Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sikoway, Anthon
"Fungsi Haima dalam perspektif orang Papua (Warga Kayu Pulo dan Papua Nugini) merupakan faktor utama menuju kelanjutan hidup bertetangga yang dibina, baik itu menyangkut manusianya ataupun media yang menjadi primadona saling berkunjung. Pusat perhatian dalam tesis ini sebenarnya menyoroti ketika semakin terdegradasi esensi budaya masyarakat itu namun tidak mengurangi keterikatan mereka menyangkut aspek kekerabatan, ekonomi, agama dan kepercayaan yang ternyata dari hasil penelitian menunjukkan gejala keseimbangan antar aspek kehidupan manusia dalam arti memenuhi kebutuhan hidupnya yang pada akhirnya melahirkan konsep kebutuhan manusia dengan temuan-temuan karakteristik masyarakat, dalam penelitian berjudul "Haima" Suatu Kajian Tentang Integrasi Masyarakat Desa di Irian Jaya dan Papua Nugini.
Beberapa pegangan masyarakat ini adalah : Pertama, kedua masyarakat ini selalu dikaitkan dengan latar belakang kekerabatan yang menghasilkan produk saling berkunjung yang didalamnya terjadi aktivitas-aktivitas yang mengandung muatan ekonomi, sosial, dan agama. Dengan kata lain bahwa kekerabatan merupakan hal yang sangat pokok dalam melakukan kegiatan Haima tersebut. Kedua, kenyataan bahwa nilai kelanjutan hidup manusia adalah nilai ekonomi. Walaupun aktivitas kehidupan lain semakin baik, tetapi peran perantara transaksi ekonomi dari tukar menukar sampai pada jual beli pada akhirnya menjadi patokan stratifikasi sosial seseorang dalam cakupan adat berkunjung. Ketiga, upaya untuk meningkatkan peran agama dan kepercayaan adalah penentu sosok kepribadian yang integral dalam menghadapi proses pembangunannya.
Hipotesis ini adalah semakin berkembangnya masyarakat atau lebih luas lagi disebut bangsa menuju globalisasi tetapi yang terjadi ternyata adanya "Keseimbangan" dalam tanda kutip antara nilai-nilai kekerabatan, ekonomi maupun agama dan kepercayaan selalu dapat hidup berdampingan mengikuti proses-proses pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T9739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radjasa Mu`tasim
"Tema penelitian ini adalah `wacana keagamaan 'lokal' yang dikaitkan dengan `perilaku sosial' , jadi masuk dalann kajian antropologi linguists. Asumsi yang mendasari adalah ; bahwa bahasa dan perilaku sosial memiliki hubungan yang sangat erat. Faktor bahasa menentukan sikap dan perilaku seseorang, bahkan karena begitu pentingnya peran bahasa dalam kehidupan seseorang, apa yang ada di luar jangkauan bahasanya tidak dapat dipikirkan apalagi dikerjakan. `Wacana keagamaan' yang dimaksudkan adalah ungkapan-ungkapan yang muncul di masyarakat, sebagai cerminan dari pengetahuan data keyakinan agama. Ungkapan-ungkapan itu akan dianalisis dengan melihat makna kebudayaan yang tersembunyi, sehingga terlihat jelas hubungannya dengan perilaku masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pedesaan yang mempunyai latar belakang keagamaan yang kuat dan dipimpin oleh seorang tokoh agama yang kharismatik. Desa ini bernama Jumeneng (selanjutnya disamarkan menjadi Mangadeg) di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pengumpulan datanya dilaksanakan dengan cara observasi dan wawancara mendalam pada kurun waktu 1998 - 1999, selama kurang lebih satu tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wacana keagamaan lokal yang berkembang pada masyarakat Mangadeg menyiratkan adanya pola pemahaman keagamaan yang mereka sebut sebagi salaf ( tradisional ). Pemahaman tersebut berakar pada sikap ketaatan masyarakat terhadap Kyai yang memiliki kekuasaan sangat kuat, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan social. Kyai adalah rujukan utama bagi masyarakat dalam berbagai bidang. Proses pembentukan wacana tersebut, diawali dengan digunakannya teks-teks keagamaan yang ditentukan oleh Kyai sebagai sumber, yang kemudian oleh Kyai diterjemahkan untuk masyarakat. Apa yang disampaikan Kyai, sebagai wacana, sangat dipengaruhi oleh posisinya sebagai elit masyarakat yang memegang kendali kehidupan di Mangadeg. Produksi wacana dari Kyai ( hasil interpretasi ) sarat dengan berbagai kepentingan subyektif ; terutama kepentingan politik atau kekuasaan yang dipegangnya. Oleh karena itulah dominasi Kyai dengan sendirinya, didukung wacana keagamaan masyarakat yang bersumber dari Kyai sendiri. Padahal wacana Kyai adalah satu-satunya yang dipegangi masyarakat.
