Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Windy Riska Prilisa
"ABSTRAK
Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) merupakan salah satu alternative pengganti kedelai yang kandungan gizinya tidak jauh baiknya dengan kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan bahan baku dalam pembuatan tahu yaitu ubi jalar, kacang kedelai dan campuran keduanya. Pada saat ekstraksi sari dilakukan variasi rasio air yang diberikan yaitu 1:2 dan 1:3. Sari dengan kadar protein terbaik dipilih sebagai bahan baku tahu. Sari yang telah diekstraksi dikoagulasikan dengan 2 reaksi yang berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan CaSO4 dengan variasi yaitu 0 ; 1 ; dan 2 gram dan enzimatik menggunakan enzim papain yaitu 0 ; 3 ; dan 6 gram. Berdasarkan rendemen terbesar dari tahu yang dihasilkan akan dilakukan pengujian berdasarkan parameter kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar karbohidrat, pH dan organoleptiknya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar potein sari tahu terbaik diperoleh dengan penggunaan air dengan perbandingan 1:2 dalam proses ekstraksi sari tahu. Rendemen tahu tertinggi diperoleh dari pembuata tahu dengan koagulan CaSO4 sebanyak 2 gram dan enzim papapin sebanyak 6 gram dimana semakin banyak CaSO4 yang diberikan maka semakin banyak ikatan antara Ca+ dengan asam amino pada sari tahu. Begitu juga dengan enzim papain, semakin banyak enzim yang diberikan maka semakin banyak enzim menghidrolisis rantai peptide pada sari tahu sehingga terbentuk flok-flok yang saling bergabung dan membentuk endapan tahu. Tahu terbanyak yang dihasilkan berasal dari tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain; dan tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan enzim papain dengan rendemen sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . Tahu terbaik dari segi kadar protein adalah tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain, sedangkan segi organoleptic adalah tahu dengan koagulan CaSO4 baik dari kedelai 100% maupun kedelai 75% dan ubi 25%Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) merupakan salah satu alternative pengganti kedelai yang kandungan gizinya tidak jauh baiknya dengan kedelai. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan bahan baku dalam pembuatan tahu yaitu ubi jalar, kacang kedelai dan campuran keduanya. Pada saat ekstraksi sari dilakukan variasi rasio air yang diberikan yaitu 1:2 dan 1:3. Sari dengan kadar protein terbaik dipilih sebagai bahan baku tahu. Sari yang telah diekstraksi dikoagulasikan dengan 2 reaksi yang berbeda yaitu secara kimiawi menggunakan CaSO4 dengan variasi yaitu 0 ; 1 ; dan 2 gram dan enzimatik menggunakan enzim papain yaitu 0 ; 3 ; dan 6 gram. Berdasarkan rendemen terbesar dari tahu yang dihasilkan akan dilakukan pengujian berdasarkan parameter kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar karbohidrat, pH dan organoleptiknya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar potein sari tahu terbaik diperoleh dengan penggunaan air dengan perbandingan 1:2 dalam proses ekstraksi sari tahu. Rendemen tahu tertinggi diperoleh dari pembuata tahu dengan koagulan CaSO4 sebanyak 2 gram dan enzim papapin sebanyak 6 gram dimana semakin banyak CaSO4 yang diberikan maka semakin banyak ikatan antara Ca+ dengan asam amino pada sari tahu. Begitu juga dengan enzim papain, semakin banyak enzim yang diberikan maka semakin banyak enzim menghidrolisis rantai peptide pada sari tahu sehingga terbentuk flok-flok yang saling bergabung dan membentuk endapan tahu. Tahu terbanyak yang dihasilkan berasal dari tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan CaSO4; tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain; dan tahu berbahan baku kedelai 75% dan ubi 25% dengan koagulan enzim papain dengan rendemen sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . Tahu terbaik dari segi kadar protein adalah tahu berbahan baku kedelai 100% dengan koagulan enzim papain, sedangkan segi organoleptic adalah tahu dengan koagulan CaSO4 baik dari kedelai 100% maupun kedelai 75% dan ubi 25%

ABSTRACT
Ubi jalar (Ipomoea Batatas L.) is one alternative to substitute soybean that has nutritional content as good as soybean. In this research will be done variation of raw material in making tofu. They are ubi jalar, soybean and a mixture of both. In the process of extraction sari are varied ratio of water supplied are 1:2 and 1:3. The best of protein sari will be selected as raw material of tofu. Coagulated of sari with 2 different reactions are chemically using variation CaSO4 are 0 ; 1 ; dan 2 gram and enzymatically using the papain enzyme are 0 ; 3 ; and 6 gram. Based on the most of tofu yield will be tested based on the parameters of protein, fat, ash, moisture, carbohydrat, pH and organoleptic. The result of experiment shown that the highest of protein were water supplied in variation 1:2. The highest of tofu rendemen were making tofu with 2 gram CaSO4 and 6 gram papain enzyme that shown more giving CaSO4 so more bond of between Ca+ with amino acid in tofu sari. Same for papain enzyme, more giving it so more enyme hydrolysis peptide sequence in tofu sari to shaping flocks that combine and precipitate. The biggest of tofu were from soybean 100% with CaSO4 as coagulant; soybean 75% and ubi 25% with CaSO4; soybean 100% with papain enzyme as coagulant; and oybean 75% and ubi 25% with papain enzyme that rendeme of each tofu were sebesesar 66% ; 53%;65% ; dan 51% . The best on tofu based of protein were tofu from soybean 100% with CaSO4 as coagulant, while based on organoleptic were tofu from soybean 100% and soybean 75% ubi 255 with CaSO4 as coagulant."
