Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Nuryati
"Dalam kurun waktu relatif masih muda Pengadilan Tata Usaha Negara telah berkiprah untuk ikut melakukan pengawasan yudisial terhadap badan atau pejabat administrasi. Ternyata pengawasan yudisial tersebut belum efektif. Penelitian diawali dengan studi dokumenter. Selanjutnya dilakukan wawacara dengan pedoman wawancara terhadap sejumlah key informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan judisial terhadap keputusan Administrasi oleh PTUN tidak efektif karena hanya 6,635% saja dari putusan PTUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap telah dilaksanakan pejabat atau badan administrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pengawasan yudisial terhadap keputusan administrasi oleh PTUN adalah : 1) tidak diatur sanksi terhadap pejabat yang tidak melaksanakan putusan, 2) tidak adanya kemauan politik pemerintah untuk memberikan sumber daya, dana maupun tenaga serta membagi kekuasaan secara seimbang, 3) struktur dan sistem PTUN, 4) kedudukan hakim sebagai pegawai negeri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T5030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maleha Soemarsono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Warlan Yusuf
"ABSTRAK
Ruang pada dasarnya tidak bertambah, namun kebutuhan masyarakat akan ruang dalam jangka dekat maupun jangka panjang akan semakin tinggi. Dengan demikian apabila tidak dikendalikan oleh dan melalui hukum sudah dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap keberlanjutan sumber daya alam sebagai sumber kehidupan. Namun produk hukum yang mengatur kegiatan penataan ruang itu masih ?cerai berai" dan sangat kuat menonjolkan kepentingan masing-masing sektor, sehingga tidak mempertunjukkan adanya kesatuan sistem pengelolaan yang terpadu. Untuk membangun satu kesatuan sistem perundang-undangan di bidang penataan ruang sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, maka yang utama harus dilakukan adalah mengamandemen Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Selanjutnya menerbitkan ketetapan MPR yang memerintahkan kepada DPR dan Presiden untuk melakukan harmonisasi dan menterpadukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam (seperi kehutanan, pertambangan, pertanahan), pengelolaan lingkungan hidup, penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan penataan ruang.
Adapun materi yang harus diharmonisasikan dan diterpadukan dalam satu kesatuan sistem pengelolaan sumber daya alam, lingkungan hidup, dan penatan ruang itu antara lain menyangkut pertama arah kebijakan, yang meliputi a) asas tanggung jawab negara, dengan menempatkan posisi pemerintah sebagai regulator dan sekaligus pengayom, yang memberikan jaminan keadilan, kepastian dan perlindungan hukum; b) memegang teguh asas keberlanjutan (sutainability); c) mengatur secara adil dan merata terhadap penggunaan asas manfaat ekonomi dan sosial yang dilandasi oleh kepentingan ekotogi; dan d) digunakannya asas subsidiaritas yang menitik beratkan pada desentralisasi yang demokratis. Kedua, substansi yang menterpadukan secara serasi kegiatan perencanan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang dan lingkungan kedalam satu sistem pengelolaan Sumer daya alam. Ketiga penguatan kelembagaan dan prosedur, yang menekankan pada koordinasi dan kerja sama antarinstansi dan antardaerah. Keempat menyangkut aspek keterpaduan dalam penegakan hukum dan pengembangan- budaya hukum.
Dalam era otonomi daerah dewasa ini, maka masalah wewenang pemerintahan dalam penataan ruang ini menjadi sorotan utama yang harus segera ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Isu tentang wewenang pemerintahan ini pada dasarnya berkenaan dengan pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara Pusat dan Daerah dalam bidang penataan ruang. Secara sederhana, ibarat membangun rumah, maka tugas Pemerintah Pusat adalah membangun fundasi yang mampu mengikat dan mempersatukan ruang wilayah nasional dengan memperhatikan keanekaragaman potensi dan kepentingan daerah. Selanjutnya daerah harus membangun ruang di atas fundasi tersebut sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan daya dukung yang ada pada daerah masing-masing.

