Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Garnadi Walanda
"Tesis ini menganalisis keterlibatan korporasi dalam pendanaan terorisme dan juga mekanisme penggalangan dan pengelolaan dana pada dua entitas yaitu Komite Penanggulangan Krisis (KOMPAK) dan Azzam Dakwah Center (ADC). Dua korporasi ini berada di dalam dua periode yang berbeda, namun keduanya memiliki kesamaan yaitu bertindak sebagai Korporasi Selubung dari korporasi induknya yaitu Al Jamaah Al Islamiyah (JI) dan Jamaah Anshor Daulah (JAD). Keduanya juga melakukan penggalangan dana dari masyarakat dan menyalurkannya untuk kebutuhan aksi terorisme. Peneliti memperkenalkan istilah "Korporasi Selubung" dalam penelitian ini.Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus terhadap data-data dan juga menggunakan landasan teori Fraud Diamond (TFD) dan teori masyarakat jaringan Manuel Castells untuk menganalisis keterlibatan Korporasi Selubung dalam pendanaan terorisme. Selain itu peneliti juga menggunakan upaya proses penggentaran dengan pendekatan postmodern sebagai upaya pencegahan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Korporasi Selubung dengan manipulasi bantuan kemanusiaan dan sosial keagamaan merupakan cara penggalangan dana yang terus berkembang dan dimanfaatkan oleh teroris sebagai sumber pendanaan terorisme. Penelitianini memberikan saran atas perlunya kepastian hukum dalam penerapan prinsip freeze without delay berdasarkan daftar terduga teroris dan organisasi teroris, beserta perlunya penerapan sistem berbasis teknologi Blockchain untuk mencegah keterlibatan korporasi dalam pendanaan terorisme.

This thesis analyzes the involvement of corporations in terrorism financing and also the mechanism of raising and managing funds in two entities, namely the Crisis Management Committee (KOMPAK) and Azzam Dakwah Center (ADC). These two corporations are in two different periods, but both have similarities, namely acting as a Cover Corporation from its parent corporation, namely Al Jamaah Al Islamiyah (JI) and Jamaah Anshor Daulah (JAD). Both of them also raise funds from the community and channelled them for the needs of terrorism. The researcher introduced the term "Cover Corporation" in this thesis. The researcher conducted qualitative research with a case study method on the data and also used the Fraud Diamond (TFD) theoretical foundation and Manuel Castells` network society theory to analyze the involvement of Cover Corporations in terrorism financing. In addition, the researcher also use the deterrence process with postmodern approach as a preventative measure. The results of the study indicate the use of Cover Corporations under the manipulation of humanitarian aid and social religious act is a way of raising funds that continues to develop and be used by terrorists as a source for terrorism financing. The results of the study also indicate the need for legal certainty in the application of the principle of freeze without delay based on the domestic list of suspected terrorists and terrorist organizations, along with the need to implement blockchain technology-based system to prevent corporation`s involvement in terrorism financing."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Genius Putu Sanjaya
"Serangan terorisme di Indonesia berevolusi dari penggunaan bahan peledak konvensional seperti ANFO (ammonium nitrate fuel oil) bergeser ke penggunaan bahan kimia, biologi, radioaktif dan nuklir (KBRN) yang dalam skala besar dapat diubah menjadi senjata pemusnah massal (weapon mass destruction). Data menunjukkan selama periode 2011-2019 tercatat 6 (enam) percobaan serangan teror menggunakan bahan KBRN yaitu arsenik dan racun ricin di Polsek Kemayoran (2011); Bom Nitroglyserin di Solo (2012); Bom Gas Chlorin di ITC Depok (2015); penggunaan Thorium Oksida di Bandung (2017); Bom Nitroglyserin, Bogor (2019) dan penemuan racun abrin di Cirebon (2019). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus penggunaan WMD dalam serangan terorisme di Indonesia periode 2011-2019. Konsep teori kontra terorisme, pencegahan kejahatan dan kebijakan publik digunakan untuk menjelaskan strategi pencegahan serangan teroris menggunakan WMD di Indonesia. Makalah ini mengkaji peran Kementerian/Lembaga seperti POLRI, BNPT, BAPETEN, BNPB, TNI, Kemenperin dalam memitigasi dan menanggulangi serangan terorisme yang menggunakan WMD. Dari hasil wawancara dan studi pustaka, diketahui hanya institusi POLRI, BNPT dan BAPETEN yang telah memiliki protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD namun masih bersifat sektoral. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya pengintegrasian protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD yang ada saat ini berdasarkan kewenangan BNPT untuk mengkoordinasikan pelaksanaan strategi penanggulangan terorisme serta dilegalkan dalam bentuk produk hukum berupa Keputusan atau Peraturan Kepala BNPT.