2015
S59764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Agusto Haradi
"Biodiesel merupakan salah satu alternatif sumber energi dengan berbagai keunggulan dibandingkan dengan diesel konvensional. Sebelum dapat dipakai dalam mesin konvensional, standar biodiesel harus dipenuhi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), terutama dalam konsentrasi gliserol pada biodiesel. Beberapa metode telah dilakukan dalam proses separasi gliserol dari biodiesel, antara lain adalah water washing, dry washing, dan separasi membran. Namun, metode pembersihan tersebut memiliki beberapa kelemahan yang membuat proses separasi gliserol menjadi tidak optimum. Alternatif yang dapat digunakan dalam separasi gliserol pada biodiesel adalah dengan menggunakan deep eutectic solvent (DES). DES adalah campuran sederhana dari suatu garam dan suatu senyawa Hidrogen Bond Donor (HBD) yang terhubung satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Pada penelitian ini, 2 tipe biodiesel berbasis minyak sawit akan DES dibuat dengan mencampurkan garam kolin klorida dan HBD etilen glikol pada rasio molar 1:2. DES kemudian akan ditambahkan kedalam biodiesel yang terbentuk dengan rasio molar biodiesel:DES 1:1 dan 1:0,5 untuk mengekstraksi kadar gliserol bebas dan total dari biodiesel. Penelitian ini juga menelusuri keefektifan dari penggunaan DES untuk dipakai ulang sebanyak 5 kali untuk mengekstraksi gliserol dari batch biodiesel baru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemisahan gliserol bebas dan gliserol total dari biodiesel menggunakan DES kolin klorida dan etilen glikol dengan rasio molar biodiesel:DES 1:1 adalah 0% berat untuk gliserol bebas dan 0,041% berat untuk gliserol total pada biodiesel gliserol rendah dan 0% berat untuk gliserol bebas dan 0,052% berat untuk gliserol total. Sedangkan untuk rasio molar biodiesel:DES 1:0,5 adalah 0% berat untuk gliserol bebas dan 0,052% berat untuk gliserol total pada biodiesel gliserol rendah dan 0% berat untuk gliserol bebas dan 0,041% berat untuk gliserol total. Penelitian juga menunjukkan bahwa DES kolin klorida dan etilen glikol untuk rasio molar biodiesel:DES 1:0,5 pada pemakaian DES kedua, kadar gliserol bebas dan total rendah 0,014% dan 0,052% berat untuk biodiesel gliserol rendah, 0,021% dan 0,052% berat untuk biodiesel gliserol tinggi. Untuk rasio biodiesel:DES 1:1 pada pemakaian DES ketiga, kadar gliserol bebas dan total rendah 0,007% dan 0,104% berat untuk biodiesel gliserol rendah, 0,014% dan 0,093% berat untuk biodiesel gliserol tinggi. Setelah pemakaian kedua untuk rasio molar biodiesel:DES 1:0,5 dan pemakaian ketiga untuk rasio 1:1, DES sudah tidak efektif dalam mengekstraksi gliserol pada biodiesell

Biodiesel is an alternative energy source with many advantages over conventional diesel. Before it can be used in conventional engines, biodiesel standards must be met based on the Indonesian National Standard (SNI), especially in the concentration of glycerol in biodiesel. Several methods have been used to separate glycerol from biodiesel, including water washing, dry washing, and membrane separation. However, these cleaning methods have several disadvantages that make the glycerol separation process not optimal. An alternative that can be used in the separation of glycerol in biodiesel is to use deep eutectic solvent (DES). DES is a simple mixture of a salt and a Hydrogen Bond Donor (HBD) compound connected to each other through hydrogen bonds. In this study, two types of palm oil-based biodiesel will be made with DES by mixing ChCl salt and ethylene glycol HBD at a molar ratio of 1:2. DES will then be added to the biodiesel with a biodiesel:DES molar ratio of 1:1 and 1:0.5 to extract the free and total glycerol content of the biodiesel. This study also explored the effectiveness of using DES to be reused 5 times to extract glycerol from a new