Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fachrizal Hariady
Abstrak :
Latar belakang: Kecemasan seringkali dijumpai pada pasien yang hendak menjalani suatu prosedur operasi, termasuk brakiterapi. Agen farmakologi anti ansietas saat ini merupakan pilihan untuk mengurangi kecemasan pasien. Obat memiliki potensi efek samping seperti depresi napas dan interaksi dengan agen anestesi sehingga dapat memperlama durasi perawatan di rumah sakit. Penggunaan terapi non farmakologi dengan terapi farmakologi dianggap memiliki efektivitas yang setara. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan pasien adalah terapi musik. Musik dapat mempengaruhi kondisi hemodinamik pasien. Musik juga mempengaruhi aspek psikologis pasien, termasuk modifikasi mood dan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi musik dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi mengingat terapi musik adalah terapi non farmakologi yang mudah dan murah serta tidak memiliki potensi efek samping. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk menilai efektivitas terapi musik dibandingkan midazolam dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi dengan anestesia spinal. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 60 subyek diambil dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan dengan mendapatkan suntikan obat intravena midazolam 0,02 mg/kgbb dan kelompok subyek yang mendapat perlakuan dengan didengarkan terapi musik. Dilakukan penilaian parameter hemodinamik serta kuisioner APAIS sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Uji Chi-square dan Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis data. Hasil: Pemberian terapi musik memberikan manfaat yang sama baik dengan suntikan midazolam intravena dalam mengurangi kececemasan prabedah. Tidak didapatkan adanya perbedaan skor APAIS maupun parameter hemodinamik antar kedua kelompok sebelum dimulainya perlakuan p> 0,05 . Tidak dijumpai perbedaan antara nilai skor APAIS maupun parameter hemodinamik pascaintervensi pada kedua kelompok p0,05. Simpulan: Terapi musik sama efektifnya dengan midazolam 0,02 mg/kgbb intravena dalam mengurangi kecemasan prabedah dan perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani brakiterapi dengan anestesia spinal. ...... Anxiety is often seen in patients who want to undergo a surgical procedure, including brachytherapy. Antimicrobial pharmacology agents are currently an option to reduce patient anxiety. Drugs have potential side effects such as respiratory depression and interactions with anesthetic agents so as to prolong the duration of hospitalization. The use of nonpharmacologic therapy with pharmacological therapy is considered to have equal effectiveness. One of the non pharmacological therapy to reduce patient anxiety is music therapy. Music can affect the patient's hemodynamic condition. Music also affects the patient's psychological aspects, including mood and emotion modification. This study aims to determine the effectiveness of music therapy in reducing anxiety before brachytherapy procedures considering music therapy is a non pharmacological therapy that is easy and cheap and has no potential side effects. Methods: This was a single blinded randomized clinical trial to assess the effectiveness of music therapy compared with midazolam in reducing anxiety before brachytherapy procedures with spinal anesthesia. After obtaining the permit of the ethics committee and the informed consent of 60 subjects taken with consecutive sampling, subjects were randomized into two groups of subjects treated with intravenous injection of midazolam 0,02 mg kg body weight and the subjects treated with music therapy. Assessed hemodynamic parameters and APAIS questionnaires were performed before treatment and after treatment. Chi square and Mann Whitney tests were performed to analyze the data. Results: The administration of music therapy provides the same benefits as intravenous midazolam injection in reducing anxiety before surgery. There was no difference in APAIS score nor hemodynamic parameters between the two groups before the start of intervention p 0.05 . There was no difference between APAIS score score and post intervene hemodynamic parameters in both groups p 0.05. Conclusion: Music therapy is as effective as midazolam 0.02 mg kg body weight intravenously in reducing anxiety before surgery and haemodynamic changes in patients undergoing brachytherapy with spinal anesthesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Andria
Abstrak :
