Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Nina Fariani
Abstrak :
Peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga ia mampu menjadi tali pengikat jiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang teguh. Dalam proses perjuangan mewujudk:an bahasa persatuan tersebut, bahkan dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia selanjutnya, pemerintah Republik Indonesia tidak tinggal diam. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972 beserta lampirannya, Departemen Pendidikan dan Kebuda_yaan menerbitkan buku kecil ejaan baru dengan nama Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Buku pedoman itu disebarluaskan untuk dijadikan patokan pemakaian ejaan baru bahasa Indonesia, dengan harapan agar tercapai tujuan pembi_naan dan pengembangan bahasa nasional secara lebih cepat dan lebih baik. Buku kecil tersebut disempurnakan kembali dengan memaparkan kaidah ejaan yang lebih luas. Selanjutjya buku ejaan yang baru itu diberi judul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan beserta buku Pedoman Umum Pembentukan istilah yang diresmikan penggunaannya denganSurat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975. Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disem_purnakan itu berisi kai dah pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca, sedangkan buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah berisi sekumpulan patokan dan saran yang dapat dipakai sebagaim penuntun dalam usaha pembentukan istilah. Berbicara mengenai penyebarluasan dan pengembangan serta pemasyarakatan bahasa, peranan media massa, baik media cetak (antara lain surat kabar dan majalah) maupun media elektronik (antara lain radio dan televisi) tidak dapat di_abaikan. Melalui media massa tersebut kita dapat mengenali kata atau istilah baru. Orang yang tidak aktif membaca surat kabar atau majalah berbahasa Indonesia akan merasa terganggu oleh pola kata baru yang belum dikenalnya di dalam surat kabar atau majalah tersebut. Begitu pula orang yang lama tidak aktif mengikuti siaran radio atau televisi akan merasa sering terganggu oleh munculnya kata-kata baru dalam siaran radio atau televisi tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa kita dapat mengikuti per_kembangan bahasa Indonesia melalui media massa surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Bahkan para peminat bahasa Indonesia yang bukan penutur bahasa Indonesia, dapat meng_ikuti perkembangan bahasa Indonesia melalui media tersebut, terutama media cetak. Dengan demikian jelaslah bahwa media massa mempunyai peranan penting dalam pemasyarakatan bahasa, apalagi meng_ingat sekarang ini media massa telah menjangkau masyarakat penutur bahasa Indonesia di seluruh tanah air, terutama radio dan televisi. Bahkan media cetak pun., terutama surat kabar, telah dicanangkan menjamah masyarakat pedesaan, dengan sebutan ' koran masuk desa'. Dalam mewujudkan pembinaan serta pengembangan bahasa Indonesia selanjutnya, dapat dilihat bahwa surat kabar atau koran-koran Indonesia banyak memberikan andilnya, meskipun dalam hal itu bahasa koran tidak luput dari kekurangan-keku_rangan. Poerwadarminta (1979) mengemukakan bahwa penulis berita atau wartawan banyak memakai ragam jurnalistik dalam manuliskan beritanya. Hal ini karena sifat utama ragam jurnalistik adalah ringkas dalam penuturan, padat isinya, dan sederhaana dalam bentuknya. Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak membedakan tingkat kedudukan, kecerdasan, keyakinan, dan pengetahuan. Sekali dibaca, langsung dapat dimengerti isinya. Demikianlah tuntutan yang harus dipanuhi oleh bahasa jurnalistik itu. Oleh karena mengejar kepadatan dan keringkasan, para wartawan seringkali mengabaikan kaidah tatabahasa Indonesia yang tercantum di dalam buku pedoman. Dalam kurun waktu hampir 15 tahun sejak diresmikannya pemakaian ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, ternya_ta para wartawan atau penulis berita masih kurang mengetahui kaidah-kaidah yang terdapat di dalam buku pedoman ejaan tersebut. Kelalaian yang tampak kecil dan sering terjadi di dalam berita surat kabar sebagian besar menyangkut masalah penulisan preposisi di dan ke, penulisan unsur serapan atau kata pungut, penulisan kata turunan, serta interferensi. Ini semua tampak sebagai suatu hal yang kurang berarti jika dibandingkan dengan hal lain yang lebih sulit yang menyang_k:ut tatabahasa Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran ringan itu tentu saja amat mengganggu perkembangan bahasa Indonesia dalam mencapai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan be_nar. Berdasark:an pernyataan di atas jelaslah bahwa penu_lisan preposisi di dan ke, penulisan kata pungut, penulisan kata turunan, dan interferensi merupakan masalah yang cukup penting dalam bahasa Indonesia karena dapat mempengaruhi perkembangan dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S10866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Mediana
