Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Baihaqi
Abstrak :
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan perjanjian internasional mengenai perdagangan senjata di seluruh dunia, atau lebih dikenal dengan Arms Trade Treaty (ATT) pada tanggal 2 April 2013. Tujuan dibentuknya ATT adalah untuk meregulasi dan membatasi perdagangan senjata internasional, mulai dari senjata ringan hingga senjata berat, seperti tank tempur, kapal perang dan lain sebaagainya. Tidak kurang dari 154 negara menyatakan mendukung, tiga negara menolak perjanjian tersebut, dan 23 negara menyatakan abstain. Dan Iran adalah salah satu yang menyatakan menolak ATT. Menariknya adalah sikap Iran yang sejak awal mendukung dan terlibat dalam perumusan ATT, pada akhirnya beda sikap ketika mau disetujui (voting). Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus ini, hasilnya adalah diketahui bahwa penolakan Iran atas ATT berkaitan dengan keberlangsungan keamanan serta kepentingan nasional Iran di kawasan Timur Tengah dan terancamnya kebijakan transfer senjata Iran jika diberlakukan ATT, melalui pasal-pasal yang dianggap merugikan Iran, merupakan alasan Iran menyatakan menolak menandatangani perjanjian tersebut. Traktat Perdagangan Senjata memberikan regulasi yang menyeluruh untuk menghentikan seluruh transfer senjata dari Iran mengingat traktat tersebut memperkuat keputusan embargo yang telah dikeluarkan Dewan Keamanan PBB. Iran dilarang mentransfer dan menerima transfer senjata dari negara manapun. Lebih lanjut, hampir seluruh mitra utama Iran di Timur Tengah dilarang menerima transfer senjata dari Iran akibat permasalahan embargo, terorisme, dan HAM yang mereka alami.
The General Assembly of the United Nations (UN) has launched an international treaty on the arms trade worldwide, or known as the Arms Trade Treaty (ATT) on April 2, 2013. The purpose of the ATT is to regulate and restrict the arms trade international, ranging from small arms to heavy weapons, such as battle tanks, warships and so on. No less than 154 countries expressed support, three countries rejected the agreement, and 23 countries abstained. And Iran is one of the states refused ATT. Interestingly, Iran's position from beginning to support and be involved in the formulation of a different attitude when eventual ATT will be approved (voting). With qualitative approach and adopting a model case study, the result is known that Iran's refusal on ATT relating to the sustainability of Iran's security and national interests in the Middle East region and threatened Iranian arms transfer policy if applied ATT, through clauses that are considered harming Iran, is the reason for refusing to sign the agreement. Arms Trade Treaty give a thorough regulation to stop all arms transfers from Iran considering the the treaty's decision strengthens the embargo that has been issued by the UN of Security Council. Iran is prohibited to transfer and accept transfering of weapons from any country. Further, almost all of the major partners of Iran in the Middle East are prohibited receiving arms transfers from over the issue of the embargo, terrorism, and human rights that they have experienced.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifanisa Nurul Fitria
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi peran diplomasi publik ibu negara Timur Tengah dalam konteks Kerajaan Hasyimiyah Yordania yang ditelaah dari naskah pidato Ratu Rania Al Abdullah dalam kurun tahun 2001 mdash;2016. Kajian ini bertolak dari konteks Timur Tengah yang para perempuannya memiliki potensi besar dalam berkontribusi bagi masyarakat luas. Namun, aspek geokultural Timur Tengah seringkali dikaitkan dengan anggapan bahwa perempuan di kawasan ini memiliki pandangan sempit dan peran terbatas di masyarakat. Pidato Ratu Rania merupakan sebuah bentuk diplomasi publik yang bertujuan meluruskan persepsi keliru mengenai Timur-Tengah. Melalui pidato, Ratu Rania juga menyampaikan pesan-pesan diplomatis untuk merealisasikan gagasan terkait isu-isu yang menjadi perhatiannya. Dalam penelitian ini, peran diplomasi publik Ratu Rania dikaji dengan menggunakan analisis isi yang menjembatani kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pidato Ratu Rania yang merupakan strategi diplomasi publik tahap monolog dapat berkembang menjadi aktivitas dialog dan kolaborasi. Pendidikan merupakan isu yang paling sering muncul dalam upaya diplomasi publik Ratu Rania karena bidang tersebut merupakan solusi dari permasalahan lainnya yang berkaitan dengan isu kemanusiaan, dialog lintas budaya dan agama, ekonomi, pariwisata, serta media. Agar pesan dalam diplomasi publiknya tersampaikan dengan maksimal, pidato Ratu Rania sebagian besar dilakukan di negara Barat. Semua aktivitas diplomasi publik Ratu Rania dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya atribut persona, publik dan media, relasi dengan raja, serta idealisme.
ABSTRACT
This research aims to explore the public diplomacy role of the Middle East first lady in the Hashemite Kingdom of Jordan analyzed from Queen Rania rsquo speech scripts during 2001 ndash 2016. It starts from the context of Middle East, in which the women have the potential to take important roles to the wider community. However, the Middle East geo cultural aspect is often linked to the assumption that the women in the region are narrow minded and have limited role in the community. Queen Rania rsquo s speech is a form of public diplomacy aims to fix the wrong perception about the Middle East. Through speech, Queen Rania also delivers diplomatic messages to make her initiatives about the issues she has interest of come true. In this research, Queen Rania rsquo s public diplomacy role is analyzed with content analysis that bridges quantitative and qualitative method. The result of this research is an argument that Queen Rania rsquo s speech, which is her monologue public diplomacy strategy, can develop into dialogue and collaboration. Education is an issue frequently appears in Queen Rania public diplomacy effort because the field is the solution of other issues related to humanity, intercultural and interfaith dialogue, economy, tourism, and media. So that the message in her public diplomacy delivered well, most of Queen Rania rsquo's speeches are done in the west countries. Queen Rania rsquo's public diplomacy activities are affected by some factors, namely persona attribute, relation to the King, and idealism.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library