Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwarsono
Abstrak :
ABSTRAK
Kebakaran hutan dan lahan telah menjadi ancaman cukup serius bagi masyarakat secara global pada dua dekade terakhir karena kontribusinya terhadap rusaknya ekosistem, peningkatan emisi karbon, penurunan keanekaragaman hayati, gangguan kesehatan, dan kerugian ekonomi. Kalimantan merupakan daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model identifikasi burned area yang paling sesuai diaplikasikan di Kalimantan dengan menggunakan citra MODIS serta mengkaji sebaran burned area secara spasial (spatial distribution). Identifikasi burned area dilakukan dengan menggunakan indeks vegetasi (NDVI), indeks kebakaran (NBR), dan nilai reflektansi dari citra MODIS. Analisis sebaran secara spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) antara burned area dengan variabelvariabel penutup lahan, curah hujan, elevasi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan jarak dengan permukiman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua model, model NBR memberikan tingkat akurasi paling tinggi, yaitu sebesar 0,635 atau 63,5%. Luas total burned area di Kalimantan pada tahun 2011 sekitar 343.290 ha. Sebaran spasial burned area di Kalimantan sebagian besar berada pada suatu wilayah yang mempunyai karakteristik; (a) curah hujan bulanan kurang dari 200 mm/bulan, (b) jenis tanah Tropohemists, Tropaquepts, atau Quartzipsaments, (c) penutup lahan semak/belukar, sawah, hutan, atau ladang/tegalan, (d) elevasi di bawah 100 meter dpl, (e) datar dengan kemiringan 0 ? 3%, dan (f) relatif dekat dengan permukiman.
Abstract
Forest and land fire has been a serious threat for global communities since two last decades because their contribution to ecosystem damages, carbon emission increasing, biodiversity decreasing, healthy interfering, and also economic lost. Kalimantan is the prone area of the forest and land fire. Objectives of the research are to find out the appropriate identification model of burned area derived from MODIS imagery and to analyze their spatial distribution. The burned area identification was developed by using the variabels extracted from MODIS imagery such vegetation index (NDVI), burn index (NBR), and reflectance values. Then, the spatial distribution was analyzed by using overlay methods between burned area and variabels of rainfall, landcover, elevation, slope, soil type and the distances from settlements. The research concludes that among several models, the NBR model show the highest accuracy, that is 63,5 %. Total of the burned area in Kalimantan for 2011 was about 343,290 hectares. The burned area spatial distribution in Kalimantan mostly located on the regions which have characteristics; (a) rainfall less than 200 mm/month, (b) soil type of Tropohemists, Tropaquepts, or Quartzipsaments, (c) landcover of shrublands, paddy fields, forests, or croplands, (d) elevation less than 100 metres asl, (e) flat regions with slope about 0 ? 3%, and (f) relatively near from settlements.
2012
T31221
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ayom Widipaminto
Abstrak :
Identifikasi jenis material atap bangunan sangat dilakukan untuk bermacam pemanfaatan dari pemodelan cuaca mikro hingga analisis resiko bencana. Penelitian identifikasi jenis material atap bangunan telah dilakukan dengan menggunakan data hiperspektral, data lapangan, laboratorium serta data satelit penginderaan jauh masih memerlukan peningkatan akurasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode spektroskopi reflektansi menggunakan kombinasi kanal spektral pada fusi data satelit penginderaan jauh resolusi resolusi spasial sangat tinggi (50 cm) dengan menerapkan koreksi spekular, masking vegetasi serta machine learning Random Forest untuk meningkatkan akurasi identifikasi jenis material atap bangunan. Metode yang dikembangkan menghasilkan akurasi untuk material aluminium, asbes, keramik, beton, genteng pasir besi dengan akurasi total 97.48% dengan nilai Kappa 0,958. Fusi data Pleiades dan Landsat-8 dilakukan untuk memperoleh data SWIR dengan panjang gelombang 2107–2294 nm dan resolusi spasial 50 cm untuk analisis spektral, sehingga identifikasi jenis material atap bangunan asbes dapat diidentifikasi dengan akurasi 95%. Koreksi spekular dan masking vegetasi meningkatkan akurasi identifikasi jenis material atap bangunan 8-12% sebagai perbaikan koreksi radiometrik dalam pengolahan data resolusi sangat tinggi. ......Identification of the type of building roof material is widely used for various application from micro weather modeling to disaster risk analysis. Research on the identification of the type of building roof material has been carried out using hyperspectral data, field data, laboratories and remote sensing satellite data still requires increased accuracy. This study aims to develop method spectroscopy reflectance using a spectral channel combination on remote sensing satellite data fusion with very high spatial resolution (50 cm) by applying specular correction, vegetation masking and Random Forest machine learning to improve the accuracy of identifying the type of building roof material. The developed method produces accuracy for aluminum, asbestos, ceramic, concrete, iron sand tiles with a total accuracy of 97.48% with a Kappa value of 0.958. Pleiades and Landsat-8 data fusion was carried out to obtain SWIR data with a wavelength of 2107–2294 nm and a spatial resolution of 50 cm for spectral analysis, so that the identification of the type of asbestos roof material can be identified with an accuracy of 95%. Specular correction and vegetation masking increase the accuracy of identifying the type of building roof material by 8-12% as an improvement in radiometric correction in very high spatial resolution (50 cm) data processing.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Indradjad
