Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ima Mayasari
"Obligasi sebagai salah satu Efek yang diperdagangkan di pasar modal tidak terlepas dari berbagai risiko, baik risiko usaha maupun penyimpangan penggunaan dana yang akhirnya menyebabkan default (wanprestasi dalam pembayaran kembali obligasi). Terkait dengan risiko tersebut, saat ini perlindungan atas pemegang obligasi adalah suatu keniscayaan. Tidak sedikit obligasi yang mengalami default, sedangkan pemegang obligasi merasa tidak terlindungi. Hal ini menjadikan perlindungan hukum terhadap pemegang obligasi adalah suatu hal yang penting untuk ditelaah. Salah satu obligasi yang mengalami default adalah Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003, dikarenakan kondisi Bank Global (Emiten Obligasi) yang terus memburuk karena mengalami banyak permasalahan mulai dari penempatan surat berharga fiktif, kredit fiktif, reksadana fiktif, tindak pidana penghancuran dokumen warkat bank yang berujung pada kaburnya dua direktur Bank Global dengan membawa serta uang nasabah dan investor Bank Global. Kejadian ini membuat Bank Indonesia terlebih dahulu menetapkan Bank Global dalam status Bank Dalam Pengawasan Khusus, Pembekuan Kegiatan Usaha, Pencabutan Izin Usaha sampai pada proses Likuidasi Bank Global yang sekarang masih berlangsung.
Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, hasil penelitian disajikan secara utuh melalui metode deskriptif analitis. Selanjutnya dipaparkan mengenai syarat dan prosedur penerbitan obligasi serta risiko-risiko investasi obligasi disusul dengan paparan mengenai tanggung jawab Wali Amanat dalam penerbitan obligasi, dimana Wali Amanat bertindak mewakili kepentingan pemegang obligasi baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tentunya hal tersebut di atas tidak terlepas dari telaah mengenai Peijanjian Perwaliamanatan.
Kemudian peneliti melakukan analisa terhadap kasus wanprestasi Bank Global terhadap Pemegang Obligasi Subordinasi I Bank Global Tahun 2003 dimulai dari kondisi Obligasi Subordinasi sesuai propektus memiliki bunga yang cukup tinggi sebesar 14,5%, rating A- (single A minus), adanya jaminan berupa dana pelunasan pokok obligasi (sinkingfund), memiliki rasio kecukupan modal (CAR) tinggi yang menunjukkan tingkat kesehatan bank yang cukup baik. Sampai pada kegagalan pembayaran obligasi yang tentu saja merugikan pemegang obligasi yang menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan obligasi subordinasi disusul dengan kajian mengenai risiko investasi obligasi subordinasi ini. Pada akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa perlindungan hukum pemegang obligasi terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh emiten obligasi adalah Peijanjian Perwaliamanatan dimana Wali Amanat bertindak mewakili kepentingan Pemegang Obligasi untuk melaksanakan tindakan-tindakan sesuai yang tercantum dalam Peijanjian Perwaliamanatan apabila Emiten melakukan Wanprestasi, diantaranya pelaksanaan RUPO, upaya-upaya hukum yang tersedia mulai dari eksekusi jaminan (dalam hal ini sinkingfund), melakukan gugatan perdata yang diwakili oleh Wali Amanat ataupun Pemegang Obligasi Subordinasi secara pribadi kepada Emiten Obligasi, mempailitkan Emiten dan menyelesaikan melalui arbitrase. Mengingat banyaknya pemegang obligasi yang dirugikan karena obligasi yang diinvestasikan mengalami gagal bayar maka penting sekali ditingkatkan peran lembaga pengawas yaitu Bapepam."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuconsina, Rai Hasni
"ABSTRAK
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG menggantikan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2003, maka terjadi penambahan ruang lingkup penugasan Perum BULOG dalam kegiatan usaha komersial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran Perum BULOG sebagai BUMN dalam kegiatan usaha komersial pasca berlakunya PP No. 13 Tahun 2016 Tentang Perum BULOG. Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Socio Legal Research . Berdasarkan hasil penelitian, hambatan yang dihadapi yaitu pelaksanaan tugas dan fungsi yakni di satu sisi menjalankan tugas publik public sevice obligation yang ditugaskan negara, tetapi di sisi lain Perum BULOG juga dituntut untuk mengejar keuntungan fungsi bisnis . Walaupun BULOG telah berubah dari LPND menjadi Perum tetapi Perum BULOG masih belum maksimal menjalankan kegiatan usaha komersial Perum BULOG. Hambatan perizinan, permodalan, pangsa pasar, harga dan SDM juga menjadi permasalahan kegiatan komersial Perum BULOG. Upaya yang dilakukan Perum BULOG sebagai BUMN dalam menjalankan peran kegiatan usaha komersial adalah segera melakukan penguatan kelembagaan Perum BULOG guna mewujudkan perusahaan yang mandiri sesuai dengan maksud dan tujuan pembentukan Perum khususnya bagi Perum BULOG seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33.