ABSTRACT
Even if society's demand for space in the short and long run is ever increasing, it is an indisputable fact that space in itself cannot be expanded. Society's development in fact is limited by available space. Consequently, a viable spatial planning law is a conditio sine qua non to guarantee sustainable use of natural resources. Notwithstanding that, the existing spatial plan or utilization legal system is still in disarray, not showing cohesiveness, as it reflects myriad, most often than not conflicting, interest of different state departments. In short, taken into consideration the existing law on spatial planning (Act No. 2411992), the result is sectoral and non-integrative spatial plan inhibiting sustainable development. The obvious solution would be amending Art. 33 par. 3 of the Indonesian Constitution of 1945 which grants absolute power on the State in managing natural resources. The next step would be for the General Consultative Assembly, the highest State organ, to decree that the parliament and government should do their best effort in harmonizing the existing law and policy concerning natural resource management (forestry, mining, agriculture), the environment, regional autonomy and spatial planning.
Such harmonization effort should be performed and actuated with the primary purpose of creating an integrated system of natural resource management, (protection and preservation of the) living environment and spatial planning. At first it should concern basic principles of policy, inter alia, comprising of: a. state responsibility principle, placing the government both as regulator and protector rendering justice, legal protection and certainty; b. sustainability principle; c. balancing of economic and social value principle with ecological concerns; and d. the implementation of subsidiarity principle focussing on democratic decentralization. Secondly, it should focus on creating an integrated natural resource management program combining spatial planning with environmental (ecological) concerns. Thirdly, institutional capacity building with primary focus on establishing a viable coordination and cooperation system between regional governments and between different government institutions. Fourthly and lastly it should concern creating an integrated approach to law enforcement and legal culture development.
Given the trend to grant regional governments greater autonomy, the law on spatial planning must address all problems related to governmental authority in the field of spatial planning and utilization. This issue relates basically to distribution of authority, task and responsibilities between the central government and regional autonomous government. Put simplistically, it is analogous to building a foundation on which national spatial planning could be develop taking into consideration the diversity of each regional government's capacity and interest. Based on this solid foundation, each region must develop and actuate its own spatial planning and programs according to its own capabilities and last but not least the region environment carrying capacity.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D518
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwah M. Diah
"This dissertation is a report of the result of a research on Restructuring State-Owned Enterprises (SOEs/ BUMN): An Option between Privatization or Corporatization? The aim of this research is to answer the following academic question: Could article 33 of the 1945. Constitution as the legal foundation of the national economic system absorb aspirations of the dynamics of economic globalization? Particularly in this case, could this be achieved by the restructuring process? Is it necessary to change the 1945 constitution in order to meet the demands of globalization? What are the problems relating to article 33 of the 1945. Constitution regarding such a change? Could the liberal economic system be applied in the national economic system based on the Pancasila, the State ideology (The Five Principles)? Which restructuring model would be in accordance with the state constitution? Are there guidelines for this restructuring?
This research is based on literature on secondary data such as Pancasila, the 1945 Constitution, State regulations, textbooks, journals, encyclopedias and other written materials. Fieldwork was also conducted to gather some primary data. The fieldwork consisted of interviews and observations. This research is descriptive, historical and comparative. Here, Pancasila is used as a method and a way of life. Also, Pancasila and the 1945 Constitution are the foundations of thought. Among the theories implemented in this research are "the judicial philisophy" (rechtsidee) and the legal system theory. The legal system theory consists of substance, structure and legal culture.
The result of this research proved that article 33 of the 1945 Constitution could in principle afford to absorb the dynamics of economic globalization, although there are some weaknesses which need to be improved. There are two options about the 1945 Constitution regarding the dynamics and the spirit of economic globalization: first, it is not necessary to change the Constitution especially Article 33, and second, it is necessary to amend it, especially article 33. According to article 37 of the constitution, an amandment is possible. However, this would involve a great number of obstacles and risks from the constitutional, polotical, psychological and juridical technical aspects. Regarding the constitutional aspect: the 1945 Constitutions is considered to be the integrating factor of the nation and is an integral part of the August 17, 1945 Declaration of Independence, therefore it cannot be changed. The main problem of Article 33 lies in its interpretation. What is needed is the character and attitude of government employees with responsibility and integrity. Such characteristics particularly must be possessed by the management of State-Owned Enterprises. What is needed is legal control by the people, in this case, The Peoples Representative Council (DPR) and the People Consultative Assembly (MPR). Therefore, the recruitment system for members of DPR and MPR should be changed. A legal culture which acknowledges the supremacy of law is a basic factor for good governance and for the realization of justice in the management of the national economic system. A liberal economic system could be applied in Indonesia based on Pancasila and the Constitution. As the model for restructuring State-Owned Enterprises, both privatization and corporatization could be implemented in Indonesia, since they are not contrary to Pancasila and the 1945 Constitution. Therefore, to face economic glabalization, it is necessary to develop national economic regulation which would interpret the principles and the purpose of article 33 of the 1945 Constitution, without altering or amending it. In order to develop good governance we need to develop criteria to select members of DPR and MPR. The same applies to the system of recruitment of The Board of Directors and the management SOEs. There must ce clear guidelines in order for the restructuring of the SOEs to be transparent and to meet the demands of the people for social justice. What is also of the greatest importance is capable leaders with idealism and vision, integrity and dedication."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D117
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Soedarsono
"ABSTRAK
Efektivitas dan atau harmonisasi Hukum Lingkungan secara faktual masih perlu dioptimalisasi dan didinamisasikan, hal ini dirasakan sekali dalam penerapan berbagai aspek hukumnya yang belum dapat diwujudkan secara nyata dalam tata kehidupan masyarakat, keadaan tersebut bila dibiarkan terus akan menimbulkan citra negatif dan atau kondisi yang tidak diharapkan bagi kelangsungan Pembangunan Nasional.
