Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahmud Budianto
Abstrak :
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah (Presiden Soeharto) menginginkan agar sistem kepartaian di Indonesia disederhanakan. Hal itu ditujukan untuk melakukan kontrol peran umat Islam di pemerintahan. Berbagai strategi pun dilancarkan, yaitu mulai penolakan rehabilitasi Masyumi, pembentukan PDII sampai strategi pengembosan masa parpol di pemerintahan melalui strategi monoloyalitas. Tidak hanya sampai pada tahap itu, pemerintah selanjutnya menganjurkan agar partai politik yang ada untuk mengelompok. Pada dasarnya pengelompokan yang diinginkan pemerintah adalah agar di Indonesia hanya ada dua parpol saja. Kedua parpol yang terbentuk itu akan memudahkan pemerintah melakukan kontrol politik. Sebagai Partai Islam terbesar, Nahdlatul UIama (NU) menyadari kondisi politik yang terjadi pada masa itu. Dalam Muktamarnya (1971) NU menyatakan sikap untuk berusaha mempertahankan keberadaan (eksistensi) kepartaian terhadap strategi yang dilancarkan pemerintah. Selain itu NU pun mempertimbangkan wadah nonpolitis apabila hams meninggalkan kepartaian karena kondisi politik yang akan terjadi. Proses pengelompokan pun berjalan dan seiring dengan itu NU terus berusaha mempertahankan eksistensi partainya. Sikap maupun usaha NU itu pun kenyataannya harus tunduk kepada fusi parpol yang diinginkan pemerintah. Akhirnya pada tanggal 5 Januari 1973, NU berfusi dengan Parmusi, PSII dan Perti membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Siti Fatima
Abstrak :
Keberhasilan dalam peningkatan produksi pertanian tentu dilandasi oleh keberhasilan penguasaan ilmu dan teknologinya. Untuk itu maka peranan lembaga penelitian mulai dari pembinaan sarana sampai dengan kecukupan sumber daya manusia berikut kegiatan-kegiatannya menempati tempat yang amat strategis. Lembaga penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor telah begitu berperan dalam meningkatkan produktifitas pertanian juga perkembangan ilmu pengetahuan. Lembaga Penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor dirintis dengan didirikannya _s Lands Plantentuin oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817. s Land Plantentuin tau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kebun Raya Bogor. Lembaga tersebut mengalami perkembangan yang pesat dalam kurun waktu 1876-1942, baik itu bagian-bagiannya maupun kegiatan penelitiannya di bidang pertanian dan perkebunan. Perkembangannya itu juga telah memicu tumbuhnya lembaga-lembaga swasta (proefstation-proefstation) yang lebih memfokuskan pada penelitian tanaman tertentu saja. Dalam melakukan kegiatan penelitian lembaga itu lebih memfokuskan pada penelitian tanaman-tanaman ekspor, hal ini seiring dengan seiring dengan kebijakan ekonomi pertanian pemerintah kolonial Hindia Belanda yang menginginkan dicapainya produksi pertanian yang tinggi guna memperoleh keuntungan ekonomis. Namun demikian kegiatan penelitiannya juga begitu bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya di Hindia Belanda.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi
Abstrak :
Pada tahun 1972 Dr. Mohammad Hatta berkenalan dengan Sawito dalam suatu program kesehatan semacam yoga yang dikenal dengan nama ORHIBA (Olah Raga Hidup Baru). Selanjutnya Hatta tertarik dengan dengan tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah Mawas Diri, terutama yang berjudul Kaum Agama dan Kebatinan Bersatulah Dalam artikel tersebut Sawito mengusulkan penghapusan rintangan keagamaan, dengan menciptakan Le desir d'entre ensamble (Keinginan akan Persatuan) dalam perjuangan melawan pemerintah yang tidak adil dan tidak jujur. Hal ini dianggap sejalan dengan visi Hatta. Selanjutnya diadakan pertemuan-pertemnuan antara kelompok Sawito dengan Hatta pada awal Desember 1972. Dalam pertemuan tersebut mereka membicarakan timbulnya keresahan-keresahan sosial di masyarakat akibat tidak dilaksanakannya Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara baik dan sempurna. Selain itu mereka juga membicarakan kebobrokan yang terjadi dalam Pemerintah RI. Hal yang paling disorot dalam pertemuan tersebut adalah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Negara