aloes jalan lingkungan di pemukiman respondenkondisinya sudah beraspal (56,5%), kondisi bangunan rumah responden sebagian bangunan permanen (52,2%) serta 75,0% responden melakukan pengelolaan limbah padat dengan cara di bakar.
(2) variabel-variabel kualitas lingkungan alami yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup ada dua variabel yaitu kuantitas air tanah dan kualitas air tanah; kualitas lingkungan sosial yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup yaitu variabel persepsi tentang pendidikan dan variabel pendapatan; dan kualitas lingkungan fisiklbuatan yang berkorelasi dengan kualitas lingkungan hidup ada lima variabel yaitu variabel lantai rumah, kondisi bangunan, ventilasi, jalan lingkungan serta variabel pengelolaan limbah padat. Variabel-variabel tersebut baik kualitas lingkungan alami, sosial maupun fisik mempunyai nilai probabilitas (p) < 0,05 sehingga memiliki signifikansi, selain itu variabel-variabel tersebut panting untuk diidentifikasi untuk mengetahui variabel apa raja yang berhubungan dengan kualitas lingkungan hidup, sehingga dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup dapat lebih di arahkan pada variabel-variabel tersebut, sehingga strategi yang dirumuskan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dapat lebih tepat sasaran dan disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya;
(3) relokasi tidak mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten karma secara lingkungan sosial dan alami cenderung mengalami penurunan yang disebabkan pendapatan yang tidak meningkat, pengeluaran yang cenderung membesar dan tidak adanya program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Peningkatan hanya terjadi, pada lingkungan fisik yang disebabkan adanya penataan rumah dan lingkungan yang lebih tertata rapi.;
(4) solusi/strategi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup antara lain: (a) penyediaan sarana air bersih; (b) pengembalian fungsi bantaran sungai; (c) peningkatan pendapatan dengan pemberdayaan masyarakat; (d) melakukan pengelolaan limbah padat; (e) pemberian pelatihan/keterampilan; (f) pemberian bantuan untuk penataan rumah; (g) mendirikan puskesmas pembantu di sekitar permukiman penduduk.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi masyarakat dan Pemda serta stakeholders terkait lainnya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Desa Banten.

Economic activity Existence and people's in Banter Village Kasemen District Serang Regency, Banten Province directly and also indirectly can have an effect on to natural environment in vicinity like of River side Cibanten and River side Karangantu getting through the countryside till now becoming supporting facilities for liquid waste disposal and also garbage. Existence of people?s relocation from river side to Kampung Sawah has an influence in with environment and public life quality in Banten Village still is low. For the purpose required an evaluation to environmental condition/quality in Banten Village and solution/strategy for increasing environmental quality and continuation of environment carrying capacity in Banten Village.
This research objective to: (1) identify environmental condition/quality in Banten Village; (2) to know natural, social and physical environmental qualities variables having relationship with environmental quality in Banten Village; (3) to know relocation effort for increasing environmental quality in Banten Village; (4) formulate solution/strategy is correct to increase environmental quality in Banten Village. At this research applied seven indicators for determining environment quality that is poorness, expenditure of non consumption, crowding index, health, education, comfort and carrying capacity.
This research applies quantitative approach. Research location is Banten Village Kasemen District, Serang Regency, Banten Province. Data collecting method taken are spreading of questionaire, field observation and secondary data. Data analysis using descriptive analysis and statistical analysis.
Based on analysis and test result which known that:
(1) environmental quality in Banten Village is low categorized if is careful of the condition either from natural environmental quality, social and also physical. Natural environmental quality of the condition that is 97,8% express that surface water quality around their environment are ugly, 71,7 % responder say that ground water quality in place they improper for consumed and 26,1% responder tell quality of air have been is ugly and also 94,6% responder feel cleanness amount of water required can be enough. Social environmental quality, the condition that is most responder have to responbilities more than 3 people (52,2%), 96,7% the express education necessary for their children, mostly responders have income of to Rp 300.000 per month (81,5%) and 61,9% responder have the relation of tightly with other citizen. Physical environmental quality have condition that is some of responders have owned latrine (73,9%), house floor that is made from cement (58,7%) even ceramic ( 14,1%), while ventilating the house only 1 direction equal to 67,4%, and access of area of in settlement of the condition responder have paved (56,5%), condition of responder house building some of permanent buildings (52,2%) and also 75,0% responder do solid waste management by the way of in burning.