ABSTRACT
The Issued of Government Regulation Number 13 Year 2013 Concerning Perum BULOG Replacing Government Regulation No. 7 Year 2003 bring an addition of Perum BULOG Scope as a State Owned Enterprises in commercial business activities. This study aims to analyze the barriers as a State Owned Enterprises in commercial business activities and efforts that can be done to improve the role of Perum BULOG as a State Owned Enterprises in commercial business activities after the enactment of PP. 13 Year 2016 About Perum BULOG. In order to preparing this study, the authors used socio legal research method. Based on the research, the barriers that faced is the execution of duties and function of Perum BULOG in conducting its function running public services obligation assigned by the state and also required to pursue profit business function . Although Perum BULOG has changed from LPND to Perum , Perum BULOG is still not maximally running commercial business, Licensing constraints, capitalization, market share, prices and human resources also hampered commercial activities of Perum BULOG. The efforts that should be done is strengthen the institutional of Perum BULOG In order to be independent company, give contribution in accordance with the intent and purpose of forming Perum BULOG as mandated also in constitution article 33.Key words State Owned Enterprises, Perum BULOG, Commercial Act"
Lengkap +
2017
T49147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hatikasari
"Penelitian ini membahas tentang kepastian hukum penanaman modal asing dalam hukum penanaman modal di Indonesia yaitu dengan membandingkan peraturan penanaman modal asing di Indonesia dan Thailand, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560, serta melihat juga kepastian hukum terhadap Penanaman Modal Asing di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan perundang-undangan, sehingga diketahui bahwa terdapat ketidakjelasan mengenai pengaturan penanaman modal asing di Indonesia, yang menimbulkan tumpang tindih antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta menimbulkan ketidakjelasan birokrasi. Kemudian dalam penanaman modal asing di bidang pertambangan mineral dan batubara, pemerintah seharusnya dapat mengontrol dalam pengelolaannya karena mineral dan batubara berperan penting dalam kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kemudian terdapat perbedaan dan persamaan antara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560 di Thailand. Persamaannya terdapat pada pemberlakuan undang-undang, adanya lembaga khusus, dan pemberian fasilitas serta insentif dalam kegiatan penanaman modal. Perbedaanya, terdapat pada substansi undang-undang, bentuk badan usaha, koordinasi dan pengawasan serta evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal asing. Dengan demikian, diperlukan ketentuan yang ada harus jelas dan detail, dari peraturan tertinggi hingga peraturan pelaksananya harus sesuai dan dapat direalisasikan, khususnya ketentuan mengenai perizinan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap penegakan hukum juga harus tetap dilaksanakan dan berkelanjutan.

