Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albert Abdi
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh lahirnya kebijakan mobii nasional yang ternyata memiliki implikasi internasional, yakni munculnya gugatan tiga negara utama penghasil mobil dunia (Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat) di Forurn WTO. Permasalahan yang berkaitan dengan sengketa mobil nasional dalam forum WTO, berangkat dari adanya perbedaan pandangan diantara pihak yang bersengketa dalam menilai kebijakan mobil nasional menurut ketentuan WTO, dimana pada satu menganggap kebijakan mobil nasional bertentangan dengan ketentuan WTO, sementara pada sisi lainnya menganggap kebijakan mobil nasionai dibenarkan oleh ketentuan WTO.
Tujuan dari penelitian tesis ini adalah ingin mengetahui pandangan pihak-pihak yang bersengketa dalam menilai kebijakan mobil nasional menurut ketentuan WTO dan menganalisis proses penyelesaian sengketa yang terjadi di forum WTO. Untuk menjawab permasalahan yang acla, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pendekatan teori ekonomi politik internasional, khsususnya teori tentang pengambilan keputusan dan rezim internasional. Penulisan tesis ini menggunakan analij.a deskriptif dengan melihat pengaruh masing-masing independent variable terhadap dependent variable. Adapun data yang digunakan dalam studi ini sendiri diperoleh melalui studi kepustakaan.
Hasil penelitian yang penulis peroleh momperlihatkan bahwa adanya perbedaan pandangan dianiara negara penggug.at dan negara tergugat dalam rnelihat kebijakan mobil nasional menurut ketentuan WTO, sesuai dengan "kepentingan nasional" rnasing-masing, telah menimbulkan sengketa dagang di forum WTO. Oleh karenanya dalam menerapkan :;uatu kebijakan, pemerintah hendaknya berlaku adil (tidak diskriminatif) dan b'Srsikap transparan. Disamping itu kuatnya keterkaitan / ketergantungan antar negara-negara di dunia (globalisasi), kebijakan domestik yang diambil suatu negara harus mengacu kepada ketentuan yang berlaku di tingkat internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Nigeriawati
"Penulisan tesis ini berangkat dari Iatar belakang bahwa skema forum kerjasama inter-regional Asia-Europe Meeting (ASEM) - dengan kompleksitas dan keragaman yang ada di dalamnya - memiliki sejumiah permasalahan. Permasalahan yang timbul dalam hubungan kerjasama kelompok Eropa (yang cliwakili oleh 15 negara ariggota UE) dan kelompok Asia (yang diwakili oieh 10 negara Asia Timur) dalam ASEM, bermula dari adanya perbedaan konsep kebijakan iuar negeri yang diterapkan oleh kedua kelompok tersebut, yaitu kebijakan kelompok nsgara-negara anggota UE di daiam ASEM yang cenderung menerapkau konsep-konsep sebagaimana terkandung dalam kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri kelompok negara-negara Asia Timur yang cenderu ng menerapkan nilai-nilai Asia atau yang dikenal sebagai Asian vafues.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implikasi dari perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar negeri Asia Timur terhadap permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur dalam ASEM. Sedangkan asumsi peneiitian adalah bahwa perbedaan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan luar Asia Timur memiliki implikasi tertentu terhadap timbulnya permasalahan hubungan kerjasama UE dan Asia Timur da lam ASEM.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori pendekatan realisme dan teori kerjasama (cooperarion) dari Robert O. Keohane. Di dalam teorinya tersebut, Keohane menjelaskan bahwasanya suatu bentuk kerjasama tidalc akan lepas dari timbulnya konflik. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui Studi puslaka dan Studi dokumentasi.
Hasil yang diperoleh dari peneiitian ini adalah memang terdapat sejumlah permasaiahan dalam hubungari kerjasama UE dan Asia Timur di ASEM, yaitu (1) masalah perluasan keanggotaan ASEM yang mencakup kontroversi rencana keanggotaan Myanmar, Laos dan Kamboja ke dalam ASEM dan kriteria-kriteria keanggotaan ASEM (2) agenda dialog politic, dan (3) agenda yang berkaitan dengan WTO-related issues. Setelah penelitian dilakukan, dapat dijelaslcan bahwa permasalahan hubungan kerjasama yang dihadapi oleh UE dan Asia Timur di dalarn ASEM disebabkan oleh perbedaan kebijakan Iuar negeri yang dibawa oleh kelompok UE dan kelompok Asia Timur.
