Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chinta Novianti Mufara
"Provinsi Papua Barat menempati urutan ketiga kasus tertinggi malaria di Indonesia. Jumlah kasus malaria positif malaria tahun 2020 berjumlah 254.050 kasus, yang meningkat pada tahun 2021 dengan 304.607 kasus. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya malaria seperti sosio demografi, factor lingkungan, maupun perilaku individu dalam pencegahan penularan penyakit malaria. Penelitian ini bertujuan untuk menilai determinan kejadian malaria di Provinsi Papua Barat, menggunakan sumber data Riskesdas Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan uji statistik cox regresi terhadap 2.602 sampel di provinsi Papua Barat, dengan signifikansi statistik berdasarkan interval kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria di Provinsi Papua Barat sebesar 37,2%. Proporsi kejadian malaria paling banyak pada laki-laki 42,5%, usia ³ 5 tahun 37,4%, pendidikan terakhir £SMP/SLTP 37,5%, pekerjaan tidak berisiko 37,8%, tidak tidur menggunakan kelambu berinsektisida 41,2%, tidak menggunakan repelen, tidak menggunakan obat nyamuk 38,0%, menggunakan kasa pada ventilasi rumah 42,7%, memusnahkan barang-barang bekas berwadah 39,5%, tinggal di daerah perkotaan 46,5%, jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan masak, kebersihan pribadi dan mencuci yang tidak berisiko 38,3% dan jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan minum yang tidak berisiko 38,7%. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (PR 1,295; 95% CI 1,141-1,469) dan tipe daerah (PR 0,746; 95% CI 0,650-0,855). Serta faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria yaitu tidur menggunakan kelambu berinsektisida PR 1,102;95% CI 0,965-1,258). Faktor jenis kelamin menjadi faktor yang paling mempengaruhi kejadian malaria yang memberikan resiko sebesar 1,295 terjadinya malaria pada laki-laki dibandingkan pada perempuan setelah dikontrol oleh faktor tipe daerah dan tidur menggunakan kelambu berinsektisida. Perlunya promosi, edukasi dan monitoring evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida terutama pada masyarakat perkotaan dan kelompok berisiko (laki-laki)

West Papua Province ranks third in the highest cases of malaria in Indonesia. The number of positive malaria cases in 2020 totaled 254,050 cases, which increased in 2021 with 304,607 cases. There are several risk factors for the occurrence of malaria such as socio-demographic, environmental factors, and individual behavior in preventing the transmission of malaria. This study aims to assess the determinants of malaria incidence in West Papua Province, using the 2018 West Papua Province Riskesdas data source with a cross-sectional study design. This study used the cox regression statistical test on 2,602 samples in the province of West Papua, with statistical significance based on 95% confidence intervals. The results showed that the prevalence of malaria in West Papua Province was 37.2%. the highest proportion of malaria incidence was in males 42.5%, age ³ 5 tahun 37.4%, last education £ SMP/SLTP 37.5%, work not at risk 37.8%, did not sleep using insecticide treated nets 41.2 %, not using repellents, not using mosquito coils 38.0%, using gauze on house ventilation 42.7%, destroying used containerized 39.5%, living in urban areas 46.5%, the type of main water facility used used for cooking, personal hygiene and washing purposes which were not at risk 38.3% and the type of main water facility used for drinking purposes which was not at risk 38.7%. The results showed that there was a significant relationship between gender (PR 1.295; 95% CI 1.141-1.469) and area type (PR 0.746; 95% CI 0.650-0.855). As well as factors that are considered related to the incidence of malaria, namely sleeping using insecticide-treated nets PR 1.102; 95% CI 0.965-1.258). The gender factor is the factor that most influences the incidence of malaria which gives a risk of 1.295 for the occurrence of malaria in men compared to women after controlling for the type of area and sleeping using insecticide-treated mosquito nets. It is necessary to promotion, education, monitoring and evalution of the use of insecticide-treated nets, especially in urban communities and at risk group (men)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Marina
"ABSTRAK
