Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eddi Maziardi
"Salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah DKI Jakarta sebagai sumber PAD adalah Pajak Hotel dan Restoran. Secara faktual upaya pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di DKI Jakarta masih menghadapi masalah, terutama menyangkut administrasi perpajakan daerah serta kepatuhan wajib pajak. Munculnya masalah tersebut diduga merupakan dampak dari kurangnya kemampuan pemda DKI Jakarta khususnya Dipenda dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran melalui administrasi perpajakan yang efektif.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Pusat dalam pelaksanaa administrasi perpajakan Pajak Hotel dan Restoran, menganalisis kemampua sumber daya manusia Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Pusat dalam pengadministrasian Pajak Hotel dan Restoran, serta menganalisis peran administrasi Pajak Hotel dan Restoran dalam upaya peningkatan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara terhadap pengelola administrasi pajak dan wajib pajak, masing-masing sebanyak 10 (sepuluh) orang. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menemukan beberapa hal.
Pertama, pajak hotel dan restoran merupakan salah satu penyumbang utama bagi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta. Perkembangan penerimaan pajak hotel dan restoran sejalan dengan sejalan dengan perkembangan jumlah hotel dan restoran di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Kedua, suku dinas pendapatan daerah melakukan pemungutan pajak hotel dan restoran pada masing-masing wilayah dengan menggunakan sistem se assessment.
Ketiga, kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran masih belum begitu optimal. Masih terdapat masalah-masalah kurang jelasnya pembagian tugas dibidang penyuluhan pajak, kurang jelasnya deskripsi tugas dan pekerjaan, kurangnya koordinasi antar unit di dalam organisasi, kurangnya koordinasi antar berbagai uni terkait, serta tidak adanya pengaturan yang jelas terhadap PDK.
Keempat Kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat masih belum optimal baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas.
Kelima, kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran mash belum optimal.
Serta keenam, administrasi perpajakan Pajak Hotel dan Restoran yang dilaksanakan oleh Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat meskipun belum optimal namun ternyata mampu meningkatkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.
Atas dasar temuan tersebut direkomendasikan, pertama, dalam upaya menggali sumber-sumber pendapatan dari pajak hotel dan restoran secara lebih optimal maka Dispenda perlu memiliki data base yang lengkap dan up to date mengenai baik objek maupun subjek pajak hotel dan restoran, mana yang sudah dapat menerapkan self assessment dan mana yang masih harus oficiall assessment. Pemda juga perlu melakukan upaya untuk membuat wajib pajak melakukan pembukuan usahanya dengan baik dan benar agar penerapan self assessment terhadap wajib pajak dapat dilakukan. Kedua, dihadapkan pada keterbatasan jumlah aparat yang bertugas untuk mengadministrasikan pajak daerah yang menjadi kewenangan Suku Dinas, maka diperlukan adanya penambahan jumlah pegawai dengan berbagai cara, seperti partama, penerimaan pegawai baru dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. kedua, melalui mutasi pegawai yang berlatar belakang pendidikan yang sesuai dari berbagai unit lain, dan ketiga, melakukan pengadaan pegawai melalui sistem kontrak untuk mengatasi kekurangan pegawai dalam, jangka pendek sambil secara sedikit demi sedikit melakukan penambahan pegawai tetap. Ketiga, dihadapkan pada masalah kualitas pegawai maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu mendorong pegawai untuk mengikuti berbagai diklat maupun pendidikan lanjutan di bidang administrasi perpajakan.