This research discusses the legal certainty of foreign investment in investment law in Indonesia by comparing the regulations of foreign investment in Indonesia and Thailand, under The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560, and also see legal certainty to Foreign Capital Investment in Mineral and Coal Mining according to The Act Number 4 of 2009 about Mineral and Coal Mining. This research uses normative juridical research method with comparative law approach and statutory approach, there is unclear about foreign investment arrangement in Indonesia, causing overlap between central and local government regulations, and causing bureaucratic uncertainty. Then in foreign investment of mineral and coal mining, the government should be able to control in its management because mineral and coal have an important role in prosperity. There are differences and similarities between The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560 in Thailand. The similarities are in the enactment of the law, the existence of special institutions, and the provision of facilities and incentives in investment activities. The difference is in the substance of the law, the form of business entity, coordination and supervision and evaluation of foreign investment activities. Therefore, the necessary provisions must be clear and detailed, from the highest regulation to the implementing regulations to be appropriate and realizable, in particular provisions on licensing and coordination between central and local government, and supervision of law enforcement must also be implemented and sustained.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Malebra
"ABSTRAK
DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT INDONESIA MELALUI MEKANISME PENAWARAN UMUM PERDANA TERBATAS PUPT Kewajiban divestasi saham sebagaimana perintah Pasal 112 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan kewajiban yang tidak terelakkan bagi badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing. Untuk melaksanakan perintahundang-undang Minerba ini dibuat aturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pelaksanaannya hingga saat ini ketentuan divestasi sebagaimana pasal 112 menghendaki belum terlaksana sebagaimana seharusnya. Dalam beberapa kali proses negosiasi pelaksanaan divestasi saham PT. Freeport Indonesia masih belum menemukan kesepakatan. Dalam penelitian ini dianalisis secara kritis dan preskriptif terkait mekanisme divestasi yang efektif untuk saham PT. Freeport Indonesia, dan kendala mengapa belum terksananya divestasi saham sebagaimana peraturan perundang-undangan dan kontrak karya menghendaki, serta risiko hukum divestasi saham melalui mekanisme penawaran umum perdana terbatas. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam yaitu metode penelitian yuridis normatif. Dengan pendekatan penelitian hukum yang bersifat kualitatif. Dari hasil penelitian ini bahwa divestasi saham melalui direct divestment/strategic partner tidak menemukan kesepakatan, maka dibutuhkan terobosan divestasi dengan mekanisme penawaran umum perdana terbatas di pasar modal Indonesia. Maka dibutuhkan peraturan khusus dari Otoritas Jasa Keuangan OJK terkait mekanisme, pembatasan para pihak yang berhak membeli saham, serta peran serta pemerintah. Kata Kunci : Divestasi Saham, PT. Freeport Indonesia, Penawaran Umum Perdana, Terbatas.

ABSTRACT
SHARE DIVESTMENT OF PT. FREEPORT INDONESIA THROUGH LIMITED INITIAL PUBLIC OFFERING IPO The obligation of share divestment as stipulated in Article 112 of Law Number No. 4 in 2009 concerning Mineral and Coal Mining is an inevitable obligation for business entities holding IUP and IUPK whose shares are owned by foreigners. To execute the Minerba Act, the regulation is made through the Government Regulation No. 1 in 2017 concerning Fourth Amendment of Government Regulation No. 23 in 2010 regarding Mineral and Coal Mining Business Activities.In its implementation until now, the divestment provisions as intended in Article 112 have not been implemented as it should. In several times the process of negotiating the implementation of share divestment at PT. Freeport Indonesia still has not found an agreement.In this study, it is analyzed critically and prescriptively related to effective alternative divestment mechanism for PT Freeport Indonesia, and the obstacles on why the divestment shares have not been granted as legislation and working contracts require, as well as the legal risk of shares divestment through limited Initial Public Offering IPO mechanism. The research method used in this study was normative juridical, with a qualitative approach to legal research. The result revealed that shares divestment through direct divestment strategic partner did not find an agreement, then it was needed divestment breakthrough with limited Initial Public Offering IPO mechanism in Indonesia capital market. The mechanism of Services Authority OJK is required, along with the restrictions on the parties which are entitled to purchase shares and also the government participation. Keywords Divestment of Shares, PT. Freeport Indonesia, Initial Public Offering, Limited "
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bewani Octavianisa Masrurah
"Salah satu karakterisik dari BUMN adalah modalnya berasal dari pemisahan kekayaan negara. Terdapat perbedaan pengaturan mengenai modal BUMN dengan kedudukannya sebagai kekayaan negara yang berpengaruh pada status kekayaan BUMN dengan bentuk Persero yang menyebabkan perbedaan pandangan hakim dalam kasus kepailitan BUMN Persero. Akibatnya, belum ada BUMN Persero yang status pailitnya dikabulkan oleh hakim dengan dalil bahwa kekayaan BUMN Persero adalah kekayaan negara, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan penyitaan, akan tetapi tahun 2019 PT Kertas Leces (Persero) menjadi BUMN Persero pertama yang pailit di Indonesia.
Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah kesesuaian konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan pemberesan harta kekayaan BUMN Persero yang dinyatakan pailit. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder.
