Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tariza Intan Wulandari
Abstrak :
Artikel ini mengangkat mengenai tawaran kompleksitas dan keragaman seksual. Seks sebagai aktivitas, merupakan salah satu aspek mendasar dari budaya dan pengalaman manusia yang dibentuk oleh kekuatan sosial, budaya, dan sejarah dari norma dan praktik seksual hingga sikap terhadap gender dan seksualitas, relasi seksual sangat tertanam dalam tatanan masyarakat manusia. Namun kesalahpahaman mengenai seks yang dipromosikan oleh konstruksi patriarki membuat seks tidak banyak dibicarakan, bahkan dalam ruang lingkup akademis. Seks dalam pemahaman patriarki menempatkan submisifme perempuan secara inferior sebagai penyerahan diri total. Artikel ini menggunakan penggabungan metode analisis wacana kritis dengan epistemologi riset feminis, serta pendekatan teori Manon Garcia yang menawarkan alternatif tentang bagaimana submisifme dapat diambil alih maknanya sebagai tantangan terhadap patriarki dan bentuk pembebasan tubuh yang otonom dengan pembahasan yang berfokus pada perempuan yang terepresi. Oleh sebab itu perlu ada perubahan pemahaman atas fungsi submisif yang inklusif, konsensual, dan membebaskan, dapat dilihat secara jelas dalam kegiatan seks positif yang dilakukan oleh komunitas BDSM. ......This article deals with the offer of complexity and sexual diversity. Sex as an activity is one of the fundamental aspects of human culture and experience formed by social, cultural, and historical forces from sexual norms and practices to attitudes toward gender and sexuality, sexual relations are deeply embedded in the order of human society. However, the misunderstanding of sex promoted by patriarchal construction makes sex less talked about, even in academic circles. Sex in patriarchal understanding places female submission inferiorly. This article uses the incorporation of critical discourse analysis methods with feminist research epistemology, which is based on the theory of critical discourse analysis. In addition to Manon Garcia's theoretical approach, it offers an alternative to how submissionism can be taken over as a challenge to patriarchy and an autonomous form of body liberation with a woman-repressed point of view. Therefore, there needs to be a change in understanding inclusive, consensual, and free submission functions, which can be clearly seen in positive sex activities conducted by the BDSM community.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Putri Wahyu Cahyani
Abstrak :
Perempuan menjadi tulang punggung keajegan budaya Bali yang tersohor hingga seberang lautan. Peluh dan air mata mereka menjadi simbolisasi banyaknya energi yang dituangkan dalam merawat budaya, adat, dan tradisi sebagai warisan turun-temurun. Namun, senapas dengan pemikiran Susan Moller Okin, hal yang dirawat itu justru seringkali menjadikan perempuan sebagai objek penerima pola-pola subjugasi. Perempuan Bali memikul budaya patrilineal yang dianut oleh komunitas desa adat dengan kekhasan adanya keberlanjutan garis keturunan dari pihak laki-laki. Kondisi sosial ini menjelma menjadi tekanan bagi tiap perempuan Bali agar mengaktualisasikan fungsi seksual dan reproduksinya untuk melahirkan keturunan. Sing Beling, Sing Nganten, merupakan pandangan kultural yang mendorong perempuan untuk membuktikan kesuburannya pada kondisi pranikah—bahwa ia mampu hamil dan memberikan keturunan sebagai aspek krusial pada masyarakat Bali. Dengan mengadopsi pendekatan kapabilitas yang dikembangkan oleh Martha Craven Nussbaum, penelitian ini berupaya untuk membuktikan bahwa pandangan kultural Sing Beling, Sing Nganten mencederai kapabilitas integritas atas tubuh perempuan Bali. Sebagai penelitian kualitatif dengan metode cultural context yang dielaborasi bersama kajian literatur dan wawancara mendalam, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sing Beling, Sing Nganten menjadi salah satu diantara banyaknya pandangan lokal yang mencederai kapabilitas integritas atas tubuh perempuan Bali demi tujuan tunggal fungsi seksual dan reproduksi bagi keperluan pihak eksternal melalui cara-cara yang telah terkonstruksi. ......Women have become the backbone of the preservation of Bali's renowned culture, a legacy that extends beyond the seas. Their sweat and tears symbolize the immense energy invested in nurturing culture, customs, and traditions as inherited legacies. However, echoing the thoughts of Susan Moller Okin, what is preserved often turns women into objects of subjugation. Balinese women bear the burden of the patrilineal culture adhered to by traditional village communities, characterized by the transmission of lineage through the male line. This social condition transforms into pressure for every Balinese woman to actualize her sexual and reproductive functions to produce offspring. Sing Beling, Sing Nganten is a cultural perspective that compels women to prove their fertility before marriage—that they are capable of conceiving and providing offspring, a crucial aspect in Balinese society. By adopting the capability approach developed by Martha Craven Nussbaum, this study aims to demonstrate that the cultural perspective of Sing Beling, Sing Nganten undermines the bodily integrity capabilities of Balinese women. As a qualitative research with a cultural context method elaborated alongside literature review and in-depth interviews, the results of this study show that Sing Beling, Sing Nganten is one among many local views that compromise the bodily integrity capabilities of Balinese women, reducing them to mere sexual and reproductive functions for external purposes through constructed means.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library