Latar belakang. Waktu pulih yang cepat dan mulus telah menjadi kebutuhan yang penting bagi unit pembedahan, khususnya bagi unit yang memiliki beban jadwal operasi yang banyak. Kecepatan waktu pulih diperlukan untuk meningkatkan turn-over-rate unit tersebut. Efek sinergisme kombinasi opioid dan gas anestesi telah digunakan secara umum untuk mempertahankan kedalaman anestesia intraoperatif. Hanya saja tidak terlalu banyak data mengenai waktu pulih kombinasi opioid dan gas inhalasi, khususnya kombinasi sevofluran ? fentanil, mengingat kedua obat tersebut telah digunakan secara luas dalam praktik seharihari anestesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu pulih antara rumatan kombinasi sevofluran 1,2 vol%-fentanil 1,2 mcg/kg/jam dengan rumatan sevofluran 2 vol%. Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal terhadap pasien yang menjalani operasi elektif vitrektomi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Mei dan Juli 2015. sebanyak 30 sampel subjek penelitian diambil dengan metode konsekutif. Waktu pulih pasca operasi dicatat dan data waktu pulih dianalisa dengan uji independent sample t-test. Hasil. Waktu pulih antara rumatan kombinasi sevofluran 1,2 vol% - fentanil 1,2 mcg/kg/jam dengan rumatan sevofluran 2 vol% memiliki perbedaan yang signifikan (p < 0,000), dimana penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi rumatan sevofluran 1,2 vol% - fentanil 1,2 mcg/kg/jam memiliki waktu pulih yang lebih singkat dibanding rumatan sevofluran 2 vol%. Simpulan. Waktu pulih pasca vitrektomi pada kelompok rumatan kombinasi sevofluran 1,2 vol% - fentanil 1,2 mcg/kg/jam lebih singkat dari pada waktu pulih pada kelompok rumatan sevofluran 2 vol%. ...... Background. A fast and smooth anesthesia recovery time has been a necessity in several surgical units, especially those who have high load in their operation schedules. It is important to speed up their turn over rate. Opioid - volatile anesthetic combination has been used commonly to maintain depth of anesthesia because of their synergistic effect. But there was lack of data about recovery time of opioid-inhalation combination maintenance, particularly sevoflurane-fentanyl combination, whereas sevofluran and fentanyl has been used widely in anesthesia practice. The study was designed to determine the difference of recovery time between combination of sevoflurane 1,2 vol% - fentanyl 1,2 mcg/kg/hour maintenance and sevoflurane 2 vol% maintenance. Methods. This is a single blind randomized study in patients undergo scheduled vitrectomy at Cipto Mangunkusumo hospital between May and July 2015. A total 30 subjects where included in this study by consecutive sampling. The recovery time after surgery were recorded. Data were collected by self report and analyzed by independent sample t-test. Results. There was a significant difference of recovery time between combination of sevoflurane 1,2 vol% - fentanyl 1,2 mcg/kg/hour maintenance and sevoflurane 2 vol% maintenance (p < 0,000), this study concludes that combination of sevoflurane 1,2 vol% - fentanyl 1,2 mcg/kg/hour has a faster anesthesia recovery time than sevoflurane 2 vol% maintenance. Conclusions. Post vitrectomy anesthesia recovery time was faster in combination of sevoflurane 1,2 vol% - fentanyl 1,2 mcg/kg/hour maintenance group than in sevoflurane 2 vol% maintenance group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anggadria Iqbal Yulian
Abstrak :
Latar belakang. Insidens mual dan muntah pascaoperatif masih tinggi dan berkaitan dengan meningkatnya morbiditas. Vitrektomi merupakan operasi yang sering dilakukan dengan insidens mual muntah pascaoperatif yang cukup tinggi. Modifikasi teknik anestesi adalah salah satu cara mengurangi insidens mual muntah pascaoperatif. Kombinasi opioid dengan obat anestetik inhalasi merupakan pilihan dalam rumatan anestesia umum karena mempunyai efek sinergis. Salah satu kombinasi tersebut adalah kombinasi fentanil dan sevofluran. Perbandingan dosis kombinasi fentanil dan sevofluran terhadap timbulnya efek samping mual muntah pascaoperatif belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan insidens mual muntah pascavitrektomi antara rumatan kombinasi sevofluran 1,2% - fentanil 1,2 µg/kg/jam dengan rumatan sevofluran 2%. Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal terhadap pasien yang menjalani vitrektomi dengan anestesia umum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Mei sampai Juli 2015. Sebanyak 62 subyek diambil dengan metode konsekutif. Pengukuran mual muntah dilakukan dengan wawancara pada subyek penelitian. