Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainal Adhim
"Indonesia sebagai negara berkembang banyak menggunakan pesawat sebagai alat transportasi maupun pertahanan udara. Kegiatan penerbangan oleh berbagai jenis pesawat, khususnya yang bermesin jet, menghasilkan bidding dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan bahaya potensial bagi orang yang berada di sekitarnya.
Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), batas aman pajanan bising tergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Pemerintah melalui Depnaker, di dalam Keppres no 2/1993, mencantumkan penurunan pendengaran sebagai salah satu jenis penyakit akibat kerja. Daerah kerja dengan basil pengukuran di atas 85 dBA merupakan daerah kerja yang menjadi prioritas di dalam program perlindungan pendengaran. Pemerintah Indonesia menentukan nilai ambang bising di dalam KepMenaker no 51/1999 sebesar 85 dBA, dengan waktu kerja selama 8 jam. Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dBA selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
Gangguan pendengaran akibat pajanan bising, sering dijumpai pada pekerja industri penerbangan di negara maju maupun negara berkembang, terutama yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Penelitian tentang tuli akibat bising (TAB) di Indonesia telah banyak dilakukan sejak lama. Survey yang dilakukan Hendarmin pada tahun 1971 di Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta diperoleh adanya gangguan pendengaran pada 50% karyawan, disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB yang dialami karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10 tahun. Adenan melakukan penelitian pada 43 orang penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lebih kurang 500 meter dari ujung landasan Bandara Polonia Medan, dengan lama hunian lebih dari 5 tahun dan rentang usia 20-42 tahun. Dari basil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli sensorineural akibat bising pada penduduk dengan lama tinggal rata-rata 17 tahun dan waktu papar rata-rata 22 jamlhari. Hasil survei kebisingan di Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2003, menunjukkan 23,8 % penerbang TNI Angkatan Udara menderita tuli akibat bising.
Pada penelitian TAB terdahulu, audiometer nada murni digunakan sebagai alat untuk mendeteksi gangguan pendengaran. Hall (2000) menyatakan bahwa audiometer nada murni ini memberikan gambaran abnormal setelah terjadi kerusakan koklea lebih dari 25 %. Karena gangguan pendengaran akibat bising ini bersifat irreversibel dan tidak dapat dilakukan operasi maupun pengobatan, program konservasi pendengaran terutama diagnosis dini sebelum terjadi gangguan pendengaran menjadi sangat penting.
Sejak ditemukan emisi otoakustik (OAE) oleh Kemp, banyak penelitian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea akibat pajanan bising. Dari berbagai penelitian, temyata alat ini mampu mendeteksi kerusakan tersebut yang tidak tampak pada gambaran audiometer nada murni 56 . Lutman. et al, menggunakan OAE untuk memilah (screening) pendengaran pada pasien dengan risiko tinggi terpajan bising. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TEOAE (Transient Evoked Ottoacouslic Emission) and DPOAE (Distorsion Product Otoacoustic Emission) mempunyai sensitivitas dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan audiometer nada murni untuk mendeteksi kelainan koklea.
Audiometer nada murni dapat menilai ambang dengar secara umum tetapi tidak spesifik menunjukkan letak kerusakan. OAE dapat memeriksa fungsi sel rambut luar dari koklea yang mudah mengalami kerusakan bila terpajan bising, tetapi tidak dapat menilai ambang dengar seseorang. Pemeriksaan dengan OAE, dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, mudah, tidak invasif dan obyektif bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiometer nada murni.
Di Indonesia, penelitian mengenai OAE pada gangguan pendengaran akibat terpajan bising belum pernah dilakukan, padahal alat ini mempunyai sejumlah keuntungan sebagai alat deteksi dini kerusakan sel rambut luar koklea. Dalam penelitian ini diperkenalkan OAE sebagai alat untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea pada penerbang yang terpajan bising dengan harapan dapat digunakan secara luas di bidang kesehatan kerja, serta menambah wawasan dan perhatian terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang selama ini belum disosialisasikan secara luas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Yasmina
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T55709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doddy Widodo
"Dari penelitan oleh Suckfull dkk terhadap 52 kasus tuli mendadak yang disertai atau tanpa vertigo, didapatkan peningkatan kadar fibrinogen bila dibandingkan pasien normal. Keartaan ini dapat menyebabkan peningkatan viskositas plasma darah, sehingga terjadi gangguan perfusi ke jaringan, balk oleh karena gangguan aliran darah atau karena keadaan trombosis. Menurut Silverstein dick seperti dikutip Brandt, insiders vertigo pada keadaan hiperviskositas karena polisitemi dapat mencapai 40%. Dan menurut Andrew dick seperti dikutip Brandt melaporkan 3 kasus dengan serangan vertigo yang episodik, secara langsung berhubungan dengan keadaan hiperviskositas.