batch of biodiesel. The results showed that the separation of free and total glycerol from biodiesel using DES choline chloride and ethylene glycol with a biodiesel:DES molar ratio of 1:1 was 0% weight for free glycerol and 0.041% weight for total glycerol in low glycerol biodiesel and 0% weight for free glycerol and 0.052% weight for total glycerol. The molar ratio of biodiesel:DES 1:0.5 was 0% weight for free glycerol and 0.052% weight for total glycerol in low glycerol biodiesel and 0% by weight for free glycerol and 0.041% weight for total glycerol. The study also showed that choline chloride and ethylene glycol based DES for biodiesel:DES with a molar ratio of 1:0.5 in the second DES application, the free and total glycerol content was low at 0.014% and 0.052% weight for low glycerol biodiesel, 0.021% and 0.052% by weight for high glycerol biodiesel. For the biodiesel:DES ratio of 1:1 at the third application of DES, the free and total glycerol content was low at 0.007% and 0.104% weight for low glycerol biodiesel, 0.014% and 0.093% weight for high glycerol biodiesel. After the second application for biodiesel:DES molar ratio of 1:0.5 and the third application for 1:1 ratio, DES was no longer effective in extracting glycerol from biodiesel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Rahadi Pitoyo
"ABSTRAK
Minyak jelantah merupakan sisa penggunaan minyak goreng yang telah digunakan berulang kali dan telah mengalami proses pemanasan. Meskipun merupakan turunan dari produk makanan, membuang limbah secara sembarangan dapat berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu, minyak jelantah merupakan produk yang memiliki nilai rendah (non-valuable). Salah satu cara untuk mengolah minyak jelantah agar lebih bernilai adalah dengan memanfaatkannya sebagai biolubricant mesin hidraulik. Dalam pengaplikasian pada mesin hidraulik, biolubricant memiliki keunggulan yaitu memiliki sifat biodegradable atau mudah terurai di lingkungan. Untuk memanfaatkan minyak jelantah tersebut, dibutuhkan pre-treatment dengan proses adsorpsi untuk memurnikan minyak (trigliserida) dari zat pengotor. Melalui variasi suhu, proses adsorpsi optimum berada pada suhu 75oC, dengan kadar asam lemak bebas terendah (0,59%), bilangan peroksida terendah (74,24 Meq peroksida/kg), dan nilai absorbansi 0,236 yang mendekati minyak goreng baru (minyak kelapa murni). Proses transesterifikasi dibutuhkan untuk sintesis biolubricant dari metil ester (produk hasil reaksi antara minyak jelantah hasil pre-treatment dan metanol) dengan menggunakan alkohol. Poliol trimetilolpropana digunakan sebagai alkohol pada reaksi transesterifikasi, karena tidak mengandung atom hidrogen pada karbon beta dan mampu mencegah pembentukan asam lemak bebas. Selain itu, trimetilolpropana memiliki stabilitas dan fleksibilitas yang baik terhadap produk, sehingga baik digunakan pada sintesis biolubricant. Variasi waktu reaksi dilakukan dalam proses transesterifikasi. Waktu optimum dalam menghasilkan ester trimetilolpropana adalah reaksi selama 6 jam dengan konversi 91% dan viskositas kinematik 40oC sebesar 14,25 cSt. Selanjutnya, pengujian dengan instrumentasi FTIR dilakukan untuk memastikan keberlangsungan reaksi. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi telah berhasil dilakukan, dengan indikasi penurunan yang signifikan dari puncak gugus OH pada produk ester trimetilolpropana. Produk ester trimetilolpropana hasil sintesis memiliki spesifikasi sebagai pelumas. Berdasalkan hasil uji tersebut, produk hasil sintesis memiliki angka asam 0,41 mgKOH/g, densitas 0,897 g/cm3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 14,25 cSt, indeks viskositas 106,94, flash point 149oC, pour point -6oC, dan rust prevention dengan hasil Nil. Spesifikasi produk ester trimetilolpropana mendekati spesifikasi pelumas hidraulik komersial dengan standar ISO VG 15.