Abstrak :
Bahasa Indonesia mengenal adanya kata penyanding. Kata ini berfungsi mendampingi kata lain dan bersifat melengkapi kata yang didampingi. Jumlah kata penyanding cukup banyak, namun beberapa ahli tata bahasa meramalkan bahwa pada akhirnya kata penyanding ini akan diabaikan atau bahkan akan lenyap dari pemakaian di dalam bahasa Indonesia. Terhadap kata seperti ini, para ahli tata bahasa menggolongkan dan memberi nama secara berbeda-beda. Adanya pendapat yang me_ramalkan bahwa makin lama frekuensi pemakaian kata penyan_ding akan berkurang dan adanya penggolongan serta penamaan yang berbeda tersebut mendorong untuk mengetahui kata pe_nyanding lebih lanjut. Sumber data utama yang dipergunakan adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia. Data-data ini kemudian dianalisis pemun_culannya pada tiga majalah terbitan 1987. Selain itu ditin_jau juga secara sintaktis dan semantis. Data-data lain yang berupa kumpulan dari tinjauan berbagai ahli tata bahasa kemudian diklasifikasi. Hasilnya, ternyata ada kata penyan ding tertentu yang cukup sering muncul, ada pula yang muncul untuk hal-hal tertentu saja bergantung pada konteksnya. Secara sintaktis dapat diketahui bahwa keterikatan ka_ta penyanding dengan kata-kata lain yang didampingi ada yang erat ada yang longgar. Ikatan yang erat adalah antara kata ini dengan numeralia sehingga membentuk frase numeralia. Secara semantik dapat diketahui bahwa sebelum menjadi kata penyanding ada tahapan makna yang harus dilalui, makna harfiah, makna kiasan, sampai akhirnya menjadi makna sebagai kata penyanding. Selain itu, dapat pula diketahui bahwa an_tara kata penyanding dengan kata yang didampingi haruslah terdapat kolokasi makna. Berdasarkan kedua tinjauan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata penyanding: 1. masih dan tetap akan dipergunakan; mengalami tahapan makna 2. tidak mutlak keberadaannya, kecuali bila numeralia yang didampingi berbentuk morfen se- klitika 3. baru dapat ditentukan kelas katanya setelah bergabung dengan numeralia. Sebelumnya kata ini dapat berasal dari nomina, verba, ataupun bentuk-bentuk prakategori 4.hanya dapat diketahui kolokasinya dengan cara menghafal.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Muhardini
Abstrak :
Saat ini kegiatan penelitian linguistik di Indonesia semakin berkembang. Kegiatan tersebut antara lain dilakukan oleh instansi pemerintah seperti Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atau oleh sekolah/perguruan tinggi bi_dang bahasa di seluruh Indonesia. Hasil penelitian tersebut meliputi sebagian besar aspek di dalam linguistik murni, seperti bidang-bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Di samping penelitian berbagai aspek di dalam linguistik murni, telah pula diadakan penelitian dalam bidang linguistik terapan, yaitu tentang pengajaran bahasa, sosiolinguistik, dan lain sebagainya. Dalam penulisan skripsi ini saya mencoba mengerjakan suatu penelitian yang menggabungkan kedua bidang penelitian linguistik di atas. Pada bidang linguistik murni, saya akan meneliti bidang sintaksis, khususnya mengenai pola urutan kalimat biasa dan kalimat inversi. Pada bidang linguistik terapan, saya akan mencoba memperbandingkan pola urutan kalimat biasa dan pola urutan kalimat inversi tersebut pada beberapa buah cerita pendek (cerpen) yang terbit dalam dua masa yang jauh berbeda, yaitu masa Balai Pustaka dan masa kini.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria F. Pranadi
Abstrak :
