Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Natifa Putri
"Skripsi ini membahas Museum Geologi Bandung, khususnya pada Ruang Pamer Sejarah Kehidupan dengan meninjau dari segi tata pamernya. Data yang diperoleh melalui lapangan, wawancara, dan kepustakaan. Data lapangan dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi. Data wawancara berupa wawancara kepada pihak museum guna mengetahui pengelolaan Museum Geologi dan wawancara kepada pengunjung untuk mengetahui bagaimana apresiasi pengunjung terhadap tata pamer yang ada saat ini. Sedangkan data kepustakaan dengan menelah sejumlah buku, jurnal ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan tata pamer museum. Data tersebut dikumpulkan dan kemudian diolah menggunakan analisis yang berdasarkan kepada kaidah tata pamer, proses komunikasi, dan apresiasi. Hasilnya berupa model tata pamer yang lebih komunikatif dan apresiatif bagi pengunjung di Ruang Pamer Sejarah Kehidupan Museum Geologi Bandung.

This focus discusses about Bandung Geology Museum , particularly specified on Natural History Exhibition Room, with concentration to the aspect of the display. Research data were provided by field observation, interviews, and books. Field observation was considered for the aim of description. Interviews to the geology museum's staffs was purposed to understand the management of museums, along with visitor's interviews to meet their appreciation for the current exhibitions. Books research along with scientific journals and researches based on the subject content of museum exhibition. Research data was continued by analysis on the essence of museum exhibition, communication process, and appreciation. Result was an alternative consideration for the development of museum exhibition, which intended to built a more communicative and appreciable for every visitors, in the specification on natural history exhibition room at Bandung geology museum."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11414
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"Penelitian mengkaji aspek subsistensi manusia yaitu dalam pemanfaatan sumber daya fauna dalam hal ini dari jenis moluska sebagai bahan makanan dan peralatan. Pemanfaatan fauna sebagai salah satu alternatif makanan manusia pada masa lalu tercermin dan banyaknya temuan arkeologis di situs arkeologi dan temuan lukisan gua yang menggambarkan jenis-jenis fauna dan aktivitas perburuan. Melimpahnya deposit sisa fauna, selain dapat menjelaskan pola makan manusia melalui sisa makanan, juga dapat memberikan keterangan tentang kondisi lingkungan, kebiasaan (habit), atau kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia masa lalu, Selain sebagai bahan makanan, temuan sisa fauna sering ditemukan dalam bentuk perkakas atau peralatan. Sisa fauna yang ditemukan dalam suatu penelitian arkeologi dapat dikelompokan menjadi ; fauna-fauna kecil (micro fauna), seperti burung, ikan, serangga, tikus, ikan dan moluska ; dan fauna-fauna besar (macro fauna), seperti sapi, gajah, bison. Sisa fauna kecil (micro fauna) yang dominan yaitu moluska yang ditemukan dalam bentuk cangkangnya baik utuh maupun pecahan (fragmen). Melimpahnya deposit temuan sisa-sisa cangkang moluska di satu situs dapat menggambarkan strategi perolehan pangan yang tidak terbatas hanya pada hewan besar, hat tersebut terlihat dari sebaran temuan sisa-sisa cangkang moluska di situs Song Terus yang merupakan situs yang memiliki sejarah hunian yang panjang. Usaha untuk menginterpretasi adanya pemanfaatan moluska oleh penghuni Song Terus pada masa lalu dilakukan dengan beberapa tahap analisis. Tahapan analisis tersebut terdiri dari analisis faunal yang mengamati aspek fisik dari cangkang moluska yang ditemukan. Gambaran yang diperoleh dari analisis faunal yaitu tingkatan taksonomi dari cangkang-cangkang yang ditemukan, jumlah minimal individu dan jejak-jejak kerusakan kultural (wilayah pukul, jejak pemukulan, jejak pemotongan dan jejak hangus terbakar) melalui pengamatan fisik permukaan cangkang. Analisis artefaktual dilakukan melalui pengamatan morfologi cangkang yang