Kajian dalam disertasi hukum ini bertujuan untuk upaya mengoptimalisasi dan mendinamisasikan penerapan aspek hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam Hukum Lingkungan melalui aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup menggunakan piranti Mekanisme Jasa Asuransi.
Disertasi hukum ini tertuju pada kajian ius operatum dalam tipologi penelitian eksploratori yang dilakukan menggunakan metoda kajian deskriptif berdasarkan berbagai asumsi, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bahwa penerapan aspek hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam Hukum Lingkungan merupakan suatu kondisi hukum yang harus direalisasikan secara optimal dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan;
2. Bahwa untuk mengoptimalisasi dan mendinamisasikan penerapan Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup perlu ditunjang dengan aneka piranti penaatan, antara lain adalah Mekanisme Jasa Asuransi;
3. Bahwa penggunaan Mekanisme Jasa Asuransi sebagai piranti dalam penerapan Prinsip Tanggungjawab Mutlak pada aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup, selain untuk mewujudkan jaminan pemenuhan pertanggungan juga menyiapkan pendanaan untuk upaya pengelolaan risiko lingkungan;
4. Bahwa terwujudnya penerapan Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup, selain akan merealisasikan efektivitas dan harmonisasi Hukum Lingkungan dalam tata kehidupan masyarakat, juga dimungkinkan dapat mendorong terbentuknya kondisi dan potensi Ketahanan Nasional yang diperlukan bagi kelangsungan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan; dan
5. Bahwa untuk merealisasikan konsep penggunaan Mekanisme Jasa Asuransi sebagai piranti dalam penerapan Prinsip Tanggungjawab Mutlak, perlu dilakukan berbagai penelitian, kajian, dan analisis hukum yang dilakukan secara komprehensif.
Mendasarkan asumsi tersebut di atas, maka permasalahan pokok dalam disertasi hukum ini ditentukan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk, isi, dan tata laku penerapan aspek hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam Hukum Lingkungan?
2. Bagaimana wujud penerapan aspek hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam Hukum Lingkungan pada Sistem Hukum Nasional?
3. Bagaimana asosiasi korelasi hukum antar aspek hukum Mekanisme Jasa Asuransi dengan Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup?
4. Apa dasar dan aspek hukum penggunaan Mekanisme Jasa Asuransi sebagai piranti dalam penerapan Prinsip Tanggungjawab Mutlak pada aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup?
5. Bagaimana konsep strategi pelembagaan Jasa Asuransi Lingkungan sebagai lembaga yang mampu berperan untuk mengalihkan jaminan pemenuhan pertanggungan maupun menyiapkan pendanaan bagi pengelolaan risiko lingkungan hidup?
6. Apa target manfaat yang diharapkan dalam pelembagaan dan pengelolaan Jasa Asuransi Lingkungan?
Kajian dan analisis dalam disertasi hukum ini didasarkan pada kerangka acuan teori, yaitu adalah sebagai berikut:
1. Teori tentang Principles of Morals and Legislation of The Principle of Utility dari Jeremy Bentham (1823);
2. Teori tentang The Reason of The Validity of Legal Order dari Hans Kelsen (1967) ;
3. Teori tentang The Concept of Law dari H.L.A.Hart (1961);
4. Teori tentang Law in a Changing Society dari W. Friedmann (1959); dan
5. Teori tentang Theory or Concept of Justice dari John Rawls (1962).
Proses kajian dan analisis disertasi hukum ini menggunakan pendekatan legal sosio antropologi yang mengarah pada multi aplikasi penerapan aspek hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup secara in abstracto maupun in concreto.