dan hal ini tidak layak dijadikan contoh tauladan bagi rakyatnya. Semua masalah ini dapat diselesaikan apabila Hatta sebagai Proklamator mau menjadi Presiden RI dan menggantikan Presiden saat itu yaitu Suharto. Setelah berbagai pertemuan yang dilakukan oleh Hatta dengan Sawito dan kelompoknya sampai dengan tahun 1976, maka diputuskan bahwa mereka akan mengajukan Hatta untuk menjadi Calon Presiden yang layak untuk menggantikan Suharto. Untuk mendukung rencana tersebut, Sawito dan kelompoknya menyiapkan beberapa dokumen, Salah satunya adalah dokumen Menuju Keselamatan. Dokumen ini nantinya akan ditandatangani oleh beberapa tokoh agam terkemuka di masyarakat. Setelah itu dokumen tersebut akan diserahkan kepada Presiden Suharto di Istana Negara. Kelompok Sawito mengutus Kardinal Darmoyuwono dan Drs. Singgih untuk mengantar dokumen tersebut ke Istana Negara. Mereka mengharapkan agar Presiden Suharto menyetujui dokurnen tersebut dan mengundurkan dirinya sebagai presiden RI dan nantinya digantikan oleh Hatta.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Rahmansyah
Abstrak :
Skripsi ini mengangkat Fatwa-fatwa MUI yang dianggap controversial dan merupakan topik yang sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Permasalahn utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana MUI menghadapi dan menykapi anjuran pemerintah mengenai program Keluarga Berencana (KB) dan memperbolehkan umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama tersebut. Disamping itu, skripsi ini juga akan mengangkat permasalahan utama yaitu sejauhmana fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial itu juga disikapi oleh pemerintah. Fatwa MUI sebagai sebuah bentuk atau wujud dari cara MUI untuk memprotes sikap pemerintah dalam menangani masalah kerukunan umat beragama dan Keluarga Berencana. Pembahasan skripsi ini diatekankan kepada kiprah MUI sebagai organisasi para ulam denganpenekanan pokok kepada fatwa-fatwa yaitu dua fatwa MUI, yaitu fatwa tentang larangan menghadiri perayaan Natal dan fatwa tentang KB yang merupakan bentuk ketidaksetujuan MUI terhadap sikap pemerintah dalam hal kerukunan antar umat beragama dan Keluarga Berencana. Dari segi organisasinya, yang dipilih adalah MUI tingkat pusat sebagai obyek penelitian, dan bukan MUI tingkat daerah, yang dipimpin oleh Hamka, Ketua Umum MUI Periode Pertama ini (1975-1981). MUI selalu berusaha independent, akan tetapi bagaiman pun juga MUI adalah Majelis Ulama yang mewakili umat Islam. Oleh karena itu dalam kiprahnya pun akan sangat sulit untuk benar-benar independent berdasarkan ketentuan yang ada dalam Al-Qur_an. Bagaimanapun juga, walaupun MUI terus berusaha keras menjaga kemurnian Al-Qur_an dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, akan tetapi tidak lepas dari adanya pengaruh dahsyat dari perubahan jaman yang semakin modern. Maka dari itulah mengapa MUI senantiasa terus berusaha untuk memelihara hubungannya dengan umat beragama. Hal ini tidak mudah bagi MUI, karena masing-masing dari kedua belah pihak bisa saja mempunyai kepentingan yang berbeda-beda yang bias membuat sulit MUI dalam mengkompromikan kedua belah pihak. Bahkan kemungkinan MUI harus bisa memilih salah satu dari dua kepentingan itu, apakah memihak pemerintahatau umat. Hal itu yang menyebabkan MUI menghadapi dilema kalau menghadapi persoalan seperti itu. Disamping itu, hal terebut dapat menyebabkan wibawa MUI bisa merosot di mata umat atau pemerintah. Jika MUI terlalu memihak ke pemerintah, maka bisa dilecehkan umat, akan tetapi sebaliknya jika terlalu memihak umat, maka bisa jadi akan dilecehkan pemerintah. Situasi inilah yang akan terus dihadapi MUI, karena peranannya yang disebutkan dalam salah satu visi, misi maupun tujuan MUI yaitu bahwa MUI sebagai penghubung antara kepentingan ulama (umat islam) dengan pemerintah.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Adriani
Abstrak :