mengamati jejak-jejak pembuatan dan pemakaian cangkang berdasarkan aspek bahan, bentuk, ukuran, jejak buat dan jejak pakai. Jejak yang diamati yaitu adanya kemunculan perimping, penghalusan, goresan, tajaman, dan kerusakan pada tajaman cangkang. Dari analisis ini dihasilkan tipe-tipe artefak dan perkiraan fungsi dari masing-masing tipe artefak. Analisis kontekstual dilakukan dengan mengamati keberadaan cangkang dalam lapisan tanah. Temuan cangkang moluska di Song Terus terdiri dari moluska dari tiga kelas, yaitu ; kelas gastropoda, pelecypoda dan cephalopoda, dan dari tiga habitat yang berbeda, yaitu ; darat, air tawar dan laut. Pemanfaatan moluska di Song Terus terdiri dari pemanfaatan sebagai makanan dan sebagai peralatan. Pemanfaatan sebagai makanan ditunjukan oleh temuan moluska dari kelas gastropoda, terutama dari habitat air tawar yang menunjukan adanya kerusakan pada bagian puncak (apex) cangkang dan bibir (lips) cangkang. Pemanfaatan sebagai peralatan dapat diamati dari temuan fragmen cangkang pelecypoda (habitat laut) yang menunjukan adanya modifikasi untuk tujuan tertentu. Jejak-jejak yang dapat diamati berupa perimping dan permukaan yang halus pada bagian margin, ujung yang runcing pada salah satu sisi cangkang (posterior dan atau anterior margin) dan kerusakan pada runcingan tersebut. Temuan moluska dari Song Terus menunjukkan adanya lima tipe artefak yang kemungkinan dapat diidentitikasi sebagai : 1) penyerut, 2) penyerut dan penusuk, 3) penggosok, 4) penggosok dan penusuk dan 5) mata panah. Kehadiran sisa-sisa cangkang moluska menandakan adanya keragaman pola makan dan penggunaan peralatan oleh manusia Song Terus. Hal ini dapat diasumsikan kerena temuan moluska yang dihasilkan dari ekskavasi tersebar di seluruh kotak gali dan berasosiasi dengan temuan lain. Temuan tersebut diantaranya sisa fauna vertebrata dari jenis ikan (Pisces), unggas (Gallus sp.), War (Boaidae), biawak (Varanidae), kura-kura (Testudinidae), tikus pohon (Soricidae), kelelawar (Chiropteridae), landak (Hyastricidae), tupai (Sciuridae), tikus (Muridae), anjing liar (Canidae), kucing (lelidae), musang (Viverridae), kerbau (Bovidae), rusa (Cervidae), babi (Suidae), badak (Rhinoceritidae), dan gajah (Elephantidae). Temuan lain yaitu artefak dari tulang, artefak litik, material litik, fragrnen tembikar, sisa flora, lapisan tanah dan rangka manusia. Interpretasi terhadap keadaan lingkungan purba di sekitar wilayah gua dapat diamati dari sebaran moluska darat, selain jenis hewan lain. Kehadiran moluska darat pada satu daerah menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Keragaman jenis fauna dan sumber daya alam lain inilah yang menjadi salah satu faktor keidealan hunian, sehingga manusia memiliki banyak alternatif bahan makanan dan peralatan, selain sumber lain seperti air dan morfologi tempat hunian tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Manachim
"Tradisi megalitik seringkali dicirikan oleh bangunan atau artefak batu yang berukuran besar, yang sesuai dengan namanya. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa megalitik diartikan sebagai kebudayaan batu besar adalah kurang tepat, karena obyek-obyek dari bahan batu yang kecilpun harus dimasukkan ke dalam kelompok ini asal saja batu-batu tersebut jelas diperuntukkan bagi pemujaan arwah nenek moyang (Wagner, 1962:72). Tradisi pendirian bangunan megalitik berfungsi sebagai sarana untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viniya Metta
"Seni hias dibuat manusia sejak zaman prasejarah, yang antara lain dapat ditemui pada dinding-dinding gua, tulang, tembikar dan logam. Seni yang berkembang pada masa prasejarah bisa disebut sebagai seni prasejarah, dan bisa dipandang sebagai awal perkembangan kelahiran karya estetis yang dikaitkan dengan aturan-aturan tertentu. Motif hias seni prasejarah hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat masa prasejarah sebagai ungkapan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk visual, dan proses penciptaannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan alam maupun lingkungan budaya. Salah satu