Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dayu Citra Andini
Abstrak :
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan gangguan iimgsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kaufiinan & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi dibexikan untuk rnelatih kemampuan yang penting dilcuasai anak, seperti bantu diri dan kemampuan sosial (Mash & Wolfe, 2005). Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilalcukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds 8: Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik modiiikasi perllaku sangat cocok dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan netardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebersihan pribadi (Martin dan Pear, 2003). Tugas akhir ini bertujuan untuk rnelatih anak dengan retardasi mental ringan berusia 4 tahtm I bulan, untuk memilild keterampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan oelana dalam sendiri. Teknik modilikasi perilaku yang digtmakan dalam pelatihan ini adalah teknik backward chaining. Backward chaining sesuai tmtuk m keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupakan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek memiliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilaku (Miltenbcrger, 2004). Bukti keberhasilan dari perilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pelatihan sclesai dilakukan (Kazdin, 1980). Hasil pelatihan menunjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggunakan teknik backward chaining, subjek dapat menggunakan celana dalam sendiri tampa bantuan orang lain.
ABSTRACT
Mental retardation is a cognitive tirnction disorder which cause a limitation in adaptive behavior and appears during developmental age (Grossman, in Kauflinan & Hallahan, 1988). The limitation a mentally retarded child possesses is causing them not to be able to develop themselves optimally. In order to be able to develop optimally, such child needs a special treatment. An intervention can be conducted to train several important skills for the child, such as self help and social skills (Mash & Wolfe, 2005). Mental retardation is categorized into 4 categories based on IQ scores, i.e. mild, moderate, severe and profound mental retardation. A self help training for children with mild mental retardation can be done by doing behavior modification using learning principles (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Researches showed that behavior modification technique is suitable and can be applied to teach child with mental retardation about selfhelp skill, such as dressing, eating, and personal hygiene (Martin & Pear, 2003). This thesis is written with an objective to train a 4 year-old mild mentally retarded child to possess a self help skill in dressing. Specifically, this training is aimed to train the child's ability to put on underwear without others help. The behavior modilication technique which is used to conduct this training is a backward chaining technique. This method is suitable for developing self help skill and ohen used to teach children with mental retardation to dress properly (Martin & Pear, 2003). Backward chaining itself is a training procedure which often be used when a child has limited ability to do certain things (Miltenberger, 2004). A S\.lC06SSfll1 tained behavior in the early stage of training persists until the whole training process is conducted (Kazdin, 1980). The final training result shows that after completing 24 training sessions using backward chaining technique, the child is able to wear underwear by her own without others help.
2007
T34024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Sulfina
Abstrak :
Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004) mengemukakan istilah "hurried child" untuk anak-anak yang hidup dengan banyaknya tekanan di zamzm modem ini, mereka oenderung dinmtut untuk lehih oepat dewasa dari usia mereka sebenamya. Adapun bentuk tekanan yang dihadapi berupa situasi stres seperti peroeraian, kemiskinan, penyakit dan lain-lain. Akibat dari tckanan yang dihadapi, fcnomena bunuh diri semakin sering kita jumpai tenltamadi kalangan anak dan remaja. Melihat begitu kompleksnya tekanan hidup, cara pcncegaharmya pun harus dilakukan secara bertahap. Pencegahan primer dalam aspek psiko-edukatifamat penting karena merupakan sarana meletakkan dasar-dasar perkembangan kognitii Salah satu peneegahan primer Psiko-edukatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kemampuan resiliensi yang dimiliki. Resiliensi ini mengacu pada proses dinamis individu dalam mengcmbangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat dan mentransfonnasi pengalaman-pengalaman yang dialarni pada situasi suiit menuju pencapaian adaptasi yang poswf (Grotberg, 1999). Penelitian ini mcnggunakau satu orang subyek yang dipilih berdasarkan karakteristik subyek yang berisiko cukup tinggi. Sebelum mengikuti pelatihan ini, subyek terlcbih dahulu telah mengikuti pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, ditemul-can subyek memiliki sejumlah faktor risiko yaitu : meninggalnya salah sam orangma, penyakit yang diderita orangmaniumlah orang dewasa yang terlalu sedikit nmtuk mengawasi perilaku anak dan kurangnya dukungan dari keluarga besar. ......Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004), called ?huuried child? because of pressures of modem life such as : divorce, poverty, illness are forcing them to grow up too soon. Consequence of high presurcs result in high suicide incidence. Based on complexity ofpressurcs, prevention should made. Primary prevention such as Psycho-education very important to put cognitive developmental foundations. One of psycho-education primary prevention is developing resiliency capacity Resiliency is individual dynamic process to develop capacity for facing, overcome, strengthened by, and even be transformed by experiences of adversity to reach positive adaptation. This research use one subject which has high risk characteristic. Before a subject participate, she followed series of examination. Based on the examination, subject has some risk factors such as : death of parents, illness of parents, few adults to monitor children behaviors, less support tram extended family.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Citra Abdini