ABSTARCT
Waste cooking oil is the remaining cooking oil after being used repeatedly and has undergone a heating process. Despite being a derivative of food products, disposing the waste cooking oil carelessly can potentially polluting the environment. Besides, waste cooking oil is materials that have poor value (non-valuable). One of the way to recycle waste cooking oil to make it valuable is by utilizing it as the hydraulic machine biolubricant. In application for hydraulic machine, biolubricant has advantage that compared with petroleum oil, that is biodegradable ability. To utilize waste cooking oil for biolubricant, pre-treatment with adsorption process is being required to purify the oil (triglycerides) from impurities. By variation of temperature, the optimum temperature of adsorption process is 75oC. This temperature has the smallest free fatty acid content (0.59%), smallest peroxide value (74.24 (Meq peroxide/kg), and has absorbance value of 0.236 that closest to new cooking oil (pure palm oil). Transesterification process is required to synthesis biolubricant from methyl ester (product from treated waste cooking oil and methanol reaction) that using alcohol for the reaction. The alcohol type used in the transesterification reaction is the trimethylolpropane which does not contain hydrogen atoms in beta carbon and prevents the formation of free fatty acids. In addition, trimethylolpropane also has good stability and flexibility for the product, so it is considered suitable for the synthesis of biolubricant. In the transesterification process, time of reaction variation was carried out, with indication of a significantly reduction in OH peak groups from trimethylolpropane ester product. Best time to produce trimethylolpropane ester is 6 hours of reaction with 91% of conversion and 14.25 cSt of kinematic viscosity at 40oC. To make sure the reaction has occurred, FTIR spectrum has been test. Result of the test describe the reaction of trimethylolpropane ester transesterification was considerably close to completion. Trimethylolpropane ester has lubricant specifications from the test. From the result, the product has acid value 0.41 mgKOH/g, density 0,897 g/cm3, kinematic viscosity at 40oC 14.25 cSt, viscosity index 106.94, flash point 149oC, pour point -6oC, and Nil result for rust prevention. Specifications of trimethylolpropane ester are close to ISO VG 15 standard as a hydraulic machine lubricant.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akwila Eka Meliani
"ABSTRAK
Dewasa ini, perkembangan otomotif di berbagai negara, terutama di Indonesia, semakin mengalami kemajuan, mulai dari model kendaraan sampai jenis bahan bakar yang digunakan. Bahan bakar yang paling banyak digunakan adalah bensin. Semakin banyaknya produksi mesin bensin sejak 1920-an memengaruhi peningkatan kebutuhan bensin. Hal ini menyebabkan perlunya memperhatikan kualitas bensin. Banyak penerapan teknologi yang telah digunakan untuk meningkatkan kualitas bensin, tetapi ada satu permasalahan yang kurang diperhatikan dan dikenal masyarakat luas Indonesia, yaitu pembentukan deposit pada mesin kendaraan, terutama pada daerah combustion chamber. Pada karya ilmiah ini, akan dibahas solusi yang diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada, yaitu sintesis dan evaluasi Deposit Control Additive DCA berbahan dasar Fatty Acid Methyl Ester FAME dari minyak kelapa sawit yang akan direaksikan dengan senyawa amina, yaitu ethanolamine MEA dan diethanolamine DEA . Banyak sekali jenis DCA, tetapi yang akan dibahas adalah jenis DCA bio-based. Hal ini dikarenakan jenis bio-based lebih tidak berbahaya bagi lingkungan. Pembuatan FAME dari minyak sawit dibuat dengan cara transesterifikasi, yaitu mereaksikannya dengan metanol pada suhu 70oC selama 1 jam. Digunakan juga katalis basa kalium hidroksida KOH sebanyak 1 berat dari minyak sawit. Dari reaksi tersebut, akan dihasilkan produk utama FAME yang harus dimurnikan dari produk sampingnya, yaitu gliserol. FAME yang dihasilkan sebagian diepoksidasi, yaitu mereaksikan FAME dan asam format HCOOH dengan katalis asam peroksida H2O2 . Kemudian, FAME diaminasi dengan cara direaksikan dengan senyawa amina, yaitu MEA atau DEA, dan katalis yang digunakan adalah KOH. Suhu operasi adalah 110 ndash; 120oC selama 2 jam. Hasil-hasil tersebut kemudian diuji FTIR dan sifat anti-depositnya.