(2) there are two variables natural environmental qualities variables which correlations with environmental quality that is ground water quality and quantity; environmental quality of social which correlation with environmental quality that is perception concerning education variable and income variable; there are five variables of environmental quality of physical which correlation with environmental quality that is house floor variable, condition of building; ventilated, street of area and also solid waste management variable. The variables like natural environmental quality, social and also physical significant because have a probability value (p) < 0,05, the variables are important for identified to know variable any kind of related to environmental quality, so that in the effort increasing of environmental quality earn more in aiming at the variables, so that strategy which formulated in increasing of environmental quality can be reach a goal and adapted by condition in fact;
(3) relocation unable to increase environment quality in Banten Village because social environmentally and natural tended to experience degradation what caused by income which don't increasing, big tending to expenditure and doesn't have a program enable ness of public for increasing income. Increasing is only happened at environmental of physical which caused existence of settlement environment and house which more natty arranged.;
(4) solution/strategy for increasing environmental quality are as follow: (a) preparation supporting facilities for clean water; (b) increasing income with enable ness of public; (c) do a solid waste management; (d) giving of training for increasing skill; (e) giving of aid for making renovation house; (f) providing a local government clinic which addressed for group of target (poor people's).
This research result can be made by consideration for people's and local government also stakeholders are related to increase environmental quality in Banten Village.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felisa Dwi Pramesthi
"Penggunaan batubara yang dikategorikan sumber daya tak terbarukan sebagai bahan bakar tanur semen memberikan kontribusi emisi CO2, sebagai Gas Rumah Kaca (ORK). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan energi terbarukan dengan pemanfaatan limbah dalam rangka penurunan konsumsi batubara dan penurunan emisi CO2. Kajian mendalam mengenai pemanfaatan
kembali energi yang terkandung pada limbah dengan teknologi co-processing
dilakukan di Plant 8, PT. Indocement Tunggal Prakarsa (ITP) tbk, Citeureup.
Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Januari 2009 untuk menganalis;s penggunaan bahan bakar alternatif (BBA)
pada periode 2007-2008. Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa co-processing
memenuhi unsur-unsurur keberlanjutan seperti economically profitable, socially
acceptable dan environmentally sound manageable. Secara khusus,
kesimpulannya yaitu: (1) Kritena pemilihan BBA dalam industri semen: nilai
kalori, kandungan air dan kemudahan penanganan, (2) Kendali pemanfaatan BBA: kualitas biomassa yang fluktuatif, kuantitas limbah yang memenuhi syurat
belum mencukupi dan kendal. berupa biaya investasi serta operasional yang
tinggi, (3) BBA jenis sekam, cangkang kelapa sawit dan limbah industri memiliki
keberlanjutan pasokan relatif stabil, sedangkan bubuk gergaji tidak dapat
mencukupi konsumsi BBA di masa mendatang. Perkiraan kontinuitas pasokan
BBA ini tidak mempertimbangkan penggunaan BBA sebagai baban bakar rumah
tangga dan baban dasar pupuk organik, (4) Penggunaan BBA (2007-2008) mampu
mensubstitusi kalor sebesar 9,69% dan memberikan penurunan biaya baban bakar
sebesar 8,95%, (5) Pemanfaatan biomassa yang dikategorikan memiliki energi
bebas CO2 (2007-2008) memberikan penurunan emisi CO2 sebesar 7.49%, (6)
Teknologi co-processing pada tanur seme memberikan penerimaan
(kompensasi) untuk tiap LB3 yang masuk sebesar US$ 5-30/ton, sesuai dengan
karakteristik limbah. Selain itu, lumpur minyak ITP juga dapat diolah secara
mandiri sebingga mengurangi biaya yang sehurusnya dikeluarkan jika
pengolaanya diserahkan kepada instansi pengolah limbah."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32870
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Trimo Pamudji Al Djono
