Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leily Trianty
"Proses invasi Plasmodium falciparum ke dalam sel darah merah merupakan tahapan penting pada infeksi malaria. Proses ini sangat kompleks melibatkan interaksi antara protein ligan pada permukaan merozoit parasit dengan reseptor permukaan pada sel darah merah inang. Reseptor sel darah merah yang digunakan pada saat invasi parasit P. falciparum diidentifikasi berdasarkan sensitivitasnya terhadap enzim neuraminidase (N), tripsin (T) dan kimotripsin (K). Penelitian ini dilakukan pada 69 darah pasien yang terinfeksi P. falciparum yang dikultur secara ex vivo secara langsung di laboratorium di Timika. Sel darah donor yang digunakan untuk uji invasi sebelumnya diberi perlakuan dengan 50 mU/ml neuraminidase, 1 mg/ml tripsin, atau 1 mg/ml kimotripsin. Kami mengidentifikasi 8 pola invasi parasit malaria dengan tipe terbanyak yang ditemukan adalah tipe A yang resistan terhadap ketiga perlakuan enzim (NrTrKr; 28,99%) dan tipe B (NsTsKr; 21,74%). Selain itu dilakukan pula analisis untuk mengetahui ekspresi relatif protein kelompok Duffy Binding Ligand (DBL) dan Reticulocytes Homolog (Rh) yang berperan pada proses invasi dengan mendeteksi ekspresi protein tersebut dari RNA yang disintesis menjadi cDNA yang diisolasi pada stadium schizon dari masing-masing isolat klinis. Protein kelompok DBL yang dianalisis adalah EBA-140, 175, 181 sedangkan dari kelompok Rh adalah Rh-1, 2a, dan 2b. Hasil analisis kuantitatif dengan real time reverse transcription PCR menunjukkan bahwa protein EBA-140, Rh-1 dan EBA-175 merupakan tiga protein ligan P. falciparum yang paling umum ditemukan pada isolat klinis parasit malaria di Timika, Papua. Variasi genetik sel darah merah seperti Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), Gerbich negatif, dan varian hemoglobin (HbE) tidak ditemukan pengaruhnya pada proses invasi pada penelitian ini. Informasi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan untuk pengembangan vaksin malaria berbasis hambatan invasi parasit ke dalam sel darah merah.

Plasmodium falciparum invasion is a complex process involving several parasite ligands and their receptors expressed on the red blood cell surface. We reported various receptors used by the parasite ligands during their invasion based on their sensitivity to neuraminidase (N), trypsin (T) or chymotrypsin (C). Most field isolates in Timika invaded red blood cells through type A receptor that was resistant to all enzyme treatments (NrTrCr; 28,99%) and type B that was sensitive to neuraminidase and trypsin (NsTsCr; 21,74%). The expression of two invasion ligands; Plasmodium falciparum Duffy binding ligand (PfDBL) and P. falciparum reticulocyte homolog (PfRh) were quantified from the schizonts stage of each isolate. We employed quantitative real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (QRT-RT-PCR) to detect the expression of PfDBL family including EBA-140, EBA-175 and EBL-181 and PfRh genes such as Rh-1, Rh-2a, Rh-2b. We demonstrated thatEBA-140, Rh-1 and EBA-175 werethe major invasion ligands expressed in P. falciparum of Timikan isolates. The presence of red cell polymorphisms including the Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), Gerbich negativity, and variant hemoglobin (HbE) as detected by PCR was not found to affect parasite invasion. The present study strengthens the support to include malaria invasion proteins into the development of malaria vaccine platform."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayleen Alicia Kosasih
"Latar belakang: Intervensi epidemiologi malaria bertujuan mendeteksi dan mengobati reservoir parasit di daerah endemik untuk mengurangi penularan lokal. Gametosit merupakan satu-satunya stadium penular sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan gametosit sebelum dan sesudah intervensi skrining dan pengobatan massal (mass screening and treatment/MST) yang dilakukan selama tahun 2013 di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Metode: RT-qPCR pada transkrip pfs25 dan pvs25 - penanda molekuler gametosit untuk Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, dilakukan untuk mendeteksi dan mengukur gametosit dalam sampel darah subjek yang terinfeksi P. falciparum dan P. vivax selama studi MST. Keberadaan parasit aseksual dan seksual secara mikroskopis dan submikroskopik pada awal dan akhir MST dibandingkan dengan menggunakan uji proporsi serta uji parametrik dan non-parametrik.