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square dan uji Fisher sebagai uji alternatif. Hasil. Insidens mual antara kedua kelompok perlakuan berbeda bermakna pada periode 0-2 jam pascaoperasi (p=0,032) sedangkan pada periode 2-6 jam insidens mual antara kedua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna (p=0,238). Insidens muntah antara kedua kelompok perlakuan pada periode 0-2 jam dan 2-6 jam pascaoperasi (p=0,236; p=0,238). Tidak ada insidens mual muntah yang terjadi pada periode 6-24 jam pascaoperasi. Simpulan. Insidens mual dalam 2 jam pertama pascavitrektomi pada kelompok rumatan sevofluran 1,2% - fentanil 1,2 µg/kg/jam lebih rendah dibandingkan dengan kelompok sevofluran 2%. ...... Background. Incidence of postoperative nausea and vomiting (PONV) is high and related with high morbidity. Vitrectomy has a high PONV risk. Opioid-inhalation gas combination has been used commonly as an anesthetic maintenance and reported to have a sinergystic effect. Comparison of fentanyl-sevoflurane in a relationship of PONV incidence has not been studied yet. This study was designed to determine the difference of PONV incidence between maintenance combination of sevoflurane 1,2% - fentanyl 1,2 µg/kg/hour and sevoflurane 2%. Methods. This was a single blind randomized study in patients underwent vitrectomy in general anestheisa. The incidence of nausea and vomiting of 62 subjects were recorded. Data were collected by self report and analyzed by Chi-square and Fisher test. Results. There was a significant difference of nausea incidence between two intervention groups within 0-2 hours postvitrectomy period (p=0,032) but no significant difference within 2-6 hours postvitrectomy period (p=0,238). There was no signicant difference between two intervention groups within 0-2 and 2-6 hours postvitrectomy period (p=0,236; p=0,238). There was no nausea and vomiting incidence within 6-24 postoperative period. Conclusion. Incidence of postvitrectomy nausea within the first 2 hour postoperative period was lower in sevoflurane 1,2% - fentanyl 1,2 µg/kg/hour group than sevoflurane 2% group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Agnesha
Abstrak :
Latar Belakang : Brakhiterapi intrakaviter merupakan terapi keganasan pada stadium lanjut yang sering digunakan pada bidang ginekologi. Pasien brakhiterapi pada umumnya dilakukan dengan pelayanan rawat jalan sehingga anestesia yang menjadi pilihan selama ini adalah anestesia spinal.Pemilihan obat yang memiliki waktu pulih anestesia spinal yang lebih cepat membuat pasien dapat pulang kerumah lebih cepat. Penelitian ini mencoba mengetahui waktu pulih anestesia spinal levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan uji klinik acak tersamar ganda yang akan dilaksanakan di unit radioterapi RSCM pada bulan Oktober 2015. Sebanyak 60 orang subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (LV) dan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (BV) untuk menilai waktu pulih anestesia spinal antara kedua kelompok perlakuan tersebut. Hasil : Pengukuran waktu pulih dilakukan dengan menilai waktu kesiapan pulang pasien, waktu ambulasi dan waktu pasien dapat miksi spontan. Pada variabel waktu ambulasi, miksi spontan, dan waktu kesiapan pulang didapatkan hasil berbeda bermakna (p < 0,05). Simpulan : Waktu pulih anestesia spinal, waktu ambulasi dan waktu miksi pada kelompok levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg lebih cepat jika dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan. ...... Introduction : Intracavitary brachytherapy is one of advanced stage cervical cancer modality treatment. These patients were treated as outpatient clinic fashion and the chosen anesthesia was spinal anesthesia. The regimens of spinal anesthesia will influenced the recovery time. The aim of the study is to compare the recovery time between two spinal anesthesia regimens Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl for brachytherapy outpatient clinic patient. Method: This is a double blind randomized control trial study. The study was taken place at radiotherapy unit RSCM at October 2015. There were 60 patients that divided into two groups Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group. These two groups will be measured for spinal anesthesia recovery time. Result : The spinal anesthesia recovery time measured by discharged readiness time, ambulation time, spontaneous micturition time. From the result of the study all of these three variables were significantly different between these two group regimens (P< 0,05). Conclusion : spinal anesthesia recovery time, ambulation time, spontaneous micturition time of Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group were faster than 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group at intracavitary brachytherapy outpatient clinic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55725
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Hasnah Purwati
Abstrak :