ABSTRACT
Nowadays, the development of automotive in various countries, especially in Indonesia, progressively progressed, ranging from vehicle model to type of fuel used. The most widely used fuel is gasoline. The growing production of gasoline engines since the 1920s affected the increase in the need for gasoline. This causes the need to pay attention to the quality of gasoline. Many applications of technology have been used to improve the quality of gasoline, but there is one problem that is not considered and known to the wider community, namely the formation of deposits in vehicle engines, especially in the combustion chamber area. In this paper, will be discussed a solution to solve the existing problems, namely Deposit Control Additive DCA based on Fatty Acid Methyl Ester FAME from palm oil to be reacted with amine compounds, such as ethanolamine MEA and diethanolamine DEA . There are so many different types of DCA, but what will be discussed is the bio based DCA type because of its harmless to the environment. FAME is made by transesterification reacting palm oil with methanol at 70oC. Potassium hydroxide KOH catalyst is used 1 weight of palm oil. From the reaction, the main product of FAME to be purified from its by product, glycerol. Partially generated FAME is epoxidized reacting FAME and formic acid with peroxide acid catalyst H2O2 . Then, FAME is aminated reacting with an amine compound, MEA or DEA and the catalyst used is KOH at 110 120oC. The results are then tested FTIR and anti deposit properties.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabiq Mufarrid
"Dengan semakin menipisnya pasokan bahan bakar fosil, bahan baku baru untuk memproduksi bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia dibutuhkan. Bahan baku tersebut haruslah dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Biomassa lignoselulosa dapat menjadi alternatif bahan baku yang menjanjikan karena diperoleh dari tanaman dan merupakan zat yang netral karbon. Salah satu jenis biomassa lignoselulosa yang menjanjikan karena jumlahnya yang banyak di Indonesia adalah jerami padi. Jerami padi dapat diubah menjadi bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia melalui reaksi pirolisis. Hanya saja, hasil reaksi pirolisis masih mengandung senyawa hidrokarbon oksigenat yang beragam jenisnya. Senyawa oksigenat ini perlu dikonversi menjadi senyawa hidrokarbon non-oksigenat agar dapat digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku industri petrokimia.
Penggunaan katalis asam seperti katalis berbasis zeolit (ZSM-5) telah terbukti mampu untuk melakukan reaksi deoksigenasi dan perengkahan katalitik untuk meningkatkan produksi senyawa hidrokarbon non-oksigenat pada reaksi pirolisis katalitik. Pada penelitian ini, rasio umpan katalis per jerami padi akan divariasikan untuk melihat dampak dari rasio tersebut terhadap hasil senyawa hidrokarbon non-oksigenat. Suhu reaksi juga akan divariasikan untuk melihat pengaruh suhu terhadap produksi senyawa hidrokarbon non-oksigenat. Selain itu, waktu pengambilan sampel juga akan divariasikan untuk melihat komposisi produk pirolisis dari waktu ke waktu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio katalis per biomassa yang semakin besar dapat meningkatkan produksi senyawa hidrokarbon non-oksigenat dengan rasio katalis per biomassa yang menghasilkan senyawa hidrokarbon non-oksigenat tertinggi adalah 1:1. Kenaikan suhu reaksi pirolisis pun mampu meningkatkan produksi senyawa hidrokarbon non-oksigenat dengan suhu yang menghasilkan senyawa hidrokarbon non-oksigenat tertinggi adalah 550°C. Pada kondisi reaksi tersebut, total peak area senyawa hidrokarbon non-oksigenat yang terlihat adalah 1,50×109 dengan peak area senyawa olefin yang terlihat sebesar 4,33×108 dan konsentrasi senyawa aromatik sebesar 0,7 g mL. Namun, komposisi produk pirolisis berubah dan berkurang seiring waktu yang diakibatkan oleh deaktivasi katalis akibat pembentukan kokas di permukaan katalis.

With the declining of fossil fuel, a new raw material to produce fuels and petrochemical industry feedstock is needed. Such material should be renewable and eco-friendly. Lignocellulosic biomass could be a promising alternative for it is obtained from plants and is carbon-neutral. One of the promising lignocellulosic biomass for its abundance in Indonesia is rice straw. Rice straw could be converted into fuels and petrochemical feedstock via pyrolysis pathway. However, its pyrolysis reaction products still contains a variative amount of oxygenate hydrocarbons. These oxygenates have to be converted into non-oxygenate hydrocarbons before it can be used as fuels and petrochemicals feedstock.
The usage of zeolites based acid catalysts (ZSM-5) has been proven to perform deoxygenation and catalytic cracking reaction to enhance the production of nonoxygenates in catalytic pyrolysis reaction. In this research, catalyst rice straw feed ratio would be varied to see its effect on non-oxygenate hydrocarbons production. Reaction temperature would also be varied to see its effect on non-oxygenate hydrocarbons production. Moreover, sampling time would also be varied to see the pyrolysis product composition through time.