Konflik antara masyarakat Melayu-Muslim di Pattani dengan pemerintah Muangthai sudah berlangsung sejak lama. Khususnya sejak Pattani menjadi propinsi di Muangthai pada tahun 1902. Masyarakat Melayu-Muslim Pattani merupakan minoritas di dalam negara yang sebagian besar penduduknya adalah prang Thai dan beragama Buddha. Namun, di wilayah Muangthai Selatan, yang berbatasan dengan Malaysia, mereka merupakan kelompok mayoritas etnis Melayu yang beragama Islam. Pemerintah Thai berusaha untuk mengintegrasikan masyarakat Pattani dengan berdasarkan pada agama Buddha dan budaya Thai. Pengintegrasian secara paksa itu menimbulkan reaksi keras dari masyarakat Pattani, sebab identitas mereka hendak dicoba dihapus dan digantikan dengan identitas orang Thai. Kondisi semakin buruk sejak Phibun Songkhram menjadi Perdana Menteri pada tahun 1938. Pemerintah Phi bun melaksanakan kebijakan asimilasi yang sama sekali tidak menoleransi eksistensi agama dan budaya kelompok minoritas, seperti masyarakat Melayu-Muslim Pattani.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S12400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Kurniasari
Abstrak :
Penelitian mengenai peranan Onderlinge Levensverzekering Maatschappij Boemi Poetera tahun 1912_ 1933 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah ekonomi dan sejarah perusahaan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penulisan hanya menggunakan sumber-sumber tertulis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa OL Mij Boemi Poetera yang didirikan pada tahun 1912 ditujukan untuk meningkatan kesejahteraan kaum bumiputera, terutama anggota tertanggung. Di Hindia Belanda, pada awal abad ke-20 belum ada perusahaan asuransi yang dikelola oleh kalangan bumiputera. Hal ini menjadi peluang bagi Dwidjosewojo untuk mendirikan perusahaan asuransi yang dikelola dan ditujukan bagi kalangan bumiputera. Para anggota tertanggung mendapatkan uang pertanggungan dari perusahaan apabila mendapatkan musibah. Depresi ekonomi yang melanda Hindia Belanda pada tahun 1930 juga berimbas pada OL Mij Boemi Poetera. Sekalipun mengalami kerugian akibat krisis, OL Mij masih dapat bertahan. Jatuhnya saham-sajam di Hindia Belanda tidak mempengaruhi OL Mij karena pendirian perusahaan ini tidak menggunakan modal seperti pada perusahaan besar milik Eropa yang kebanyakan berbentuk NV (Naamlooze Venootschap). Modal didapat dari setoran premi anggotanya. OL Mij berupaya mengatasi kerugian perusahaan dengan meningkatkan pemasaran. Agen pemasaran yang disebut inspektur jumahnya ditambah. Giatnya upaya pemasaran, profesionalisme kerja, dan kepercayaan masyarakat membuat OL Mij Boemi Poetera dapat melewati masa depresi ekonomi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12142
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adiyanto
Abstrak :
FILE 86 ABSTRAK
Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang nerdeka, lepas dari belenggu penjajahan, naaun demikian masih banyak hambatan yang harue dihadapi, seperti pemerintah Jepang yang masih berkuasa dalam menjaga Status Quo sampai pasukan Sekutu aengambil alih kekuasaan, disaaping itu kehadiran pasukan Sekutu bereama tentara RICA telah menimbulkan berbagai pertenpuran di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Surabaya, Ambarawa, Semarang dan daerah-daerah lainnya, termasuk di Sukabumi.

Keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia telah nendapat reaksi keras dart hampir seluruh rakyat yang tersebar diseluruh kepulauan yang dulunya bekas wilayah Hindia-Belanda ini. Mereka menentang kembalinya kolonialisme Belanda di bumi pertiwi.

Hal-hal seperti inilah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia di masa awal kemerdekaannya, belum lagi harus mengkonsolidasikan segala kekuatan baik di bidang politik, ekonomi, militer maupun sosial-budaya.

Studi tentang periode revolusi di Indonesia telah banyak dihasilkan baik oleh sarjana-sarjana asing maupun oleh sarjana Indonesia. Akan tetapi umumnya dilihat dari perspektif Nasional atau pusat.

Melihat kenyataan itu, studi ini berusaha mengubah perspektif yang lazim diambil dalam kisah-kisah pada periode ini dan memandang proses revolusi dari tingkat daerah ketimbang dari tingkat pusat.

Dalam skripsi ini akan dilihat bagaimana pemerintah daerah dan rakyat Sukabumi menanggapi tentang arti kemerdekaan, dan apa yang mereka lakukan setelah itu untuk mengkonsoiidasikan diri baik di bidang politik, ekonomi maupun militer.