Terrorist attacks in Indonesia have evolved from the use of conventional explosives such as ANFO (ammonium nitrate fuel oil) to shift to the use of chemicals, biology, radioactivity and nuclear (KBRN) which on a large scale can be converted into weapons of mass destruction. Data shows that during the 2011-2019 period there were 6 (six) attempted terror attacks using KBRN material, namely arsenic and ricin poison in Kemayoran Sector Police (2011); Nitroglyserin Bombing in Solo (2012); Chlorin Gas Bomb at ITC Depok (2015); the use of Thorium Oxide in Bandung (2017); Nitroglyserin Bomb, Bogor (2019) and the discovery of abrin poison in Cirebon (2019). The method used in this research is a qualitative approach with a case study of the use of WMD in terrorism attacks in Indonesia in the period 2011-2019. The concept of counter terrorism theory, crime prevention and public policy is used to explain strategies to prevent terrorist attacks using WMD in Indonesia. This paper examines the role of Ministries/Institutions such as POLRI, BNPT, BAPETEN, BNPB, TNI, Ministry of Industry in mitigating and combating terrorism attacks using WMD. From the results of interviews and literature studies, it is known that only the POLRI, BNPT and BAPETEN institutions have protocols for handling terrorist attacks using WMD but are still sectoral in nature. The conclusion of this research is the necessity of integrating the handling protocol of terrorism attacks using WMD that exist today based on the authority of the BNPT to coordinate the implementation of the counterterrorism strategy and be legalized in the form of legal products namely Decree or Regulation of the Head of BNPT."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muhyiddin
"Berbagai peristiwa terorisme yang terjadi di tanah air selalu diikuti lalu dipenuhsesaki narasi tentang pelaku. Cerita korban jarang diulas dalam kajian akademik di Indonesia. Korban, begitu pula dalam kebijakan hanya menjadi pelengkap yang letaknya di pinggiran. Soal deradikalisasi dan kegiatan pertemuan korban-pelaku dalam rangka restorative justice di Indonesia oleh banyak peneliti, baik dari Indonesia maupun luar, hanya menyorot pelaku. Para pemangku otoritas acapkali dianggap juga menomorduakan korban. Padahal, narasi korban sangat penting diangkat. Tentang bagaimana mereka melewati semua trauma, beratnya memaafkan pelaku dan dinamika diantara berbagai organisasi korban bom di Indonesia sangat menarik dibahas dan dijadikan pembelajaran (best practice) bagi generasi mendatang. Dengan memakai pisau analisis penganjur restorative justice seperti J. Braithwaite, H. Bianchi, N. Christie, Umbreit dan lainnya, peneliti menemukan fakta bahwa para korban ini butuh bersikap altruistik dan memaafkan pelaku karena hal ini bisa membuat korban lebih mudah menatap masa depan. Namun, bagi penentangnya, seperti A. Acorn, A. Pemberton, Van Dijk, dan lainnya menilai rekonsiliasi untuk penyembuhan korban bersifat semu karena korban berpotensi menjadi viktimisasi sekunder akibat ekspektasi tinggi dari masyarakat terhadap perdamaian. Dengan memakai penelitian Kualitatif dan pendekatan Fenomenologi, peneliti mewawancarai lima narasumber dari empat organisasi korban yang dianggap representatif. Hasilnya mencerminkan kedua polar akademisi yang disebut di atas. Bagi pendukung keadilan restorasi, para korban ini menganggap pertemuan korban-pelaku sangat penting untuk mewujudkan pelaku yang meminta maaf dengan tulus dan korban yang memberikan maaf. Bahkan, korban di pihak pendukung restorative justice kini bisa bekerja sama dengan mantan teroris. Namun, bagi penentangnya, restorative justice ini tak ubahnya panggung sandiwara yang  menjadikan korban sebagai komoditas yang dijual cerita penderitaannya. Pemaafan dan pertemuan korban-pelaku hanya bisa diselenggarakan efektif andai kewajiban pelaku dan negara terhadap korban sudah ditunaikan.