Dari hasil kajian dan analisis hukumnya dapat diketahui berbagai informasi hukum, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Berbagai model pendekatan dan pola sikap yang perlu diwujudkan pada tata kehidupan masyarakat dalam aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan, khususnya untuk menciptakan kondisi dan potensi bagi kelangsungan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan;
2. Bermacam aspek hukum yang dapat dijadikan acuan upaya untuk mewujudkan efektivitas dan harmonisasi unsur Hukum Nasional dalam proses Pembangunan Nasional, khususnya dalam memenuhi tuntutan atau Aspirasi Bangsa untuk dilakukan informasi politik, hukum, dan ekonomi;
3. Wawasan dan pola strategi untuk membuat berbagai konsep upaya mengoptimalisasi dan mendinamisasikan aktivitas penaatan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
4.Bentuk upaya mewujudkan kondisi kepastian hukum, keadilan sosial, iklim demokratisasi, tegaknya hak asasi manusia, dan kemanfaatan pembangunan bagi kehidupan masyarakat melalui politik dan strategi pembangunan dalam sektor pengelolaan lingkungan hidup.

Abstract
Mechanism of Insurance Services as Supporting Infrastructure For Application The Strict Liability Principle in Environmental LawEffectivity and or harmonization of Environmental Law in fact still need to be optimalisationized and dynamisationized, this matter seems to be needed in the application of many legal aspects which not being perform yet within community environmental living in reality, if this condition is remain it will give a negative impact and or an unexpected condition for the sustainability of National Development.
The law research and analysis in this dissertation is aim to optimalization and dynamization the application in legal aspect of Strict Liability Principle in environmental law system through the environmental law compliance and environmental management aspect using Insurance Service Mechanism tools.
Research of its law in this paper directed to ius operatum assessment uses exploratory research typology; through descriptive research method, which based on various assumptions as follows:
1. That the application of legal aspect of Strict Liability Principle in Environmental Law System is a law condition which must be applied in an optimal way in the environmental law compliance and environmental management;
2. That to optimalization and dynamization the application of Strict Liability Principle in environmental law compliance and environmental management need to be supported by several tools and or compliance policy which is one of the alternatives is Mechanism of Insurance Service;
3. That the application of Mechanism of Insurance Service as a tool to apply the Strict Liability Principle in the environmental law compliance and environmental management is not only the supporting for insure guarantee aspect but also the readiness of fund to manage the environmental risks;
4. That the perform of applying Strict Liability Principle in environmental law compliance and environmental management not only can perform the environmental law effectivity and or harmonization in community live system but also the possibility to create the condition and potential of National Resilience in continuity of National Development with sustainable pattern; and
5. That to perform the application concepts of Mechanism of Insurance Services as a tool in the application of Strict Liability Principle needs research, assessment, and comprehensive law analysis.
From the above assumption, therefore the problem formulation in this research of law dissertation is as follow:
1. How are the contours, content, and conduct of the application of Strict Liability Principle as legal aspect in Environmental Law System?
2. How is the performance of optimalizationing and dynamizationing for application of legal aspect of the Strict Liability Principle in Environmental Law as a Positive Law substance on the unity of National Law System?
3. How to associate the law correlation between legal aspect of the application of Mechanism of Insurance Service and the application of Strict Liability Principle in the environmental law compliance and environmental management activities?
4. What is the basic and legal aspect of application of Insurance Service Mechanism as tool in the application of Strict Liability Principle in environmental law compliance and environmental management?
5. How is the strategically concept for institutionalization of Environmental Insurance Service which is able to act stand as insurer and funding guarantor for environmental risks management?
6. What is the benefit target, which is expected in the Environmental Insurance Service institutionalization and management?
The law research and analysis in this dissertation is based on several term of reference theories as follow:
1. Theory of Principles of Morals and Legislation of The Principle of Utility from Jeremy Bentham (1823);
2. Theory of The Reason of The Validity of Legal Order from Hans Kelsen (1967);
3. Theory of The Concept of Law from H.L.A. Hart (1961);
4. Theory of Law in a Changing Society from W Friedmann (I959); and
5. Theory of Theory or Concept of Justice from ikon Rawls (1962).
The law research and analysis process used the legal socio anthropology approach, which directed to multi-application of the Strict Liability Principle and the environmental law compliance and environmental management aspect by in abstracto as well as in concreto.