Latar Belakang: Pasien anak ras Melayu dengan rencana pembiusan umum menggunakan sungkup laring, baik untuk tujuan diagnostik maupun terapeutik. Ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat sangat penting agar proses induksi dan insersi sungkup laring terhindar dari komplikasi. Rekomendasi ukuran yang digunakan untuk saat ini adalah berdasarkan berat badan sesuai kategori yang diberikan oleh manufaktur, namun berdasarkan penelitian Inamoto dkk pada tahun 2015, dengan menggunakan 3D images computed tomography, didapatkan volume laring dan hipofaring ditentukan oleh tinggi badan dan usia, dan panjang faring berhubungan dengan jenis kelamin dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ketepatan prediksi ukuran sungkup laring UniqueTM pasien anak ras Melayu usia 1-10 tahun berdasarkan berat badan yang direkomendasikan oleh manufaktur. Metode: Penelitian ini adalah uji observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Sampel didapatkan secara konsekutif sebanyak 66 anak ras Melayu usia 1-10 tahun. Usia, berat badan, panjang badan, ukuran sungkup laring UniqueTM dan ukuran yang tepat dicatat. Data berat badan dilakukan uji bivariat korelasi spearman untuk mengetahui hubungannya dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Kemudian dilakukan regresi logistik antara berat badan dengan ukuran sungkup laring yang tepat untuk mendapatkan model prediksi ukuran sungkup laring. Hasil : Ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM berdasarkan berat badan sesuai rekomendasi manufaktur adalah 66,67%. Berat badan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM namun memiliki korelasi yang kuat dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Untuk menentukan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat dapat menggunakan formula = 1,795 + ( 0,021 x berat badan (kg)). Simpulan: Berat badan tidak berhubungan dengan ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM pada anak. Apabila dibandingkan dengan usia dan tinggi badan, berat badan memiliki korelasi yang paling kuat dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Rekomendasi ukuran sungkup laring UniqueTM untuk anak berdasarkan berat badan yang tepat adalah nomor 2 untuk anak dengan berat badan 7-20 kg, nomoR 2,5 untuk anak dengan berat badan 21-44 kg dan nomor 3 untuk anak dengan berat badan di atas 45 kg. ...... Background: Pediatric patients with often required anesthesia using laryngeal mask as an airway management, either for diagnosis or therapy. Proper laryngeal mask size is essential to avoid any complications. The manufactur recommends Laryngeal Mask size based on body weight. Laryngeal mask is placed in hypopharynx. In 2005, Inamoto et all conduct a study of oropharyngeal and laryngeal structure using 3D images computed tomography. The results are volume of the larynx and hypopharynx was significantly affected by height and age, while length of the pharynx was associated with gender and age. This study is aimed to obtain the UniqueTM laryngeal mask size selection accuracy based on body weight which is recommended by the manufacture for Malay race children. Methods: This study was an observational-analytic non interventional study, with 66 subjects enrolled. All subjects were Malay patients aged 1-10 year underwent general anesthesia in RSCM. Body weight, height, age and the precise LMA size are collected. Correlation of body weight and the precise size of LMA will be analyzed by Spearman test and then will be analyzed by linear regression to obtain the formula to predict the precise size of LMA based on body weight. Results: Body weight,age and height are irrelevant with the accuracy of laryngeal mask size prediction (p>0.05). Manufacturs size recommendation accuracy in predicting laryngeal mask is 66,67 %. Body weight has the most powerful correlation in laryngeal mask size in compared to Age and height with R 0.797. Laryngeal mask size prediction formula Y = 1,795 + (0,021 x BW (kg)). Conclusions: Body weight is not related with accuracy of LMA size prediction. Compared to Height and age, Body weight has the highest correlation with accuracy of laryngeal mask size prediction for pediatric patients. LMA UniqueTM size recommendation for Malay race children with body weight 7-20 kg is number 2, for children with 21-44 kg body weight is number 2.5 and number 3 for children with body weight more than 45 kg.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Adinugroho
Abstrak :