Terrorism incidents in Indonesia are always loaded with narratives about the perpetrators. Victim stories are rarely discussed in academic studies in Indonesia. For policy makers and authorities, victims only serve as complements as a second priority. Many researchers, both from Indonesia and abroad who are focusing on deradicalization and engagement movements for victims and perpetrators, exclusively stressing the perpetrators as the main subject. Hence, the victim's narrative is extremely essential, especially about how they went through all the trauma, how hard it is to forgive the perpetrators and the dynamics between various organizations for bomb victims in Indonesia are very interesting to discuss and serve as lessons. Using the analytical knife of restorative justice advocates such as J. Braithwaite, H. Bianchi, N. Christie, Umbreit and others, researchers discovered the fact that these victims need to be altruistic and forgive the perpetrators because, in that way, the victims can be better to move forward. However, his opponents, such as A. Acorn, A. Pemberton, Van Dijk, and others, see reconciliation for healing victims as seemingly because victims have the potential to become secondary victims due to high expectations from society for peace. Using qualitative research and a phenomenological approach, the researcher interviewed five informants from four victim organizations that were considered representative. The results reflect the two polar academics mentioned above. For proponents of restoration justice, these victims consider the meeting between victims and perpetrators to be very crucial to make perpetrators apologize sincerely and a victim forgive the perpetrator. However, for those who oppose it, restorative justice is like a stage where victims are sold as commodities for the stories of their suffering. Forgiveness and engagement between victims and perpetrators can only be held effectively if the obligations of the perpetrators and the government towards the victims have been fulfilled."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Ganda Halomoan
"Penelitian ini membahas bagaimana Benny Wenda selaku Ketua kelompok separatis United Liberation Movement West Papua (ULMWP)membingkai isu kekerasan di Papua dan mobilisasi massa sebagai dampak yang ditimbulkan dari aksi tersebut. Pemberitaan mengenai konflik Papua selalu menjadi perbincangan menarik dalam media hingga sekarang. Penelitian ini ditujukan untuk melihat proses pembingkaian, pembuatan dan penyebaran informasi yang dilakukan untuk menggiring opini publik dan mobilisasi massa supaya mendukung kemerdekaan Papua.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan model analisis framing Robert Entman. Adapun metode pengumpulan data dilakukan melalui media sosial, studi pustaka, dan laporan pemerintah. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa narasi pembingkaian yang dibangun oleh Benny Wenda dan ULMWP dapat memberikan ancaman terhadap aksi separatis terorisme di Papua
This study discusses how Benny Wenda, the head of the separatist group the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) framing the issue of violence in Papua and the mass mobilization result. News about the Papuan conflict has always been an interesting discussion in the media. The study aims to examine the process of framing, producing, and disseminating information brought to lead public opinion and mobilize the masses to support Papuan independence. The research method used in this research is qualitative with Robert Entman's framing model analysis. The data were collected from various literature such as social media, literature studies, and government reports. The results of this study indicate that the framing narrative built by Benny Wenda and ULMWP can pose a threat to acts of terrorism in Papua.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Dewanto Basari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola propaganda di media sosial sebagai jihad siber yang digunakan sebagai bahan untuk menentukan strategi pencegahan propaganda dalam media sosial sebagai jihad siber. Data diperoleh melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan hasil wawancara langsung dengan Direktur Penegakan Hukum BNPT, Wakil Kepala dan Penyidik Densus 88 Anti Teror Polri, dan analis media sosial. Peneliti melakukan analisis konten dari kumpulan data tangkap layar atas unggahan-unggahan Avik di media sosial menggunakan teori propaganda politik dan model komunikasi Lasswell untuk menggambarkan pola propaganda Avik. Peneliti menganalisis faktor anonimitas di dunia maya sebagai pemicu terjadinya jihad siber menggunakan teori space transition, menganalisis regulasi yang menangani jihad siber di Indonesia, hingga analisis strategi pencegahan jihad siber. Penelitian menyimpulkan bahwa pola propaganda Avik secara umum tergambar dalam pola jaringan sosial. Masing-masing anggota grup berperan sebagai aktor (nodes) yang dihubungkan oleh relasi (ties) dengan medium media sosial online. Hal ini terbukti dari aktivitas Avik yang menyebar unggahan-unggahan berkonten radikal melalui grup media sosial, lalu nantinya unggahan tersebut direspons dan diteruskan kembali ke grup media sosial lainnya oleh anggota grup tersebut. Pola konten propaganda Avik yakni berupa pengulangan simbol. Hal ini tergambar pada seringnya frekuensi penggunaan kata kunci thogut pada isi pesan Avik, yang dianggap sebagai pihak yang wajib dibunuh sebagai sasaran teror.

ABSTRACT
This study aims to analyze the propaganda pattern on social media as cyber jihad which is used as a material to determine the propaganda prevention strategy in social media as cyber jihad. Data were obtained through Official Investigation Report and direct interviews with Director of Law Enforcement of BNPT, Deputy Head and Investigator of Densus 88 AT Polri, and media social analyst. Researcher using content analysis method from data set of screenshots of Avik uploads on social media using Lasswell's Political Propaganda Theory and Communication Model to describe propaganda pattern of Avik. Researceher analyze the anonymity factor in cyberspace as a trigger for the occurrence of cyber jihad using Space Transition Theory, analyzing regulations that deal with cyber jihad in Indonesia, and analyzing the prevention strategy of cyber jihad. The research concludes that Avik's propaganda patterns are generally depicted in social network patterns. Each group member acts as an actor (nodes) connected by relations (ties) with the medium of online social media. This is proven from Avik's activities that spread uploads of radical content through social media groups, then later the uploads are responded to and forwarded back to other social media groups by members of the group. Avik's propaganda content patterns are repetitive symbol. This is illustrated by the frequent use of the keyword thogut in the contents of Avik's message, which is considered a party that must be killed as a terror target."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library