Masalah Penelitian
Dan kajian di atas, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu :
1. Apakah keadaan hiperkoagulasi dapat mempengaruhi terjadinya vertigo
2. Berapa proporsi percontoh vertigo yang mengalami keadaan hiperkoagulasi
3. Apakah terdapat perbedaan keadaan hemostasis pada orang dengan dan tanpa
vertigo
Tujuan Penatian
1. Tujuan Umum
Peningkatan penatalaksanaan pasien gangguan keseimbangan dengan keadaan hiperkoagulasi
2 Tujuan Khusus
I. Mengetahui prevalensi dan gambaran keadaan hiperkoagulasi di kalangan pasien vertigo di sub bagian neurotologi bagian THT FKUIIRSUPNCM Jakarta
2. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara keadaan hiperkoagulasi dengan resiko terjadinya vertigo."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Henny
"ABSTRAK
Latar belakang. Kebisingan merupakan potensi bahaya yang sering ditemui pada industri hulu migas, dan memerlukan pengendalian yang tepat dengan PKP agar tidak menimbulkan NIHL. Perusahaan hulu migas X menjalankan PKP sejak tahun 2014, namun perubahan STS pada audiometri berkala sebesar 12,7% melebihi acuan dari NIOSH.
Tujuan Penelitian. Untuk menilai penerapan PKP yang dilakukan perusahaan hulu migas X.
Metode penelitian. Menggunakan metode penelitian mixed method, dilakukan scoring pada ke-8 langkah keluaran dan perhitungan perubahan STS yang terjadi. Secara kualitatif membandingkan pelaksanaan tahapan keluaran, proses dan masukan yang diperoleh melalui kontingensi data dengan panduan dari NIOSH.
Hasil penelitian. Dilakukan penilaian dan kategorisasi terhadap 8 langkah pada tahap keluaran, dengan hasil hazard monitoring, evaluasi audiometri dan record keeping dikategorikan cukup, sedangkan pengendalian enjinering dan administratif, APT, edukasi dan motivasi, evaluasi program dan audit dikategorikan kurang. Sehingga hasil penilaian untuk keseluruhan langkah pada tahap keluaran adalah kurang. Hasil pada keluaran ini berkaitan erat dengan proses dan masukan. Hampir keseluruhan proses dilakukan oleh tim pelaksana PKP yang merupakan gabungan dari tim kesehatan dan higiene industri yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan program yang kompleks ini. Dari pihak manajemen, keterbatasan dalam pendanaan, yang utamanya untuk melakukan pengendalian enjinering dan administratif, dimana pendanaan tersebut berkaitan dengan struktur gabungan dua perusahaan serta akan habisnya masa kontrak kerja sama turut memberikan andil pada kegagalan ini.
Kesimpulan. Perubahan STS pada pelaksanaan PKP di perusahaan hulu migas X sebesar 12,7% dikarenakan terdapat kekurangan pada tahapan masukan, proses dan keluaran dibandingkan panduan dari NIOSH, yang diakibatkan keterbatasan dari pihak manajemen serta tim pelaksana PKP.

ABSTRACT
Background. Noise is a potential hazard that is often encountered in the upstream oil and gas industry, and requires proper control with HCP to prevent NIHL. Upstream oil and gas company X has run HCP since 2014, but the STS changes on a periodical audiometry of 12.7% still exceed the reference from NIOSH.
Purpose. To evaluate the implementation of HCP in upstream oil and gas company X.
