Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Istiqomah
"Penelitian ini berfokus pada analisis penerjemahan idiom Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jepang. Tujuan penulisan ialah untuk mengetahui bentuk padanan idiom BSu ke dalam BSa dan mengetahui pergeseran yang dilakukan dalam menjaga kesepadanan makna. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan terlebih dahulu menganalisis Idiom BSu dan terjemahannya dalam BSa. Kemudian membandingkan keduanya serta melihat pergeseran yang terjadi. Pengumpulan data dilakukan dngan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku referensi, artikel, karya ilmiah dan sumber lainnya. Data yang digunakan adalah novel karya Ahmad Tohari yang brjudul Di Kaki Bukit Cibalak beserta terjemahannya dalam bahasa Jepang yang berjudul Chibarakku no oka no Fumoto de oleh Shinobu Yamane. Teori yang digunakan antara lain Teori penerjemahan Nida dan Taber serta Mona Baker, prosedur penerjemahan Rochayah Machali dan Maurits Simatupang, konsep idiom Chaer, Kridalaksana, Akimoto Miharu, Larson dan Wood, dan konsep bentuk dan makna dari Kridalaksana, Larson dan Chaer. Dari analisis kepustakaan diperoleh kesimpulan, yaitu berdasarkan bentuk idiom BSu dapat diterjemahkan ke dalam Idiom BSa sejumlah 5 data, idiom BSu diterjemahkan ke bukan idiom BSa sejumlah 14 data dan Idiom BSu tidak diterjemahkan ke BSa berjumlah 1 data. Berdasarkan prosedur penerjemahan ditemukan pergeseran bentuk dan makna antara lain pergeseran struktur gramatikal, pergeseran kategori kala, pergeseran unit, pergeseran tataran, modulasi bebas, dan modulasi sudut pandang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13748
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lovie Sertiana
"Penelitian yang dilakukan dengan metode studi pustaka disertai dengan pengambilan data dari lapangan ini bertujuan untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi penggunaaan wakare no aisatsu dalam masyarakat Jepang. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat persamaan wakare no aisatsu dalam drama televisi Jepang dengan kehidupan sehari-hari yang dilihat dari data yang diperoleh melalui angket. Dalam menganalisis data yang diperoleh penulis menggunakan teori mengenai aisatsu yang diungkapkan oleh Mc Clure dalam bukunya yang berjudul Using Japanese : A Guide to Contemporary Usage. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah penggunaan
wakare no aisatsu berdasarkan konsep Mc Clure dilihat dari sudut pandang tingkat keformalitasan, jouge kankei dan gender. Pertanyaan yang muncul setelah adanya permasalahan adalah apakah teori yang diungkapkan oleh Mc Clure dalam bukunya Using Japanese : a Guide to Contemporary Usage terbukti dalam percakapan antar pemeran dalam drama televisi Jepang dan dalam kehidupan sehari-hari?. Pertanyaan yang kedua adalah apakah tingkat formalitas, jouge kankei dan gender akan mempengaruhi penggunaan wakare no aisatsu?. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan wakare no aisatsu sangat dipengaruhi oleh tingkatan formalitas dan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Sedangkan gender tidak memiliki pengaruh sama sekali dalam penggunaan wakare no aisatsu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13661
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ari Wibowo
"Penelitian ini adalah mengenai penggunaan ?tekureru dan ?temorau dalam konteks uchi/soto. Fokus masalah pada penelitian adalah mengenai hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi pada kalimat yang menggunakan ?temorau dan ?tekureru dalam konteks uchi/soto pada serial drama Hotelier. Ada perbedaan di antara Wetzel (1994) dan Sadanobu (2001) mengenai hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi pada kalimat yang menggunakan ?temorau. Selain itu, para peneliti seperti Wetzel (1994), Sadanobu (2001), Makino (2002) tidak menjelaskan hubungan antara pembicara dengan pihak pemberi dalam ?tekureru. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan teoretis ?Apakah hubungan pembicara dengan pihak pemberi dalam kalimat yang menggunakan kata kerja ?tekureru dan ?temorau pada konteks uchi soto?. Selain itu penelitian ini juga bertujuan melihat pengaruh hubungan antara pembicara dengan kawan bicara pada kalimat dimana pihak pemberi adalah orang ketiga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pada tahapan analisis, penulis mengelompokkan data dengan pola-pola situasi yang sejenis ke dalam kategori umum dan kategori khusus. Pembuatan kaegori ini berdasarkan Metode Padan yang dikemukakan Sudaryanto (1993). Kesimpulan penelitian yang didapat dari data adalah, bila hubungan antara pembicra dengan pihak pemberi adalah soto, maka pembicara cenderung mengunakan ?temorau untuk situasi dimana pihak pemberi/penerima bukan orang ketiga. Sedangkan bila hubungannya adalah uchi, maka pembicara cenderung menggunakan ?tekureru, terutama untuk situasi dimana kawan bicara bukan soto"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13811
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Jansen Paul L.