From the law research can be known many juridical aspects as follow:
1. The approach models and attitude patterns which is need to be applied in community live system in environmental law compliance and environmental management particularly, in order to create condition and potential of continuity of National Sustainable Development;
2. The law information which can be a reference in various efforts to perform effectivity and harmonization of National Law System substance, especially to fulfill reformation demand in the field of politic, law and economic at once which is being aspiration of the nation on National Development process at this time;
3. The patterns of strategy and perception to build many concepts of optimalization effort and dynamization of environmental law compliance and environmental management; and
4.The types of effort to perform law assurance condition, social justice, democratization situation, enforce of human right, and development benefit in community live through the development activities within environmental management sector."
1998
D1124
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Santoso Suryadi
"Setiap transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan, yang dihitung berdasarkan tarif final yang telah ditentukan dikalikan nilai transaksi sebagai dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian tanpa melihat apakah nilai pengalihan (jual) yang terjadi lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai perolehan (bali), tetap dikenakan pajak dengan tarif final yang telah ditetapkan, artinya yterhadap transaksi yang merugi (tidak mendapat tambahan kemampuan ekonomis), tetap harus terkena Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang Pajak Penghasilan. mengatur 'bahwa pajak dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan), akan tetapi undang-undang itu sendiri mengatur pula bahwa terhadap penghasilan tertentu, yang antara lain adalah penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Memenuhi ketentuan itu, pemerintah mengatur pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah, yang berlaku saat ini dengan penerapan tarif final yang dihitung berdasarkan nilai transaksi (tidak dengan nilai tambahan kemampuan ekonomis/keuntungan/penghasilan) dari Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari setiap transaksi pasti akan terkena pajak tanpa harus melihat apakah atas transaksi tersebut diperoleh keuntungan atau diderita kerugian. Asas kepastian hukum sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak yang harus diperhatikan, tidak terpenuhi oleh karena Peraturan Pemerintah yang mengatur hal ini jelas bertentangan dengan isi dari undang-undangnya sendiri, bahkan ketentuan undang-undang ternyata tidak memberi kepastian untuk diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak secara nyata. Selanjutnya jika tidak terjamin terlaksananya asas kepastian hukum, seyogianya terjamin terlaksananya asas keadilan yang tidak kalah pentingnya sebagai salah satu asas dalam pemungutan pajak oleh negara. Pajak memang perlu bagi negara, akan tetapi sebagai negara hukum, konsekuensinya adalah rakyat harus mendapatkan jaminan untuk memperoleh kepastian hukum serta keadilan.
Ketidakadilan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan itu dengan jelas dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut : (1) dasar pengenaan pajak yang menurut undang-undang seharusnya adalah tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan neto tidak diterapkan dalam pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (2) ukuran yang harus dipakai untuk ?ability-to-pay? adalah seluruh jumlah penghasilan neto (?the global amount of ability-to-pay?) juga tidak diterapkan dalam pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (3) bagi semua wajib Pajak, biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk merealisasikan penghasilan yang dikenakan pajak, seharusnya diperkenankan untuk dikurangkan dalam menghitung penghasilan yang dikenakan -pajak, ternyata dalam kenyataannya ?tidak diperkenankan, (4) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan dari penjualan hak-hak atas tanah dan atau bangunan seharusnya menurut undang-undang diberikan pengurangan sejumlah penghasilan yang tidal( dikenakan pajak (PTKP), namun dalam sistem yang sekarang diterapkan, tidak diberikan pengurangan semacam itu, (5) menurut Undang-undang Pajak Penghasilan semua Wajib Pajak apapun jenis penghasilan yang diterima, apabila jumlah penghasilannya sama, seharusnya dikenakan pajak dengan tarif pajak yang sama, namun tidak diterapkan atas penghasilan dari transaksi hak-hak atas tanah dan atau bangunan, (6) Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur suatu struktur tarif pajak progresif, sehingga bagi Wajib Pajak yang berpenghasilan lebih tinggi dikenakan pajak dengan tarif yang lebih tinggi, sehingga terjadi redistribusi penghasilan untuk menciptakan pembagian penghasilan yang lebih adil, (7) besarnya tarif seharusnya digantungkan kepada jumlah total penghasilan neto yang diterima, sedang dalam sistem yang berlaku sekarang, besarnya tarif tetap saja, sehingga juga tidak ada keadilan vertikal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
D1041
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
"Dalam hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, telah terjadi terobosan baru dimana perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara "formil" ("wederwettelijk") mengalami pergeseran, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara "materiel" yang meliputi setiap pembuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat. Perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (ederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian secara luas ajaran perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919.