"Keberlanjutan Sistem Penyediaan Air Minum Pedesaan menjadi isu penting pembangunan di Indonesia terkait dengan masih rendahnya akses air yang bersih dan sehat di pedesaan. Rendahnya tingkat pelayanan air minum di pedesaan tidak lepas dari kegagalan pembangunan air minum yang disebabkan belum adanya keberlanjutan sistem penyediaan air minum pedesaan yang dijalankan secara optimal. Pembangunan air minum pedesaan sebatas mengejar target pencapaian jumkah sarana tetapi bukan peningkatan akses dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian ini akan mencari variabel-variabel penyediaan air minum pedesaan yang berpengaruh penting pada keberlanjutan sistem penyediaan air minum pedesaan dan membuat pemodelan lingkungan sebagai sistem generik keberlanjutan sistem penyediaan air minum pedesaan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat berpengaruh antara variabel-variabel pada program penyediaan air minum pedesaan yang belum dioptimalkan untuk keberlanjutan penyediaan air minum pedesaan. Terdapat beberapa aspek atau faktor yang berpengaruh dalam keberlanjutan sistem penyediaan air minum pedesaan, yaitu aspek sosial (tanggap kebutuhan, partisipasi masyarakat, kemitraan, kelembagaan, kebijakan hukum), aspek lingkungan (pengelolaan lingkungan terkait penggunaan sumber air dan teknologi), aspek ekonomi (operasi dan pemeliharaan, kemampuan masyarakat untuk membayar layanan), faktor yang terintegrasi dari tiga aspek utama (pemilihan teknologi dan model pelayanan). Penelitian dengan menggunakan pemodelan lingkungan telah berhasil membuat model generik yang dapat memudahkan analisis keberlanjutan sistem penyediaan air minum pedesaan. Namun demikian penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk lebih menajamkan model menjadi lebih akurat dengan memasukan variabel-variabel lainnya ke dalam model yang lebih kompleks. Harapan dari penelitian ini akan dapat membantu memberikan problem solving pada pelaksanaan pembangunan air minum di masa yang akan datang.

The sustainability of rural water supply system has become an issue. In general, water supply in the whole country is limited. The condition is made even worse in the rural areas. This happens because the government has not implemented a sustainability of rural water supply system. The study looks for the important variables to the sustainability of rural water supply system. The study also creates a generic model of sustainability of rural water supply system. The results of the study show that these variables are very significant to sustain the water system, though many people ignore them. There are several aspects to ensure the sustainability of rural water supply system: social aspects (demand responsive, community participation, partnerships, institutional, legal policy), environmental aspects (environmental management related to the use of water resources and type of technology), economic aspects (operation and maintenance, community's ability to pay for services), an integrated factor of three main aspects (appropriate technology and service model). The research uses environment model - as a generic model of rural water supply - to analyze the sustainability of rural water supply system. However, the study needs more exploration for more variables, so that it can make a better and more accurate model of sustainability of rural water supply system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T41249
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Puspita
"Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tarakan menyatakan bahwa kualitas air Sungai Karang Anyar yaitu parameter COD, Amonia dan TSS tahun 2010- 2013 melebihi baku mutu. Penurunan kualitas air tersebut diduga disebabkan oleh perilaku masyarakat. Fokus penelitian adalah air Sungai Karang Anyar sebagai sumber air bersih harus baik kualitasnya padahal kualitas air sungai Karang Anyar menurun dipengaruhi oleh perilaku masyarakat kawasan bantaran sungai. Tujuan penelitian adalah memahami perilaku masyarakat kawasan bantaran sungai dalam perlakuan aliran sungai dan menguji penurunan kualitas air sungai; dan menghasilkan strategi-strategi pengelolaan air sungai. Pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan gabungan metode kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian yaitu perilaku membuang air limbah domestik langsung ke sungai diduga mempengaruhi parameter COD dan Amoniak; perilaku tidak mengolah kotoran ayam diduga mempengaruhi parameter Amoniak; perilaku mengambil tanah dari bukit/gunung diduga tidak mempengaruhi parameter TSS; perilaku menambang pasir di sungai diduga mempengaruhi parameter Amoniak tetapi diduga tidak mempengaruhi parameter TSS.