"Anime (film kartun Jepang) tidak hanya menampilkan karakter/tokoh yang berbicara dengan menggunakan bahasa Jepang standar (Hyoujungo), tetapi juga karakter/tokoh yang menggunakan dialek dari daerah-daerah di Jepang. Salah satu dialek yang digunakan tersebut adalah dialek Osaka. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menyelidiki stereotip apa saja yang tampak pada karakter-karakter berdialek Osaka dalam anime dan untuk mengetahui apakah orang Jepang juga setuju dengan stereotip tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode induktif berdasarkan Vredenbergt, yaitu cara dan proses penelitian yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai induksi. Induksi adalah penarikan suatu kesimpulan secara umum berdasarkan sejumlah data-data yang bersifat khusus. Selain itu juga penelitian ini menggunakan pendapat Kinsui Satoshi mengenai stereotip karakter berdialek Osaka dan Teori DC Palter dan Kaoru Horiuchi yang mendefinisikan dialek Osaka dan perbedaannya dengan dialek Kansai lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter berdialek Osaka memiliki bermacam-macam imej stereotip dan orang Jepang, termasuk orang Osaka sendiri, juga menyadari stereotip tersebut. Diketahui juga bahwa tanpa melihat langsung acara anime, orang Jepang sudah memiliki imej stereotip ketika menyadari pemunculan karakter berdialek Osaka dalam acara tersebut. Imej stereotip karakter berdialek Osaka ternyata bertolak belakang dengan karakter yang menggunakan bahasa Jepang standar (Hyoujungo)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14039
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Balukh, Olce
"Kata pinjaman dalam setiap bahasa adalah fenornena yang wajar saja ditemui mengingat kontak antarbahasa saat ini sudah tidak dapat dihindarkan lagi karena derasnya arus informasi dan globalisasi. Fenomena ini pun dapat ditemui dalam bahasa Jepang yang memiliki banyak kata pinjaman atau gairaigo. Bahasa jepang sejak awal meminjam kata-kata dari bahasa Cina, namun kata-kata itu tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Gairaigo dalam bahasa Jepang adalah kata-kata asing (selain bahasa Cina) yang menjadi bahasa Jepang dan digunakan sebagai milik sendiri, dan biasanya ditulis dalam katakana. Karena merupakan produk asing, kata pinjaman seringkali mengalami penyesuaian-penyesuaian yang kemudian melahirkan perbedaan-perbedaan, seperti pada lafal, bentuk kata, jenis maupun kelas kata, bahkan sampai kepada makna katanya.Umumnya kata pinjaman dalam bahasa Jepang terbagi dua : kata pinjaman yang bermakna sama dengan makna asalnya dan kata pinjaman yang berbeda maknanya dengan makna asalnya. Skripsi ini membahas kata pinjaman yang disebut belakangan. Kata pinjaman bahasa Jepang dapat berbeda dari makna asalnya (bergeser, menyempit, meluas) antara lain karena penyingkatan kata, perubahan kelas kata, peminjaman hanya satu makna dari banyak makna kata asal, makna khusus yang dimiliki kata tersebut sebagai kata pinjaman, dan hubungan kata serta arti. Beberapa kata pinjaman merupakan bentukan Jepang sendiri dan seringkali memiliki makna yang amat berbeda dibandingkan dengan makna dalam bahasa asalnya. Narnun, tidak berarti pemakaian makna kata pinjaman dalam bahasa Jepang tersebut keliru, karena makna kata bersifat arbiter dan konvensional. Keberadaan kata pinjaman dalam bahasa Jepang merupakan gambaran dari bangsa Jepang yang suka meniru namun sekaligus kreatif menciptakan kata-kata baru."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13797
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junita Evalin S.