Berdasarkan hal-hal tersbut di atas, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan kebijakan luar negeri UE dan kebijakan Iuar negeri Asia Timur pada forum ASEM dengan timbulnya permasalahan hpbungan kerjasama kedua kelompok tersebut dalam ASEM."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyanto Sastrowiranu
"Jepang dan negara-negara Asia Tenggara bukanlah merupakan partner kerjasama yang baru karena Jepang dan ASEAN sudah memulai hubungan kerjasama formal pada tahun 1977. Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang tidak hanya penting bagi Jepang karena memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan oleh perindustrian Jepang, namun, secara geostrategis kawasan tersebut juga penting bagi Jepang. Pentingnya kawasan Asia Tenggara bagi Jepang dapat terlihat dari upaya sistematis Jepang dalam membangun hubungan yang erat dengan ASEAN. Semenjak tahun 1977 hingga 2004, Jepang telah menjalankan tiga Doktrin untuk menjalin hubungan dengan ASEAN, yakni Doktrin Fukuda, Takeshita, dan Hashimoto, yang kesemuanya menekankan arti pentingnya hubungan yang erat antara Jepang dengan ASEAN.
Berbeda dengan Jepang, China secara umum baru melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara ASEAN di awal tahun 1990-an. Namun, ada setidaknya tiga hal yang menarik mengenai China yang relevan unluk disebutkan dalam penelitian ini. Pertama, patut diamati bagaimana China mengalarni kemajuan perekonomian yang cukup tinggi, terutama semenjak awal dekade 90-an. Kedua, semenjak dijadikan full dialog partner oleh ASEAN pada tahun 1996, China menjalankan diplomasi yang aktif untuk dapat menjalin hubungan dengan ASEAN. Yang ketiga berkaitan dengan pembentukan forum kerjasama regional yang lebih intens yang melibatkan China, Jepang, Korea Selatan dan ASEAN, yakni East Asia Summit (EAS). Ketiga hal tersebut signifikan untuk disebutkan dalam karena tulisan ini akan menganalisa bagaimana ?faktor China? mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang di kawasan ASEAN EAS pertama yang diselenggarakan di Malaysia pada tahun 2005 menjadi penting bagi Jepang dan China karena pada forum inilah masa depan regionalisme di kawasan Asia Timur/Tenggara direncanakan. Pentingnya EAS dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana Jepang dan China bersaing untuk menjadi kekuatan nomor satu di kawasan.
Dengan laju pertumbuhan seperti sekarang ini, China berpotensi untuk menyaingi peran dan posisi tradisional Jepang di kawasan Asia Tenggara, terlebih lagi dengan adanya stagnasi ekonomi yang sedang dialami oleh Jepang dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh sebab itu, penting bagi Jepang untuk berupaya membendung "The China Threat? tersebut. Pada dasarnya, Tesis ini akan menganalisis dua hal. Pertama, akan diteliti kepentingan-kepentingan signifikan apa yang menjadi latar belakang dan membuat Jepang merasa perlu melihat China dalam dua dekade belakangan ini sebagai sebuah ancaman. Yang kedua, akan diteliti bagaimana Jepang berupaya untuk mengantisipasi peningkatan derajat "the China Threat? di masa depan melalui forum EAC."
2007
T22897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Dwi Putra
"Perubahan-perubahan dalam tata hubungan internasional yang memberi perhatian lebih pada permasalahan demokrasi dan juga permasalahan Hak Asasi Manusia sangat mempengaruhi pada kebijakan-kebijakan suatu negara yang diterapkan baik dari internal negara maupun dari eksternal negara tersebut. Perhatian pada masalah kebijakan luar negeri, demokrasi dan hak asasi manusia ini kemudian mulai menjadi sebuah tema serta bagian yang amat penting didalam tujuan-tujuan negara pada saat ini. Permasalahan demokrasi dan HAM sejak perang dingin berakhir bukan lagi menjadi persoalan dalam lingkup domestic tapi sudah mengglobal seakan-akan tanpa batasan lagi. Kebijakan Luar Negeri Republik Indonesia terkait dengan permasalahan demokrasi yang saat ini sedang dilakukan oleh negara Myanmar bergerak maju sejalan dengan pembentukan komisi bersama antara kedua negara yaitu Indonesia dan Myanmar.
