Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Anggraeni
Abstrak :
Underutilized Fruit Trees (UFTs) berhasil diidentifikasi, dimanfaatkan, dan dilestarikan oleh kelompok masyarakat hukum adat yang tinggal di Kampung Urug, Jawa Barat. Pada awal tahun 2020, Kampung Urug dilanda banjir dan tanah longsor yang menyebabkan lokasi tempat tumbuh UFTs rusak. Upaya sistematis dan terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim perlu dilakukan. Peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan mendokumentasikan pengetahuan lokal masyarakat hukum adat dalam membudidayakan UFTs dan meminimalisir dampak perubahan iklim serta pendekatan lintas sektoral di tingkat lokal melalui analisis vegetasi dan analisis perubahan kerapatan vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan teknik budidaya UFTs, lokasi tempat tumbuh UFTs, menganalisis kerapatan vegetasi tempat UFTs ditemukan, mendokumentasikan pengetahuan lokal masyarakat hukum adat dalam menghadapi perubahan iklim, menganalisis perubahan kerapatan vegetasi selama 10 tahun, menganalisis struktur dan komposisi vegetasi di Kampung Urug. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kombinasi. Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan 16 orang, wawancara mendalam dengan 19 orang, dan observasi lapangan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa teknik budidaya UFTs yang dilakukan oleh masyarakat hukum adat di Kampung Urug adalah pemilihan bibit (pilihan bibit tatangkalan), penyiapan lahan (nyiapkeun taneuh), penanaman tanaman (melak tatangkalan), perawatan tanaman (ngurus tatangkalan), dan pemanenan (panen). Sebanyak 53 UFTs yang berasal dari 13 spesies ditemukan di 24 placemark yang berbeda. Sebanyak 62% UFTs ditemukan di lokasi dengan indeks vegetasi sedang dan 38% UFTs ditemukan di lokasi dengan indeks vegetasi rendah. Masyarakat hukum adat mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan musim. Salah satu gejala adanya perubahan iklim adalah terdengarnya suara Presbytis comata yang tinggal di Gunung Pongkor. Pada daerah bervegetasi sangat tinggi terjadi penurunan luas kerapatan vegetasi sebesar 94%. Pada daerah bervegetasi rendah, bervegetasi sedang, dan bervegetasi tinggi terjadi peningkatan luas kerapatan vegetasi, secara berurutan sebesar 1%, 34%, dan 59%. Schima wallichii memiliki Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi (41,84%), diikuti oleh Mangifera kemanga (18,77%) dan Sandoricum koetjape (14,75%). Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan program konservasi keanekaragaman hayati. ......Underutilized Fruit Trees (UFTs) have been identified, utilized, and preserved by indigenous people living in Urug Village. However, Urug Village hit by flooding and landslides in early 2020, damaging the location where UFT grew.  Therefore, a systematic and integrated effort is needed to increase resilience to climate change. Increasing resilience to climate change can be conducted by documenting local knowledge of indigenous peoples in cultivating UFTs and minimizing the impact of climate change, also a cross-sectoral approach at the local level through the analysis of vegetation and analysis of changes in vegetation density. This study aims to determine UFTs cultivation techniques, locations where UFTs grow, vegetation density where UFTs are found, find out local knowledge of indigenous peoples in dealing with climate change, changes in vegetation density over 10 years, structure and composition of vegetation in Urug Village. This research was conducted using a combination research method where data collection was carried out through Focus Group Discussions (FGD) with 16 people, in-depth interviews with 19 people, and field observations. Based on this research, the UFTs cultivation techniques carried out by the indigenous people in Urug Village are the selection of seeds (pilihan bibit tatangkalan), land preparation (nyiapkeun taneuh), planting (melak tatangkalan), caring (ngurus tatangkalan), and harvest (panen). A total of 53 UFTs from 13 species  found in 24 different placemarks. A total of 62% of UFTs were found in locations with medium vegetation index and 38% of UFTs were found in locations with low vegetation index. Indigenous peoples define climate change as a change in season. One of the symptoms of climate change is the sound of Presbytis comata who lives on Mount Pongkor (2) There is a decrease of vegetation density by 94% in the area with very high vegetation. There is an increase of vegetation density in the area with low, moderate, dan high vegetation density by 1%, 34%, dan 59%, respectively (3) Schima wallichii) has the highest Importance Value Index (41.84%), followed by Mangifera kemanga(18.77%), and Sandoricum koetjape (14.75%). The results of this research can be used as a basis for biodiversity conservation programs.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eisya Hanina Hidayati