Maka, seluruh aspek kehidupan masyarakat didominasi oleh kharisma Kyai tersebut. Subtansi agama yang dikembangkan secara lokusumal adalah yang terkait dengan kesalehan individual. Sedangkan yang terkait dengan kesalehan sosial tidak berkembang. Agama diwacanakan sebagai jalan untuk menyelamatkan diri dari api neraka, bukan sebagai rahmat lii alamin yang berdimensi sosial. Karena itu secara illokusional masyarakat memahami agama sebagai jalan menyelamatkan diri sendiri.
Perilaku masyarakat cenderung hanya melaksanakan norma agama yang sifatnya individualistik, tetapi sangat lemah komitmennya terhadap persoalan sosial. Kontrol masyarakat terhadap pelanggaran norma agama sangat keras, tetapi sangat lemah kontrol terhadap penyimpangan sosial. Sikap ambivalen seperti ini tentu terkait dengan pola keagamaan mereka yang didominasi oleh Kyai, yang notabene kurang memiliki referensi yang cukup dalam masalah-masalah kemasyarakatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Dirman
"Konsep penting yang menjadi dasar prespektif dalam penelitian ini adalah adaptasi,yaitu bagaimana orang Bajo-Berese mengatur hidupnya sebagai pemukim menetap di wilayah pesisir Holimombo sejak akhir tahun 50-an sampai sekarang. Untuk menjelaskan permasalahan ini digunakan pendekatan ekologi budaya yang dikembangkan Julian Steward (1955) yang karakterisitk metodologisnya adalah historis, komparatif dan holisitik. Holistik memandang bahwa elemen-elemen budaya saling ketergantungan, namun secara spesifik memusatkan perhatian pada inti kebudayaan mencakup pola-pola sosial,kepercayaan dan politik, karena sangat berkaitan aspek teknologi eksploitasi. Adapun konsep adaptasi mengacu pada konsep Emillio Moran (1979) dan Bennet (1974).
Hasil penelitian menunjukan bahwa Orang Bajo Berese dalam kehidupannya sebagai pemukim menetap di wilayah pesisir Holimombo secara umum adaptif. Sedangkan yang tidak adaptif adalah indvidu-individu yang melakukan pengembaraan untuk menetap di wilayah pesisir lainnya dan tidak kembali lagi. indikator keberhasilan adaptasi terlihat; (1) meningkatnya populasi mereka yang tercatat dalam kurun tujuh tahun terakhir yaitu tahun 1990-1991 berjumlah 189 orang sedangkan tahun 1996-1997 meningkat 332 orang ; (2) semakin meningkatnya income perkapita yang terlihat dari tingkat pengeluaran, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga, pakaian, perumahan maupun pemilikan alat tangkap;(3) kesehatan meningkat yang terlihat dari tingginya tingkat lahir-hidup bayi yakni usia 0-5 tercatat 31 % dari jumlah penduduk Bajo Berese, sedangkan tingkat kematian karena faktor usia lanjut yang dalam lima tahun terakhir ini terdapat empat orang;(4) Pengembangan cara hidup sebagai strategi adaptasi sosial maupun fisik seperti;(a)perkawinan dengan cia-cia namun tetap mempertahankan untuk tetap tinggal dipemukiman mereka;(b) mempertahankan perdagangan barter dengan penduduk cia-cia meskipun berkembangnya ekonomi uang;(c) adanya pemimpin formal orang Bajo dalam struktur pemerintahan desa Holimombo;(d) adopsi teknologi motorisasi sehingga konsep kearifan bahwa laut milik bersama cenderung berubah persepsi mereka bahwa laut menjadi milik orang yang bermodal;(e) kepercayaan akan hukuman supernatural masih berakar dalam kehidupan mereka, tampak dari pantangan-pantangan yang harus dilakukan mulai saat kehamilam, sunatan, dalam kehidupan rumah tangga khususnya berkaitan dengan, berhasil tidaknya memperoleh rejeki di laut maupun ancaman kecelakaan di laut;(f) semakin menghargai pendidikan;(g) Kerja bakti desa atau memberi upah pada penduduk Holdmombo;(i) dalam lima tahun terakhir ini, telah menjalin hubungan dagang dengan perusahaan-perusahaan di kota Bau-Bau, khususnya penjualan sirip hiu, tuna, lola dan japing-japing.