Hal ini adalah bukti yang amat konkret akan adanya dukungan Republik Indonesia terhadap Myanmar terutama dalam membimbing Myanmar menjalani tahapan transisi demokrasi dan perwujudan dari politik Indonesia yang bebas dan aktif serta sesuai dengan arah kebijakan luar negeri Indonesia yaitu dengan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Dalam penelitian ini penulis menujukkan peran Indonesia dalam memecahkan permasalahan di Myanmar. Selain itu penulis menggunakan pendekatan kebijakan luar negeri yang diberikan oleh K.J. Holsti sebagai pendekatan untuk menjelaskan tentang policy making process yang terjadi di Indonesia serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Holsti membagi faktor ekternal dalam membentuk kebijakan luar negeri salah satunya ialah permasalahan global serta dunia saat ini yaitu permasalahan demokrasi. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi keputusan dalam kebijakan luar negeri salah satunya yaitu opini publik.

The changes of International Relationship that give more attention to the Democratization problem and also to the Human Rights have a big influence to the state policy which practiced in internal and external policy of the state. The attention to the Foreign Policy problems, Democracy and Human Rights become a theme also a part of the important state purpose, nowadays Democracy and Human Rights since Cold War ended, not a domestic problem anymore, but already globalized without any bonderesed domestic. Indonesian Foreign Policy connected to the Democracy problems in Myanmar that nowadays seen in Joint Commision between Indonesia and Myanmar.
This is the concret support of Indonesian to Myanmar in facing through the democratization transition periode, and also a face off Indonesian Foreign Policy which is value as Active and Free. Same perception with Indonesian Foreign Policy that we want to increase the quality of Indonesian diplomacy to push the national interest. In this thesis, the writer the writer want to explain Indonesian contribute to solve the problems in Myanmar. The writer also used the theory of KJ Holsti to explain the policy making process that happened in Indonesia. According to Holsti, two factors in making process in foreign policy was internal factors and external factors. First, external factor is the global problems ( Democracy and Human Rights problems ) and the internal problems is Public Opinion.
"
2007
T22905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mohammad Riezky Pahlevi
"ABSTRAK
Pada tahun 1997, terjadi krisis finansial / moneter di negara-negara di kawasan Asia. Krisis finansial / moneter yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah fenomena domino effect, yang menjalar dari suatu negara ke negara lain hingga hampir melanda semua negara di Kawasan Asia. Untuk mencegah krisis ini, Pemerintah Indonesia kemudian meminta bantuan IMF. Dalam pemberian pinjamannya, IMF memiliki sejumlah syarat yang harus dijalankan oleh negara yang menerima pinjaman. Penetapan persyaratan tertentu bagi negara yang bersangkutan ini dikenal sebagai kondisionalitas. Persyaratan ini termuat dalam dokumen yang disebut Letter Of Intent (LoI), diantaranya tentang penutupan 16 bank. LoI ini tertuang di LoI tanggal 31 Oktober 1997, LoI tentang penutupan 16 Bank di tahun 1997. Tesis ini menjelaskan tentang bagaimana adanya keterlibatan IMF terhadap likuidasi 16 bank di tahun 1997, yang di dalamnya ada kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi. Selain itu ada juga yang namanya bantuan ekonomi dari IMF yang dinamakan SAP (Structural Adjustment Program). Sementara itu, hipotesa dari penelitian ini adalah langkah penutupan 16 bank justru memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif. Dalam menganalisis kerangka pemikiran yang digunakan adalah pluralisme dan liberalisme. Penutupan / likuidasi 16 bank ini menimbulkan dampaknya kepada masyarakat yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank yang disimpan oleh masyarakat dan menimbulkan suatu efek kepanikan di masyarakat. Selain itu adanya permasalahan BLBI yang makin menambah kondisi peekonomian Indonesia tidak stabil. Pada akhirnya, tesis ini memberikan kesimpulan adanya keterlibatan IMF dalam memberikan bantuan dananya untuk pemulihan perekonomian Indonesia, ternyata membawa dampak yang buruk dan negatif bagi pemulihan perekonomian Indonesia.