Latar belakang. Kombinasi spray lidokain dan anestetika intravena saat ini merupakan pilihan utama pada prosedur endoskopi saluran cerna, namun spray lidokain mempunyai kekurangan berupa iritasi lokal, mual, muntah dan rasa pahit. Gel lidokain merupakan alternatif pilihan anestetik lokal. Gel lidokain memiliki keuntungan karena dapat mengurangi gesekan mukosa dengan endoskop saat insersi serta memungkinkan pemberian lidokain yang tebal dan lengket sehingga menghasilkan anestesia lokal yang lebih baik pada rongga mulut dan orofaring dibandingkan spray lidokain. Pada penelitian ini kami ingin mengetahui perbandingan keefektifan gel lidokain dengan spray lidokain dalam mengurangi jumlah penggunaan propofol. Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda terhadap pasien endoskopi saluran cerna atas dengan sedasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juli-September 2015. Sebanyak 52 subyek diambil dengan metode consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok (kelompok gel lidokain 2% dan spray lidokain 10%). Pasien secara acak diberikan gel lidokain 2% atau spray lidokain 10% sebagai anestetik lokal. Total dosis propofol, angka kejadian gag refleks, hipotensi, bradikardia, dan desaturasi dicatat pada masing-masing kelompok. Analisis data dilakukan dengan uji t-test tidak berpasangan. Hasil. Rerata dosis propofol berbeda bermakna diantara 2 kelompok, dimana rerata dosis propofol pada grup gel lidokain 2% adalah 186,92±43,52 mg, sedangkan rerata dosis propofol pada grup spray lidokain 10% adalah 218,85±61,01 mg (p=0.035, IK 95%=31,92). Simpulan. Gel lidokain 2% lebih efektif dibandingkan spray lidokain 10% dalam mengurangi dosis propofol pada pasien endoskopi saluran cerna atas. ...... Background. A combination of lidocaine spray and intravenous anesthetics is currently the common choice in gastrointestinal endoscopy procedures, but lidocaine spray has some side efects like local irritation, nausea, vomiting and bitter taste. Lidocaine jelly is an alternative choice of local anesthetic. Lidocain jelly reduce friction of endoscope and enables to apply thick and sticky lidocaine resulting in better local anesthesia in the oral cavity and oropharynx compared to lidocaine spray. In this study, we want to compare the effectiveness between lidocaine jelly and lidocaine spray to reduce the propofol dose. Methods. This study was a randomized double-blind control trial on upper gastrointestinal endoscopy patiens with sedation in Cipto Mangunkusumo Hospital in July to September 2015. A total of 52 subjects were taken with consecutive sampling method and divided into 2 groups (2 % lidocaine jelly group and 10% lidocaine spray group). Patients were randomly given 2% lidocaine jelly or 10% lidocaine spray as a local anesthetic. Total propofol dose, the incidence of gag reflex, hypotension, bradycardia and desaturation recorded in each group. Data analysis was performed by unpaired t-test. Results. Mean propofol dose significantly different between 2 groups. The Mean propofol dose 2% lidocaine jelly was 186.92 ±43.52 mg, while the mean propofol dose in10% lidocaine spray group was 218.85 ± 61.01 mg (p = 0.035, CI 95% = 31.92). Conclusion. 2% Lidocaine gel was more effective than 10% lidocaine spray in reducing the propofol dose in patients with upper gastrointestinal endoscopy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Lunaesti
Abstrak :
Latar Belakang. Bulan Maret 2020, World Health Organization mengumumkan Covid-19 sebagai sebuah pandemi global. Hingga saat ini, kasus Covid-19 masih terus bertambah dengan angka kematian mencapai lebih dari 590.000 kasus di seluruh dunia. Covid-19 terutama mempengaruhi sistem pernapasan menyebabkan pneumonia dan dapat secara cepat bertambah berat dan masuk ke dalam kondisi acute respiratory distress syndrome (ARDS). Tingginya kebutuhan bantuan ventilasi mekanis pada pasien Covid-19 dengan ARDS membuat para petugas medis harus terus mencari tatalaksana yang paling tepat, termasuk moda ventilasi mekanis yang cocok digunakan pada pasien Covid-19. Moda airway pressure release ventilation (APRV) terus berkembang dan pengunaannya terus bertambah, terutama dalam tatalaksana gagal napas dan ARDS. Pada laporan kasus berbasis bukti ini, kami membahas efektivitas APRV dibandingkan ventilasi mekanis konvensional dalam manajemen gagal napas pasien tersangka Covid-19 dengan komplikasi ARDS. Metode. Metode laporan kasus berbasis bukti ini mengikuti pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA). Pencarian sistematis dilakukan menggunakan database elektronik yaitu Pubmed®, Ebsco®, Cochrane Library® dan Science Direct® dengan menggunakan kata kunci airway pressure release ventilation, acute respiratory distress syndrome, dan Covid. Hasil. Tiga artikel dengan desain studi randomized control trials (RCT) dan satu artikel studi observasional retrospektif didapatkan dari hasil pencarian. Keempat artikel menunjukkan adanya peningkatan rasio PaO2/FiO2 setelah intervensi dan dua artikel menyimpulkan bahwa APRV diasosiasikan dengan berkurangnya lama rawat di ICU. Simpulan. Pada kasus pasien Covid-19 dengan komplikasi ARDS (tipe H), APRV dapat menjadi