Akhirnya mempertahankan adat menetap sesudah kawin untuk tetap hidup di pemukiman mereka adalah sebagai strategi mempertahankan keutuhan komunitas mereka. Tetapi juga sebagai strategi mengatasi semakin sulitnya memperoleh hasil laut utamanya dalam hal tenaga manusia sebagai hal yang mutlak dalam rangka menambah produktifitas tenaga kerja, dimana jumlah anak adalah sangat diperlukan sebagai aset ekonomi keluarga Bajo Berese."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilona Regina Marggraf
"ABSTRAK
Tesis ini membandingkan pola ungkapan budaya, yaitu ekspresi rasa sakit dan respons terhadap ekspresi rasa sakit, dalam kebudayaan Swis, Tanimbar, dan Jawa melalui metode analisis percakapan. Peneliti mengutamakan hipotesis bahwa dalam ketiga kebudayaan dapat ditemukan pola ungkapan rasa sakit yang berbeda. Selain perbedaan ideosinkratis dapat ditemukan perbedaan pola ungkapan rasa sakit yang disebabkan oleh perbedaan kebudayaan informan yang direkam. Penelitian ini membahas komunikasi paralinguistis dan verbal dari informan yang berasal dari ketiga kebudayaan tersebut. Komunikasi nonverbal hanya dibahas sejauh penting untuk pengertian komunikasi paralinguistis dan verbal. Pada penelitian ini pegawai kesehatan dan pasien direkam dengan taperecarder dan kamera video untuk memperoleh data pola ungkapan rasa sakit empiris pada situasi pijetan dan kelahiran dari informan yang berasal dari ketiga kebudayaan tersebut. Data rekaman tersebut ditranskripsikan dan contoh-contoh ekspresi rasa sakit dan respons terhadap ekspresi rasa sakit digolongkan dalam beberapa kategori. Dalam tesis ini suatu ungkapan disebut pola ungkapan kalau ditemukan lebih dari satu contoh ungkapan tersebut dalam data rekaman. Suatu pola ungkapan hanya disebut pola ungkapan budaya kalau dalam data transkripsi ditemukan contoh yang berasal dari lebih dari satu informan atau kalau informan yang diwawancarai dapat mendukung data rekaman. Selain data rekaman dan data dari wawancara, juga dikumpulkan informasi dalam kepustakaan di Swis, Belanda, dan Indonesia. Penelitian ini memperlihatkan dengan jelas perbedaan dalam pola ungkapan rasa sakit ketiga kebudayaan tersebut dan dapat dimanfaatkan oleh pegawai kesehatan dan orang lain untuk mcnghindari kesalahpahaman dalam situasi antarbudaya karena mereka lebih sadar akan perbedaan pola ungkapan budayanya.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrik Herman J. Krisifu
"ABSTRAK
Tesis dengan judul di atas penulis ingin membahas tentang peran lembaga penyelesaian sengketa pada orang Biak. Orang Biak sudah mengenal lembaga kainkain karkara Biak ini secara turun temurun, sebagai lembaga yang memiliki beberapa fungsi dalam beberapa aspek, yaitu: aspek ekonomi, hukum, keamanan dan politik serta aspek keagamaan. Pada kajian ini lebih terfokus kepada kainkain karkara Biak sebagai lembaga hukum yang berfungsi dan bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa pada orang Biak.
Dalam perkembangan lebih lanjut lembaga kainkain karkara Biak ini banyak mengalami perubahan yaitu pada masa pemerintahan Belanda dan pada masa pemerintahan Indonesia.