Diktat yang direkomendasikan adalah latihan keuangan daerah (LKD) untuk pimpinan, kursus keuangan daerah (KKD) untuk valor pimpinan, serta berbagai diklat ketrampilan administrasi pendapatan daerah mulai dari tipe A, tipe B, tipe C, maupun tipe D. Keempat, dihadapkan" pada kurang optimalnya kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Timur dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran masih belum begitu optimal maka dipertukan kebijakan-kebijakan yang dapat mampu mengatur pembagian tugas dibidang penyuluhan pajak, menjelaskan deskripsi tugas dan pekerjaan, meningkatkan koordinasi antar unit di dalam organisasi maupun dengan berbagai unit terkait, serta mampu mengatur fungsi PDK secara lebih optimal. Untuk meningkatkan optimalisasi kemampuan organisasi Suku Dinas diperlukan pula peningkatan kemampuan organisasi untuk menjabarkan tugas-tugas dan fungsinya menjadi visi, misi maupun strategi yang kemudian dilaksanakan menjadi aktivitas-aktivitas pengadministrasian pajak hotel dan restoran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maulana
"Dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 antara lain disebutkan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam usaha pencapaian tujuan itu, maka peranan pemerintah sangat vital, terutama dalam kapasitasnya sebagai pengemban terwujudnya pembangunan nasional dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat moril maupun materiil.
Pada tahun-tahun belakangan ini, pencapaian tujuan tersebut semakin tidak mudah karena adanya dua fenomena besar, yakni krisis ekonomi yang berkepanjangan dan globalisasi internasional. Yang pertama paling tidak potensial menghambat pencapaian kesejahteraan umum, bahkan secara nyata telah terbukti mereduksi kesejahteraan umum terutama dalam bentuk peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran. Sedangkan yang kedua mewujud dalam bentuk persaingan babas antarbangsa, yang menuntut bangsa-bangsa di dunia (termasuk Indonesia) saling berkompetisi.
Persaingan tersebut, tidak dapat dihindari, menuntut kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tinggi, yang hanya mungkin terwujud jika dipersiapkan dengan baik dan berdedikasi serta disokong oleh anggaran yang memadai. Oleh karena itu, sebagai antisipasi atas tantangan tersebut, perlu kiranya dipahami konsep dasar otonomi daerah, baik yang termaktub dalam UU nomor 5 Tahun 1974 maupun UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memberikan good will bagi upaya pencapaian tujuan praktis pembangunan nasional tersebut.
Dalam konteks otonomi dareh itu, Propinsi DKI Jakarta termasuk salah satu propinsi yang minim sumber alam. Akan tetapi sebagai ibu kota negara, pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, di wilayah DKI Jakarta dapat digali sumber penerimaan daerah dari sektor pajak.
Berdasarkan UU nomor 18 Tahun 1997 yang telah diperbaharui dengan UU nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, dimana Propinsi DKI Jakarta merupakan Daerah Tingkat I yang memiliki 5 (lima) Wilayah Kotamadya (Kodya) yang bersifat administrasi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maulana
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
pelaksanaan kebijakan pemeriksaan pajak hotel dan restoran (PHR)
pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Utara dengan
pendekatan studi korelasional. Fokus penelitian diarahkan pada analisis
hubungan atau pengaruh pemeriksaan pajak (variabel bebas) terhadap
penerimaan pajak dan wajib pajak (variabel terikat).
Hasil analisis data atas data-data sekunder yang diperoleh dan
Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Utara dengan
menggunakan teknik analisis regresi sederhana, koefisien korelasi,
koefisien determinasi, dan t-test menunjukkan temuan-temuan sebagai
berikut:
1. Kondisi pemeriksaan pajak, penerimaan pajak dan wajib pajak PHR
Suku Dinas Pendapatan Kotamadya Jakarta Utara cenderung
fluktuatif dan menunjukkan pergerakan yang linier.
2. Antara kebijakan pemeriksaan pajak dengan penerimaan pajak
memìlìki hubungan yang positif dan sìgnifikan, dengan tingkat
hubungan tergolong kuat (0.657) dan memberikan kontribusi
sebesar 43.1%.
3. Antara kebijakan pemerìksaan pajak dengan wajib pajak memiliki
hubungan yang positif dan signifikan, dengan tingkat hubungan
tergolong kuat (0.744) dan memberikan kontribusi sebesar 55.3%.
