Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frans Setyadi N.
"Ulos Batak Toba adalah bagian dari ekspresi kehidupan manusia Batak Toba yang memiliki berbagai simbol dan nilai. Ulos Batak Toba memiliki 2 fungsi yaitu sebagai media berkat kepada orang yang menerima ulos dalam ritual mangulosi dan sebagai sarana interaksi dengan kebiasaan tradisional dalihan natolu dalam semangat hidup dan sistem religi. Ulos Batak Toba merupakan sebuah fenomena yang dijelaskan lewat motif ragam hias dan motif warna. Melalui fenomena tersebut, maka akan dikaji secara hermeneutika fenomenologis Ricoeur.
Hasil interpretasinya adalah makna ulos ragiidup berupa makna sakral, harmoni, dan makna siklus kehidupan. Tujuan penelitian ini adalah menunjukkan ulos Batak Toba memiliki dimensi simbolik yang berasal dari pedoman hidup masyarakat Batak Toba.

Ulos Batak Toba is a part of life expression of Batak Toba people which has various of symbol and value. Ulos Batak Toba has two function consists of blessing media to those who receive ulos in traditional rituals mangulosi and interaction media with traditional system dalihan natolu in the spirit of belief and religious system. Ulos Batak Toba is a fenom described by its decorative and colourful motif. Through this fenom, it will be studied using phenomenological hermeneutics Ricoeur.
The result of this interpretation is the meaning of ulos ragiidup consists of sacred, harmonic, and life cycle meaning. The purpose of this research is to show that Ulos Batak Toba has symbolic dimension which derives from the way of life from Batak Toba people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S58505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaldo David
"Tulisan ini membahas Film The Act of Killing.  Persoalan yang diteliti adalah relasi kekerasan, kekuasaan, dan banalitas kejahatan melalui pemikiran Hannah Arendt. Arendt melihat kekuasaan harus dibebaskan dari kekerasan, sebab penggunaan kekerasan dalam kekuasaan mendorong negara terperangkap dalam totalitariasnime. Kekerasan demi kekerasan dalam masyarakat berpotensi memunculkan ketakutan, hilangnya ruang publik, dan intersubjektivitas. Akibatnya, bagi masyarakat kejahatan akan dilihat sebagai hal biasa yang dalam istilah Arendt sebagai banalitas kejahatan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tendensi totalitarianisme tampak ketika negara memutuskan untuk melakukan pembantaian atas pengikut PKI dan etnis Cina melalui kekuasaan yang mengedepankan kekerasan. Kebersatuan antara kekuasaan dan kekerasan dalam film dokumenter ini tidaklah memperlihatkan relasi yang ideal. Para pelaku pembantaian (Anwar Congo dan Adi) adalah algojo-algojo negara yang memandang dan melakukan kejahatan (pembantaian) sebagai hal yang biasa. Sikap demikian menunjukkan dengan jelas terwujudnya banalitas kejahatan dimana keberpikiran, pertimbangan nurani, sebagai akibat kepatuhan buta terhadap kebijakan negara menghilang.

This paper discusses The Act of Killing Film which focused on the issue of violence, power, and banality of crime through the thoughts of Hannah Arendrt. Arendt sees violence must be released from power, because the use of violence in power will encourage the state to be caught up in totalitarianism. Violence for the sake of violence that occurs in society will create fear, loss of public space, and intersubjectivity. As a result, crime for the community will be seen as a normal thing so that it will easily to act as a banal criminal, namely the situation of ignorance, the emergence of obedience to blindness and death of conscience. The results of the study shows that the tendency of totalitarianism was apparent when the state decided to carry out massacres of PKI followers and Chinese ethnic through power that promoted violence. The unity between power and violence in this film does not show an ideal relationship. The perpetrators of the massacre (Anwar Congo and Adi) are state executioners who view crime as a normal thing. Such an attitude shows clearly the realization of a banality of crime where the thought, conscience, is lost due to blind obedience to state policy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library