Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Michael Ratna Dwijanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Ikasarana
"Penelitian ini menganalisa klaim keterwakilan yang dibuat oleh kaukus perempuan di Uruguay yang terdiri dari Bancada Femenina dan organisasi-organisasi perempuan yang dipimpin oleh CLADEM Uruguay, CNS, dan MYSU. Bancada Femenina adalah kelompok perempuan yang terdiri dari anggota legislatif perempuan dari partai-partai politik di parlemen. Klaim keterwakilan ini dibentuk melalui tuntutan legalisasi aborsi. Gerakan perempuan di Uruguay berhasil melakukan advokasi tuntutan tersebut melalui persetujuan dari Kongres pada tahun 2008, meskipun pada akhirnya RUU Hak Seksual dan Reproduktif tersebut di veto oleh Presiden Tabare Vázquez. Klaim keterwakilan ini diperjuangkan oleh gerakan perempuan tersebut agar diterima oleh masyarakat, khususnya perempuan di Uruguay sebagai representasi kepentingan mereka. Klaim keterwakilan ini menemui hambatan ketika perempuan dari kelompok pro-life menyatakan sikap anti-aborsi. Sikap ini sejalan dengan ajaran gereja Katolik tentang peran tradisional perempuan. Selain itu partai politik di Uruguay juga berperan dalam advokasi tuntutan legalisasi aborsi. Frente Amplio adalah partai yang mendukung legalisasi aborsi, sedangkan Partai Nasional dan Partai Colorado mengambil sikap anti aborsi. Dominasi Frente Amplio di Kongres sangat menentukan keberhasilan gerakan perempuan dalam melakukan advokasi RUU Hak Seksual dan Reproduktif di Kongres.

The purpose of this research is to analyze representative claim made by women’s caucus in Uruguay which consist of Bancada Femenina and women’s organizations who are led by CLADEM Uruguay, CNS, and MYSU. The members of Bancada Femenina are women’s deputies from political parties in the parliament of Uruguay. The representative claim is made from the demand of legalization of abortion. Women’s movement in Uruguay has successfully advocate the demand with Congressional approval in 2008, but the Bill of Sexual and Reproductive Health ultimately vetoed by the president, Tabare Vázquez. This representative claim is championed by women’s movement to be accepted by the people, especially women as a representation of their interest. The representative claim met the obstacle when some women from pro-life groups revealed against abortion. This expression is in line with the doctrine of Catholic Church which defines the traditional role of woman. Furthermore, political parties in Uruguay also get involve in this issue. Frente Amplio is a political party which favor with the demand of legalization of abortion, while the others, National Party and Colorado Party against it. Frente Amplio dominance in Congress determines the success of women’s movement to advocate the bill."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Sadikin
"Skripsi ini membahas mengenai peranan Occupy Wall Street sebagai hegemoni tandingan terhadap hegemoni kelas penguasa di Amerika Serikat tahun 2011-2014. Kasus ini dianalisis menggunakan teori Gramsci yaitu perjuangan politik hegemoni tandingan. Munculnya hegemoni tandingan terhadap hegemoni neoliberalisme yaitu dikarenakan adanya krisis organik hegemoni. Hegemoni tandingan dalam bentuk OWS dilakukan melalui dua bentuk perjuangan politik, yaitu perang manuver dan perang posisi. Penelitian ini menemukan bahwa OWS berhasil mengorganisir kesadaran masyarakat dan membentuk ruang hegemoni melalui dua bentuk perjuangan politik, utamanya dengan penanaman nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai dalam ideologi kelas penguasa hegemoni AS.

