Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wariyah
"Latar Belakang. Oleh karena tingginya angka kecacatan dan kematian pada penderita stroke hemoragik, beberapa peneliti mendapatkan adanya hiperglikemia pada perdarahan intraserebral menyebabkan kerusakan otak yang luas kerusakan otak. Untuk mencegah kerusakan tersebut, sangat penting untuk mengetahui dan mengantisipasi peningkatan kadar gula darah sewaktu pada perdarahan intraserebral fase akut. Metod e. Penelitian ini merupakan analitik observasional secara potong lintang pada 50 penderita stroke hemoragik dengan riwayat hipertensi yang dirawat di rurnah sakit Cipto Mangunkusumo dipilih secara consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu onset stroke kurang dari 72 jam, riwayat diabetes melitus, usia 45 - 65 tahun. Kriteria eksklusi yaitu stroke iskemik dan berulang. Dilakukan diagnosis dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan Cf Scan, volume perdarahan dihitung dengan menggunakan rumus elipsoid 4/3 X n X Y2 p X Y2 1 X Y2 t. Defisit neurologis diukur dengan menggunakan skala NIHSS. Pemeriksaan gula darah sewaktu, HbA1c diukur setelah dihitung volume perdarahan, kemudian dianalisis dengan uji statistik korelasi regresi, analisis multi regresi (p < 0,05). Hasil. Usia rata-rata penderita perdarahan intraserebral hemoragik adalah 55,5 ± 6,2 tahun. Peningkatari tekanan darah sistolik (rerata 190,0 ± 21,0 mmHg) berhubungan bermakna dengan peningkatan kadar gula darah sewaktu (p = 0,032, p < 0,05). Rerata kadar gula darah sewaktu 155 ± 56,7 mg/dl. Besamya volume perdarahan (rerata 32,0 ± 31,4 cm3) berhubungan berrnakna dengan peningkatan kadar gula darah sewaktu (p = 0,032, p < 0,05). Peningkatan HbA1c berhubungan bermakna dengan volume perdarahan (p = 0,000, p < 0,05). Kesimpulan. M~ tinggi tekanan darah sistolik akan makin besar volume perdarahan intraserebral. Makin besar volume perdarahan intraserebral akan makin tinggi kadar gula darah. Adanya riwayat diabetes melitus akan menambah besarnya volume perdarahan.

Background Regarding of the hight disability and mortality rates on hemorrhage stroke patients, many authors found that hyperglicemia in intracerebral hemorrhage leading to severe brain damage. To prevent such effect, the anticipation of increasing random blood glucose consentration in acute phase intracerebral hemorrhage is crucial. Method This is a cross sectional analytic observational study on 50 consecutive sampling of stroke hemorrhage patients with history of hypertension at Cipto Mangunkusumo Hospital, with onset of stroke before 72 hours, history of diabetes mellitus, age range of 45 - 65 years as primary inclusion criteria. Patients with multiple stroke were excluded. Diagnostic on admission were screened by clinical examinations, clinical neurologic computed tomographic scans (CT Scans). Volume of intracerebral hemorrhage was then estimated using the formula for an ellipsoid 4/3 x 1t x ~ p x ~ 1 x ~ t. Neurological deficit was measured by NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Blood glucose level, HbA1c were measured after estimated the hemorrhage volume at the time of admission. Data were taken statistical method with univariate logistic regression analysis values of p < 0,05. Results The mean age of acute stroke hemorrhage patients is 55,5 ± 6,2 years old. Elevation of systolic blood pressure (mean 190,0 ± 21,0 mmHg) was significantly correlated with the height of blood glucose level (p = 0,020, p < 0,05). Mean blood glucose level155 ± 56,7 mg/dl. Elevation of intracerebral hemorrhage volume was significantly correlated with the height of blood glucose level (p = 0,032, p < 0,05). Elevation of the HbA1c was significantly correlated with the height volume of intracranial hemorrhage (p = 0,000, p < 0,05). Conclusion The higher the systolic blood pressure larger the intracerebral hemorrhage volume. Elevation of systolic blood pressure will raising the volume of intracerebral hemorrhage. The larger the intracerebral hemorrhage the higher the blood glucose consentration. History of diabetes mellitus will increase the hemorrhage volume."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2003