Abstrak :
Retardasi mental merupakan gangguan fungsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kauflinan & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi diberikan untuk melatih kemampuan yang penting dikuasai anal; seperti bantu diri dan kernarnpuan sosial (Mash & Wolfe, 2005). Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, netardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilakukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa telcnik modifikasi perilaku sangat coook dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan retardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebexsihan pn`badi (Martin dan Pear, 2003). Tugas akhir ini bertujuan untuk melatih anak dengan retardasi mental ringan bCI'l1Si3 4 tahun I bulan, untuk memiliki kewrampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan celana dalam. Teknik modifikasi perilaku yang digunakan dalam pelatihan ini adalah tclmik backward chainin. Backward chaining sesuai tmtuk meningkatkan keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupalcan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek merniliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilalcu (Miltenberger, 2004). Bukti keberhasilan dari pezilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pclatihan selesai dilakukan (Kazdin, 1980). Hasil pelatihan memmjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggtmakan teknik backward chaining, subjek dapat mcnggunakan celana dalam sendixi tanpa bantuan orang lain. ......Mental retardation is a cognitive function disorder which cause a limitation in adaptive behavior and appears during developmental age (Grossman, in Kauffman & I-Iallahan, 1988). The limitation a mentally retarded child possesses is causing them not to be able to develop themselves optimally. In order to be able to develop optimally, such child needs a special treatment. An intervention can be conducted to train several important skills for the child, such as self help and social sldlls (Mash Se Wolfe, 2005). Mental retardation is categorized into 4 categories based on IQ scores, i.e. mild, moderate, severe and profound mental retardation. A self help training for children with mild mental retardation can be done by doing behavior modiiication using learning principles (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Researches showed that behavior modification technique is suitable and can be applied to teach child with mental retardation about self help skill, such as dressing, eating, and personal hygiene (Martin & Pear, 2003). This thesis is written with an objective to train a 4 year-old mild mentally retarded child to possess a self help skill in dressing. Speciticajly, this training is aimed to train the child's ability to put on underwear without other's help. The behavior modification technique which is used to conduct this training is a backward chaining technique. This method is suitable for developing self help skill and often used to teach children with mental retardation to dms properly (Martin & Pear, 2003). Backward chaining itself is a training procedure which often be used when a child has limited ability to do certain things (Miltenberger, 2004). A successfill trained behavior in the early stage of training persists until the whole training process is conducted (Kazdin, 1980). The final training result shows that after completing 24 training sessions using backward chaining technique, the child is able to wear underwear by her ovm without other's help.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulfina Tanjung
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayu Citra Andini
Abstrak :
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan gangguan fungsi kognitif yang mengakibatkan keterbatasan dalam perilaku adaptif dan tampak selama masa perkembangan (Grossman, dalam Kauffman & Hallahan, 1988). Keterbatasan yang dimiliki anak dengan retardasi mental membuat mereka tidak dapat berkembang dengan optimal sehingga perlu mendapatkan penanganan. Intervensi diberikan untuk melatih kemampuan yang penting dikuasai anak, seperti bantu diri dan kemampuan sosial (Mash & Wolfe, 2005). Retardasi mental memiliki 4 kategori berdasarkan skor IQ, yaitu retardasi mental ringan, retardasi mental sedang, retardasi mental berat, dan retardasi mental sangat berat. Pelatihan bantu diri pada anak dengan retardasi mental ringan dapat dilakukan dengan modifikasi perilaku yang menggunakan prinsip belajar (Papalia, Olds & Feldman, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik modifikasi perilaku sangat cocok dan dapat diaplikasikan untuk mengajarkan anak dengan retardasi mental mengenai keterampilan bantu diri seperti berpakaian, makan dan kebersihan pribadi (Martin dan Pear, 2003). Tugas akhir ini bertujuan untuk melatih anak dengan retardasi mental ringan berusia 4 tahun 1 bulan, untuk memiliki keterampilan bantu diri dalam hal berpakaian. Secara khusus, pelatihan ini bertujuan untuk melatih kemampuan subjek untuk menggunakan celana dalam sendiri. Teknik modifikasi perilaku yang digunakan dalam pelatihan ini adalah teknik backward chaining. Backward chaining sesuai untuk meningkatkan keterampilan bantu diri dan seringkali dipakai untuk melatih berpakaian pada anak dengan retardasi mental (Martin & Pear, 2003). Backward chaining merupakan prosedur pelatihan yang biasanya digunakan jika subjek memiliki kemampuan terbatas mengenai suatu perilaku (Miltenberger, 2004). Bukti keberhasilan dari perilaku yang diajarkan pada langkah awal pelatihan masih tetap ada sampai pelatihan selesai dilakukan (Kazdin, 1980). Hasil pelatihan menunjukkan bahwa setelah menjalani 24 sesi pelatihan dengan menggunakan teknik backward chaining, subjek dapat menggunakan celana dalam sendiri tanpa bantuan orang lain.