Hasil dari penelitian ini adalah konsep pemisahan harta kekayaan perusahaan dan kekayaan negara dalam BUMN Persero yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak sesuai dan terhadap BUMN Persero yang pailit, proses pemberesan harta kekayaannya sama dengan perseroan terbatas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan PKPU dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

One of the characteristics of SOE’s is that their capital sourced from the separation of state finances. There are differences in the regulation regarding the capital of SOE’s with their position as state finances that affect the wealth status of SOE’s Persero which causes different views of judges in the case of bankruptcy of SOE Persero. As a result, there has been no SOEs whose bankruptcy status has been granted by the judge with the argument that the assets of SOEs are state finances, so that it cannot be confiscated, but in 2019 PT Kertas Leces (Persero) became the first SOE’s Persero to go bankrupted in Indonesia.
This thesis discusses how the concept of separation of company assets and state assets in SOEs Persero is in accordance with Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances and settlement of assets of BUMN Persero which are declared bankrupted . This study uses a normative method which is analyzed qualitatively by using a document study with secondary data collection.
The results of this study are the concept of separation of company assets and state assets in State-Owned Enterprises Persero contained in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and Law Number 17 of 2003 concerning State Finances are not appropriate and for state-owned Persero that is bankrupted, the process of settlement of assets is the same as for a private limited company in accordance with Law Number 37 of 2003 concerning Bankruptcy and PKPU and Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toifur
"Yayasan merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan yang dipisahkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya harta kekayaan milik pendiri terpisah dari harta kekayaan yayasan. Tesis ini menganalisis pernyataan para ahli waris pendiri yayasan yang menyatakan bahwa harta kekayaan milik Ny. SB yang merupakan pendiri yayasan PDS merupakan harta pribadi Ny. SB, bukan merupakan harta kekayaan yayasan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan studi kasus, dan pendekatan perbandingan dengan negara pembanding Jerman, Belanda, dan Spanyol yang dipilih karena merupakan negara civil law. Dalam kesimpulannya, tesis ini menegaskan bahwa yayasan sebagai badan hukum memiliki kekayaan yang terpisah dengan kekayaan pendirinya, pemisahan kekayaan tersebut terjadi pada saat pendiri menyerahkan kekayaannya kepada yayasan dan disertai “surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan”. Pendiri yayasan sudah tidak berhak lagi atas kekayaan yang diberikannya pada yayasan karena kekayaan tersebut sudah menjadi milik yayasan. Hasil perbandingan juga menunjukkan bahwa Indonesia, Belanda, Jerman dan Spanyol memiliki kesamaan yaitu yayasan memiliki kewenangan penuh atas kekayaannya dan terpisah dengan kekayaan pendiri yayasan. Tesis ini juga menyimpulkan bahwa tuntutan ahli waris Ny. SB atas kekayaan atas nama pribadi Ny. SB yang dibeli dengan menggunakan dana yayasan PDS adalah pernyataan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang yayasan dan tergolong sebagai perbuatan melawan hukum.