This undergraduate-thesis analyzes about Occupy Wall Street's (OWS) role as counter hegemony struggle on challenging the United States ruling class's hegemony in 2011-2014. The OWS phenomenon is analyzed with Gramsci's concept of counter hegemony's political struggles. OWS emerged in 2011 due to organic crisis in neoliberalism hegemony, which happened in 2008. There were two political struggles that they did to organize people's consciousness, war of maneuver and war of position. This research finds that OWS did organized people?s consciousness and created hegemonic terrain within civil society through political struggles. They emphasized on promoting different values against the ruling class-values, in this case neoliberal's value."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hadi Susanto
"Penelitian ini bersifat preskriptif, menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan sebagai sumber datanya. Implementasi ketentuan pasal 33 UUD 1945 telah mengakibatkan struktur monopoli pada sektor-sektor industri yang terkait dengan essential facility. Akan tetapi, quo vadis batasan implementasinya berpotensi terjadinya penyalahgunaan posisi monopoli berupa penutupan akses kepada pelaku usaha lain sehingga berdampak pada pasar hulu maupun pasar hilir. Dalam perspektif hukum persaingan, essential facility merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kelangsungan persaingan usaha sehingga tindakan penutupan akses atas essential facility memiliki dampak mematikan iklim persaingan. Oleh karena itu, diperlukan parameter, konsep pengaturan bahkan batasan pengecualian pemberlakuan hukum persaingan terhdap tindakan badan usaha yang memonopoli essential facility."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25938
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alwi
"Pada tahun 2019, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa salah satu komandonya, Angkatan Darat, akan melakukan perombakan besar-besaran pada strategi pemasaran dan penjangkauannya. Strategi ini merupakan bagian dari proses rekrutmen militer angkatan darat dengan fokus utama pada tahapan program pengiklanan digital dengan menggunakan media sosial sebagai pendekatan baru kepada calon rekrutmen potensial. Alhasil, kegiatan siaran langsung e-sports yang dilakukan tim e-sports angkatan darat (USAE) melalui platform siaran langsung Twitch diluncurkan ke publik. Namun, pembaruan ini mendapatkan penerimaan yang buruk dari penggiat sosial hingga anggota dewan AS serupa. Reaksi yang muncul cukup beragam, dimulai dari komentar negatif warganet, layangan surat terbuka, hingga pengusulan amandemen undang-undang. Menanggapi fenomena tersebut, tulisan ini berusaha mencari tahu bagaimana penggunaan Twitch dalam program pengiklanan militer angkatan darat AS tahun 2020 menjadi bentuk militerisasi budaya populer. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dengan data sekunder bersumber dari artikel dan laporan resmi militer, berita, serta publikasi kampanye pengiklanan militer dan USAE. Menggunakan Teori Segitiga Gridiron, penulis berargumen bahwa siaran langsung permainan e-sports melalui platform Twitch merupakan bentuk militerisasi budaya populer yang diindikasikan dengan melihat hubungan tiga aktor utama, yakni militer, tim e-sports, dan media. Penulis menemukan bahwa interaksi ketiga aktor mendorong normalisasi nilai-nilai militeristis yang berupaya meningkatkan daya tarik dan persepsi positif terhadap militer.

In 2019, the United States Department of Defense (DoD) announced that one of its branches, the Army, would undergo a significant overhaul of its marketing and outreach strategy. This strategy was part of the Army's military recruitment process, with a primary focus on the stages of digital advertising programs using social media as a new approach to potential recruits. Consequently, the Army's esports team (USAE) launched public live broadcasts of esports events through the Twitch streaming platform. However, this overhaul received poor reception from social activists and members of the US Congress alike. The reactions varied, ranging from negative comments by netizens, open letters, to the proposal of legislative amendments. In response to this phenomenon, this paper aims to investigate how the use of Twitch in the US Army's 2020 military advertising program constitutes a form of the militarization of popular culture. This research employs qualitative methods, with secondary data sourced from articles and official military reports, news, and publications of military advertising campaigns and USAE. Utilizing the Gridiron Triangle Theory, the author argues that live streaming of esports games via the Twitch platform represents a form of the militarization of popular culture, indicated by examining the relationships between three key actors: the military, the esports team, and the media. The author finds that the interaction of these three actors promotes the normalization of militaristic values, aiming to enhance the attractiveness and positive perception of the military."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Mustaqiim
"Artikel ini mengkaji diskriminasi institusional yang dihadapi oleh kelompok minoritas gender di Singapura dalam mengakses perumahan publik. Diskriminasi ini dimungkinkan terjadi setelah amandemen Pasal 156 Konstitusi pada tahun 2023. Amandemen tersebut melindungi kebijakan dengan definisi pernikahan heteroseksual dari gugatan hukum. Berdasarkan kasus tersebut, penelitian ini akan melihat bagaimana Amandemen Pasal 156 Konstitusi pada tahun 2023 memungkinkan terjadinya diskriminasi institusional terhadap kelompok minoritas gender di Singapura dalam mengakses perumahan publik. Penelitian ini didasarkan pada konsep diskriminasi institusional oleh Fred L. Pincus mengenai bagaimana kelompok dominan membuat kebijakan yang mencederai hak kelompok minoritas. Kemudian, kajian ini menggunakan teori empat dimensi kekuasaan Mark Haugaard untuk memahami bagaimana kekuasaan dalam proses amandemen membuka peluang praktik diskriminasi. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami serta menjelaskan makna peristiwa dengan mengelola data spesifik menjadi tema umum. Berdasarkan penelusuran, peneliti menemukan bahwa Pemerintah Singapura menggunakan kekuasaan otoritasnya untuk menjaga nilai dan membentuk opini publik. Selain itu, kekuasaan milik kelompok minoritas gender tidak setara dengan pemerintah dan fokus pada dekriminalisasi membuat amandemen dianggap menjadi kompromi yang baik.

