Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Artini Wijayanti Islami
"Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya sumbatan dan peradangan kronik pada unit pilosebasea. Penelitian sebelumnya tentang kadar lipid darah pada pasien AV menunjukkan hasil yang bervariasi. Lipid darah diduga memengaruhi aktivitas kelenjar sebasea.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar lipid darah dan kadar sebum dengan derajat keparahan AV, serta mengetahui korelasi kadar lipid darah dengan kadar sebum kulit wajah.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan terhadap 30 pasien AV non-obesitas, yang terbagi berdasarkan tiga derajat keparahan AV. Dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dan kadar sebum kulit wajah pada SP.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar sebum dengan derajat keparahan AV r = 0,6689, p = 0,0001 . Tidak terdapat korelasi antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dengan derajat keparahan AV. Tidak terdapat korelasi antara sebum kulit wajah dengan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid darah tidak memengaruhi keparahan AV dan kadar sebum, sedangkan peningkatan kadar sebum kulit wajah dapat meningkatkan keparahan AV. Kata kunci: akne vulgaris; kadar sebum; lipid darah.

Acne vulgaris is a common chronic skin disease involving blockage and inflammation of pilosebaceous units. Previous studies about blood lipids in acne patients revealed variable results. Blood lipids were considered affecting sebum production.
Objective: To identify the correlation between blood lipids, sebum excretion rate and acne severity. This study also determines the correlation between blood lipids and sebum excretion rate.
Methods: This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This was a cross sectional study with total of 30 non obese AV patients. The patients were divided into 3 groups based on the severity of AV. Total cholesterol, triglycerides, LDL, HDL serum and sebum excretion rate were measured.
Results: The results revealed significant correlation between sebum excretion rate and severity of acne vulgaris r 0,6689, p 0,0001 . There were no correlation between total cholesterol, LDL, triglycerides, HDL and acne severity. Blood lipids had no correlation with sebum excretion rate.
Conclusion: The results of this study has proven that blood lipids does not affect the severity of acne and sebum excretion rate. While increased sebum secretion would increase acne severity. Keywords acne vulgaris blood lipids sebum excretion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artini Wijayanti Islami
"Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya sumbatan dan peradangan kronik pada unit pilosebasea. Penelitian sebelumnya tentang kadar lipid darah pada pasien AV menunjukkan hasil yang bervariasi. Lipid darah diduga memengaruhi aktivitas kelenjar sebasea.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar lipid darah dan kadar sebum dengan derajat keparahan AV, serta mengetahui korelasi kadar lipid darah dengan kadar sebum kulit wajah.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan terhadap 30 pasien AV non-obesitas, yang terbagi berdasarkan tiga derajat keparahan AV. Dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dan kadar sebum kulit wajah pada SP.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar sebum dengan derajat keparahan AV r = 0,6689, p = 0,0001 . Tidak terdapat korelasi antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dengan derajat keparahan AV. Tidak terdapat korelasi antara sebum kulit wajah dengan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid darah tidak memengaruhi keparahan AV dan kadar sebum, sedangkan peningkatan kadar sebum kulit wajah dapat meningkatkan keparahan AV.

Background: Acne vulgaris is a common chronic skin disease involving blockage and inflammation of pilosebaceous units. Previous studies about blood lipids in acne patients revealed variable results. Blood lipids were considered affecting sebum production.
Objective: To identify the correlation between blood lipids, sebum excretion rate and acne severity. This study also determines the correlation between blood lipids and sebum excretion rate.
Methods: This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This was a cross sectional study with total of 30 non obese AV patients. The patients were divided into 3 groups based on the severity of AV. Total cholesterol, triglycerides, LDL, HDL serum and sebum excretion rate were measured.
Results: The results revealed significant correlation between sebum excretion rate and severity of acne vulgaris r 0,6689, p 0,0001 . There were no correlation between total cholesterol, LDL, triglycerides, HDL and acne severity. Blood lipids had no correlation with sebum excretion rate.
Conclusion: The results of this study has proven that blood lipids does not affect the severity of acne and sebum excretion rate. While increased sebum secretion would increase acne severity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana
"Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) merupakan infeksi jamur superfisial kronik dengan prevalensi tinggi. Belum ada data yang membandingkan sampo SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2% pada terapi PV. Tujuan: Mengetahui efikasi mikologis, keamanan, kekambuhan, dan efikasi biaya antara sampo selenium sulfida 1,8% dibandingkan dengan ketokonazol 2% pada PV. Metode: Uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien PV bulan September hingga Desember 2018, dengan terapi sampo SeS2 1,8% atau ketokonazol 2% sesuai dengan alokasi random. Dilakukan pemeriksaan fisik, uji provokasi skuama, lampu Wood, dan kalium hidroksida. Efikasi mikologis dianalisis dengan intention to treat dan kekambuhan dengan analisis per-protokol. Efikasi biaya dengan menghitung Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Hasil: Efikasi mikologis lebih tinggi pada ketokonazol 2%, yaitu sebesar 94% vs 86%, tetapi tidak berbeda secara statistik (RR=2,3(95%IK0,6-8,5), p=0,182). Efek samping pada ketokonazol 2% lebih tinggi, yaitu 22% vs 8%. SeS2 1,8% lebih murah 14.880 rupiah, dengan risiko KOH masih positif sebesar 8% lebih tinggi dibanding ketokonazol 2%. Kekambuhan sebulan didapatkan lebih besar pada SeS2 1,8%, yaitu sebesar 8% vs 14%. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan efikasi mikologis, efek samping, dan kekambuhan sebulan, antara SeS2 1,8% dengan ketokonazol 2%. Penggunaan SeS2 1,8% pada terapi PV lebih murah dengan risiko gagal terapi lebih tinggi dibandingkan ketokonazol 2%.

