Kemiskinan adalah masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Banyak program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu program yang diperkenalkan oleh pemerintah pada tahun 2007 adalah Program Keluarga Harapan (PKH), sebuah program transfer tunai bersyarat (Conditional Cash Transfer) yang menyediakan uang tunai kepada para penerima manfaat dari Program Keluarga Harapan dalam kondisi yang telah ditentukan sebelumnya. Namun dalam perjalanannya, ada banyak hal yang masih perlu ditingkatkan dari program bantuan tunai bersyarat ini di Indonesia. Salah satunya adalah sejumlah besar rumah tangga tidak miskin yang mendapat manfaat dari PKH, walaupun sebenarnya penerima program PKH di Indonesia dirancang untuk rumah tangga miskin. Studi ini menganalisis faktor-faktor apa yang menyebabkan rumah tangga yang tidak miskin menerima manfaat dari program Transfer Tunai Bersyarat. Hasil yang diperoleh dari model Probit Logit menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2013, 2014 dan 2017, menunjukkan bahwa tinggal di daerah pedesaan, usia tua, dan memiliki banyak anggota keluarga secara signifikan mempengaruhi penerimaan manfaat dari Program PKH (CCT).
Poverty is a major problem faced by developing countries like Indonesia. Many programs have been implemented by the Indonesian government to reduce poverty. One plan that was introduced by the government in 2007 is called Program Keluarga Harapan (PKH), a conditional cash transfer (CCT) program that provides cash to beneficiaries of the Program Keluarga Harapan initiative under predetermined conditions. But in its journey, there are many things that still need to be improved from this conditional cash transfer program in Indonesia. One of them is a large number of non-poor households that benefited from the PKH initiative, even though the conditions for recipients of the PKH program in Indonesia were designed for poor households. This study analyzed what factors caused non-poor households to receive benefits from the Conditional Cash Transfer program. The results obtained from the Probit Logit Regression model using National Socio-Economic Survey ( Susenas ) data in 2013, 2014 and 2017, demonstrated that living in a rural area, old age, and having many family members significantly influenced the disbursement of benefits from the PKH (CCT) program.
"
Penelitian ini mengeksplorasi dimensi spasial dari pertumbuhan ekonomi, redistribusi, dan pengentasan kemiskinan di Indonesia selama periode Susilo Bambang Yudhoyono (yaitu, dari 2004 hingga 2014 menggunakan metode dekomposisi kemiskinan, growth incidence curve, dan beberapa indeks pertumbuhan yang pro-poor. Data yang digunakan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahunan yang diadakan di Indonesia antara tahun 2004 dan 2014. Tesis ini menyajikan tiga wawasan ekonomi utama selama periode Susilo Bambang Yudhoyono: 1) insiden kemiskinan menurun secara signifikan antara tahun 2004 dan 2014, 2 ) pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode ini umumnya tidak berpihak pada orang miskin, dibuktikan dengan kurva insiden pertumbuhan yang miring ke atas, dan 3) perbedaan regional ada dalam bentuk kurva insiden pertumbuhan; karena itu pro-poor pertumbuhan ekonomi bervariasi antar provinsi. Dengan menggunakan sistem klasifikasi yang dilakukan oleh Kakwani dan Pernia (2000), penulis mengklasifikasikan provinsi ke dalam lima kelompok berikut ini sehubungan dengan pro-poor growth index (PPGI). Hasil empiris mendukung pertumbuhan yang berpihak pada penduduk miskin. Namun, beberapa provinsi seperti Maluku Utara, Gorontalo dan Bengkulu mengalami pertumbuhan untuk non-pro-poor dan pro-poor yang lemah. Untuk mempromosikan pertumbuhan yang berpihak pada penduduk miskin di semua provinsi, dukungan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia sangat penting untuk provinsi-provinsi yang tertinggal tersebut.
This thesis explores the spatial dimensions of economic growth, redistribution, and poverty reduction in Indonesia during the Susilo Bambang Yudhoyono period (i.e., from 2004 to 2014) using the poverty decomposition method, the growth incidence curve, and several pro-poor growth indices. I gathered my data from the annual National Socio-economic Surveys conducted in Indonesia between 2004 and 2014. Analyzing this data, my thesis presents three key economic insights about the Susilo Bambang Yudhoyono period:1) poverty incidence significantly declined between 2004 and 2014, 2) the economic growth that occurred during this period was generally not pro-poor, made evident by an upward sloping growth incidence curve, and 3) regional differences exist in the shape of the growth incidence curve; the pro-poorness of economic growth therefore varies between provinces. Using the classification system proposed by Kakwani and Pernia (2000), I classify provinces into the following five groups with respect to their pro-poor growth index (PPGI). Our empirical results support the pro-poor growth in a nation. However, some provinces such as North Maluku, Gorontalo and Bengkulu experienced non-pro-poor growth and weakly pro-poor. To promote the pro-poor growth in all provinces, the governmental supports in infrastructure and human capital development are essential for the above lagged provinces.
"