Kesimpulan adalah tidak semua perilaku warga yang bermukim dan berkegiatan di kawasan bantaran sungai mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Strategi pengelolaan air sungai adalah masyarakat perlu meningkatkan kinerja SDM, partisipasi, informasi dan pengetahuan; mengurus perizinan (IMB dan SITU) dan meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam pengawasan pembuangan air limbah domestik dan nondomestik.

Environmental status data of Tarakan City stated that water quality of Karang Anyar's river for parameter COD, BOD5, Ammonia and TSS from year 2010- 2013 are above the government regulation for quality standard. Karang Anyar's river water quality decreased because of society behavior. Karang Anyar's river as fresh water resources should be improved their quality. This is the point of this research. The aim of this research is understanding the regional society's behavior, examining water quality and to compose the strategies of river water management. I use the combination between quantitative and qualitative methods for this research.
The result is that society's behavior of disposing domestic wastewater directly to the river was suspected as the cause of parameter level of COD and Ammonia; disposing untreated chicken's dirt to the river was suspected increased ammoniac parameter; taking soil from the hills/mountains suspected influenced TSS parameter; behavior of river sand mining suspected affecting Ammonia parameter but not TSS parameter.
The conclusion is that not all behavior of regional society along the riverbanks affect to decreasing Karang Anyar's river water quality. River water management's strategies are community had to improve human resources' performance, participation, information, knowledge, managing the government's licenses (IMB and SITU) and increasing the cooperation between community with local government to control the disposal of non-domestic and domestic waste water.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Hokka Pratama Soebekti
"[ABSTRAK
Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia. Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta
juga memiliki populasi yang sangat besar, yang diimbangi oleh majunya ekonomi
Jakarta. Sebagai imbas populasi dan pertumbuhan ekonomi, permasalahan
pengelolaan limbah padat adalah salah satu permasalahan dasar kota Jakarta.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis keberlanjutan pengelolaan limbah
padat di Jakarta dengan mengukur ekoefisiensinya, serta menganalisis keberlanjutan
metode hydrocracking sebagai cara pengolahan limbah padat perkotaan, khususnya di
Jakarta. Pada sistem pengelolaan terkini, ditemukan bahwa pengelolaan limbah padat
di Jakarta tidak berlanjut (Ekoefisiensi pada tahun 2013, sebesar 0,52 lebih kecil dari
1). Oleh sebab itu diperlukan intervensi berupa proses hydrocracking (Ekoefisiensi
proses sebesar 1,775) agar pengelolaan limbah padat di Jakarta berlanjut. Skenario
intervensi hydrocracking baru akan berlanjut apabila limbah padat di Jakarta telah
dipilah sebesar 50% dan limbah padat organik diproses melalui hydrocracking
sebesar 30%.

ABSTRACT
Jakarta is the biggest city in Indonesia. As such, it is densely populated, and has a
major economic activity. These two factors contribute towards the current solid waste
management issues in Jakarta. This paper aims to analyze the sustainability of
existing municipal solid waste by measuring its ecoefficiency, and to analyze the
sustainability of hydrocracking method as a means of municipal solid waste
treatment. In the existing condition, We find that Jakarta?s municipal solid waste
management system is not sustainable (In 2013, the ecoefficiency was measured at
0,52 which is less than 1). Therefore, based on this finding we find it to be necessary
to do an intervention. In this paper, the intervention was introduced in the form of
hydrocracking process. As a process we find hydrocracking to be a sustainable
process (ecoefficiency of the process is measured at 1,775). However, the
intervention scenario will only be sustainable, once 50% of the solid waste of sorted,
and if hydrocracking method treats 30% of this fraction;Jakarta is the biggest city in Indonesia. As such, it is densely populated, and has a
major economic activity. These two factors contribute towards the current solid waste
management issues in Jakarta. This paper aims to analyze the sustainability of
existing municipal solid waste by measuring its ecoefficiency, and to analyze the
sustainability of hydrocracking method as a means of municipal solid waste
treatment. In the existing condition, We find that Jakarta?s municipal solid waste
management system is not sustainable (In 2013, the ecoefficiency was measured at