Background: Pityriasis versicolor (PV) is a chronic superficial fungal infection which highly prevalent. There is no data comparing SeS2 1.8% with 2% ketoconazole shampoo in the treatment of PV. Objective: To assess the mycological efficacy, safety, relaps, and cost-efficacy of SeS2 1.8% and ketoconazole 2% shampoo for the treatment of PV. Methods: A double blind randomized controled trial was performed in patients with PV during September-December 2018, based on block randomization. Physical examinations, scale provocation test, Woods lamp and potassium hydroxide examination were conducted. Intention to treat analysis was performed to evaluated mycological efficacy and per-protocol analysis to evaluated relaps. Cost-efficacy was analyzed by calculating the Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Result: The mycological efficacy, side effect and relaps were higher in the ketoconazole group; 94% vs 86% (RR=2.3(95%CI 0.6-8.5), p= 0.182), 22% versus 8%, and 14% versus 8%. We found lesser cost for SeS2 1.8% of about 14.880 rupiah with risk of persistent positive KOH smear is 8% higher than ketoconazole. Conclusion: There were no significant differences of mycological efficacy, side effect, and relaps, between both arms. The cost-efficacy revealed a lesser cost for SeS2 1.8% with higher risk of persistent positive KOH as compared to ketoconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzah Aulia
"Keratosis Seboroik (KS) merupakan salah satu tumor jinak epidermis dengan faktor risiko utama pajanan matahari yang berlebihan. Selain pajanan matahari, defisiensi vitamin D diduga berperan pada patogenesis KS. Defisiensi vitamin D dapat disebabkan pajanan matahari yang kurang maupun kurangnya asupan vitamin D. Daerah pesisir memiliki karakteristik pajanan matahari yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang menilai hubungan kadar vitamin D (kalsidiol serum) pasien KS di daerah pesisir dengan pajanan matahari (sun index) dan asupan vitamin D. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan desain potong lintang. Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner sun index, food frequency questionnaire semikuantitatif vitamin D, pemeriksaan fisis dan dermoskopi untuk menilai ukuran terbesar lesi KS, serta pengukuran kadar kalsidiol serum pada 39 individu usia 19-59 tahun di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Median ukuran lesi KS adalah 2 mm; median nilai sun index adalah 3,95; median kadar kalsidiol serum sebesar 14,3 ng/ml, dan median asupan vitamin D adalah 4,3 mcg/hari. Tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara sun index dan kadar kalsidiol dengan ukuran lesi KS, serta sun index dan asupan vitamin D dengan kadar kalsidiol pada masyarakat pesisir tersebut.

Seborrheic keratosis (SK) is a benign epidermal tumor with high sun exposure as a major risk factor. In addition, vitamin D deficiency is thought to play a role in the pathogenesis of SK. Vitamin D deficiency can be caused by insufficient sun exposure or a lack of vitamin D intake. Coastal areas are characterized by high sun exposure. Therefore, research assessing the relationship of vitamin D levels of SK patients living in a coastal area with sun exposure and vitamin D intake needs to be done. This is an analytic-descriptive cross-sectional study. We performed interview using sun index questionnaire; semi quantitative food frequency questionnaire for vitamin D; physical examination and dermoscopy to determine the largest diameter of SK lesions; and measurement of serum calcidiol levels in 39 individuals with 19-59 years age living in Cilincing District, North Jakarta. The Spearman correlation test was used to assess the relationship between variables. Median of the largest SK lesions size, sun index, serum calcidiol, and vitamin D intake were 2 mm, 3.95, 14.3 ng/ml, and 4.3 mcg/day, respectively. There were no significant correlations between sun index and calcidiol level with SK lesion size, as well as sun index and vitamin D intake with calcidiol level in this coastal population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library