This article examines the institutional discrimination faced by gender minorities in Singapore in accessing public housing. This discrimination was enabled following the amendments of Article 156 in Singapore Constitution in 2023 which protects policies with a definition of heterosexual marriage from legal challenges. Based on this case, this research will be focused on how the amendment of Article 156 of the Constitution in 2023 enables institutional discrimination against gender minorities in Singapore in accessing public housing. This research is based on the concept of institutional discrimination by Fred L. Pincus which highlights how dominant groups make policies that harm minority groups. Then, this study also uses Mark Haugaard's four dimensions of power theory to understand how power was exercised in the amendment process which perpetuates discrimination. The author used a qualitative approach to examine the meaning of events with reasoning that organizes specific data into general themes. This research then found that the Singapore Government used its authority to maintain the values it believes in and shape public opinion. In addition, the power held by gender minorities is kept to a minimum in comparison to that held by the ruling government. The focus on decriminalization makes the amendment considered as political bargaining."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fanisa Nurhasanah
"Selama beberapa tahun terakhir, Argentina tidak merekognisi hak untuk melakukan aborsi. Pasal KUHP Tahun 1921 menentukan bahwa perempuan di Argentina dilarang melakukan aborsi kecuali hidup mereka dalam bahaya atau dalam kasus pemerkosaan. Ini mendorong sejumlah besar aborsi ilegal yang dilakukan setiap tahunnya, banyak diantaranya yang mengakibatkan kematian. Ni Una Menos adalah gerakan sosial berisikan kolektif feminis yang muncul di tahun 2015 sebagai respons terhadap maraknya femisida (pembunuhan terhadap perempuan) di Argentina. Konsisten dengan tuntutan utama untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, Ni Una Menos memobilisasi massa pro-aborsi sejak tahun 2018 dan telah mendapatkan keberhasilan dalam pengesahan Proyecto de Ley de Interrupción Voluntaria del Embarazo (IVE) oleh Senat di tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap berbagai strategi yang dilakukan oleh Ni Una Menos dalam mendorong dekriminalisasi aborsi di Argentina dengan batasan waktu periode 2018-2020. Penelitian menggunakan metode kualitatif melalui pengumpulan data sekunder dengan meninjau sumber literatur, portal berita, serta media sosial Instagram dan Twitter resmi yang dimiliki Ni Una Menos. Dengan teori struktur peluang diskursif, analisis yang dilakukan mencakup strategi pembingkaian yang digunakan oleh Ni Una Menos seputar masalah aborsi, penggunaan media sosial untuk mendapatkan visibilitas dalam liputan media, serta jaringan yang dibentuk dengan organisasi feminis terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan Ni Una Menos untuk memobilisasi massa di ruang publik dan media berkontribusi sebagai kekuatan politik dalam mendesak negara untuk mendekriminalisasi aborsi, terlepas dari konteks politik yang ada.