0,52 which is less than 1). Therefore, based on this finding we find it to be necessary
to do an intervention. In this paper, the intervention was introduced in the form of
hydrocracking process. As a process we find hydrocracking to be a sustainable
process (ecoefficiency of the process is measured at 1,775). However, the
intervention scenario will only be sustainable, once 50% of the solid waste of sorted,
and if hydrocracking method treats 30% of this fraction, Jakarta is the biggest city in Indonesia. As such, it is densely populated, and has a
major economic activity. These two factors contribute towards the current solid waste
management issues in Jakarta. This paper aims to analyze the sustainability of
existing municipal solid waste by measuring its ecoefficiency, and to analyze the
sustainability of hydrocracking method as a means of municipal solid waste
treatment. In the existing condition, We find that Jakarta’s municipal solid waste
management system is not sustainable (In 2013, the ecoefficiency was measured at
0,52 which is less than 1). Therefore, based on this finding we find it to be necessary
to do an intervention. In this paper, the intervention was introduced in the form of
hydrocracking process. As a process we find hydrocracking to be a sustainable
process (ecoefficiency of the process is measured at 1,775). However, the
intervention scenario will only be sustainable, once 50% of the solid waste of sorted,
and if hydrocracking method treats 30% of this fraction]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Utami Sulistiyani
"ABSTRAK
Praktek penambangan secara terbuka di Indonesia telah banyak mengakibatkan
kerusakan lahan. Lahan yang tertutup vegetasi memiliki fungsi lingkungan, sosial,
ekonomi bagi masyarakat. Kegiatan revegetasi adalah salah satu upaya rehabilitasi
lahan pascatambang untuk mengembalikan fungsi tersebut. Melalui kegiatan
revegetasi, pemrakarsa tambang PT.X di Kabupaten Sukabumi berusaha untuk
merehabilitasi lahan pascatambangnya, namun belum ada evaluasi berhasilnya
revegetasi, padahal evaluasi berhasilnya penting dilakukan guna mengetahui adanya
pemulihan fungsi lingkungan dan sosial. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi
tingkat berhasilnya revegetasi dan mengidentifikasi peran serta masyarakat sekitar
dalam kegiatan revegetasi. Metode penelitian ini secara statistik deskriptif dan
perbandingan dengan peraturan yang berlaku tentang berhasilnya revegetasi. Hasil
penelitian yaitu hasil revegetasi atas kegiatan penanaman sudah baik, namun untuk
pengelolaan material pembentuk air asam tambang belum berhasil baik, dan air
keluaran areal revegetasi belum memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Peran serta
masyarakat masih sebatas lingkup kegiatan pelaksanaan dan jumlahnya masih
kurang. Kesimpulannya hasil revegetasi untuk penanaman sudah baik, namun
pengelolaan material pembangkit air asam tambang perlu ditelaah ulang dan peran
serta masyarakat sudah ada, namun masih perlu ditingkatkan dalam jumlah, dan
lingkup kegiatannya

ABSTRACT
Open pit-mining practices in Indonesia, has caused a lot of damage in our land. Land
covered vegetation have the function of the environmental, social, and economic for
the community. Revegetation practice is one effort among others, to rehabilitate postmining
land for the purpose to restore functions mentioned above. Through
revegetation practice, the PT. X mining initiator in Sukabumi District, will undertake
to rehabilitate the post-mining land, however, they were no evaluation performed yet
on the success of revegetation, even though the evaluation of the success of
revegetation is important to determine the recovery of environmental and social
function. The purpose of this research is to evaluate the success level of the
revegetation and to identify local community participation on the revegetation. This
method of research is descriptive statistically and the comparison with the existing
regulation regarding the success of revegetation. The results from research on
revegetation activity has not been all work well. The cultivation is successful but the
management of material of potential acid forming is not successful yet and the water
output revegetation areas do not meet the Environmental Quality Standards.
Community participation is still limited scope of implementation and the numbers are
still lacking. In conclusion the results of revegetation for planting is good, but the
management of material potential acid forming needs to be reviewed and the
communities? participation already exists, but it still needs to be improved in the
number and scope of its activities.;;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>