alternatif moda ventilator yang dapat digunakan sebagai tatalaksana bantuan ventilasi mekanis meskipun APRV tidak dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan moda ventilator konvensional. ...... Background. In March 2020, World Health Organization (WHO) stated that Covid-19 was a global pandemic. Currently, the number of case is still inclining with mortality rate more than 590,000 cases worldwide. This disease mainly affects the respiratory system that will lead to pneumonia, and quickly becoming worse so that will fall into acute respiratory distress syndrome (ARDS) condition. The high demand of mechanical ventilation in patients with Covid-19 and ARDS encourages medical workers to find the appropriate managements, including this mechanical ventilation mode. The airway pressure release ventilation (APRV) mode continuously develops and its utilization consistently increases, especially in the management of respiratory failure and ARDS. This evidence based case report elaborates the effectiveness of APRV compared to conventional mechanical ventilation in the management of respiratory failure in patients suspicious of Covid-19 with ARDS complications. Methods. The method of this evidence based case report was performed based on Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA). Systematic exploration was conducted through electronic database, such as Pubmed, EBSCO, Cochrane Library, and Science Direct, with airway pressure release ventilation, acute respiratory distress syndrome, and Covid as the keywords. Results. There were 3 randomized control trials (RCT) and 1 observational study revealed to be relevant to this study. There 4 articles mentioned the increasing of PaO2/FiO2 ratio following intervention. Two of those studies also stated that APRV was associated with the shorter length of hospitalization in Intensive Care Unit (ICU). Conclusion. In patients with Covid-19 and ARDS complication (type H), APRV can be an alternative ventilator mode to assist mechanical ventilation, although APRV cannot be said more effective than conventional ventilator mode.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mefri Yulia
Abstrak :
Latar Belakang. Laringoskopi dan intubasi dilakukan untuk memfasilitasi tindakan anestesia umum. Prosedur ini mengakibatkan nyeri dan memicu pelepasan katekolamin yang dapat menimbulkan respon hemodinamik berupa hipertensi dan takikardia. Berbagai macam obat digunakan untuk menekan respon hemodinamik salah satunya lidokain namun masih tidak dapat meniadakan respon hemodinamik. MgSO4 memiliki banyak manfaat salah satunya untuk menekan hipertensi dan takikardia yang dicetuskan oleh tindakan intubasi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas MgSO4 dibandingkan lidokain dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar ganda, dengan 42 pasien yang menjalani anestesia umum dengan intubasi endotrakeal dan dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu MgSO4 dan lidokain. Kriteria inklusi adalah usia 18-65 tahun dengan status klinis ASA 1-2. MgSO4 25 mg/kg intravena diberikan dengan syringe pump selama 10 menit sebelum induksi dan lidokain 1,5 mg/kg diberikan secara bolus setelah pemberian atrakurium. Respon hemodinamik diukur pada saat awal, pasca induksi, saat intubasi, menit ke-1,3 dan 5 setelah intubasi. Data hemodinamik kemudian ditentukan selisihnya dari nilai pasca induksi dan dibandingkan antara kedua kelompok. Hasil. Uji General Linear Model menunjukkan MgSO4 25 mg/kg intravena tidak lebih efektif dibandingkan lidokain 1,5 mg/kg intravena dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi dinilai dari sistolik, diastolik, MAP dan laju jantung dengan p > 0,05 pada saat intubasi dan menit ke-1,3,5 setelah intubasi dibandingkan nilai pasca induksi pada semua variabel hemodinamik antara kedua kelompok. Simpulan. MgSO4 25 mg/kg intravena tidak lebih efektif dibandingkan lidokain 1,5 mg/kg intravena dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi. ...... Background. Laringoscopy and intubation is performed for facilitating general anesthesia procedure. This procedure induces pain and stimulate cathecolamine release which gives rise to a hemodynamic response such as hypertension and tachycardia. Many methods has been used to prevent this response such as lidocain, but still there is no method that can eliminate the hemodynamic response. MgSO4 has a lot of benefit effect including supressing hypertension and tachycardia which is induced by intubation procedure. This study aims to compare the effectiveness of MgSO4 with lidocain in supressing hemodynamic response during intubation. Methods. This study is double blind clinical study on 42 patients undergoing general anesthesia with endotracheal