Hasil: Prevalensi parasitemia pada P. falciparum tidak menunjukkan perubahan (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0,838), namun sedikit menurun untuk P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0,035) antara awal dan akhir MST. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada prevalensi gametosit baik untuk P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0,353; OR=1,34; 95%CI=0,69-2,63), atau P. vivax ( 7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0,442; OR=0,83; 95%CI=0.52-1.31). Meskipun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, sebagian besar subjek positif parasit pada akhir MST memiliki hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134) . Hal ini juga ditunjukkan untuk stadium infektif - dimana mayoritas subjek positif gametosit pada akhir MST menunjukkan hasil negatif pada awal MST (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). Hasil ini tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan selama kegiatan MST. Tidak ada perbedaan yang ditunjukkan dalam kepadatan parasit dan gametosit antara awal dan akhir MST baik di P. falciparum atau P. vivax.
Kesimpulan: Di daerah penelitian ini, tingkat prevalensi parasit dan gametosit P. falciparum dan P. vivax yang sama sebelum dan sesudah MST, meskipun pada individu yang berbeda, menunjukkan tidak adanya dampak pada reservoir parasit. Pemberian pengobatan berdasarkan parasitemia positif yang diterapkan di MST perlu dievaluasi kembali untuk strategi eliminasi di masyarakat.

Background
A goal of malaria epidemiological interventions is the detection and treatment of parasite reservoirs in endemic areas – an activity that is expected to reduce local transmission. Since the gametocyte is the only transmissible stage from human host to mosquito vector, this study evaluated the pre and post presence of gametocytes during a mass screening and treatment (MST) intervention conducted during 2013 in East Nusa Tenggara, Indonesia.
Methods
RT-qPCR targeting pfs25 and pvs25 transcripts - gametocyte molecular markers for Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax, respectively, was performed to detect and quantify gametocytes in blood samples of P. falciparum and P. vivax-infected subjects over the course of the MST study. The presence of both asexual and sexual parasites in microscopic and submicroscopic infections was compared from the start and end of the MST, using proportion tests as well as parametric and non-parametric tests.
Results
Parasite prevalence remained unchanged for P. falciparum (6%=52/811 versus 7%=50/740, p=0.838), and decreased slightly for P. vivax (24%=192/811 versus 19%=142/740, p=0.035) between the MST baseline and endpoint. No significant difference was observed in gametocyte prevalence for either P. falciparum (2%=19/803 versus 3%=23/729, p=0.353, OR=1.34, 95%CI=0.69-2.63), or P. vivax (7%=49/744 versus 5%=39/704, p=0.442, OR=0.83, 95%CI=0.52-1.31). Even though there was an insignificant difference between the two time points, the majority of parasite positive subjects at the endpoint had been negative at baseline (P. falciparum: 66%=29/44, P. vivax: 60%=80/134). This was similarly demonstrated for the transmissible stage - where the majority of gametocyte positive subjects at the endpoint were negative at baseline (P. falciparum: 95%=20/21, P. vivax: 94%=30/32). These results were independent of treatment provided during MST activities. No difference was demonstrated in parasite and gametocyte density between both time points either in P. falciparum or P. vivax.
Conclusion
In this study area, similar prevalence rates of P. falciparum and P. vivax parasites and gametocytes before and after MST, although in different individuals, points to a negligible impact on the parasite reservoir. Treatment administration based on parasite positivity as implemented in the MST should be reevaluated for the elimination strategy in the community.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library