Pembaharuan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 2 ayat 1 maupun Penjelasan pasalnya berkaitan antara penerapan ajaran perbuatan melawan hukum materiel dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Semula dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materiel dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatif sebagai alasan peniadaan pidana, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pelanggaran Asas Legalitas maupun penggunaan analogi yang dilarang dalam hukum pidana.
Perkembangan multi-tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela dan merugikan Masayarakat/Negara dalam skala yang sangat besar seringkali tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan tertulis yang ada sanksi pidananya, sehingga pelaku dapat bertindak secara bebas dengan berlindung dibalik Asas Legalitas. Dari aspek /pendekatan sejrah pembentukan undang-undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif, terdapatlah kecenderungan pergeseran kearah fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan limitatif serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakat/negara dibandingan dengan keuntungan dari perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu. Tentunya unsur melawan hukum materiel melalui fungsi positif ini diartikan dalam konteks komprehensif secara menyeluruh terhadap unsur-unsur lainnya dalam suatu delik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
D660
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Soedarsono
"Efektivitas dan atau harmonisasi hukum lingkungan secara faktual masih perlu dioptimalisasi dan didinamisasikan, hal ini dirasakan sekali dalam penerapan berbagai aspek hukumnya yang belum dapat diwujudkan secara nyata dalam tata kehidupan masyarakat, keadaan tersebut bila dibiarkan terus akan menimbulkan citra negatif dan atau kondisi yang tidak diharapkan bagi keberlangsungan pembangunan nasional.
kajian dalam disertasi hukum ini bertujuan untuk upaya mengoptimalisasi dan mendinamisasikan penerapan aspek hukum prinsip tanggungjawab mutlak dalam hukum lingkungan melalui aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup menggunakan piranti mekanisme jasa asuransi.
Disertasi hukum ini tertuju pada kajian ius operatum dalam tipologi penelitian eksploratori yang dilakukan menggunakan metoda kajian deskriptif berdasarkan berbagai asumsi, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bahwa penerapan aspek hukum prinsip tanggungjawab mutlak dalam hukum lingkungan merupakan suatu kondisi hukum yang harus direalisasikan secara optimaldalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan.
2. Bahwa untuk mengoptimalisasi dan mendinamisasikan penerapanprinsip tanggungjawabmutlak dalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup perlu ditunjang dengan aneka piranti penataan, antara lain adalah mekanisme jasa asuransi.
3. Bahwa penggunaan mekanisme jasa asuransi sebagai piranti dalam penerapanprinsip tanggungjawab mutlak pada aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup, selain untuk mewujudkan jaminan pemenuhan pertanggungan juga menyiapkan pendanaan untuk upaya pengelolaan risiko lingkungan.
4. Bahwa terwujudnya penerapan prinsip tanggungjawab mutlak dalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup, selain akan merealisasikan efektivitas dan harmonisasi hukum lingkungan dalam tata kehidupan masyarakat, juga dimungkinkan dapat mendorong terbentuknya kondisi dan potensial ketahanan nasional yang diperlukan bagi kelangsungan pembangunan nasional yang berkelanjutan; dan
5. Bahwa untuk merealisasikan konsep penggunaan mekanisme jasa asuransi sebagai piranti dalam penerapan prinsip tanggungjawab mutlak, perlu dilakukan berbagai penelitian, kajian, dan analisis hukum yang dilakukan secara komprehensif.
Mendasarkan asumsi tersebut di atas, maka permasalahan pokok dalam disertasi hukum ini ditentukan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk, isi, dan tata laku penerapan aspek hukum prinsip tanggungjawab mutlak dalam hukum lingkungan?
2. Bagaimana wujud penerapan aspek hukum prinsip tanggungjawab mutlak dalam hukum lingkungan pada sistem hukum nasional?
3. Bagaimana asosiasi kolerasi hukum antar aspek hukum mekanisme jasa asuransi dengan prinsip tanggungjawab mutlak dalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup?