The result showed that increase in catalyst biomass ratio will increase the non-oxygenate hydrocarbons production with the highest amount of nonoxygenates was produced by 1:1 catalyst biomass ratio. Rise in reaction temperature also showed the increase in non-oxygenate hydrocarbons with the highest amount of nonoxygenates was produced in 550°C reaction temperature. The highest total peak area of non-oxygenates produced under those reaction condition was 1,50×109 with the highest peak area of olefins was 4,33×108 and the highest concentration of aromatics was 0,7 g mL. However, the products composition was shifting and decreasing through time due to catalyst deactivation by coke formation on its surface.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Farhandika
"Pemakaian bahan bakar pada kendaraan seringkali menimbulkan deposit dan pencemaran yang berasal dari pembakaran tidak sempurna. Peningkatan efisiensi pembakaran bahan bakar dan pengurangan pencemaran udara dapat dilakukan dengan memformulasi bahan bakar dengan zat aditif yang berfungsi untuk mengendalikan deposit dalam ruang mesin kendaraan. Deposit control additive (DCA) terdiri atas kepala polar dan hidrokarbon sebagai buntut non-polar memiliki kemiripan dengan struktur suatu surfaktan. Salah satu jenis hasil sintesis melalui reaksi aminasi Poliisobutilena (PIB) -amina telah dibuktikan penggunaannya sebagai aditif pengendali deposit. Ketika panjang molekul PIB semakin besar, maka peningkatan efisiensi pembakaran juga semakin besar. Komposisi gugus amina yang semakin banyak memperbanyak deposit yang dapat diikat. Penelitian ini dilakukan dengan mensintesis 2 tipe PIB dengan berat molekul rata-rata 950, dan 1300 dengan 2 tipe amina berupa tetraethylenepentamine (TEPA) dan diethylenetriamine (DETA) dengan reaksi aminasi. Selama reaksi aminasi juga digunakan pelarut heksadekana karena PIB memiliki kekentalan yang tinggi. Hasil sintesis diuji karakteristik fisika-kimia dan performa anti depositnya dalam mesin bensin dengan dilarutkan kepada gasoline. Analisis gugus fungsi poliisobutilena-amina (PIBA) menunjukkan adanya ikatan C-H, C-N, N-H, N-H2, dan C=C. Keberhasilan sintesis dibuktikan dengan pergeseran peak gugus C-N ke angka gelombang yang lebih besar dan berkurangnya intensitas gugus C=C pada grafik FTIR. Uji performa aditif pengendali deposit menunjukkan deposit yang terbentuk pada intake valve untuk PIB (mw = 950) – DETA 0,1338 g; PIB (mw = 950) – TEPA 0,0925 g; dan PIB (mw = 1300) – TEPA 0,0812 g.

Usage of fuel in vehicle at times cause deposit and pollution from imperfect combustion. Improving fuel efficiency and reducing pollution can be done by adding additive substance which can controls deposit in vehicle engine. Deposit control additive consist of polar head and hydrocarbon as non-polar tail has similar structure with surfactant. One of the results of amination reaction is polyisobutylene (PIB)-amine has proven its effectiveness as deposit control additive. The longer the length of PIB, the higher its effect on improving combustion efficiency. A larger amount of amine in its composition increase its ability to attract deposit. This research is done by synthesize 2 type of PIBs with average molecular weight of 950 and 1300 with 2 type of amines which are tetraethylenepentamine (TEPA) and diethylenetriamine (DETA) with amination reaction. During the reaction hexadecane is also use as solvent because the high viscosity of PIB. The synthesized results will be tested their physic-chemical characteristics and their DCA performance in gasoline engine when reconstituted in gasoline. Functional group analysis showed the synthesized polyisobutylene-amines (PIBA) have C-H, C-N, N-H, N-H2, and C=C bonds. Succesful synthesis can be proved from a shift of C-N bond’s peak to a greater wave number and the decreasing intensity of C=C bond in FTIR graph. Deposit control additive performance test showed the amount of deposit formed in the intake valve for PIB (mw = 950) – DETA 0,1338 g; PIB (mw = 950) – TEPA 0,0925 g; and PIB (mw = 1300) – TEPA 0,0812 g."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faustine Sheryl Adeboi
"Penelitian ini telah berupaya untuk meningkatkan tekstur keju yang dibuat dari susu sapi segar, dengan menggunakan pengganti enzim rennet sebagai koagulan. Susu mengandung dua protein utama yaitu kasein dan whey. Namun bagian yang penting untuk dijadikan keju adalah kasein, di mana kasein ini yang mengalami koagulasi untuk membentuk produk keju. Koagulan yang digunakan adalah kombinasi enzim papain dan transglutaminase.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, enzim papain bisa digunakan untuk mengkoagulasi kasein susu menjadi keju karena kemampuan proteolitiknya. Enzim transglutaminase digunakan untuk meningkatkan tekstur keju, dengan kemampuan ikatan silangnya. Proses pembuatan keju ini terdiri atas tiga variasi konsentrasi enzim papain yaitu 0,5; 1,5; dan 2;5 gram/100 ml susu untuk menentukan yield yang dihasilkan paling banyak, dan variasi kadar enzim transglutaminase sebesar 0,5; 1; 2 UE/gram protein susu atau setara dengan 0,027; 0,054; dan 0,11 gram enzim/100 ml susu.