Abstrak :
Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana alam yang terjadi berulang hampir setiap tahun di Indonesia, dan mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar maupun bagi lingkungan. Penggunaan data satelit penginderaan jauh dalam menurunkan informasi fire hotspot dapat digunakan untuk melakukan pemantauan kebakaran lahan gambut (peat) dan tanah mineral (non-peat) di Indonesia. Sistem pemantauan harian sangat diperlukan untuk membantu pemangku kepentingan di lapangan dalam mengambil tindakan mitigasi bencana. Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah model filtering dan clustering untuk deteksi dini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan data sensor Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) dari satelit Suomi NPP dan NOAA-20 menggunakan metode Euclidean distance. Model filtering dan clustering digunakan untuk menyederhanakan jumlah fire hotspot yang sangat bermanfaat bagi kepentingan di lapangan ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Model filtering dilakukan dengan cara membangun peta hotspot per tahun dengan kejadian pengulangan melebihi suatu ambang batas, dan peta tersebut akan digunakan sebagai filter dari data fire hotspot yang dihasilkan. Model clustering dilakukan dengan menggunakan menghitung jarak Euclidean antar titik fire hotspot yang dihasilkan, jika jaraknya memenuhi 1,5 kali ukuran piksel maka titik fire hotspot tersebut akan dikelompokkan menjadi satu cluster. Nilai akurasi dievaluasi berdasarkan estimasi luas kebakaran, peta burned area, dan peta lahan gambut dari setiap kejadian kebakaran yang dilaporkan petugas lapangan. Hasil pengolahan dan analisis menunjukkan bahwa akurasi efektif pada data VIIRS yaitu pada jarak 1,5 km atau empat kali ukuran pikselnya dari pusat kebakaran. Akurasi deteksi secara umum untuk cluster hotspot (cluster-HS) dan titik hotspot (titik-HS) masing-masing sebesar 52% dan 53%. Untuk wilayah yang luasnya lebih dari 14 ha, akurasinya menjadi sangat baik yaitu sampai dengan sebesar 83%. Analisis dengan pemilahan lahan gambut dan tanah mineral menunjukkan cluster-HS berkinerja lebih baik di lahan gambut dengan akurasi sebesar 62% dibandingkan di lahan tanah mineral sebesar 57%. Tanpa mengurangi ketepatan pengamatan titik api, penelitian ini menunjukkan bahwa model dapat diandalkan untuk membantu pemangku kepentingan di lapangan dalam mengambil tindakan. Oleh karena itu, model ini dapat diimplementasikan ke dalam pemantauan hotspot harian di Indonesia. ......In Indonesia, forest and land fires are frequent natural catastrophes that do significant damage to the environment and economy. The use of remote sensing satellite data to derive fire hotspot information can be used to monitor peat and non-peat land fires in Indonesia. A daily monitoring system is very necessary to assist stakeholders in the field in taking disaster mitigation actions. The aim of this research is to build a filtering and clustering model for early detection of forest and land fires in Indonesia using Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS) sensor data from the Suomi NPP and NOAA-20 satellites using the Euclidean distance method. The filtering and clustering model is used to simplify the number of fire hotspots which is very useful for interests in the field when forest and land fires occur. The filtering model is carried out by building a persistent hotspot map per year with repeated events exceeding a threshold, and this map will be used as a filter for the resulting fire hotspot data. The clustering model is carried out by calculating the Euclidean distance between the resulting fire hotspot points. If the distance is 1.5 times the pixel size, the fire hotspot points will be grouped into one cluster. Accuracy values ​​are evaluated based on estimates of fire area, burned area maps, and peatland maps for each fire incident reported by field officers. The results of processing and analysis show that the effective accuracy of VIIRS data is at a distance of 1.5 km or four times the pixel size from the center of the fire. The general detection accuracy for hotspot clusters (cluster-HS) and hotspot points (point-HS) is 52% and 53%, respectively. For areas larger than 14 ha, the accuracy is very good, namely up to 83%. Analysis by separating peat and non-peat land shows that the HS-cluster performs better on peat land with an accuracy of 62% compared to 57% on non-peat land. Without reducing the accuracy of hotspot observations, this research shows that the model can be relied on to assist stakeholders in the field in taking action. Therefore, this model can be implemented into daily hotspot monitoring in Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library