Dari temuan-temuan penelitian tersebut disarankan tiga hal
penting, yakni:
1. Kebijakan pemeriksaan pajak dalam hal jumlah pemeriksa pajak
hendaknya dìtambah atau ditìngkatkan dan tahun ke tahun secara
proporsional sesuai dengan potensi pajak yang diperkirakan dapat
dihimpun karena jumlah pemeriksa pajak ternyata memberikan
kontribusi positif yang cukup signifikan bagi peningkatan jumlah
wajib pajak dan penerimaan pajak PHR. Namun, selain itu, untuk
meningkatkan profesionalisme aparat pemeriksa diperlukan pula
training atau workshop mengenai pemeriksaan secara rutin dan
berkala.
2. Oleh karena pemeniksaan lengkap dan pemeriksaan sederhana dalam
implementasinya memunculkan sejumlah masalah (implikasi) yang
tidak menguntungkan bagi pemungutan pajak hotel dan restoran
maka eksistensinya perlu ditinjau kembali atau paling tidak ditata
kembali dan kemudian hasilnya dikukuhkan ke dalam Perda. ini
penting dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum dan
pelaksanaan pemeriksaan yang lebih elegan, efektif dan efisien.
3. Sebagai tindak lanjut akademik atas hasil penelitian ini ada baiknya
dilakukan penelitian lanjutan yang secam spesifik berusaha
mengkaji pengaruh penìngkatan wajib pajak terhadap peningkatati
penerìmaan pajak PHR.
"
2001
T4341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Setiawandi
"Pajak hiburan merupakan salah satu pajak daerah dan merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah Propinsi DKI Jakarta yang tingkat upaya pajaknya (tax effort) baru mencapai 36%. Di samping itu karena filosofis pemungutan pajak hiburan masih diwarnai oleh upaya Pemerintah Daerah menjaga ketentraman dan ketertiban umum, maka prinsip-prinsip yang berlaku dalam perpajakan cenderung kurang mendapat perhatian, khususnya prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka masalah yang diteliti berkaitan dengan sejauhmana penerapan besar tarif, sistem tarif dan dasar pengenaan terhadap keadilan, serta mengenai definisi hiburan dan objek pajak terhadap kepastian hukum dalam pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam pajak hiburan. Kerangka teori yang digunakan beranjak dari sistem perpajakan (tax system) yang terdiri dari tiga aspek yaitu, (1) kebijakan perpajakan yang meliputi subjek, objek dan tarif, (2) hukum pajak yang meliputi Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah, (3) administrasi pajak yang meliputi organisasi aparatur dan produk administrasi.
Kemudian di samping sistem perpajakan tersebut diatas terdapat prinsip-prinsip perpajakan yaitu (1) prinsip kesamaan dan keadilan, (2) prinsip kepastian hukum, (3) prinsip ketepatan atau kenyamanan dalam pembayaran, (4) prinsip efisiensi dalam pemungutan. Prinsip pertama dan kedua erat kaitannya dengan kebijakan perpajakan yaitu objek pajak dan tarif pajak. Kerangka teori inilah yang selanjutnya akan dibahas dalam penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode survai dengan menyebarkan kuesioner dan wawancara kepada para pengusaha hiburan dan petugas pajak kemudian dilakukan pengujian distribusi chi square dan tabulasi silang (cross tab) dengan bantuan SPSS, dengan hasil sebagai berikut.
Keadilan dalam pajak hiburan dipengaruhi oleh besar tarif, sistem tarif dan dasar pengenaan pajak. Sedangkan kepastian hukum dipengaruhi oleh definisi hiburan dan objek pajak.
Persepsi pengusaha hiburan dan petugas pajak menyatakan masih terdapat ketidakadilan dalam besar tarif, sistem tarif dan dasar pengenaan pajak. Sedangkan ketidakpastian hukum terjadi pada definisi hiburan. objek pajak dan cara menentukan dasar pengenaan pajak.