Pada sampel keju terbaik yang dihasilkan dilakukan pengujian seberapa banyak yield, pH, uji FTIR, uji proksimat, mikrostruktur keju, uji potensial zeta, dan uji profil tekstur. Yield yang dihasilkan sebesar 23,33%, dengan pH 6,3, dan nilai puncak potensial zeta 0,97. Mikrostruktur keju yang diamati menggunakan Scanning Electron Microscope dengan perbesaran menunjukkan penambahan TGase menyebabkan koagulum lebih memadat. Nilai proksimat yang didapat menandakan penambahan TGase meningkatkan kadar lemak dan karbohidrat, dan menurunkan kadar air dan protein. Profil tekstur yang didapat menandakan keju dengan TGase lebih keras dan elastis karena adanya peningkatan kandungan lemak dan ikatan silang lebih lanjut pada matriks protein oleh TGase"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Mareta Mualim
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, zeolit A digunakan sebagai pelunak air (water softener) dengan tujuan untuk mengurangi konsentrasi Ca2+ dan Mg2+ pada air sadah. Zeolit A disintesis menggunakan metode hidrotermal dari kaolin Bangka Belitung yang terdiri dari dua proses utama yaitu metakaolinisasi menggunakan variasi suhu kalsinasi 650-800o selama 3 jam dan zeolitisasi menggunakan variasi konsentrasi NaOH pada suhu 90o dengan memvariasikan waktu kristalisasi untuk mendapatkan tingkat kemurnian dan keseragaman ukuran yang tinggi serta tingkat kristalinitas cukup tinggi tanpa proses pemurnian agar menghasilkan nilai komesial yang tinggi. Zeolit A yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR, SEM/EDX, dan BET. Kristalinitas zeolit A yang didapat sebesar 99,73% berdasarkan karakterisasi XRD.  Hasil SEM memperlihatkan bahwa struktur morfologi kristal berbentuk kubus yang mengindikasikan zeolit A dengan rasio SiO/Al2O3 sebesar 1,007 dari pengujian EDX. Aplikasi zeolit A sebagai water softener tersebut menggunaan prinsip ion exchange. Instrumen AAS digunakan untuk mengetahui kapasitas tukaran kation dengan variasi waktu dan massa zeolit A yang digunakan. Penurunan konsentrasi Ca2+ pada air sadah maksimal diperoleh sebesar 95,97% dan penurunan konsentrasi Mg2+ diperoleh hasil maksimal sebesar 94,93%. Berdasarkan penelitian ini, zeolit A berpotensi digunakan sebagai builder pada deterjen untuk mengurangi pencemaran air.

ABSTRACT
In this study, zeolite A was used as a water softener in order to reduce the concentration of Ca2+ and Mg2+ in hard water. Zeolite A was synthesized using the hydrothermal method from kaolin Bangka Belitung which consisted of two main processes namely metakaolinization using variations in the calcination temperature between 650-800o for 3 hours and zeolitization using variations of NaOH concentration at 90o by varying the crystallization time to obtain high purity and uniformity and the level of crystallinity is high enough without the refining process to produce high commercial value. Zeolite A was characterized using XRD, FTIR, SEM, and BET. Crystallinity of zeolite A is 99,73% based on the XRD characterized. The SEM results show that the crystalline morphological structure indicates zeolite A. The application of zeolite A as a water softener uses the ion exchange pinciple. The AAS instrument was used to determine the cations exchange capacity with the variation of time and mass used of zeolite A. The reducing concentration of Ca2+ in hard water as maximal was obtained by 95.97% and the reducing concentration of Mg2+ obtained a maximum yield of 94.93%. Based on this study, zeolite A is potential as a builder in detergents to reduce water pollution."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Pramesweary Zadia
"Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan tanaman yang mampu menangkal radikal bebas dengan aktivitas antioksidannya yang dimiliki oleh resveratrol beserta turunannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu, suhu, dan pelarut ekstraksi melinjo terhadap kadar senyawa fenolik, komponen bioaktif, koefisien perpindahan massa berdasarkan nilai total fenolik tertinggi, serta aktivitas antioksidannya. Metode ekstraksi yang digunakan adalah dekoksi dengan memvariasikan waktu, suhu, dan konsentrasi pelarut. Penentuan kadar senyawa fenolik dilakukan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Kandungan fenolik tertinggi ekstrak melinjo berpelarut air diperoleh pada suhu 80˚C selama 60 menit, sedangkan kandungan fenolik tertinggi ekstrak melinjo berpelarut etanol diperoleh pada suhu 70˚C selama 30 menit. Ekstrak melinjo mengandung senyawa beta karoten, asam askorbat, resveratrol beserta turunanya (gnetol, isorhapontigenin, gnemonoside A/B, gnemonoside C/D, gnetin C, dan gnetin L). Nilai koefisien perpindahan massa tertinggi ekstrak melinjo berpelarut air diperoleh pada suhu 80˚C yaitu 0,718 cm/s. Aktivitas antioksidan ekstrak melinjo berpelarut air memberikan nilai IC50 sebesar 1763,88 ppm, sedangkan ekstrak melinjo berpelarut etanol sebesar 1332,35 ppm. Efektivitas penghambatam 50% senyawa radikal bebas ekstrak melinjo berpelarut etanol lebih tinggi dibanding ekstrak melinjo berpelarut air. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak melinjo dapat dimanfaatkan sebagai alternatif antioksidan alami, dan sebagai alternatif obat penurun gula darah karena mengandung senyawa resveratrol dan turunannya.