1995
S12216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Safitri
Abstrak :
Penelitian tentang nasionalisasi NHM 1957-1960 dilakukan untuk menjelaskan mengenai kondisi NHM sebelum nasionalisasi, berjalannya proses nasionalisasi, dan kondisi NHM setelah di nasionalisasi. Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan jawaban mengenai munculnya kebijakan pemerintah Indonesia menasionalisasi NHM. Pengumpulan data dilakukan melalui pencarian sumber primer dan sekunder. Kemudian dari data yang didapatkan diolah sesuai dengan aturan dalam metode penulisan sejarah. Nasionalisasi NHM berdasarkan pada PP no. 44/1960 dan melalui SK mentri keuangan No.261206/B.U.M tanggal 30 November 1960, yang menetapkan ketentuan-ketentuan tentang penyerahan segala hak dan kewajban, perlengkapan, dan kekayaan serta usaha perusahaan NHM N.V di indonesia kepada BKTN (Bank Koperasi Tani dan Nelayan). Dari telaah sumber didapatkan bahwa Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi NHM berawal dari realitas politik dan ekonomi yang berkembang pasca perang kemerdekaan. Memasuki tahun 1950 semangat untuk melepaskan diri dari intervensi asing semakin kuat. Puncaknya adalah pada tahun 1957 ketika hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Kegagalan memperjuangkan Irian Barat melalui jalan diplomasi, mengakibatkan pemerintah Indonesia menempuh cara lain yaitu dengan melancarkan aksi-aksi untuk mengambil alih NHM. Nasionalisasi NHM berjalan tanpa proses perlawanan dari pihak Belanda. Sikap Belanda yang tanpa perlawanan selain disebabkan karena status Indonesia sudah merdeka dan dukungan dari buruh yang bekerja pada NHM juga dikarenakan lemahnya posisi Belanda dalam politik Internasional.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dion Hardika Sumarto
Abstrak :
Pembahasan mengenai proses pembaruan ekonomi di Vietnam merupakan sebuah ulasan mengenai pergantian sistem ekonomi sentralistik menuju sistem ekonomi pasar. Proses pembaruan ekonomi yang dikenal dengan sebutan Doi Moi ini dipengaruhi oleh perkembangan di dunia internasional dan nasional Vietnam. Pada perkembangannya, proses pembaruan tersebut telah menghasilkan dampak perubahan terhadap masyarakat Vietnam. Dampak perubahan tersebut ada yang positif, namun ada juga yang negatif. Melalui penelusuran proses pembaruan ekonomi Vietnam ini, kita akan mengetahui pola perubahan bagaimanakah yang dilakukan oleh Vietnam. Selain itu kita juga bisa melihat dinamika yang menyertai proses pembaruan tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S12187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuna Dwitriana Dewi
Abstrak :
Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya terhenti pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika diproklamirkannya Negara Republik Indonesia. Usaha untuk mempertahankan kemerdekaan terus berlangsung, terutama ketika Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia. Untuk itu banyak berdiri laskar-laskar rakyat yang banyak melakukan aksi menentang kembalinya Belanda. Strategi pemerintah RI dalam menghadapi Belanda lebih mengutamakan perundingan-perundingan diplomatik. Banyak kaum republik di Jawa Barat tidak menyetujui strategi tersebut, karena dianggap sangat merugikan pihak RI, terlebih ketika disetujuinya perjanjian Renville yang menyebabkan daerah Jawa Barat kecuali Banten menjadi daerah pendudukan Belanda, dan TNI serta seluruh aparat pemerintah RI di Jawa Barat diharuskan hijrah ke Jawa Tengah. Kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat dan usaha Belanda untuk mempertahankan kedudukan di daerah pendudukannya, terutama dengan mendirikan Negara Pasundan, menyebabkan bergabungnya kaum republik dan laskar Divisi Bambu Runcing yang berada di Gunung Sanggabuana untuk membentuk sebuah pemerintahan, bernama Pemerintahan Republik Djawa Barat. Sebuah pemerintahan bayangan RI yang walaupun berlangsung dalam kurun waktu singkat, Oktober 1948 November 1949, dapat membantu rakyat di daerah Iawa Barat dalam menangani seluruh urusan sipil atau administrasi melalui jawatan-jawatan yang dibentuknya, terutama dalam mempertahankan semangat dan dukungan rakyat Jawa Barat terhadap RI. Pemerintahan Republik Djawa Barat, sebagai salah satu bentuk perjuangan rakyat dalam mempertahankan wilayah dan pemerintahan RI di Iawa Barat selama ini belum dibahas secara khusus. Untuk itu, tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengungkapkan sejarah dan peran PRDB secara lengkap. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi penelitian maupun pengetahuan wawasan untuk siapapun yang tertarik mengetahui maupun mempelajari sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>