Dengan demikian masih terdapat ketidakadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak hiburan. oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan Daerah tentang pajak hiburan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Yohan Widur
"Sejak APBN tahun anggaran 1998/1999 sektor pajak menjadi fokus penerimaan yang paling potensial, yang ditandai dengan adanya peningkatan yang signifikan dari penerimaan pajak dibandingkan tahun anggaran sebelumnya. Dalam APBN tahun 2001 ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar 4.182 triliun atau 65% dan total penerimaan dalam negeri yang sebesar Rp. 276.8 7 7, 7 triliun.
Besarnya target penerimaan pajak tersebut menuntut Direktorat Jenderal Pajak bekerja lebih keras untuk mencapainya dengan melakukan intensifikasi pemunggutan pajak, ekstensifikasi pemungutan pajak, serta perluasan subjek dan objek pajak Salah satu potensi penerimaan pajak adalah pajak penghasilan atas bunga tabungan dan deposito. Untuk itu pemerintah melakukan revisi peraturan pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan dari tarif sebelumnya 15% menjadi 20%, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 131 Tabun 2000.
Revisi ini menimbulkan keresahan di kalangan perbankan yang mengkbawatirkan akan mengurangi kompetensi perbankan di dalam negeri sehingga akan terjadi pelarian dana (capital flight) dan sektor perbankan ke sektor lain atau ke luar negeri. Sehingga sektor perbankan mulai menaikkan suku bunganya sebagai tindakan antisipasi. Tindakan tersebut berpotensi muncul permasalahan barn, yaitu naiknya suku bunga kredit yang akan membuat cost investasi akan mahal, yang akan diikuti dengan inflasi, yang pada akhirnya membuat proses pemulihan ekonomi menjadi terganggu.
Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk mengambil terra tersebut sebagai tesis. Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah sungguh capital flight itu terjadi?, apakah efektif tindakan antisipasi perbankan dengan menaikkan suku bunganya ? seberapa jauh dampak yang terjadi bila sektor perbankan menaikkan suku bunga tabungan dan depositonya ?
Dari hasil penelitian, penulis memperoleh kesimpulan bahwa kekhawatiran terjadinya capital flight yang diakibatkan peraturan baru tersebut tidak atau belum terjadi, tindakan menaikkan suku bunga tabungan dan deposito sebagai tindakan antisipasi ternyata tidak efektif, karena sebagian besar nasabah kurang melihat suku bungs tabungan dan deposito sebagai indikator yang penting, artinya ada indikator-indikator lain yang lebih penting dari suku bunga yang dapat mempengaruhi nasabah untuk memilih sektor perbankan sebagai tempat investasi. Tindakan inenaildcan suku bunga tabungan dan deposito juga berpotensi naiknya suku bunga kredit yang diikuti dengan naiknya inflasi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aty Herawati
"Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bagi Kota Tangerang sangat berarti, karena itu upaya meningkatkan selalu dilaksanakan, misalnya dengan melakukan reklasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) agar mendekati harga pasar. Untuk mengukur tingkat pencapaian NJOP yang mendekati harga pasar maka dilakukan analisis Assessment Ratio Studies (AIS), yaitu rasio yang membandingkan hash penilaian objek pajak dengan harga pasar objek pajak itu pada saat terjadi transaksi pada objek pajak tersebut.