ABSTRAK
In 1997, financial crisis occur in Regional Asia. Monetary/financial crisis which occur in Indonesia was a domino effect phenomenon, which was taking place from one country to another until near all Asian Countries. To prevent this crisis, The Indonesia Government afterwards asking assistance / aid IMF. In gift a loan, IMF possess as much as condition / prerequirement that must be followed by the government. Decision prerequirement certain for that country is known as conditionality. This prerequirement was including in the document called Letter Of Intent (LoI) which was consist of closing 16 banks. This Letter Of Intent (LoI) was including on LoI October 31, 1997, Letter Of Intent above closing 16 banks in 1997. This thesis explain above how see involment IMF front liquidation in 1997, that inside there is liberalization, deregulation and privatization. Another that, see that economic assistance / aid from IMF in the name is SAP (Structura Adjustment Program). While this, the hypothesis apply in this research is : Stride closing 16 Bank exactly / make worse condition Indonesian Economy.
Research method use in this thesis is descriptive. In analyze the thinking process, they are Pluralism And Liberalism. Closing / liquidation this cause impact to society that is draw large fund for bank store because of society and cause a certain panic effect in society. Another that there is problem BLBI which increasingly add to condition Indonesian Economy not stable. In conclusion, this thesis summarized is there is involvement IMF on take assistance / aid fund for recovery Indonesian economy apparently involve impact which worn out and negative for recovery Indonesian Economy.
"
2007
T22906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
"Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia.
Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara.
Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.

As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well.
The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region.
Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Yohanes Pailah
"Tesis ini membahas pergeseran isu-isu keamanan dari safety ke security atas pengelolaan keamanan di Selat Malaka. Lembaga International Maritime Bureau menyatakan Selat Malaka rawan perompakan, pembajakan dan teroris. Padahal patroli terkoordinasi negara pantai telah lama berlangsung di Selat Malaka. Oleh karena itu, penulis merasa perlu melakukan kajian sekuritisasi isu di Selat Malaka.
Penelitian dekriptif ini menyimpulkan, opini publik dan aktor politik yang menyatakan ketidakmampuan Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam pengelolaan keamanan di Selat Malaka, sepenuhnya tidak benar karena hasil laporan perompakan dan monitoring IMB hanyalah rekayasa bagi kepentingan isu-isu sekuritisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25109
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I.G.N Agung Kamasan
"Tesis ini membahas mengenai Kebijakan Privatisasi PT. Indosat Tbk, oleh pemerintah Indonesia paska krisis ekonomi akhir tahun 90-an. Divestasi saham pemerintah terhadap PT. Indosat Tbk, pada tahun 2002 merupakan privatisasi kedua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Penjualan saham PT. Indosat Tbk, dilakukan dengan mekanisme Strategic Sale, yang pada akhirnya tender ini dimenangkan oleh Singapore Technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak perusahaan Temasek Holding salah satu BUMN negara Singapura. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif analitis, pengambilan data dilakukan melalui studi literatur dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa faktor yang membuat pemerintah melakukan kebijakan privatisasi BUMN. Kondisi eksternal dan internal BUMN, kondisi krisis finansial dan privatisasi merupakan salah satu desakan dan syarat yang diajukan IMF dalam memberikan bantuan finansialnya kepada pemerintah Indonesia di masa krisis. Bagi pemerintah khusus untuk penjualan saham PT. Indosat Tbk, melalui mekanisme strategic sale, adalah karena adanya niatan pemerintah guna mendapatkan dana dalam rangka menutup defisit APBN 2002 karena krisis ekonomi.

This thesis is focusing about the privatisation regulation toward PT. Indosat Tbk, by the Indonesian government after economic crisis in the end 90s. The divestation of the government?s stock of PT. Indosat Tbk, in 2002 was the second privatisation had been carried out by the government. The Selling of PT. Indosat Tbk's stock has been done by using strategic sale mechanism, which in the end this bid won by Singaporean Technologies Telemedia (STT) which is the sister company of Temasek Holding, one of Singapore?s State-Owned Enterprise. This research uses quantitative method and deductive analytical approach, which using literature study to collect datas.