Over the past few years, Argentina’s abortion rights have been widely inexistent. 1921 Penal Code dictates that women in Argentina are prohibited to perform abortion unless their life is in danger or in the case of rape. This results in a huge amount of illegal abortions performed each year by Argentinian women, many resulting in deaths. Ni Una Menos is a social movement formed by a feminist collective that arose in 2015 as a response to the widespread femicide (the killing of women) in Argentina. Preserving their main demands to end violence against women, Ni Una Menos mobilized pro-abortion masses since 2018 and have gained success in passing Proyecto de Ley de Interrupción Voluntaria del Embarazo (IVE), the decriminalization of abortion bill, through the Senate in 2020. This research aims to investigate and reveal the various strategies undertaken by Ni Una Menos in the context of pushing the decriminalization of abortion in Argentina with a time limit of 2018-2020 period. This research used a qualitative method by collecting secondary data by reviewing literary sources, news portal, and social media Instagram and Twitter owned by Ni Una Menos. By using the discursive opportunity structures theory, the analysis carried out includes the framing strategy used by Ni Una Menos around the abortion issue, usage of social media to gain visibility in media, as well as formed networks with pre-existing feminist organizations. It reveals that Ni Una Menos’ capability to mobilize the masses in the public space and media contributes as a political power to urge the state to decriminalize abortion, despite the political context.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Azhari
"Skripsi ini membahas kegagalan Partai Republik untuk meloloskan rancangan undang-undang yang menghapus dan mengganti Obamacare pada 2017. Partai Republik memiliki agenda menghapus dan mengganti Obamacare semenjak disahkan pada 2010. Pada 2017-2018, Partai Republik menguasai legislatif dan eksekutif, tetapi Partai Republik gagal untuk meloloskan rancangan undang-undang menghapus dan mengganti Obamacare di Senat. Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksplanatif. Data skripsi didapat dari data sekunder seperti tinjauan literatur, data statistik, berita daring dan naskah kebijakan. Data dianalisis menggunakan teori multiple stream framework. Hasil temuan menunjukkan Partai Republik gagal dalam arus permasalahan dan arus kebijakan karena kegagalan dalam menyusun rancangan undang-undang sesuai dengan permasalahan Obamacare. Selain itu, Partai Republik gagal dalam arus politik karena kurangnya dukungan politik di Senat dan publik dalam meloloskan rancangan undang-undang menghapus dan mengganti Obamacare.

This study aims to examine the Republican Party failure to pass repeal and replace Obamacare legislation in 2017. Republican Party is the party with repeal and replace Obamacare agenda since Obamacare enactment in 2010. In 2017-2018, Republican Party ruled legislative and executive, but Republican Party failed to pass repeal and replace Obamacare legislation with the failure to pass legislation in Senate. This research is qualitative explanative. The data were collected from secondary data such as literature review, statistic data, online news and legislation paper. The data analysed by multiple stream framework. The results of this study suggest Republican Party fails in problems and policy stream because the failure to formulate legislation according to Obamacare problems. Furthermore, Republican Party fails in political stream because lack of political support in Senate and public opinion to pass repeal and replace Obamacare legislation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinta Sonia Ariesti
"Penelitian ini membahas tentang peran dan strategi dari Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) sebagai kelompok penekan yang berasal dari masyarakat sipil dalam proses perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) pada Tahun 2010-2011. Dengan metode penelitian kualitatif, penelitian ini berusaha menggambarkan peran dan strategi Komite Aksi Jaminan Sosial untuk mempengaruhi proses pembuatan RUU BPJS. Hasil Analisis memperlihatkan bahwa KAJS yang berperan sebagai pendukung Jaminan Sosial di Indonesia, berhasil mempengaruhi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tiga strategi KAJS yaitu "Konsep, Lobi, Aksi". Studi ini berkesimpulan bahwa dengan tiga strategi, KAJS, sebuah kelompok masyarakat dapat masuk menjadi bagian dari perumusan sebuah kebijakan di DPR dan mempengaruhinya dengan bekerja sama dengan anggota DPR.

This study discusses the role and strategy of the Social Security Committee Action or KAJS as a pressure group from civil society in the formulation of Social Security Agency Law (BPJS Bill) in the year 2010-2011. Using qualitative method, this study seeks to describe the role and strategy of the KAJS in influencing the making of BPJS bill. Analysis of the results find that KAJS influenced the Indonesian Parliament through three strategies: "Concept, Lobby, Action". This study concludes that through KAJS?s strategy, a group of citizen can be involved and colaborate with parliament members in establishing Indonesia's social security system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>