Abstrak :
Tradisi lisan seringkali menjadi sarana penting dalam menyimpan dan meneruskan pengetahuan ekologi dan biologi masyarakat lokal, termasuk pemahaman tentang pemanfaatan hewan dan tumbuhan lokal. Tatangar Banjar merupakan tradisi lisan yang mengandung beragam pengetahuan lokal dan pandangan masyarakat Banjar dalam bentuk pertanda-pertanda. Banyak spesies tumbuhan dan hewan lokal telah terdokumentasi sebagai pertanda Tatangar, namun dokumentasi pengetahuan lisan tersebut masih minim, dan penelitian etnobiologi yang mendalam belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian eksplorasi terhadap tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar dilaksanakan selama 10 bulan, dari Februari hingga November 2023, di Desa Mandiangin Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara semi-struktural terhadap 3 informan kunci, dengan total 32 responden dari berbagai kelompok generasi. Data etnobotani yang terkandung dalam Tatangar dianalisis menggunakan Use Value (UV) dan Index of Cultural Significance (ICS). Sementara itu, data etnozoologi yang termuat dalam Tatangar juga dianalisis dengan Use Value (UV) dan Cultural Significance Index (CSI). Masyarakat Banjar di Desa Mandiangin Barat menggunakan 35 spesies tumbuhan dari 20 famili dan 28 genus serta 40 spesies hewan dari 10 kelas dan 24 ordo sebagai pertanda Tatangar. Pengetahuan etnobiologi yang dikodekan dalam tradisi lisan tersebut mencakup pemanfaatan spesies sebagai indikator cuaca dan iklim, indikator ekologis yang juga meliputi asosiasinya dengan spesies lain, mitigasi bencana alam, serta simbolisme kepercayaan masyarakat Banjar. Meski banyak spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan memiliki nilai kegunaan dan indeks kepentingan budaya yang tinggi selain peran mereka sebagai Tatangar, sebagian besar hewan memiliki nilai UV dan CSI yang rendah karena digunakan hanya sebagai pertanda Tatangar, tanpa pemanfaatan lain. Beberapa spesies tumbuhan dan hewan yang disebutkan juga merupakan spesies yang dilindungi serta masuk dalam daftar merah IUCN dan Apendiks CITES. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan dan hewan yang berperan sebagai Tatangar memiliki nilai simbolik penting bagi masyarakat maupun dalam ekosistem dan dapat menjadi upaya mempromosikan kesadaran ekologis dan pengelolaan keanekaragaman hayati lokal di Kalimantan Selatan. ......Oral traditions often serve as vital repositories and conduits for passing on ecological and biological knowledge within local communities, encompassing insights into the utilization of local plants and animals. Tatangar Banjar is an oral tradition embodying diverse local knowledge and perspectives of the Banjar community in the form of omens or signs. Despite many local plant and animal species being documented as Tatangar signs, documentation of this oral knowledge remains limited, and in-depth ethnobiological research has not been previously undertaken. Exploratory research into the plants and animals that play a role as Tatangar signs was conducted over 10 months, from February to November 2023, in Mandiangin Barat Village, Banjar Regency, South Kalimantan. Data collection involved observational studies and semi-structured interviews with three key informants, totaling 32 respondents from various generational groups. Etnobotanical data within Tatangar were analyzed using Use Value (UV) and Index of Cultural Significance (ICS). Concurrently, etnozoological data within Tatangar were also analyzed using Use Value (UV) and Cultural Significance Index (CSI). The Banjar community in Mandiangin Barat utilized 35 plant species from 20 families and 28 genera, alongside 40 animal species from 10 classes and 24 orders, as Tatangar signs. The ethnobiological knowledge encoded within this oral tradition encompasses the utilization of species as indicators of weather and climate, ecological indicators including their associations with other species, natural disaster mitigation, and symbolism in Banjar community beliefs. While many mentioned plant and animal species hold significant utility and cultural importance beyond their roles as Tatangar signs, most animals have low UV and CSI values as they are solely used as Tatangar indicators without additional utilization. Some of the mentioned plant and animal species are also protected and listed in the IUCN Red List and CITES Appendices. These findings highlight the important symbolic value of plants and animals serving as Tatangar signs within both the community and ecosystem, serving as a means to promote ecological awareness and the management of local biodiversity in South Kalimantan.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library