The outcome of this research is to confirm that there are several reasons made Indonesian Government committed through the privatisation of state-owned enterprise. Both the external and internal of the state-owned enterprise situation, financial crisis and particularly privatisation was one of the requisites that issued by IMF in related to given aid in financial sector for the Indonesian government during the economic crisis. Privatisation of PT. Indosat Tbk's through the strategic sale mechanism had been chosen due to the government's need in obtaining fund in order to cover the deficit of APBN year 2002 which had emerged by the economic crisis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Mariana
"Liberalisasi perdagangan telah meningkatkan interdependensi dan intensitas kerjasama antar negara, namun pada saat yang sama jugs meningkatkan iklim kompetisi secara global. Seiama beberapa dekade terakhir, tren regionalisme semakin meningkat, terutama dalam kerangka kerjasama ekonomi. Integrasi ekonomi regional ASEAN diharapkan dapat meningkatkan kondisi perekonomian kawasan secara menyeluruh.
Tujuan tersebut tampaknya akan sulit tercapai karena hubungan ekonomi intra-ASEAN yang bersifat non-komplementer. Sebagai stabilisator perekonomian nasional maupun regional, sektor UKM akan menghadapi tantangan yang lebih berat, terutama dari kalangan pengusaha asing. Dalam pembahasan tentang UKM, kesuksesan China dalam mengembangkan sektor UKM-nya secara global tidak dapat dikesampingkan. Integrasi ekonomi ASEAN jugs tidak terpisahkan dari faktor China. Di satu sisi, integrasi ekonomi akan meningkatkan iklim kompetisi regional, namun di sisi lain integrasi ekonomi jugs perlu direalisasikan untuk menghadapi pengaruh ekonomi China di kawasan.
Dalam rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN, terdapat empat karakteristik utama, yaitu kebebasan arus barang dan jasa, kebebasan arus tenaga kerja ahli, prinsip non-diskriminasi dalam keprofesian, dan kebebasan arus modal. Penerapan pasar tunggal perlu dipandang sebagai peluang (bertambahnya pangsa pasar) sekaligus ancaman (banjirnya produk asing yang lebih kompetitif) bagi kalangan usaha domestik, terutama sektor UKM. Di kawasan Asia Tenggara, sektor UKM Malaysia dan Thailand sudah dianggap sebagai pemain regional yang kompetitif. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari strategi dan kebijakan pemerintahnya masing-masing dalam pemberdayaan UKM.
Apabila dilihat dari sudut pandang kebijakan, daya saing sektor UKM Indonesia secara regional masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor UKM Thailand dan Malaysia. Kesuksesan pengembangan sektor UKM China, tidak terlepas dari peran negara (pemerintah pusat) sebagai pengambil keputusan. Dalam menghadapi kompetisi regional, Indonesia perlu merumuskan cetak biru dan strategi pengembangan UKM yang Iebih selaras dengan prinsip liberalisasi perdagangan. Sementara itu dalam menghadapi China, negara-negara ASEAN perlu segera mewujudkan integrasi ekonomi kawasan dalam komitmen Pasar Tunggal dan Basis Produksi Tunggal.
Untuk dapat bertahan dalam liberalisasi ekonomi kawasan, pemerintah Indonesia perlu Iebih proaktif dan bersikap pragmatis. Dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pemerintah tidak dapat lagi terlalu mengandalkan peran korporasi besar dan MNC. Paradigma pembangunan nasional perlu difokuskan pada sektor UKM sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat. Dalam menghadapi China, Indonesia dan negara-negara ASEAN juga perlu mengesampingkan friksi-friksi politik yang selama ini masih mewarnai hubungan intra-kawasan.

Trade liberalization has resulted both in increasing interdependence and cooperation among nation-states while at the same time also increasing competition between friends and (or) foes. In the last few decades, there was a significant growing trend towards regionalism, especially those in the state of economic cooperation. ASEAN economic integration initially aimed to increase the region's social welfare in an inclusive scale.
However, some experts doubt the aspired plan since the nature of infra-ASEAN's trade based mostly on non-complementary relations. SMEs (Small and Medium Enterprises) as a 'controller' on social, political, and economic stability both domestically and regionally, lend to face harder challenges, particularly from large-scale and foreign enterprises. In the framework of SMEs, we can no longer under estimate China's SMEs development at the global scale. At the similar point, ASEAN's economic integration, more or less, also related to this China factor. The implementation of ASEAN Single Market will intensively increases economic and trade competition among member states. On the other hand, ASEAN's economic integration will also entirely needed to overcome China's economic power in the region.