Dari hasil analisis ternyata rasio NJOP terhadap harga pasar AIS Kota Tangerang meneapai 0,75 dan berdistribusi normal. Cukup baik, akan tetapi"
2000
T2413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Salah satu sumber terpenting pembiayaan dari dalam negeri adalah sektor pajak. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang besar sekali artinya bagi pembangunan nasional. Baik pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah, diarahkan untuk mendukung kemampuan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu, daerah selain dituntut peningkatan kemampuan pembuatan pajak daerah juga dituntut peningkatan pelaksanaan pajak daerah. Hal ini harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan daerah. Ada tiga tujuan pokok yang hendak dicapai setiap perubahan pada setiap pajak daerah. Pertama, menyederhanakan sistem pajak daerah, karena sekarang sistem ini tampaknya memiliki nilai pengganggu yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan yang dihasilkannya. Kedua, menaikkan penerimaan pajak daerah, agar daerah tidak terlalu banyak bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat. Ketiga, perubahan sistem pajak juga mungkin ada yang menyangkut wewenang pemerintah daerah. Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu pajak yang sangat potensial bagi pemerintah daerah DKI Jakarta. Penyebabnya antara lain jumlah kendaraan yang berada di wilayah DKI Jakarta semakin meningkat dan pertumbuhan industri otomotif juga selalu positif. Namun, jika dilihat dari kedisiplinan wajib pajak PKB ditinjau dari ketepatan waktu membayar kewajibannya, maka dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan besarnya denda yang diterima pemerintah daerah. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk mencari efektivitas penerimaan PKB, persepsi masyarakat pemilik kendaraan bermotor (wajib pajak) terhadap sistem pemungutan pajak kendaraan bermotor yang saat ini dilakukan. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu upaya peningkatan penerimaan pajak daerah yang sedang diupayakan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan permasalahan yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum pemungutan PKB yang dilaksanakan sudah efektif, kecuali pada masa awal krisis.
Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penilaian wajib pajak/masyarakat terhadap pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor negatif. Artinya, masyarakat menilai pelayanan dan sistem yang saat ini berlaku tidak memenuhi keinginan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diciptakan sistem pendaraan kendaraan bermotor yang terkoordinasi antara Dipenda dan berbagai pihak seperti aparat kepolisian, perusahaan asuransi dan perusahaan pabrik/importir mobil. Yang terakhir khususnya diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kendaraan baru yang bertambah per minggu atau per bulan di wilayah DKI Jakarta.
Selain itu, perlu dibangun suatu sistem pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor melalui saluran ATM, Bank-bank dan internat. Hal ini akan memberikan kemudahan, kecepatan dan kenyamanan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya.
"
2001
T3559
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Pada tahun 80an hingga tahun 1986, penerimaan dalam negeri sangat tergantung pada sektor migas. Bahkan dalam tahun 1981/1982, penerimaan sektor migas mencapai 70,9% dari seluruh penerimaan dalam negeri. Dengan mulai berlangsungnya resesi dunia tahun 1979, yang efeknya mulai dirasakan Indonesia tahun 1982, merupakan sinyalemen bagi pemerintah Indonesia untuk mulai berkemas meninggalkan ketergantungannya terhadap penerimaan migas. Mulai tahun 1982/1983, penerimaan migas turun menjadi 65,95%, kemudian meningkat lagi menjadi 69,35%. Namun hingga tahun 1996/1997, penerimaan migas menunjukkan penurunan terus sampai mencapai 18,06%. Oleh karena perkembangan penerimaan migas mengindikasikan adanya ketidakpastian, maka penerimaan pajak dalam struktur penerimaan dalam negeri sejak tahun 1986/1987 terus diupayakan untuk lebih berperan karena penerimaan pajak akan lebih menjamin kestabilan bagi tersedianya somber penerimaan negara. Penerimaan dalam negeri terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas), penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan pajak antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak ata Bumi dan Bangunan (BPHTB), Pajak Lainnya, Bea Masuk, Cukai dan Pajak Ekspor. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menunjang operasi fiskal pemerintah.
Menurut Muhammad (1992:1), Tjakradiwirja (1993:217-223) dan Prasentiantono (1997:191), pajak merupakan perwujudan dari kemampuan sendiri membiayai kegiatan pembangunan dari seturuh komponen bangsa. Hai ini sesuai dengan program pemerintah untuk dapat lebih mandiri dalam membiayai pembangunan, mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dan penjualan minyak bumi yang rentan dari faktor faktor eksternal. Dari perspektif ekonomi, kemandirian diartikan sebagai pengurangan ketergantungan perekonomian terhadap luar negeri, mengurangi campur tangan Iuar negeri, dan meningkatkan kemampuan penggunaan dan penggaiian potensi yang ada. Sedangkan dari segi politik, kemandirian diartikan sebagai peningkatan peran serta masyarakat dalam proses pembangunan.