Pada masa pemerintahan Indonesia di Biak (Irian) sejak tanggal 1 Mei 1963. Pemerintah Indonesia dengan alasan unifikasi hukum di bidang peradilan maka terhadap kainkain karkara Biak juga dikenakan Undang-undang Darurat nomor 1 tahun 1951, tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara peradilan-peradilan sipil. Dan untuk daerah Irian Barat penghapusan lembaga peradilan adat - swapraja dilakukan dengan surat keputusan bersama antara Gubernur Kepala Daerah Tingat I Irian Barat dan Ketua Pengadilan Tinggi Irian Barat. Dengan demikian lembaga kainkain karkara Biak secara resmi tidak berlaku lagi sebagai lembaga peradilan atau penyelesaian sengketa pada orang Biak.
Namun dalam kenyataannya, lembaga ini cenderung masih dipakai oleh orang Biak untuk menyelesaikan sengketa-sengketa dalam masyarakat. Dari kecenderungan ini maka kami merumuskan masalah dalam tesis ini, sebagai berikut yaitu: mengapa orang Biak masih menggunakan kainkain karkara Biak untuk menyelesaiakn sengketa-sengketa yang mereka hadapi. Dan untuk menjawab permasalahan pada tesis ini maka, kami menggunakan beberapa konsep dan teori yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjelaskan permasalahan tersebut. Salah satu konsep yang digunakan adalah konsep semi-autonomous social field yang dikemukakan oleh Sally Falk Moore. Dan teori yang digunakan adalah teori hukum seperti yang dikemukankan oleh Hoebel bahwa untuk mengkaji hukum terlebih dahulu harus ditelaah unsur-unsur kekuatan (privileged force), kewenangan yang resmi (official authority), dan keteraturan (regularity). Metode studi kasus dan pengamatan terlibat digunakan untuk menjaring data yang diperlukan bagi penulisan tesis ini.
Akhir dari tesis ini, kami simpulkan bahwa dengan masih berlakunva kainkain karkara Biak, membuktikan bahwa aturan-aturan masyarakat lokal belum tentu dapat diterobos oleh aturan pemerintah yang bersifat nasional. Karena banyak masyarakat yang masih terisolasi baik phisik dan isolasi sosial, sehingga mereka belum sepenuhnya mengenal hukum negara."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusrita Yanti
"The focus of this study is the investigation of the strategies used by learners of English in conversation. The subjects of this study were the native speakers of the Minangkabau language (LI) who are learning English. In this conversation, the learners tried to make a systematic attempt to express meanings in English as the target language, in situations where the appropriate systematic target language rules have not been formed. The aims of the study are (1) to describe the strategies which the learners use in communicating in English and (2) to describe the kinds of errors or deviations made by these learners due to the influence of their LI. The recorded data of five cassettes were transcribed and analyzed by using two frameworks, i.e. David Richard's model (1983) supplemented by Corder's algorithm (1981).
The findings of this study include the following. There are two main strategies, i.e. communication strategies (CS) and avoidance strategies (AS), used by the learners. CS involve the choice of alternatives such as literal translation or transfer, generalizations or overgeneralizations, or redundancy reduction. AS involve the choice of alternatives such as code switching, appeal for assistance, or message abandonment. However, there are errors made by Minangkabau speakers in the trancsripts which cannot be systematically explained by the two frameworks. A possible explanation of those errors is proposed at the end of the thesis, i.e. by combining the items in each strategy or the items in both strategies. This type of wayout is here referred to as "combined strategies". From those items, it is the negative transfer and generalizations or overgeneralizations which were used by most learners. The negative transfer gives rise the deletions of certain syntactic categories which then lead to errors in the utterances. Generalizations or overgeneralizations cause the additions of certain syntactic categoriee of English.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vincentia Irmayanti Meliono
"Dengan dirintisnya jalur-jalur pelayaran ke Nan yang yaitu ke negara-negara di wilayah Asia Tenggara, oleh Laksamana Zheng Ho, perdagangan menjadi ramai. Hasil kerajinan dari Cina seperti porselin dan sutera bermunculan di Asia Tenggara. Sebaliknya hasil-hasil pertanian dan rempah-rempah dari Asia Tenggara mulai dikenal di Cina (Yayasan Klenteng Sam Po Kong, 1986:9). Dengan demikian terjadilah pertukaran kebudayaan antara Cina dengan negara-negara yang dikunjunginya. Pertukangan, kerajinan tangan, tenun dan pertambangan mulai diperkenalkan pada rakyat setempat.