bentuk seni yang berkembang pada masa prasejarah adalah motif hias, yang tidak hanya berkembang di wilayah Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang terdapat di wilayah Asia Tenggara iainnya, dalam hal ini adalah Malaysia dan Vietnam. Motif-motif yang ada antara lain adalah motif hias geometris, motif hias fauna, motif hias manusia dan motif hias perahu. Dari analisis perbandingan, terlihat bahwa terdapat beberapa perbedaan, bahkan di Malaysia sejumlah motif tidak dikenal baik di media tanah liat maupun logam. Beberapa motif yang tidak terdapat di Malaysia antara lain adalah motif hias chevron, barisan empat persegi panjang, motif hias segi tiga dengan titik di antaranya, motif belah ketupat ganda, meander tegak, meander miring arah hadap ke kiri, recal citrante, motif huruf S, motif sulur gelung dan sepasang burung. Sementara di Indonesia dan Vietnam variasi motif lebih beragam. Hal-hal yang bisa dijelaskan sehubungan dengan hal tersebut adalah pertimbangan selera lokal yang berkembang di masyarakat prasejarah masing-masing wilayah. Faktor penentu penggambaran motif hias secara visual adalah, antara lain 1) kondisi geografis tempat masyarakat pendukung kebudayaan tersebut tinggal, 2) faktor kepercayaan dan 3) faktor teknis. Faktor teknis meliputi media bahan yang digunakan, apakah berupa tanah liat atau logam, lalu apakah permukaan bidang yang dihias rnerupakan permukaan yang datar atau melengkung. Sementara faktor geografis meliputi selera lokal yang berkembang di masyarakat pendukung kebudayaan di masing-masing wilayah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfuadi
"Pada masa berburu tingkat lanjut, manusia prasejarah telah mengenal gua-gua sebagai tempat tinggal, mereka memilih gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau dekat sebuah sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan dan moluska (Soejono, 1993: 155-156). Sisa moluska banyak ditemukan di situs-situs arkeologi, baik berupa temuan individual, maupun temuan bukit kerang (Kjokkenmoddinger). seperti ditemukan di Denmark (Meehan, 1982: 4), Di Indonesia juga banyak terdapat situs-situs yang memiliki temuan sisa moluska, terutama situs human seperti di gua-gua. Situs-situs dengan temuan cangkang moluska tersebut diantaranya situs Ulu Leang (Clason, 1976: 61; Glover, 1976:138) dan Gilimanuk di Bali (Soejono, 1977). Kajian ini membahas salah satu situs yang memiliki temuan cangkang moluska cukup banyak, yaitu situs Gua Pondok Selabe 1, Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Baturaja, Sumatera Selatan. Melalui identifikasi taksonomi yang telah dilakukan, temuan sisa cangkang moluska tersebut berasal dari 2 kelas, yaitu kelas Gastropoda dan Pelecypoda dan berasal dari habitat yang berbeda yaitu air lawar, darat dan taut. MoIuska kelas Gastropoda terdiri dad 6 famili yaitu: 7'h/at/doe, Achatinidae, Cyclophoridae, Lymnaeidae, Cypraeidae, Planorbiidae dan Elobrdae. Pada kelas Pelecypoda hanya sate famili yaitu Unionidae. Identifikasi pemanfaatan moluska dilakukan melalui pengamatan permukaan bagian luar dan dalam cangkang, serta pada permukaan pecahan. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati jejak jejak perusakan kultural. Perusakan ini ditandai dengan adanya jejak pemangkasan, jejak pencungkiian dan jejak hangus terbakar. Pada Gastropoda jejak pemanfaatan moluska oleh manusia dapat dilihat dari oliva yaitu lubang yang dibuat dengan pemangkasan apex (Awe, 1983 : 36 - 37). Pada moluska kelas Pelecypoda, Daerah pecahan terdapat pada bagian central cangkang, sedangkan pemanfaatan moluska sebagai artefak dapat ditandai dengan adanya bidang lengkung dan perimping (Soejono, 1984: 149). Banyaknya sisa cangkang moluska yang ditemukan di situs Gua Pondok Selabe 1 dan ditunjang dengan adanya bukti-bukti pemecahan cangkang dalam usaha pengambilan dagingnya, menunjukkan bahwa moluska merupakan salah satu sumber daya pangan yang cukup panting bagi manusia penghuni Gua Pondok Selabe 1 waktu itu, disamping mengkonsumsi hewan buruan lain dan tumbuh-tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Jimmy N.