T58384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Setiawan Solichien
"Latllr belakang : Stimulasi auditorik sebagai wahana perangsangan neurorestoratif terhadap penderita cedera kepala sudah banyak dilakukan di luar negri,dengan hasil yang cukup memuaskan, di Indonesia hal ini belum pemah dilakukan. . Metodologi : Penelitian bersifat deskriptif analitik, dengan metode before and after secara cross sectional, dari 54 penderita cedera kepala sedang yang lama kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam dengan Skala Koma Glasgow 9- 12, diukur nadi sebelum dan selama diberikan berbagai stimulasi auditorik, yang meliputi suara burung, musik dangdut, suara famili, dan musik pop. Hasil penelitilln : Jumlah penderita pria 51 (94.4%), wanita 3 (5.6%) dengan tingkat pendidikan terbanyak SD (44.4%) , usia terbanyak 21-25 tahun (40.8%) dan terbanyak berasal dari suku Sunda (37o/o). Nilai rerata nadi dasar 94.56 denyut/menit, dengan stimulasi suara burung 96.73 denyut/menit, dengan stimulasi musik dangdut 98.00 denyut/menit, suara famili 98.82 denyut/menit dan suara musik pop 94.63 denyut/menit. Analisa statistik menggunakan student T test menghasilkan suara famili mempunyai pengaruh terkuat p=O.OOI KI 95% (-6.705,-1,827) disusul suara musik dangdut p=0.005 KI 95% ( -5.801/-1.093) dan suara burung p=0.043 KI 95%, (-4.275,-0.074). Sedang suara musik pop tidak mempunyai pengaruh yang bennakna p=0.629 Kl 95% ( -0.823.0.502). Kesimpulan : Stimulasi auditorik mempunyai pengaruh terhadap frekuensi nadi penderita. Pengaruh berbagai stimulasi bersifat individual dan tidak semua stimulasi auditorik mempunyai pengaruh yang bermakna secara statistik. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah pengaruh tersebut dapat meningkatkan/mempercepat kesadaran penderita.

Background : The effect of Auditory stimulation on pulse frequency in moderate closed head injury has never been done in Indonesia . 1-Jethods: The material consist of 54 patients (51 male and 3 female) who had lost conciousness more than six hours with GCS 9-12. Pulse frequency was measured before and during auditory stimulation with bird sound , dangdut music, family voices and popular music. ResulJ : Mean base pulse rate 94 .56/min . During auditory stimulation mean pulse with: bird sound 96.73/min, dangdut music 98/min , family voice 98.82/min, popular music 94.63/min. Statistic analysis with student t test revealed significant increased of pulse frequency in family voice (p=O.OOI), dangdut music (p=0.005) and bird sound (p=0.043). Popular music did not show significant changes of the pulse frequency (p=0.629). Conclussion: Family voice, bird song, dangdut music effected significant in pulse frequency increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1997
T58416
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Roezwir Azhary
"untuk mengetahui berapa banyak penderita epilepsi parsial kompleks yang menampilkan aktivitas epileptik pada rekaman EEG jika ditidurkan dengan kloralhidrat
Kebanyakan dari rekaman EEG diwaktu bangun normal pada penderita yang didiagnosis dengan epilepsi Subdivisi EEG bagian Neurologi FKUI/RSUPNCM mendapatkan kelainan spileptik 23% dari 483 rekaman BEG selama tahun 1996 dari seluruh pasien yang dikirim dengan diagnosis epilepsi Untuk meningkatkan nilai diagnostik EEG telah mengembangkan berbagai macam tehnik Pada penelitian ini kami mencoba melakukan induksi tidur sebagai suatu prosedur prosedur der gan kloralhidrat 50 mg/kg berat badan pasien. studi pra dapat melakukan tes, semua pasien yang secara klinis didiagnosis sebagai epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi serangan umura Upa 13-60 tahun, masih mendapat serangan dalam 1 tahun terakhir, tidak menderita penyakit darah tinggi dan jantung. Sebelum direkam, semus parlen harus makan pagi dan melanjutkan makan obat anti epilepsi sesuai dosis yang telah ditetapkan sebelumnya. Kami memakai alat EEG merek Neurofax 12 saluran dengan EOG dan ECG, filter 70 Hz dan elektroda sistim 10-20 ditambah sepasang elektrode zygomatikus. Semua subyek direkam selama 14 menit waktu