Perdagangan di antara kedua belah pihak pun mulai terjalin. Sebagai duta persahabatan, Zheng Ho selalu membawa berbagai macam barang berharga untuk para raja negeri yang dikunjunginya. Lonceng Cakra Donya yang sekarang tersimpan di Musium Banda Aceh adalah hadiah Laksamana Zeng Ho kepada raja Samudera Pasai pada tahun 1419. Untuk jelasnya jalur pelayaran Laksamana Zheng Ho dapat dilihat pada gambar 4.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan pokok penelitian yang telah dilaksanakan adalah untuk: (1) menemukan hubungan internal dan eksternal antara ceritera-ceritera lisan (misalnya mite) tersebut degan ritual yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. (2) mencari struktur-struktur yang terdapat pada ceritera-ceritera lisan (mite) tersebut. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif.
Penelitian eksploratif ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu atau mendapatkan ide-ide baru mengenai gejala itu, sehingga dapat merumuskan masalahnya secara lebih terperinci (Koentjaraningrat,1985:29). Berkaitan dengan sifat eksploratif, maka penelitian ini merupakan studi kasus yaitu menggunakan suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek yang diteliti. Dengan demikian maka data yang dikumpulkan, dipelajari dari suatu keseluruhan secara holistik atau terintegrasi. Segala aspek dari tingkah laku sosial dan proses-proses yang berhubungan dengannya dipelajari dalam konteks sosialnya (Vredenbregt , 1978 : 38-39; Koentjaraningrat,1985:30).
Penelitian ini juga bersifat deskriptif, karena penelitian ini memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu keadaan, gejala atau kelompok tertentu (Koentjaraningrat,19B5:3B). Gambaran yang akan diberikan di sini ialah tentang mite-mite dalam suatu kelompok masyarakat tertentu dan ritual yang diselenggarakan. Untuk mengetahui struktur mite, maka data-data akan dikumpulkan, ditranskripsikan, diterjemahkan, dianalisis kemudian diinterpretasikan sesuai dengan sifat penelitian deskriptif. Data - data mengenai klenteng, tempat pemujaan dan ritual juga akan dikumpulkan, dianalisis dan diinterpretasikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnayu Sitaresmi
"Tesis ini menjelaskan pemahaman anak-anak anggota Sanggar Kukuruyuk, tentang ajaran moral triguna, yang merupakan bagian dari norma masyarakat Bali yang berlandaskan ajaran agama Hindu Dharma, yang mereka terima melalui simbol dalam fabel "Katuturan Kambing Takutin Macan". Asumsi yang disusun adalah fabel, yang merupakan cerita yang mengajarkan moral dan terdiri dari wacana yang menyampaikan pesan tentang moral tersebut dengan menggunakan simbol bahasa, menjadi alat transmisi yang mewariskan ajaran moral kepada anak-anak sebagai anggota masyarakat Bali.
Pemahaman anak ini didekati dengan menggunakan pendekatan antropologi linguistik, yang dikaitkan dengan pendekatan simbolik dan kognitif. Pendekatan ini melihat bahasa sebagai sistem pemaknaan simbolik dan terdiri dari susunan konsep, yang membantu menyusun pemahaman seseorang tentang suatu rangsangan. Pemaknaan ini tidak bersifat individual, melainkan merupakan hasil pengamatan bersama dari kebudayaan yang dianut masyarakat yang menjadi tempat individu tersebut bersosialisasi.
Metode yang digunakan ialah etnografi terfokus, dengan menggunakan teknik pengumpulan data partisipasi observasi, yang didukung studi literatur, wawancara, pengamatan, serta penyebaran kuesioner, untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif.
Temuan-temuan penting dalam penelitian ini adalah (1) wacana dalam fabel "Katuturan Kambing Takutin Macan" merupakan bentuk penyampaian pesan tentang ajaran moral triguna, (2) penyampaian ajaran moral melalui fabel "Katuturan Kambing Takutin Macan" mengembangkan imajinasi anak, sehingga anak dapat menjelaskan sebab akibat munculnya tindakan dalam sebuah interaksi sosial.