There are generally four characteristics in the focal point of ASEAN Single Market free flow of goods and services, free flow of skilled labors, non-discriminatory standard on professional certification. and freer flow of capital among member states, The upcoming Single Markel should be seen - all at once - as both threat (an overflow of more competitive imported goods) and opportunity (growing market) for SMEs practitioners. in the Southeast Asian region, Thai and Malaysian SMEs have been recognized as two of the most competitive regional players. Yet, the achievement must not be seen apart from the goverments' policies and effective strategies in SMEs development.
From the standpoint of general policy environment, Indonesian SMEs' regional competitiveness level is still far left behind Thailand and Malaysia. China's attainment in SMEs development is also an outcome of the state's (government's) continuous role as the primary decision maker. In facing the forthcoming regional competition, Indonesian government needs to redesign its domestic policy towards SMEs as well as to put forward a blueprint for SME development that may possibly pursue the values of trade liberalization. Meanwhile in facing China's economic influence, ASEAN member countries should soon put into action the region's economic integration and the committed agreement to build ASEAN as a single market and single production base.
To be able to survive in the era of regional trade liberalization, Indonesian government is required to be more practical and 'down to business'. To improve the nation's social welfare, we can no longer depend only on large-scale enterprises and MNCs (Multinational Corporations). National development paradigm should be diverted to SMEs development as the backbone of the communities' subsistence. In facing China's economic dominance, ASEAN member countries must also be able to put aside political friction and ideological confrontation in the region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shoko Matsuoka
"Kejadian teror pada bulan Oktober tahun 2002 telah menewaskan 202 korban jiwa dan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap industri pariwisata di Bali, sebagai industri utama di wilayah setempat. Kejadian teror tersebut telah menyebabkan turunnya jumlah kunjungan para wisatawan asing karena mayoritas dari korban teror tersebut adalah wisatawan mancanegara. Namun demikian, khusus para wisatawan atau orang Jepang terus berdatangan ke Bali. Dalam tesis ini, penulis meneliti tentang latar belakang dan alasan mengapa jumlah wisatawan dan warga negara Jepang yang datang ke Bali pada periode 2002 -2004 meningkat. Tesis ini membahas faktor-faktor Internal dan eksternal yang mendorong para wisatawan Jepang terus berkunjung ke Bali dan warga negara Jepang terus menetap di Bali.
Faktor-faktor internalnya adalah:
A. Daya tarik Bali bagi turis Jepang,
B. Ketidaknyamanan situasi pariwisata di Jepang,
C. Ketidaksetaraan jender antara laki-laki di Jepang.
Sedangkan faktor-faktor eksternalnya adalah
A. Hubungan bilateral yang baik di antara Indonesia dan Jepang,
B. Keputusan perempuan Jepang untuk menikah dengan penduduk lokal dan bermukim di Bali,
C. Peningkatan infrastruktur penerbangan dan komunikasi, semakin memfasilitasi arus pergerakan manusia dari satu negara di negara lain.
Orang Jepang terus datang ke Bali setelah kejadian teror pada tahun 2002 dan hal itu mendorng peningkatan jumlah perempuan Jepang menikah dengan laki-laki Bali dan menetap di Bali.

Bali Terror Bomb case which occured in year 2002 had killed 202 inocent people and had a big influence on tourism industry in Bali. Tourism industry in Bali has long been the main industry in the region. Bom incident in Bali had decreased the number of the foreign tourists to Bali because the most of the people who were killed in the incident were tourists from all over the world. However, as for the Japanese tourists to Bali, the number had not decreased. In this thiesis, the writer will research about the background and the reason why numbers of the Japanese tourists to Bali did not decrease during the period of 2002-2004. This thesis will also examine internal and external facotors that pushed Japanese touris to Bali even after the Bomb incident in 2002.
There are 3 internal factors as the following.
A. Bali`s own attraction for the tourists
B. The bad condition of the tourism inside Japan
C. Jender unequality in Japan
There are also 3 external factors as the following.
A. Bilateral relationship between Indonesia and Japan which is relatively in good condition.
B. Japanese women?s choice to settle down in Bali
C. Advance on infrustructure, transportaion and comunication which enable more people to move across the borders."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 19266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>