bangun, kemudian diberikan 50 mg/kg berat badan klorelhidrat, setelah menunggu 15-30 menit rekaman dilanjutkan selama periode waktu yang sama. Studi dilakukan mulai dari bulan Mei sampai Oktober 1996. Dari 36 pasien yang memenuhi kriteria, 2 dikeluarkan karena tidak bisa tidur dalam waktu yang telah ditentukan. Ada 13 penderita laki-laki (38,2%) dan 21 penderita wanita (61,8%) dari 34 penderita. Usia rata-rata 27,2 ± 1,37. Aktivitas epileptik terlihat pada 11 dari 34 (32,4%) penderita pada rekaman EEG banggun dan 20 dari 34 (58,8%) pada rekaman tidur dimana perbedaan tersebut cukup bermakna secara statistik P<0,05. Empat dari 20 penderita (20%) aktivitas epileptik terlihat pada lobus frontal dan 16 dari 20 penderita (80%), terlihat pada lobus temporal. Kebanyakan aktivitas epileptik (80%) terlihat pada stadium II tidur non REM dan 55% pada stadium III tidur non REM. Pada stadium 1 aktivitas epileptik 25%, namun ada beberapa rekaman dimana stadium I tidur non REM tak terlihat. Stadium IV tidur non REM tidak tercapai dalam penelitian ini. Aktivitas cepat bervoltage rendah terlihat tidak terlalu menyolok pada setiap rekaman. Kloralhidrat dapat digunakan sebagai obat penginduksi tidur dengan hasil yang cukup baik, dimana aktivitas cepat voltage rendah terlihat tidak begitu menyolok. Penderita dengan aktivitas epileptik terlihat lebih banyak pada rekaman tidur dibandingkan dengan rekaman diwaktu bangun dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik.

to find out how many people with complex partial epilepsy display epileptic activity on EEG recordings if put to sleep with chloralhydrate
Most of the EEG recordings when awake were normal in patients diagnosed with epilepsy. The EEG Subdivision of the Neurology Department, FKUI/RSUPNCM, found spileptic abnormalities, 23% of the 483 BEG recordings during 1996 from all patients sent with a diagnosis of epilepsy. To increase the diagnostic value of EEG, we have developed various techniques. In this study, we tried to induce sleep as a procedure using 50 mg chloralhydrate/kg of the patient's body weight. Preliminary studies were able to carry out tests, all patients who were clinically diagnosed as complex partial epilepsy that developed into attacks aged up to 13-60 years, still had attacks in the last 1 year, did not suffer from high blood pressure or heart disease. Before being recorded, Semus Parlen must eat breakfast and continue taking anti-epileptic drugs according to the previously determined dose. We use a 12 channel Neurofax brand EEG device with EOG and ECG, 70 Hz filter and 10-20 electrode system plus a pair of zygomatic electrodes. All subjects were recorded for 14 minutes while awake, then given 50 mg/kg body weight of chlorelhydrate, after waiting 15-30 minutes the recording was continued for the same time period. The study was conducted from May to October 1996. Of the 36 patients who met the criteria, 2 were excluded because they were unable to sleep within the specified time. There were 13 male sufferers (38.2%) and 21 female sufferers (61.8%) out of 34 sufferers. Mean age 27.2 ± 1.37. Epileptic activity was seen in 11 of 34 (32.4%) patients on waking EEG recordings and 20 of 34 (58.8%) on sleeping recordings where the difference was statistically significant at P<0.05. In four of 20 patients (20%), epileptic activity was seen in the frontal lobe and in 16 of 20 patients (80%), it was seen in the temporal lobe. Most epileptic activity (80%) was seen in stage II non-REM sleep and 55% in stage III non-REM sleep. In stage 1, epileptic activity is 25%, but there are several recordings where stage I non-REM sleep is not visible. Stage IV non-REM sleep was not achieved in this study. Fast, low-voltage activity appears less prominent in each recording. Chloralhydrate can be used as a sleep-inducing drug with quite good results, where low voltage fast activity does not appear to be so striking. Patients with epileptic activity were seen more frequently in sleep recordings compared to waking recordings and this difference was statistically significant.
"
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library