4. Apa dasar dan aspek hukum penggunaan mekanisme jasa asuransi sebagai piranti dalam penerapan prinsip tanggungjawab mutlak pada aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup?
5. bagaimana konsep strategi pelembagaan jasa asuransi lingkugan sebagai lembaga yang mampu berperan untuk mengalihkan jaminan pemenuhan pertanggungan maupun menyiapkan pendanaan bagi pengelolaan risiko lingkungan hidup?
6. Apa target manfaat yang diharapkan dalam pelembagaan dan pengelolaan jasa asuransi lingkungan?
Kajian dan analisis dalam disertasi hukum ini didasarkan pada kerangka acuan teori, yaitu adalah sebagai berikut:
1. teori tentang principles of morals and legislation of the principle of utility dari Jeremy Bentham (1823);
2. Teori tentang the reason of the validity of legal order dari Hana Kelsen(1967);
3. Teori tentang the concept of law dari H.L.A. Hart (1961);
4. Teori tentang Law in a changing society dari W. Friedmann (1959); dan
5. Teori tentang Theory or concept of justice dari John Rawls (1962).
Proses kajian dan analisis disertasi hukum ini menggunakan pendekatan legal sosio antropologi yang mengarah pada multi aplikasi penerapan aspek hukum prinsip tanggungjawab mutlak dalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup secara in abstracto maupun in concreto.
Dari hasil kajian dan analisis hukumnya dapat diketahui berbagai informasi hukum, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Berbagai model pendekatan dalam aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan, khususnya untuk menciptakan kondisi dan potensi bagi kelangsungan pembangunan nasional yang berkelanjutan;
2. Bermacam aspek hukum yang dapat dijadikan acuan upaya untuk mewujudkan efektivitas dan harmonisasi unsur hukum nasional dalam proses pembangunan nasional, khususnya dalam memenuhi tuntutan atau aspirasi bangsa untuk dilakukan reformasi politik, hukum dan ekonomi;
3. wawasan dan pola strategi untuk membuat berbagai konsep upaya mengoptimalisasi dan mendinamisasikan aktivitas penataan hukum dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
4. bentuk upaya mewujudkan kondisi kepastian hukum, keadilan sosial, iklim demoktarisasi, tegaknya hak asasi manusia, dan kemanfaatan pembangunan bagi kehidupan masyarakat melalui politik dan strategi pembangunan dalam sektor pengelolaan lingkungan hidup."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D363
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cita Citrawinda Priapantja
"ABSTRAK
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization), secara hukum
Indonesia telah terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang Hak Atas kekayaan. Intelektual dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan). Salah satu lampiran dari Persetujuan GATT adalah Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) disingkat TRIPs, yang merupakan standar internasional yang harus dipakai berkenaan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HAKI}. HAKI terdiri dari Hak Cipta dan Hak-hak yang terkait, Merek Dagang, Indikasi Geografis, Disain Industri, Paten, Hak atas Topografi Rangkaian Terpadu Semikonduktor, Perlindungan mengenai Undisclosed Information, dan Pengawasan Terhadap Praktek yang Membatasi Konkurensi Dalam Kontrak Lisensi.
Persetujuan TRIPs mengatur tentang norma dan standar, dan dalam beberapa hal mendasarkan diri pada prinsip ?full compliance" terhadap konvensi-konvensi HAKI yang telah ada dan menggunakannya sebagai basis minimal. Keterkaitan TRIPs yang erat dengan perdagangan intemasional, maka TRIPs memuat dan menekankan dalam derajat yang tinggi mengenai mekanisme penegakan hukum yang dikaitkan dengan kemungkinan pembalasan silang atau cross-retaliation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D265
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Bismar
"ABSTRAK
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materiel sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran mengenai penegakan prinsip keterbukaan dan penindakan perbuatan yang menyesatkan di pasar modal dengan cara melihat kekurangan Undang-undang Pasar Modal Indonesia dalam mengatur kewajiban menegakkan prinsip keterbukaan dan penentuan fakta materiel di pasar modal; mengembangkan doktrin hukum yang berkaitan dengan prinsip keterbukaan agar dapat menunjang penegakan prinsip tersebut secara penuh dan adil dalam menciptakan pasar modal yang efisien; menemukan pemikiran-pemikiran baru untuk menegakkan prinsip keterbukaan dan penentuan fakta materiel di Indonesia"
2001
D1011
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>