"Ternyata peninggalan megalitik yang ada di bukit Kasur berada pada bagian puncak bukit, yaitu sebuah bangunan berundak lima teras yang pada teras teratasnya terdapat peninggalan-peninggalan lainberupa batu datr yang oleh masyarakat setempat disebut batu kasur, kursi batu, susunan batu pondasi segi empat, batu bergores, batu segi enam, batu kodok dan batu-batu monolit besar. Peninggalan-peninggalan yang terpusat pada teras teratas bangunan berundak ini, memperlihatkan bahwa aktivitas ritus cendrung dilakukan pada tempat tertinggi. Pendapat ini didasarkan kepercayaan masyarakat pendukung tradisi megalitik yang beranggapan bahwa tempat tertinggi merupakan tempat yang paling suci, yaitu tempat bersemayam roh-roh nenek moyang..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sely Rosalinda
"Dalam menghadapi tantangan alam, manusia purba memiliki kemampuan terbatas berusaha untuk mencari sumber makanan demi kelangsungan hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan budaya yang merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungannya, terutama dalam bentuk teknologi sesuai dengan kemampuan daya cipta mereka yang dapat dikatakan merupakan manifestasi usaha manusia purba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal pangan dan pembuatan alat-alat. Sahan yang dipergunakan sebagai artefak diambil dari alam, seperti tulang, batu, dan juga kulit moluska. Temuan artefak moluska dalam suatu situs dianggap penting 'selain dimanfaatkan sebagai sumber daya pangan juga menunjukkan bahwa kelas-kelas tertentu bangsa moluska dapat menjadi suatu indikasi perubahan iklim atau musim. Spesies tertentu moluska juga berguna untuk menentukan umur kuarter deposit dimana spesies tersebut berasal. Selain itu, jenis moluska membantu menentukan dan habitat mama saja moluska tersebut diperoleh. Penemuan moluska, baik sebagai artefak maupun ekofak tersebar meliputi kawasan pulau Jawa (gua-gua di Jawa Timur dan sekitarnya) serta wilayah Indonesia bagian Timur_ Salah satu dari situs pedalaman (situs gua) di Nusa Tenggara, khususnya Nusa Tenggara Timur adalah situs Gua Oelnaik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis moluska apa saja yang ada dan frekuensinya dan macam-macam pemanfaatannya dengan melihat ciri-ciri khusus dari setiap kelompok moluska tersebut. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data dengan mengadakan inventarisasi data basil ekskavasi tim Pusat Arkeologi di Gua Oelnaik tahun 1981, pengumpulan data kepustakaan: mengenai keadaan iingkungan termasuk sumberdaya; mengenai penelitian-penelitian mengenai moluska, di situs Gua Oelnaik pada khususnya. Selanjutnya melakukan klsifikasi/pengelompokan dengan pemilahan taksonomi, lalu dianalisis dan dibantu dengan data etnografi untuk melihat secara langsung perilaku manusia masa lalu dalam pemanfaatan moluska dan kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Dan 2.258 temuan moluska, 41% Gastropoda-dan 59% Pelecypoda. Tiga puluh dua persen dalam keadaan utuh, 67% berupa fragmen, dan 1% berupa fosil. Seberapa jenis dimanfaatkan sebagai pangan, yaitu, dari Kelas Gastropoda; Turbinidae, Neritidae, Turritellidae, Cerithiidae, Thiaridae, Olividae, Volutidae, Conidae, Lymnaeidae, Helicidae; dan dari Kelas Pelecypoda: Arcidae, Pectinidae, Veneridae. Ciri_ciri pemanfaatannya antara lain pecah atau berlubang pada bagian badan bahu (pada Gastropoda) dan pecah atau rusak di