intubation and is divided into two groups: MgSO4 and lidocaine. Inclusion criteria were age 18-65 years old with physical status ASA 1-2. Intravenous MgSO4 25 mg/kg was given by syringe pump for 10 minutes before induction and lidocaine 1,5 mg/kg was given by bolus injection after atrakurium was administered. Hemodynamic response were recorded at baseline, post induction, intubation, 1,3,5 minutes after intubation. Hemodynamic data is determined by the difference from the post induction value and is compared between two groups. Results. General Linear Model Test shows intravenous MgSO4 25 mg/kg is not more effective than intravenous lidokain 1,5 mg/kg in supressing hemodynamic response during intubation from systolic, diatolic, MAP and heart rate variable with p > 0,05 during intubation, and 1,3,5 mintues after intubation between two groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Ariska
Abstrak :
Latar Belakang: Tindakan untuk mengamankan jalan napas pada pasien anak sangat krusial pada unit gawat darurat maupun kondisi kegawatdaruratan pediatri. Perbedaan anatomi dan fisiologi saluran napas pada anak menyebabkan kesulitan dalam melakukan sungkup ventilasi, laringoskopi, dan intubasi endotrakeal. Pemeriksaan tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares dapat digunakan untuk memprediksi kesulitan visualisasi laring pada anak usia 1-5 tahun. Metode: Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang terhadap 165 pasien anak yang menjalani anestesi umum. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Bedah Pusat, Kamar Bedah Kirana, Instalasi Bedah Kraniofasial, Instalasi Gawat Darurat RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2023 hingga Mei 2023. Visualisasi laring dilakukan oleh residen Anestesiologi dan Terapi Intensif tahap magang yang sudah melewati stase pediatri, >100x pengalaman intubasi pediatri. Usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, skor Mallampati modifikasi, jarak tiromental, jarak tragus ke nares diperiksa saat kunjungan praanestesia. Penilaian tingkat kesulitan visualisasi laring menggunakan derajat Cormack Lehane yang dikategorikan menjadi mudah dan sulit visualisasi laring. Analisis data dilakukan untuk menilai akurasi kombinasi variabel prediktor dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring. Hasil: Kesulitan visualisasi laring (Cormack Lehane 3 dan 4) ditemukan pada 26 (15,8%) pasien. Kombinasi tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares menghasilkan akurasi area di bawah kurva (AUC) terbaik (99,9%), diikuti oleh kombinasi Mallampati modifikasi dengan jarak tiromental (97,7%), Malampati modifikasi dengan tragus ke nares (97,7%), dan gabungan tiromental dengan tragus ke nares (94%). Tes Mallampati modifikasi memiliki kemampuan diagnostik terbaik dengan sensitivitas 96,1%, spesifisitas 99,2%, nilai prediksi positif 96,1%, dan akurasi AUC 97,7% dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring. Berdasarkan model prediksi, Mallampati modifikasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas kesulitan visualisasi laring (p<0,001). Kesimpulan: Kombinasi tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares memiliki akurasi yang baik dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring pada pasien anak 1-5 tahun. ...... Background: Securing the airway in pediatric emergency units and emergency pediatric conditions is crucial. Anatomical and physiological differences of the pediatric airway make it challenging to use ventilation masks, laryngoscopy, and endotracheal intubation. Modified Mallampati test, thyromental distance, and tragus-to-nares distance can be used to predict difficulties in visualizing the larynx in children aged 1-5 years. Methods: This study was a cross-sectional diagnostic test involving 165 pediatric patients under general anesthesia. Research data collection was carried out at the Central Surgical Installation, Operating Room of Kirana, Craniofacial Surgical Instalation, Operating Room of Emergency Department, from February to May 2023. Laryngeal visualization was carried out by an Anesthesiology and Intensive Therapy resident at stage II, that has passed the pediatric rotation, experiencing >100x pediatric intubation. Age, gender, weight, height, modified Mallampati score, tiromental distance, tragus to nares distance was assessed during preanesthetic visit. The Cormack Lehane classification was used to grade the laryngeal view. Data was analysed to assess the accuracy of variable combination that predict the difficulty of laryngeal visualization. Results: Difficulty of laryngeal visualization (Cormack Lehane 3 and 4) was found in 26 (15.8%) patients. The combination of the modified Mallampati test, thyromental distance