"
2001
T3555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sayuti
"Permasalahan yang sering terjadi dalam pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah mengenai penetapan Nilai Jual Obyek Pajak, umumnya dirasakan masyarakat terdapat ketidakadilan vertikal. Nilai Jual Obyek Pajak adalah mewakili nilai pasar, sedangkan nilai pasar yang wajar merupakan refleksi dari harga jual yang terjadi dalam pasar yang berlangsung secara kompetitif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan dalam menetapkan Nilai Jual Obyek Pajak melalui uji ketidakadilan vertikal dan uji perbedaan koefisien keadilan yang menggunakan model IAAO (The International Association and Assessing Officers).
Penelitian menggunakan metode deskriptif dan pengumpulkan data dengan teknik Purposive Random Sampling, yaitu bukan acak (non probability), dimana data transaksi jual beli perumahan dari Pialang Properti yang dipilih sebanyak 295 sampel dari populasi yang ada, berdasarkan alamat dan karakteristik yang lengkap setelah dicocokkan dengan basis data pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan untuk wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Hasil penelitian, berupa regresi menggunakan model IAAO menunjukkan secara rata-rata penetapan Nilai Jual Obyek Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Barat menunjukkan adil. Sebaliknya penetapan Nilai Jual Obyek Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan terdapat indikasi ketidakadilan vertikal secara regresif. Di antara kedua kantor tersebut tidak terjadi perbedaan koefisien keadilan.
Dari hasil penelitian disarankan supaya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan selalu mengevaluasi kinerja dalam penentuan Nilai Jual Obyek Pajak melalui analisis ketidakadilan vertikal serta meningkatkan kinerja sumber daya manusia dalam mencari data yang lengkap dan akurat, teliti dalam menentukan Nilai Indikasi Rata-Rata dan Zona Nilai Tanah, penentuan Daftar Biaya Komponen Bangunan yang up-to-date. Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak yang adil dapat mendukung kebijakan Nilai Jual Kena Pajak yang efektif dalam mengeliminir ketidakadilan vertikal."
2000
T7454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbari Masnun
"Berdasarkan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, salah satunya adalah Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor. Administrasi perpajakan khususnya administrasi pajak Bea Batik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor sebagai bagian dan sistem perpajakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penerimaan dan pengelolaan pajak daerah umumnya dan pajak Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor khususnya. Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah bagaimana administrasi Bea
Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor pada unit SAMSAT DKI Jakarta, hambatan-hambatan yang dihadapi wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannyanya serta apakah pelaksanaan pemungutan Bea Balik Nama (BBN-II) Kendaraan Bermotor telah sesuai dengan azas-azas pemungutan pajak.
Tujuan penulisan tesis ini adalah menguraikan dan menganalisis administrasi Bea Batik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor, faktor-faktor yang menimbulkan hambatan-hambatan pelaksanaan pemungutan serta penerapan azas-azas pemungutan pajak.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adaah metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait (baik terhadap wajib pajak dan aparat perpajakan). Analisis yang
dilakukan bersifat analisis kuantitatif.
Dari pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan dari
Kebijakan, Undang-undang dan Administrasi Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor menghadapi beberapa hambatan. Hambatan tersebut baik yang berasal dan dalam maupun dan luar (wajib Pajak). Hal ini menyebabkan peningkatan penerimaan Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor dapat terganggu atau mengalami penurunan. Penerapan azas-azas perpajakan dalam administrasi Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor khususnya azas kepastian hukum belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya pengetahuan masyarakat terhadap undang-undang Bea Balik Nama II (BBN-Il) Kendaraan Bermotor karena kurangnya sosialisasi.
Pelaksanaan pemungutan Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan
Bermotor seharusnya memenuhi azas-azas perpajakan. Dengan dilksanakannya azas kepastian hukum dan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya dapat meningkatkan penenimaan Bea Balik Nama II (BBN-II) Kendaraan Bermotor khususnya serta Pajak Daerah pada umumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library