Melinjo (Gnetum gnemon L.) is a plant that is capable of counteracting free radicals with its antioxidant activity which is owned by resveratrol and its derivatives. This study aims to determine the effect of time, temperature, and solvent extraction of melinjo on the levels of phenolic compounds, bioactive components, mass transfer coefficients based on the highest total phenolic value, and their antioxidant activity. The extraction method used was deoxygenated by varying the time, temperature, and solvent concentration. Determination of phenolic compound content was carried out using the Folin-Ciocalteu method. The highest phenolic content of water-soluble melinjo extract was obtained at 80˚C for 60 minutes, while the highest phenolic content of ethanol-soluble melinjo extract was obtained at 70˚C for 30 minutes. Melinjo extract contains beta carotene, ascorbic acid, resveratrol and its derivatives (gnetol, isorhapontigenin, gnemonoside A/B, gnemonoside C/D, gnetin C, and gnetin L). The highest mass transfer coefficient value of water-soluble melinjo extract was obtained at 80˚C, namely 0,718 cm/s. The antioxidant activity of water-soluble melinjo extract gave an IC50 value of 1763,88 ppm, while that of ethanol-soluble melinjo extract was 1332,35 ppm. The effectiveness of 50% free radical inhibition of ethanol-soluble melinjo extract was higher than that of water-soluble melinjo extract. From this study it can be concluded that melinjo extract can be used as an alternative natural antioxidant, and as an alternative blood sugar lowering drug because it contains resveratrol compounds and their derivatives."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Nurul Iman
"Beton merupakan material bangunan yang sering digunakan dan salah satu bahan bakunya adalah semen. Namun produksi semen memberi dampak tidak baik berupa emisi (CO2) yang mana setiap ton mengeluarkan hingga 622 kg CO2. Untuk mengatasi permasalah tersebut, material geopolimer dikembangkan. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi dan rasio massa aktivator alkali dengan abu sekam padi terhadap produk geopolimer dan karakteristiknya. Jenis aktivator alkali yang digunakan yaitu NaOH/Na2SiO3 dan NaOH/NaHCO3 dengan rasio massa yang digunakan adalah 0,20, 0,25, dan 0,3 serta konsentrasi larutan 8, 10, dan 12M. Hasil yang didapatkan yaitu berdasarkan pengujian XRF, komposisi yang dominan pada abu sekam padi berupa SiO2 sebesar 97,61% dan kuat tekan terbaik yang didapatkan sebesar 1,61 MPa menggunakan aktivator alkali NaOH/Na2SiO3 dengan rasio massa 0,3 dan konsentrasi 12M. Setelah proses reaksi geopolimerisasi, terdeteksi kristal-kristal yang baru yang terbentuk seperti zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), albite high (Na(AlSi3O8)), felspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), dan diiron(III) tri(sulfate(IV)). Serta reaksi geopolimerisasi yang terjadi juga ditunjukkan dengan adanya ikatan geopolimer yang terbentuk pada fingerprint region seperti Si-O/Al-O dan Si-O-Si.

Concrete is a building material that is often used and one of the raw materials is cement. However, cement production has an unfavorable impact in the form of emissions (CO2) which each ton emits up to 622 kg of CO2. To overcome these problems, geopolymer materials were developed. This study aims to determine the effect of concentration and mass ratio of alkaline activator with rice husk ash on geopolymer products and their characteristics. The type of alkaline activator used is NaOH/Na2SiO3 and NaOH/NaHCO3 with the mass ratios used are 0.20, 0.25, and 0.3 and the solution concentrations are 8, 10, and 12M. The results obtained are based on XRF testing, the dominant composition of rice husk ash in the form of SiO2 is 97.61% and the best compressive strength obtained is 1.61 MPa using alkaline activator NaOH/Na2SiO3 with a mass ratio of 0.3 and a concentration of 12M. After the geopolymerization reaction, new crystals were detected such as zeolite (Na2Al2Si2O8. xH2O), anorthite (Ca(Al2Si2O8)), high albite (Na(AlSi3O8)), feldspar (KAlSi3O8 – NaAlSi3O8 – CaAl2Si2O8), coesite (SiO2), and diiron(III) tri(sulfate(IV)). And the geopolymerization reaction that occurs is also indicated by the presence of geopolymer bonds formed in the fingerprint region such as Si-O/Al-O and Si-O-Si."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>