sisi kanan atau kiri margin (pada Pelecypoda). t Janis lainnya digunakan sebagai alat, antara lain berupa serut, gurdi dan lancipan dari cangkang Veneridae, pemberat/bandul jala dari cangkang Arcidae. dengan jejak bekas pakai, antara lain berupa lubang pada bagian umbel (pada Pelecypoda) dan bagian apex (pada Gastropoda) yang umumnya tampak aus di sekeliling lubang.1 Selain itu, ada juga yang dimanfaatkan sebagai manik-manik berasal dari keluarga Olividae, Cerithiidae, Conidae, dan Arcidae. Umumnya cangkang yang dimanfaatkan ' sebagai perhiasan menggunakan moluska yang sudah terkena perforasi (lubang) akibat predator tetapi pinggir lubangnya mengalami pengikisan halus."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alham Ganjaro Harib
"Area-area megalitik di situs Hiligoe, desa Sisarabili I, kecamatan Mandrehe, kabupaten Nias memiliki 2 tipe. tipe yang pertama memiliki bentuk kepala persegi, dengan perhiasan kepala berbentuk mahkota yang pada bagian alasnya terdapat pahatan kerucut yang menonjol keluar. Bentuk mata elips horisontal dan telinga berbentuk besar_ memanjang, dengan mengenakan perhiasan anting. Leher berbentuk silinder (tabung) yang terletak tidak sejajar (lebih kecil) dengan rahang. Pada bagian ini terdapat perhiasan berupa kalung (kalabubu) dengan ragam hias garis diagonal menyerupai tambang. Penggarapan detail badan sudah tampak, hal ini terlihat dari adanya pahatan puting susu dan pahatan benda masif berbentuk silinder di dadanya, serta pada bagian perutnya terdapat pahatan keris. Tipe yang kedua memiliki bentuk kepala elips vertikal dengan mengenakan perhiasan kepala berupa gelungan. Bentuk mata garis melingkar dan telinga berbentuk membulat setengah lingkaran (daun telinga gajah), tanpa mengenakan perhiasan anting. Leher berbentuk silinder (tabung) yang terletak sejajar dengan rahang. Pada bagian ini tidak terdapat perhiasan kalung (kalabubu). Penggarapan badan belum detail, hal ini dapat dilihat dari adanya goresan berbentuk keris yang hanya digarap dengan teknik gores (bukan pahatan). Penentuan tipologi ini berdasarkan beberapa atribut yang telah ditetapkan seperti bentuk kepala, perhiasan kepala, bentuk mata, bentuk telinga, bentuk perhiasan telinga, bentuk leher, perhiasan leher, bagian tubuh yang dipahatkan pada area, serta perhiasan/benda masif yang menempel pada dada dan perut. Situs ini sudah tidak lagi menjadi situs tradisi megalitik yang masih berlanjut (living megalithic). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat terlihat bahwa bangunan dan kondisi lingkungan sekitar situs megalitik ini yang sudah tidak terawat. Hal ini diperkuat dengan pendapat seorang pastur yang bernama P. Johannes Maria Hammele OFMCap dalam karangannya yang berjudul Asal Usul Masyarakat Nias, Suatu Interpretasi, bahwa semenjak datangnya bangsa Belanda yang membawa pengaruh masuknya agarna Kristen Protestan ke Pulau Nias pada abad ke-20, mayoritas penduduk desa Sisarabili I, kecamatan Mandrehe, kabupaten Nias Utara, menganut agama Kristen Protestan. Kepercayaan dan tradisi megalitik saat ini hanya dipegang teguh oleh tokoh (pemuka adat) dan orang-orang yang dituakan saja"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dedy Sulaiman