2007
T38039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinita Ayu Maharani
2010
S3567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salfiana Nurita
Abstrak :
Studi ini menggunakan pendekatan PCIT untuk menurunkan perilaku disruptive pada anak laki-laki usia 7 tahun. Melalui pendekatan PCIT sebagai intervensi dyadic, orang tua (ibu) mendapatkan pengajaran dan pelatihan guna meningkatkan keterampilan untuk menciptakan interaksi ibu dan anak yang lebih hangat dan mendisiplinkan perilaku anak. Studi ini menggunakan desain penelitian singlesubject design. Guna mengevaluasi efektivitas hasil intervensi, peneliti menggunakan DPICS III untuk melihat perkembangan kualitas interaksi ibu dan anak serta Eyberg Childhood Behavior Inventory (ECBI) untuk mengukur penurunan intensitas perilaku disruptive anak. Hasil program intervensi menunjukkan bahwa terdapat perkembangan kualitas interaksi antara ibu dan anak serta adanya penurunan skor ECBI anak. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa penerapan penggunaan pendekatan PCIT efektif untuk menurunkan perilaku disruptive pada anak usia sekolah.
This study used Parent-Child Interaction Therapy approach to decrease disruptive behavior problems on a school aged boy at the age 7 years old. Throughout this dyadic intervention program, parent was taught and coached some specific skills in order to improve their parenting practices so that parent can build more warmth relationship with her child and discipline her child. This study used single-subject design. Efficacy of this intervention program was examined by DPICS-III that used to observe mother-child interaction and Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) that used to measure the level of disruptive behavior. Result showed improvement in the quality of mother-child interaction and a decrease in child behavior problems. PCIT seems to be an efficacious intervention for school aged boy with disruptive behavior problems.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Krisna Dewayuti
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menguji tentang penggunaan intervensi social story untuk meningkatkan perilaku initiation dan joining in pada remaja laki-laki penyandang sindroma asperger, yang berusia 13 tahun. Masalah Keterampilan sosial merupakan karakteristik utama individu dengan sindroma asperger. Pada penelitian ini, anak mengalami defisit dalam perilaku initiation dan joining in. Social story digunakan untuk mengajarkan perilaku-perilaku yang defisit pada anak dengan sindroma autis termasuk asperger. Social story merupakan intervensi yang fokus pada pembelajaran isyarat dan perilaku sosial untuk anak dengan sindroma autis termasuk asperger, agar mereka dapat berinteraksi secara tepat dan sesuai dengan aturan sosial yang berlaku di masyarakat. Perilaku initiation dan joining in meningkat setelah intervensi selesai dilakukan. Hal ini konsisten terjadi saat anak berinteraksi dengan teman baik di rumah maupun di sekolah. Studi ini menambah kajian penelitan yang menggunakan social story untuk meningkatkan keterampilan sosial pada remaja dengan sindroma asperger, khususnya perilaku initiation dan joining in.
ABSTRACT
This research was about using social story to improve social intervention behaviors of initiation and joining in for a teenage boy with asperger’s syndrome who being 13 years old. Deficit in social skills are the major issue of individu with asperger’s syndrome. In this research, the participant is having deficits in behaviors of initiation and joining in. Social story teached deficit behaviors in children with autism (ASD), including asperger’s syndrome. Social story intervention focus on teaching children with ASD including Asperger the social cues and behaviors that they need to know to interact with others in a socially appropriate manners. Behaviors of initiation and joining in improved after intervening done. This results were consistent occurs when the participant of interacting with friends at home and school. This research may add to the literature of study about the using social story intervention to improve social skills for adolescent with asperger’s syndrome, specially in the behaviors of initiation and joining in.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library