Transmisi kasus DBD melibatkan tiga organisme utama yaitu virus dengue, nyamuk Aedes, dan manusia sebagai host. Keberlangsungan ketiga organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pola perilaku. Kota Bekasi merupakan salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Jawa Barat mengalami kecenderungan peningkatan jumlah kasus DBD setiap tahunnya. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang bertujuan menganalisis keberadaan larva Aedes sp yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam hubungannya dengan status transmisi DBD di Kota Bekasi.Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan dengan jumlah kasus DBD tinggi dan rendah di Kecamatan Mustikajaya dengan jumlah sampel sebanyak 280 rumah tangga. Variabel yang diteliti yaitu kondisi lingkungan yang meliputi pencahayaan ruangan, keberadaan, tinggi dan rimbunan tanaman di pekarangan rumah, jumlah tempat penampungan air TPA , serta keberadaan larva Aedes di rumah dan perilaku PSN yang diamati meliputi frekuensi membersihkan TPA, penggunaan obat anti nyamuk, larvasida, pemeliharaan predator larva dan tanaman pengusir nyamuk terhadap status transmisi kasus DBD di Kota Bekasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan chi square dan regresi logistik berganda dengan p-value sebesar 0,05.Hasil penelitian menunjukan bahwa keberadaan larva Aedes di daerah kasus rendah dipengaruhi oleh perilaku pemberantasan sarang nyamuk OR=14,14, 95 CI=5,24 - 38,11 , sedangkan di daerah kasus DBD tinggi keberadaan larva Aedes dipengaruhi oleh pencahayaan OR=3,65 95 CI=1,55 - 8,62 dan jumlah TPA OR=2,79 95 CI=1,32 ndash; 5,91 . Faktor lingkungan dan perilaku yang berkontribusi terhadap terjadinya transmisi kasus DBD yang tinggi di Kota Bekasi adalah pencahayaan OR=0,32 95 CI=0,15 ndash; 0,67 , tinggi tanaman 5-12 m OR=1,01 95 CI = 1,01 ndash; 2,02 , frekuensi membersihkan TPA OR=4,76 95 CI=2,47 ndash; 9,13 penggunaan obat anti nyamuk OR=2,28 CI=1,29 ndash; 4,31 , dan tanaman anti nyamuk OR=0,15 CI=0,06 ndash; 0,37 . Variabel yang paling dominan berkontribusi terhadap terjadinya transmisi kasus DBD yang tinggi di Kota Bekasi adalah frekuensi membersihkan TPA. Dari hasil tersebut disarankan agar sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk PSN lebih dioptimalkan dengan mengintensifkan peran juru pemantau jentik Jumantik serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan Jumantik untuk memonitor kondisi lingkungan masyarakat secara kontinyu.

ABSTRACT
Transmission of DHF cases involves three main organisms that is dengue virus, Aedes mosquito, and human host. The sustainability of the three organisms is influenced by environmental factors and behavior patterns. Bekasi city is one of the dengue endemic areas in West Java Province experienced a tendency of increasing number of dengue cases every year. This research was a cross sectional study that aims to analyze the presence of Aedes sp larvae that are influenced by environmental factors and mosquito breeding places eradication behavior in relation to the status of DHF transmission in Bekasi City.This research was conducted in two urban villages with high and low dengue fever cases in Mustikajaya Distric with total sample of 280 households. The variables observed were environmental conditions that include room lighting, presence, height and hedge of plants in the yard of the house, the number of water container, as well as the presence of Aedes larvae at home and observed eradication behaviours of mosquito include frequency behavior of cleaning water containers, use of mosquito repellent, larvacide, maintenance of larval predators and mosquito repellent plants on the transmission status of dengue cases in Bekasi City. The data obtained were analyzed using chi square and multiple logistic regression analysis with p value of 0.05.The results showed that the presence of Aedes larvae in low case areas was influenced by the frequency behavior of cleaning water containers OR 14,14, 95 CI 5,24 38,11 , whereas in high dengue cases the presence of Aedes larvae was influenced by lighting OR 3,65 95 CI 1,55 ndash 8,62 and the number of water container OR 2,79 95 CI 1,32 ndash 5,91 . Environmental and behavioral factors that contribute to the occurrence of high DBD case transmission in Bekasi City are lighting OR 0,32 95 CI 0,15 ndash 0,67 , plant height 5 12 m OR 1,01 95 CI 1,01 ndash 2,02 , frequency of cleaning of landfill OR 4,76 95 CI 2,47 9,13 use of mosquito repellent OR 2,28 CI 1,29 4 , 31 , and mosquito repellent plants OR 0,15 CI 0,06 ndash 0,37 . The most dominant variable contributing to the high transmission of dengue cases in Bekasi City was the frequency behavior of cleaning water containers. From these results it is suggested that the socialization of frequency behavior of cleaning water containers is more optimized by intensifying the role of larva monitoring officer Jumantik as well as increasing the knowledge and skills of Jumantik to monitor the environmental condition continuously."
2018
T50453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library