and tragus-to-nares distance yielded the highest accuracy with AUC value (99.9%), followed by the combination of the modified Mallampati test and thyromental (97.7%), the combination of the modified Mallampati test and tragus-to-nares (97.7%), and the combination of thyromental and tragus-to-nares (94%). The results showed that the modified Mallampati test had the best diagnostic ability with a sensitivity of 96.1%, specificity of 99.2%, positive predictive value of 96.1%, Area Under the Curve (AUC) 97.7%, to predict difficulties in laryngeal visualization 97.7%. The predictive model showed that the modified Mallampati test had a significant impact on the probability of difficulty in laryngeal visualization (p<0.001). Conclusion: Combination of modified Mallampathy test, tiromental distance, tragus to nares distance has a good accuracy in predicting the difficulty of larynx visualization in children of 1-5 years.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Astuti
Abstrak :
Latar Belakang: Propofol adalah salah satu agen induksi yang sering digunakan dalam anestesia umum. Efek samping yang sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien adalah nyeri injeksi. Telah dilakukan beberapa penelitian untuk mengatasi nyeri injeksi propofol. Lidokain 40 mg disertai dengan oklusi vena menggunakan turniket adalah metode yang banyak digunakan dan paling efektif. Ondansetron rutin digunakan sebagai pencegahan PONV pada pasien anestesia umum dan terbukti memiliki potensi analgesia serta efektif dalam mencegah nyeri injeksi propofol. Penelitian uji klinis acak tersamar ganda ini membandingkan efektivitas pemberian premedikasi lidokain 40 mg dengan ondansetron 8 mg disertai penggunaan turniket untuk mencegah nyeri injeksi propofol. Metode: Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar ganda pada pasien yang menjalani anesthesia umum di Instalasi Bedah Kirana RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent, sebanyak 104 subyek didapatkan dengan consecutive sampling pada bulan Juli hingga September 2016. Setelah pemasangan turniket selama 60 detik diikuti dengan pemberian liodakin 40 mg atau ondansetron 8 mg, dilakukan penilaian nyeri menggunakan verbal rating scale pada detik 0 injeksi propofol 0,5 mg/kg dan 20 detik pascainjeksi propofol. Dengan menggunakan uji Chi square dengan alternatif fisher dilakukan perbandingan keefektifan antara kedua kelompok. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna kekerapan nyeri injeksi propofol pada kelompok lidokain 40 mg disertai turniket dan ondanetron 8 mg disertai turniket pada detik 0 dan detik 20 pascainjeksi propofol p 0,051 dan p 0,062. Simpulan: Pemberian ondansetron 8 mg intravena disertai dengan penggunaan turniket memiliki efektivitas yang sama dengan lidokain 40 mg intravena disertai dengan penggunaan turniket untuk mencegah nyeri injeksi propofol. ...... Background: Propofol is one of the induction agent that is often used in general anesthesia. Pain on injection propofol often cause discomfort in patient. A number of research has been done to solve this problem. Lidocaine 40 mg accompanied by venous occlusion using a tourniquet is a method that is widely used and most effective. Ondansetron routinely used as PONV prevention in patients with general anesthesia and shown to have analgesia potential as well as effective in preventing propofol injection pain. This randomized double blind clinical trial compared the effectiveness of premedication with lidocaine 40 mg ondansetron 8 mg with the use of a tourniquet to prevent pain on injection propofol. Methods: This study was a double blind randomized clinical trial in patients undergoing general anesthesia in at Kirana surgical center Cipto Mangunkusumo. The study has been approved by FKUI RSCM Research Ethical Committee Jakarta. A total of 104 obtained by consecutive sampling in July until September 2016. After placement a tourniquet for 60 seconds followed by administration of 40 mg lidocaine or 8 mg ondansetron, an assessment of pain using a verbal rating scale is done at seconds 0 propofol injection of 0.5 mg kg and 20 seconds after the injection. By using the chi square test and fisher as an alternatives, were compared effectiveness between the two groups. Result: There were no significant differences in the incidence of propofol injection pain in group lidocaine 40 mg with the use of tourniquet and 8 mg ondansetron with a tourniquet in seconds 0 and 20 seconds after injection of propofol p 0.051 and p 0.062. Conclusion: Ondansetron 8 mg with the use of a tourniquet has the same effectiveness with Lidocaine 40 mg with the use of a tourniquet to prevent pain on injection propofol
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library