"Skripsi ini ditulis untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana sastra pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Adapun yang menjadi pemasalahan di dalam skripsi ini adalah mengenai perbedaan makna atau karakteristik yang terdapat pada kata sambung kara, node, dan tame ni. Ditinjau dari segi leksikon, baik kara maupun node dan tame ni memiliki arti yang sama di dalam Bahasa Indonesia, yakni karena. Akan tetapi, pada kenyataannya ketiga kata sambung tersebut tidak selalu bisa digunakan secara manasuka. Bila ketiganya tidak selalu dapat digunakan secara manasuka, tentunya ada sesuatu yang membedakan masing-masing kata sambung tersebut. Setelah penulis melakukan analisis terhadap 27 buah kalimat yang mengandung kata kara, node, dan, tame ni, penulis menemukan bahwa ketiga kata sambung tersebut ternyata memang memiliki perbedaan makna. Dari ketiganya, Kara dan node adalah dua kata sambung yang mungkin cukup Sulit dibedakan karena perbedaan di antara keduanya yang hanya sebatas menyangkut subjektivitas dan objektivitas pembicara dari pembicara. Meskipun ini agak sulit dibuktikan dalam analisis, tetapi akhirnya penulis dapat mencapai kesimpulan mengapa kara, node, dan tame ni tidak selalu dapat digunakan secara manasuka. Dari analisa yang dilakukan, penulis menemukan bahwa kara umumnya digunakan pada kalimat berbentuk percakapan dan lebih sering digunakan saat seseorang menyampaikan sesuatu sebab atau alasan berdasarkan subjektivitasnya sendiri. Sedangkan node umumnya digunakan saat seseorang menyampaikan sesuatu sebab atau alasan berdasarkan pendapat objektif. Dan yan terakhir tame ni, kata ini lebih banyak digunakan dalam bentuk-bentuk formal khususnya dalam tulisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filia
"Bahasa digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya di segala aktivitas kehidupan. Karena kelompok manusia beraneka ragam, maka bahasa itu sendiri mempunyai variasi-variasi. Seperti yang diungkapkan oleh Chaer dan Agustina, penutur bahasa, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang kongkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu pun menjadi beragam dan bervariasi. Dalam tulisan ini, penulis akan membicarakan salah satu variasi bahasa, yakni bahasa yang digunakan anak muda Jepang. Dilihat dari usia, golongan anak muda terbagi dalam tiga kategori, yaitu paruh pertama remaja, yaitu umur 13,14 sampai dengan 16,17 tahun, paruh kedua, umur 17,18 sampai dengan 22, 23 tahun, pra dewasa, yaitu umur 22, 23 sampai dengan kurang lebih usia 30 tahun. Dengan demikian yang tergolong anak muda adalah, orang yang berusia 13 tahun sampai dengan sekitar 30 tahun. Apa yang dimaksud dengan bahasa anak muda? Bahasa anak muda merupakan ragam cakapan tidak resmi yang banyak dipakai kaum muda sebagai komunikasi intern. Banyak orang yang berpendapat bahwa bahasa anak muda dapat merusak bahasa baku. Namun, hal ini tidak berarti bahwa bahasa tersebut harus diabaikan. Seperti yang dikatakan oleh Chamber-Loir, gejala bahasa ini tidak boleh dinafikan atau dianggap remeh, tetapi justru perlu diamati sebagai akibat dan cerminan dari suatu kenyataan sosial. Kemunculan bahasa anak muda tidak terlepas dari beberapa hal yang melatarbelakanginya. Menurut Yonekawa hal-hal yang melatarbelakangi kemunculan bahasa anak muda adalah pertumbuhan fisik, psikologi, latar belakang masyarakat dan latar belakang sejarah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Triyantie
