Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
R. Eep Saefulloh Fatah, 1967-
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994
320.5 AEP m
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Mohammad Riduansyah
Abstrak :
Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang merupakan kota baru yang berkembang dengan pesat yang berfungsi sebagai daerah penyangga bagi Ibukota Jakarta dan sekaligus berfungsi sebagai daerah pengembangan sektor industri, perdagangan dan pemukiman. Namun kemajuan dan perkembangan yang pesat Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang kurang diimbangi dalam hal penyediaan layanan perkotaan bagi warganya. Sebabnya adalah karena adanya berbagai kendala yang dihadapi pemerintah kota, seperti dana yang kurang memadai dan keterbatasan kualitas aparatur pemerintah. Oleh karena itu diperlukan adanya keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan dan pengelolaan layanan perkotaan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian, keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan dan pengelolaan layanan perkotaan sangat menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang berkepentingan terhadap ketersediaan layanan perkotaan tersebut.
Hasil analisis SWOT terhadap kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam hal penyediaan dan pengelolaan layanan perkotaan di Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang dengan menggunakan konsep BOT dan kerjasama yang komplek dapat terus dijalankan karena bermanfaat bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu kerjasama yang demikian dapat dikembangkan pada sektor layanan perkotaan lainnya sebab dapat melahirkan sinergi yang memberikan dampak luas bagi kepentingan masyarakat.
Keberhasilan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan layanan perkotaan sangat bergantung dari upaya-upaya penyempumaan berbagai perangkat hukum yang dapat dijadikan acuan, transparansi dalam pengelolaan dan adanya pandangan yang lama dari pihakpihak yang terlibat yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi harus diimbangi dengan aspek sosial dan budaya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bondan Kanumoyoso
Abstrak :
Thesis titled "The Strengthen of State Economic Role: Nationalization of the Dutch Enterprises in Indonesia, 1957-1959". The parliamentary democracy period ended by the falling of Ali Sastroamidjojo 2?? cabinet?s governance on March 14th 1957 and the economic crisis that coming together. Meanwhile, the relation between Indonesia and Dutch has getting worse in the transition period through the guidance democratic system. The main barrier in the relation was the conflict of Irian Barat. Two important things ensued by the end of November 1957. United Nation Organization had failed to ratify a resolution of which suggesting Dutch to confer a solution for Irian Barat conflict on November 29th 1957. While, in November 30th 1957, assassination attempt for the President Soekarno known as Cikini Tragedy occurred. The explosion of anti-Dutch radicalism has been triggered by the failure of the resolution of the Irian Barat conflict in the United Nation Organization. On December 3? 1957 the labor union of the Indonesian Communist Party (PKI) and Indonesian National Party (PNI) started to take over Dutch trade and enterprises. This movement noticed the beginning of the nationalization of Dutch enterprises in Indonesia that was supported by government. The deportation of 46.000 Dutch citizens in Indonesia on December 5"? obviously reflected the government support. It is definitely necessary to comprehend that nationalization in this term stand for; all the Dutch property was converted into state property. A take over of Dutch properties to other enterprises instead of the state (to Indonesian private enterprises)' was excluded the connotation of nationalization. It was merely described as nationalized. Nationalization has caused the fundamental changes in the Indonesian economic structure. During the nationalization 90% plantation output ownership has transformed into state corporations. As well as the 60% foreign trade and around 246 factories, mining enterprises, banks, shipping, and varieties service industries. The nationalization itself has ended the domination of Dutch capital in Indonesian economic.
Jatuhnya pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo yang ke II pada tanggal 14 maret 1957 dan krisis ekonomi yang menyertainya merupakan akhir dari periode demokrasi parlementer. Sementara itu dalam masa transisi menuju sistem demokrasi terpimpin, hubungan antara Indonesia dengan Belanda juga terus memburuk. Hambatan utama dalam hubungan tersebut ialah masalah Irian Barat. Pada akhir bulan November 1957 terjadi dua kejadian penting. Pada tanggal 29 November Perserikatan Bangsa-Bangsa (PEB) gagal mengesahkan suatu resolusi yang menghimbau agar Belanda merundingkan suatu penyelesaian mengenai masalah Irian Barat. Sedangkan pada tanggal 30 November terjadi usaha pembunuhan terhadap Presiden Sukarno dalam peristiwa Cikini. Gagalnya resolusi masalah Irian Barat di PBB mengakibatkan terjadinya ledakan radikalisme anti Belanda. Pada tanggal 3 Desember, serikat-serikat buruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan dan kantor-kantor dagang Belanda. Gerakan tersebut menandai nasionalisasi perusahaan- perusahaan Belanda yang didukung oleh pemerintah Indonesia. Dukungan pemerintah terlihat jelas pada tanggal 5 Desember dengan keluarnya perintah pengusiran oleh Departemen Kehakiman terhadap 46.000 warga negara Belanda yang ada di Indonesia. Perlu ditegaskan bahwa nasionalisasi dalam hal ini berarti; segala aset milik Belanda dijadikan milik negara. Pemindahan ke tangan nasional bukan negara (ke tangan pihak swasta Indonesia) tidak termasuk dalam pengertian nasionalisasi. Pengertian untuk pemindahan ke tangan nasional bukan negara selayaknya disebut dengan menasionalkan saja. Nasionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan fundamental dalam struktur perekonomian Indonesia. Selama terjadinya nasionalisasi kepemilikan 90% produksi perkebunan beralih ke tangan pemerintah. Demikian juga dengan 60% nilai perdagangan luar' negeri dan sekitar 246 pabrik, perusahaan pertambangan, bank-bank, perkapalan dan sektor jasa. Dengan demikian nasionalisasi mengakhiri dominasi modal Belanda dalam ekonomi Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T3521
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library