Foundation is a legal entity consisting of separated assets. Therefore, the founder’s assets should be separated from the foundation’s assets. This thesis analyzes the claims of the founder's heirs that the assets of Ny. SB, the founder of the PDS foundation, are Ny. SB's private assets, not the foundation's assets. This normative juridical research uses three approaches, namely the statutory approach, the case study approach, and the comparative approach with Germany, the Netherlands, and Spain, which were chosen because of their civil law status. In conclusion, this thesis asserts that the foundation as a legal entity has separate assets from the founder's assets, the separation of assets occurs when the founder hands over his assets to the foundation and is accompanied by "the founder’s declaration letter regarding the legitimacy of the separated assets (surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan)". The founder of the foundation is no longer entitled to the assets given to the foundation because the assets have become the sole property of the foundation. The comparison also shows that Indonesia, the Netherlands, Germany and Spain have similarities where the foundation has full authority over its assets and is separate from the founder's assets. This thesis also concludes that the claim of Ny. SB's heirs to the wealth in Ny. SB's personal name that was purchased using PDS foundation funds is a statement that is not in accordance with the laws and regulations on foundations and is classified as an unlawful act."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernoko Dono Wibowo
"The dispute of Industrial Relationship is the main issue frequently takes place to work relation at each company. Such a dispute may be caused by various factors which later need a solution by means of dispute settlement to industrial relationship. The manners of industrial relation settlement taken by public have changes in line with the more complex issues to be resolved. In the settlement mechanism of the disputes in industrial relationship is regulated in the Law Number 2 of 2004, re: Industrial Relationship Dispute Settlement. They are: Consolidation, Mediation, Industrial Relationship Arbitration, Industrial Relationship Court, and Appeal. With the presence of industrial relationship arbitration system regulated in legislation, it is expected positive impacts for the legal development in Indonesia, namely, legal certainty for the parties in a quick manner to continue harmonious work relationship."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Epakartika
"ABSTRAK
The aspect of the interconnection was one of the important aspects in the implementation of the telecommunications. Not only because the interconnection was the important point in the expansion of the service of the telecommunications service, but the interconnection also had the role that was important in creating the business competition that were effective in the telecommunications sector. Therefore, in the rule that in connection with the interconnection in many countries (including in Indonesia), the interconnection already embedded as one of the obligations that must be carried out by the organizer of the telecommunications. The interconnection of the telecommunications could be technically interpreted as the linkage between one telecommunications operator and the other telecommunications operator. In the context of this linkage, it is emerged various aspects that is in connection with the technical aspect, operational aspect and the business aspect that touch on with the interests of the regulator, the operator and the community. Therefore, in the context of the interconnection law had the dimension that in connection with the regulator's relations with the operator in the context of the specific law of the telecommunications sector, the operator's relations with the operator in the dimension of the competition law and civil (the agreement) law as well as the operator's relations with the community in the context of the consumer protection law. In these relations, often emerged the inappropriateness of the interests that finally had caused the dispute between the parties. The available interconnection rule was enabled to complete this dispute as the shape of the search and the discovery of justice for the parties. Referred in this process, there were two main issues that must get attention that is in connection with the forum (the agency) in the dispute resolution and the procedure that was passed through in the dispute resolution. As the agency that played a role as the regulator and at the same time as the agency of the dispute resolution, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia 1 Indonesian Telecommunication Regulation Agency) had the authority to join in as well as complete the dispute. In the context like this, the forum and the procedure of the dispute resolution in and by BRTI must get special attention for the sake of the effectiveness of the dispute resolution and its compatibility with the current legislation regulation."
Lengkap +
2007
T19638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Raysisca Elvide
"Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kerap medapatkan perlakuan kasar, pengusiran, perkosaan, gaji tidak dibayar, bahkan penyiksaan fisik, hal ini mencerminkan lemahnya perlindungan hukum terhadap TKI di .luar negeri, padahal TKI memberikan pemasukan bagi negara berupa devisa. Pengalihan risiko atas kejadian buruk yang menimpa TKI baik selama pra dan purna penempatan maupun di luar negeri dapat dialihkan ke Perusahaan Asuransi. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah menunjuk konsorsium asuransi sebagai bentuk pelayanan dan perlindungan hukum bagi para Till. Pokok permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah tata cara dan prosedur penunjukkan Konsorsium Asuransi TKI apakah bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UUPU), apakah polis Asuransi TKI sudah memberikan jaminan dan perlindungan yang memadai bagi TKI, bagaimana proses pelaksanaan penutupan dan penyelesaian klaim Asuransi TKI, masalah hukum apa saja yang timbul dalam pelaksanaan Asuransi TKI dan bagaimana penyelesaiannya. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan analisa data secara kualitatif. Dari pembahasan pokok permasalahan dapat disimpulkan bahwa tata cara dan prosedur penunjukan konsorsium Asuransi TKI tidak bertentangan dengan UUPU. Dari jenis risiko yang dijamin asuransi TKI telah memberikan jaminan yang memadai akan tetapi nilai pertanggungannya masih perlu ditingkatkan. Dalam pelaksanaan penutupan dan proses klaim yang dikoordinir oleh broker asuransi atau PJTKI masih timbul permasalahan hukum dimana harga premi dinilai tidak sesuai dengan peraturan perasuransian dan masih ada TKI yang tidak dilindungi asuransi karena kelalaian pihak PJTKI atau statusnya yang dikategorikan sebagai.illegal.