"Skripsi yang berjudul Makna (dasu) Pada Kata Kerja Majemuk Dengan Pala: (Renyokei)-{dasu} Dalam Buku Cerita Sen to Chihiro no Kamikakushi ini mengemukakan tentang pembentukan makna dasu pada kata kerja majemuk berpola (Renyokei)-{dasu}. Kata kerja majemuk dalam perbendaharaan kata bahasa Jepang merupakan salah satu kelas kata yang penggunaannya banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Oleh karena itu, untuk memperkaya kemampuan bahasa Jepang, kita perlu mengetahui dan memahami makna dan penggunaan kata kerja majemuk bahasa Jepang. Analisa makna dasu pada kata kerja majemuk bahasa Jepang yang berpola (Renyokei)-{dasu} dilakukan dengan metode kepustakaan. Sumber data berupa kata kerja majemuk diperoleh dari sebuah buku cerita anak berjudul Sen to Chihiro no Kamikakushi karya Miyazaki Hayao, yang terkenal baik di Jepang maupun dunia Internasional. Makna (dasu) dianalisa, dilihat dari pola pembentukan kata kerja majemuknya, dilanjutkan dengan analisa maknanya berdasarkan kalimatnya. Makna (dasu), sebagai salah satu kata kerja pembentuk kata kerja majemuk, ditentukan oleh pola pembentukan yang menunjukkan status dan maknanya dalam sebuah kata kerja majemuk. Status {dasu) pada sebuah kata kerja majemuk dapat sebagai kata kerja mandiri dan menunjukkan makna dasarnya sebagai kata kerja mandiri. Selain itu, {dasu} juga dapat bertindak sebagai kata kerja pelengkap, yang tidak menunjukkan makna dasarnya sebagai kata kerja mandiri, tetapi berfungsi menjelaskan aspek atau menambah nuansa kata kerja pembentuk lainnya. Sebuah kata dapat mengandung beberapa makna tergantung pada kalimatnya. Oleh karena itu, makna {dasu} juga dianalisa berdasarkan kalimatnya. Pemahaman makna dasu sebagai salah satu kata kerja pembentuk kata kerja majemuk berpola (Renyokei)-{dasu} penting diketahui agar kita dapat mengetahui makna kata kerja majemuk yang dibentuknya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Indahwati
"Menerjemahkan adalah mengalihkan isi pesan yang terdapat dalam Bahasa Sumber (BSu) ke datum Bahasa Sasaran (BSa) demikian rupa sehingga arang yang membaca (atau mendengar) pesan itu dalam BSa kesannya sama dengan kesan orang yang membaca (atau mendengar) pesan itu dalam BSu atau bahasa aslinya. Pesan yang terdapat didalam BSu itu harus diungkapkan sewajar mungkin dalam BSa. Demikianlah pendapat Nida dalam buku Enam Makalah Tentang Terjemahan oleh Maurits Simatupang. Oleh maka itu, dalam skripsi yang bertema Masalah Penerjemahan Kata Yang Bahasa Indonesia-Jepang ini, penulis berusaha menerjemahkan kata yang sewajar mungkin. Kata yang merupakan kata tugas yang khusus dipakai untuk menyatakan hubungan nomina dengan atribut sehingga kata yang disebut sebagai konjungtor atributif. Namun dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia-Jepang (Tim Kashiko), kata yang hanya diterjemahkan dengan kata dore. Padahal pada praktisnya kata dore memiliki makna yang mana. Padahal sebenarnya masih banyak lagi fungsi dan makna kata yang, apalagi bila dikaitkan pada penggunaannya dalam bahasa Jepang. Berdasarkan sumber teori yang didapat, penulis menemukan bahwa kata yang memiliki fungsi yaitu sebagai konjungtor antar pewatas nomina yang jumlahnya lebih dari satu, konjungtor antara inti kalimat dengan pewatasnya, sebagai pronominal relatif. Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui, memahami dan memaparkan makna dan terjemahan kata yang kedalam Bahasa Jepang berdasarkan buku acuan dan hasil tes penelitian. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu metode analisis sebagai Cara untuk mendapatkan teori_-teori dasar yang berhubungan dengan kata yang, metode kepustakaan dan metode lapangan sebagai cara untuk mengumpulkan data. Pada metode analisis, penulis mendapatkan teori-teori dasar tentang prinsip dasar terjemahan umum, terjemahan kata yang Bahasa Indonesia-Jepang, penggunaan kata yang, pronominal relative dan modifier. Pada metode kepustakaan, penulis mendapatkan sumber-sumber data tertulis atau bacaan-bacaan yang menggunakan kata yang. Pada metode lapangan, penulis mendapatkan terjemahan bacaan-bacaan yang menggunakan kata yang Bahasa Indonesia kedalam bahasa Jepang. Setelah menganalisa dan melakukan perbandingan antara BSu dengan BSa, didukung oleh sumber-sumber teori yang didapat, penulis mendapatkan terjemahan kata yang dalam Bahasa Jepang sebagai berikut: Padanan kata yang sebagai konjungtor rangkaian pewatas nomina yang berjumlah lebih satu; Padanan kata yang sebagai konjungtor nomina inti dengan; Padanan kata yang sebagai pronominal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Maulana
"Penerjemahan merupakan ilmu yang sudah ada sejak dahulu. Namun dalam pengerjaannya masih banyak ditemui kendala. Salah satu kendalanya adalah dalam penerjemahan idiom. Dalam penerjemahan idiom tidak hanya melibatkan dua bahasa yang berbeda tetapi melibatkan dua budaya juga yang berbeda. Dalam penerjemahan idiom bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, idiom yang terasa sulit untuk diterjemahkan adalah idiom ki karena begitu banyak makna ki dan padanannya dengan berbagai partikel membentuk idiom. Oleh karena itu skripsi ini membahas mengenai cara penerjemahan yang tepat dan untuk mengetahui korelasi makna idiom dan pembentuknya khususnya untuk idiom frase verbal ki ga- dalam novel Densha Otoko. Metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark, Teknik penerjemahan yang dikemukakan Hoed serta Strategi yang dikemukakan oleh Baker dalam penerjemahan terutama dalam penerjemahan idiom menjadi landasan untuk melakukan analisis dalam penerjemahan idiom frase verbal ki ga-. Data yang didapatkan dari novel Densha Otoko kemudian dianalisis dan diterjemahkan setelah itu dikelompokkan. Kemudian didapatlah hasil bahwa ternyata dari 27 idiom frase verbal ki ga- yang dianalisis diketahui 18 idiom dapat diterjemahkan menjadi bentuk non-idiom, 2 idiom dapat mengalami omission dalam penerjemahannya, dan 7 idiom dapat ditentukan maknanya oleh makna pembentuknya. Langkah-langkah analisis penerjemahan yang dilakukan mencakup analisis konteks cerita, kemudian terjemahan kata perkata lalu menerjemahkan idiom secara harfiah untuk melihat hubungan makna idiom dengan makna pembentuknya. Setelah itu dilakukan penyerasian dengan memilih metode,teknik, dan strategi yang tepat untuk menerjemahkan TSu. Pada tahap akhir dilakukan penyerasian dengan mengecek makna TSa apakah sudah sepadan atau belum dan jika didapatkan lebih dari 1 TSa dilakukan pemilihan salah satu TSa berdasarkan argumen yang tepat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>