"Ciri khas dalam tradisi megaiitik adalah upacara yang menyolok pada waktu penguburan. terutama bagi mereka yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Bagi masyarakat seperti ini satu kematian tidak membawa perubahan esensial dalam status, kondisi ataupun sifatnya. Kematian membawa jasad dan jiwanya ikut pulang ke tanah yang dianggap asal. Sebagai wujud budaya matcri, wadah kubur merupakan indikator sistem religi khususnya pada tradisi Megalitik. Penelitian ini membahas persebaran dan orientasi situs kubur di Pulau Samosir. Untuk menjawab penelitian ini maka digunakan pendekatan determinasi lingkungan. Pendekatan ini melihat hubungan antara situs dengan situs serta hubungan antara situs dengan kajian penelitian terhadap situs kubur di Pulau Samosir ini tidak difokuskan pada morfologi wadah kubur, melainkan lebih memperhatikan lingkungan alam di sekitar Pulau Samosir dan variabel-variabel yang mempengaruhi persebaran wadah kubur tersebut.. Variabel-variabel sumber daya alam yang digunakan yaitu ketinggian, kelerengan, tanah, batuan, kemampuan tanah, air dan mata air, dan sungai. Variabel alam tersebut telah menyebabkan derajat persebaran situs megalitik mengelompok di pinggiran Pulau Samosir yaitu di sebelah timur laut dan barat laut. Dilihat dari orientasinya bahwa sebagian besar wadah kubur di Pulau Samosir menghadap ke tempat tinggi di tengah Pulau Samosir (ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut). Dengan uraian di alas dapat dikatakan bahwa penempatan situ-situs di Pulau Samosir tidak dilakukan dengan sembarangan. Penempatan situs tersebut mempertimbangkan, dan memanfaatkan sumber Jaya alam yang tersedia di Pulau Samosir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia pada masa megalitik di Pulau Samosir bersifat pasif dalann memanfaatkan alam. Mereka hanya memanfaatkan sumber daya alam yang sudah tersedia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Utama
"Skripsi ini membahas Museum Sejarah Jakarta, khususnya Ruang Pamer Mebel dengan meninjau dari segi tata pamernya. Data yang diperoleh melalui lapangan, wawancara dan kepustakaan. Data lapangan dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi dan dokumentasi. Data wawancara berupa wawancara kepada pihak museum guna mengetahui pengelolaan Museum Sejarah Jakarta. Sedangkan data kepustakaan dengan menelaah sejumlah buku, jurnal ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan tata pamer museum. Data tersebut dikumpulkan dan kemudian diolah menggunakan analisis yang berdasarkan kepada kaidah tata pamer dan komunikasi museum. Hasilnya berupa model tata pamer yang lebih komunikatif di Ruang Pamer Mebel Museum Sejarah Jakarta.

This focus discusses about Jakarta Historical Museum, particularly specified on Meubel Exhibition Room, with concentration to the aspect of the display. Research data were provided by field observation, interviews, and books. Field observation was considered for the aim of description and documentation. Interviews to the Jakarta Historical Museum's staffs was purposed to understand the management of museums. Books research along with scientific journals and researches based on the subject content of museum exhibition. Research data was continued by analysis on the essence of museum exhibition and museum communication. Result was an alternative consideration for the development of museum exhibition, which intended to built a more communicative in the specification on meubel exhibition on Jakarta Historical Museum. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S293
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>