Penyampaian fabel "Katuturan Kambing Takutin Macan" membantu anak mengembangkan imajinasi mereka tentang sifat-sifat dalam ajaran moral triguna yang mempengaruhi tindakan pelaku dalam fabel tersebut. Imajinasi ini mempengaruhi penyusunan konsep dalam pemahaman anak tentang alasan tindakan, perkiraan tentang tanggapan yang akan terjadi terhadap tindakan tersebut, penilaian mengenai tindakan, dan alasan mereka memberikan penilaian tersebut. Imajinasi ini memperkuat pemahaman mereka untuk memahami konsep awal yang ingin diwariskan penutur cerita, tetapi juga menyebabkan munculnya pemahaman yang berlawanan dengan konsep awal tersebut. Pemahaman yang berlawanan tidak disebabkan kesalahan pemahaman, melainkan disebabkan kreativitas yang dipancing oleh fabel yang mengajak mereka berkelana ke wilayah imajiner. Sehingga, meskipun terdapat pemahaman yang berlawanan, secara garis besar anak-anak tetap memahami makna pesan yang ingin disampaikan penutur cerita melalui fabel "Katuturan Kambing Takutin Macan"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny S. Azwar
"ABSTRAK
Sampai sekarang ini, Jakarta telah berkembang menjadi kota metropolitan dengan penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan kebudayaan. Mereka menempati tempat-tempat pemukiman yang tersebar di seluruh wilayah kota Jakarta. Ditinjau dari segi penyebaran geografis, proses asimilasi antara kelompok-kelompok sosial telah terjadi di Jakarta, yang menjadikannya kota dengan bermacam-macam kelompok minoritas tanpa kebudayaan yang dominan, sehingga Jakarta disebut sebagai "melting pot" dari bermacam-macam suku bangsa.1
Mungkin pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, karena di tengah-tengah penduduk kota Jakarta yang dianggap memiliki "metropolitan super culture" ini,2 terdapat suatu kelompok kecil masyarakat yang berbeda dari penduduk di sekitarnya dari segi sejarah, tradisi dan adat-istiadatnya. Masyarakat Jatinegara Kaum ini masih tetap berusaha untuk menjaga keaslian mereka.
Masyarakat Jatinegara Kaum menyatakan sebagai keturunan asli Pangeran Jayakarta, berasal dari Banten yang kemudian menetap di Jakarta. Dikelilingi oleh berbagai macam suku bangsa yang menggunakan dialek Jakarta, masyarakat ini, yang sebagian besar pemakai bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga, seakan-akan terisolasi dari dunia luar, bagaikan "suatu pulau di tengah laut". Kekhasannya inilah yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh tentang masyarakat tersebut.
Salah satu usaha untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengenal sastra lisan masyarakat ini (terutama cerita-cerita rakyatnya), karena dipandang dari sudut antropologi, sastra lisan mencerminkan semacam otobiografi suatu masyarakat.3
Dikemukakan selanjutnya bahwa sastra lisan memberikan suatu Cara untuk mengenal suatu kebudayaan dari dalam ke luar, bukan dari luar ke dalam. Di samping itu, sastra lisan dapat menunjukkan bagaimana suatu masyarakat memandang dirinya sendiri. Pandangan atas diri sendiri ini penting bagi siapa pun yang ingin mengenal dan memahami suatu masyarakat.
Dalam kehidupan sastra, sastra lisan tidak dapat diabaikan sebab merupakan bagian dari keseluruhan kehidupan sastra. Sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra, sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi, pemahaman gagasan dan peristiwa puitis berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad. Selain itu juga sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah diganti sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.
Setiap masyarakat di dunia memiliki kebudayaan. Batasan tentang kebudayaan sangat beraneka ragam, tergantung dari sudut pandang yang dipengaruhi minat dari masing-masing perumus batasan. Di antara perumusan-perumusan batasan tentang kebudayaan, sebagaimana yang telah dikumpulkan oleh Kroeber dan Kluckhohn, dapat dikemukakan pendapat Tylor yang banyak mempengaruhi pandangan-pandangan ilmuwan lain tentang kebudayaan, yaitu bahwa "Kebudayaan atau peradaban adalah satu keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, seni, hukum, moral, adat istiadat, kemampuankemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat."5 Dari sudut pandang bahasa, Voegelin dan Harris menyatakan bahwa : "Bahasa adalah bagian?"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>