Dalam skripsi ini saya membahas masalah verba ergatif dengan prefiks ter-, konfiks ke-an dan dengan kata kena dalam Bahasa Indonesia. Adapun tujuan penulisan ini ialah melihat lebih jelas bahwa Bahasa Indonesia, yang bertipe akusatif, mempunyai bentuk verba : ergatif, yang berbeda dengan verba pasif. Dari penelitian ini pun diharapkan adanya deskripsi verba ergatif dengan prefiks ter-, konfiks ke-an, dan kata kena. Metode penelitian yang dipakai ialah metode induktif yaitu penelitian yang dimulai dari observasi-observasi atas fenomena-fenomena yang bersifat individual menuju pada sebuah generalisasi. Dasar pemikiran teori yang digunakan adalah gabungan pendapat-pendapat dari:1). Bernard Cowrie dalam bukunya yang berjudul Language Universals and Linguistic Typology.2). Ellen Rafferty dalam tulisannya yang berjudul Discourse Structure of The Chinese Indonesian of Malang,.3). Harimurti Kridalaksana dalam artikelnya yang berjudul Ergativitas.Ergativitas yang diperkenalkan oleh B. Comrie dan E. Rafferty menunjukkan bahwa satu bahasa dapat merniliki 2 ciri tipe bahasa sekaligus dengan memperhatikan masalah _pelatardepanan' dan 'pelatarbelakangan' dalam satu wacana. Selain itu Harimurti menambahkan bahwa sebuah verba pun dapat membentuk klausa ergatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa verba-verba dengan prefiks ter-, konfiks ke-an, dan dengan kata kena memang membentuk klausa ergatif, yang berbeda dengan klausa pasif. Perbedaan-perbedaan dibuktikan melalui analisis sintaksis dan semantis.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekawati
Abstrak :
Dalam skripsi ini yang menjadi pokok pembicaraan adalah makna dan fungi kata penghung khususnya dalam buku Bunga Rampai Melaju Kuno, Berdasarkan fungsinya kata penghubung dapat dibagi atas bemacam-macam. Kata penghubung yang dibicarakan di sini adalah kata penghubung yang yang berfungsi menghubungkan klausa dengan klausa atau kalimat dengan kalimat. Pembahasan kata penghubung dalam skripsi ini adalah selain yang tersebut di atas, juga adalah perbedaan an_tara kata penghubung dengan kata depan dan kata keterangan, nilai semantis hubungan semantisnya, dan hubungan yang bersifat koor_dinator dan subordinator. Dalam meneliti kata penghubung ini penulis mengadakan peneliti_an pustaka. Pertama-tama penulis mengumpulkan sumber rujukan pusta_ka yang berkaitan langsung atau tau langsung dengan masalah kata penghubung. Setelah itu bahasan dari sumber tadi dilengkapi dengan data-data yang dikumpulkan dari buku Bunga Rampai Melaju Kuno. Sari hasil penelitian tersebut penulis menyimpulkan bahwa kata penghubung dalam menghubungkan satuan-satuan yang dihubungkan mempunyai bermacam-macam makna.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nittrasatri Handayani
Abstrak :
Modifikator verbal merupakan suatu unsur di dalam frasa yang berfungsi untuk mendeskripsikan unsur inti, oleh karenanya modifikator tidak memiliki fungsi otonom di dalam tataran gramatikal. Analisis semantis modifikator verbal bahasa Indonesia menunjukkan bahwa modifikator verbal dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu: (1) modifikator sebagai penanda aspek; (2) modifikator sebagai penanda modalitas; (3) modifikator sebagai penanda kuantitas; dan (4) modifikator sebagai penanda derajat. Analisis sintaktis modifikator verbal, khususnya dengan mendasarkan diri pada verba sebagai titik pusat, menunjukkan bahwa modifikator verbal dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) modifikator yang hanya dapat menduduki posisi mendahului verba; (2) modifikator yang hanya mampu menduduki posisi mengikuti verba;. serta (3) modifikator yang memiliki kebebasan. untuk menempati posisi mendahului maupun mengikuti verba. Analisis tentang jumlah kata yang membentuk suatu rangkaian modifikator verbal, memungkinkan untuk membuat analisis lebih jauh tentang pola urutan rangkaian modifikator verbal tersebut. Pola urutan di dalam rangkaian modifikator verbal tersebut akan didasarkan pada jumlah modifikator bebas yang terdapat di dalam posisi mendahului verba, dengan pertimbangan, hanya dalam posisi demikianlah, rangkaian modifikator verbal tersebut dapat ditemukan. Deskripsi pola urutan dalam rangkaian modifikator verbal menghasilkan empat kelompok besar pola urutan, yaitu: (1) pola urutan yang hanya memiliki satu modifikator bebas di kiri verba; (2) pola urutan yang memiliki dua modifikator bebas di kiri verba; (3) pola urutan yang memiliki tiga modifikator bebas di kiri verba; dan (4) pola urutan yang memiliki empat modifikator bebas di kiri verba. Pengertian modifikator bebas adalah modifikator yang memiliki kemampuan untuk memodifikasi verba secara langsung. Pola urutan rangkaian modifikator verbal di dalam bahasa Indonesia tidak mantap. Ketidakmantapan tersebut disebabkan karena timbulnya kemungkinan suatu urutan yang ambigu, sehingga suatu rangkaian modifikator verbal dapat dideskripsikan ke dalam dua atau tiga kemungkinan nola urutan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library