Frequently, Indonesia Workers (TKI) at abroad always have violence treatment, expulsion, rape, unpaid salary, or even physical torturing, it reflects the weakness of legal protection for TKI at abroad, in deed, they had produced foreign exchange for the country. Risk transference to anticipate a bad events of TKI either pre employment to their engagement at abroad may be turned to Insurance Company. To implement it, the government had appointed insurance consortium as service and legal' protection for TKI. The main point researched in this thesis is whether or not the appointment procedure of TKI Insurance Consortium contradicted with Laws No.5 year 1999 on both Prohibited monopoly practice and unhealthy business competition (UUPU), and had insurance policy of TKI given service and adequate protection for them, how is implementation process of covering and settling TM's
Insurance claim, whatever legal aspect will arise in implementing TKI Insurance and how to solve it. The research method used in this thesis is normative juridical research method in descriptive nature by analysing data qualitatively. Based on those problems,. it may be drawn conclusion that procedure of appointing TKI Insurance consortium is not contradicted with UUPU. From insured risk specification the TKI' s insurance had given adequate insurance, but, it should be increased more. To implement coverage and claim process coordinated by insurance broker so called PJTKI (Indonesia Workers Recruitment Company) still remain problems in which premium price having been valued is not suitable to insurance regulation and there are some TKI had not been protection/insured as result of PJTKI's negligence or its status categorized as illegal.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saint Anderonikus
"ABSTRAK
Transaksi sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan leasing sejak
tahun 1974 sudah menjadi salah satu pilihan dan solusi bagi para pelaku bisnis
untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam melakukan usahanya. Untuk itu segala
sesuatu yang menyangkut transaksi leasing ini harus dimengerti dengan jelas baik
oleh pihak penyedia jasa pembiayaan dalam bentuk pemberian jasa sewa guna
usaha atau yang lebih dikenal dengan lessor maupun oleh pengguna jasa sewa
guna usaha tersebut atau yang dikenal dengan lessee. Kegiatan sewa guna usaha
ini terbagi menjadi dua, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease). Selain itu, dalam kegiatan
sewa guna usaha pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara
membeli barang penyewa guna (lessee) oleh lessor yang kemudian barang
tersebut disewa-guna-usaha kembali oleh lessee atau yang lebih dikenal dengan
sale and lease back. Barang modal yang dibiayai bermacam-macam dan kapal
laut adalah salah satu contohnya. Pembiayaan kapal laut yang dituangkan dalam
perjanjian sewa guna usaha ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati terutama
dalam segi hukumnya mengenai status kepemilikan kapal laut, mengingat dalam
transaksi sewa guna usaha dengan skema sale and lease back status kepemilikan
dari kapal laut sebelum dilakukannya transaksi sewa guna usaha berada di tangan
lessee dan mengingat bahwa ada beberapa hal yang wajib dilakukan agar
peralihan hak kepemilikan dari kapal laut tersebut dapat dianggap telah dilakukan
dengan sah menurut hukum dan apa akibat hukumnya apabila peralihan hak
kepemilikan dari kapal laut tersebut belum dilakukan dengan sah.

ABSTRACT
Lease transaction or better known as leasing has becoming one of choices
and solutions to the entrepreneurs to fulfil their needs in doing their business since
1974. Therefore, all things related to this lease transaction should be understood
clearly either by a party which provides the financing service in the form of
providing lease service or better known as lessor or by the user of the said lease
service or better known as lessee. This leasing activity is divided into two, which
are lease with option right (Finance Lease) and lease without option right
(Operating Lease). Apart from that, in leasing activity, procurement of capital
good can also be done by purchasing the lessee’s good by the lessor which
afterward such good is leased back by the lessee or better known as sale and lease
back. Capital goods which are financed are various and ship is one of the
examples. This ship financing which is provided in the lease agreement should be
done very carefully especially from the legal point of view with regard to status of
ship’s ownership, considering that in the lease transaction with sale and lease back
scheme the ownership status of the ship prior to the implementation of lease
transaction is in the lessee’s hand and considering that there are several things
which should be conducted in order such transfer of ownership right of the ship
can be assumed that it has been conducted legally according to the law and what
will be the legal impact if such transfer of ownership right of the ship has not been
legally conducted."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23484
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>