Method. Using mixed method, scoring the 8 steps of output stage and calculation of STS changes. Qualitatively compares the implementation of the outputs, processes and inputs stages obtained through contingency data, with guidance from NIOSH.
Result. Assessment and categorization of the 8 steps at the output stage, with results: hazard monitoring, audiometric evaluation and record keeping are categorized fair, while engineering and administrative control, hearing protection device, education and motivation, program evaluation and audit are categorized poor. The result for the overall output stage is poor. Outputs results are related to processes and inputs. Almost the whole process is carried out by the HCP team, which is a combination of health section members and industrial hygienists that previously had no experience running this complex program. On the management side, financing constraints, principally for engineering and administrative control, where the funding relates to the combined structure of the two companies and the expiration of the contract period contribute the failure.
Conclusion. STS changes in the implementation of HCP in upstream oil and gas company X amounted to 12.7% due to lack of input stage, process and output compared to guidance from NIOSH, which resulted from limitations of management and HCP implementation team."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zukhrida Ari Fitriani
"Intensitas: bising 85 dB atau lebih menyebabkan kerusakan reseptor Corti. Perusahaan X telah melakukan program konservasi pendengaran untuk mencegah terjadinya noise induced hearing loss (NIHL). Akan tetapi; penurunan pendengaran masih ditemukan. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan perilaku kurang dengan NIHL serta faktor-faktor lain yang berhubungan dengan NIHL pada pekerja Perusahaan X.
Metode: Penelitian kasus kontrol teJah diiakukan pada pekerja laki-laki usia 20 59 tiga kompattemen Perusahaan X. Data didapatkan dari kuesioner dan tes audiometri screening tahun 2010. Odd ratio dan analisis multivariat menggunakan SPSS 17 dilakukan terhadap 62 kasus NIHL dan 62 kontrol.
Hasil: Faktor·faktor seperti perokok sedang berat, I intenshas bising 85-95 dB meningkatkan risiko terjadinya NJHL masing·masing sebesar I 0,73(95%CI 2.85-40.38),5.49), 34(95%C!=0.46·3.89. Penelitian ini tidak bisa mendapatkan hubungan intensitas bislng >95 dB dengan NIHL.
Kesimpulan: Perilaku kurang meningkatkan risiko tetjadinya NIHL di Perusahaan X. Program.

Backgrounds: Noise intensity 85 dB (decibels) or more may damage the Corti receptors. The X Company had conducted hearing conservation program to prevent noise induced hearing loss (PllHL), However, hearing loss still can be found 17Jis study idenlifles the correlation between unsafe behaviors and NIHL also the other foctors related with NIHL among The X Company's workers.
Methods: A case conrrol th1'ee compartments of X Company Data was obtained from questionnaires and scree11ing audiometric test 201(}, Odd ratio and multivariate analysis using SPSS 1 7 had been done to 62 cases N!HL and 62 controls.
Results: Factors such as medium-heavy smokers, unsafe behaviors, light smokers, noise intensity 85-95 dB increase the risk of NIHL by 10.73(95%CJ=2.85-40.38), 4.36(95%Cl=l.70-11.20), 2.23(95%CI=0.91-5.49), I.34(95%CI=0.46-3.89. This study cannol obJain the relation between noise intensity >95 dB and NIHL.
Conclusions: Unsafe behaviors increase the risk of NIHL in X Company. Hearing conservation program need to be improved.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T31643
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Istiati Suraningsih
"Pendahuluan: Gangguan pendengaran pada pekega selain disebahkan oleh bising di tempat kelja juga dapet disebabkan oleh bahan kimia termasuk pelarut organik. Toluen termasuk pelarut organik yang banyak digunakan indnstri seklcr informal alas kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahni prevalensi gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) dan di lakukan peda bulan Januari-Juli 2008.
Metode: Desaill penelitian adalah cross sectional dengan subyek penelitian sebanyak 85 orang pekega alas kaki di Desa Mekarjaya-Ciomas. Pengumpulan data dilakuklm dengan menggunakan kuesinner, pengamatan langsung dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan audiometri di lapangan menggunakan audiometric booth. Data lfngkungan kerja diperoleh dengan melakukan penguktnan kadar toluen menggunakan teknik Gas Chromatography, pengukuran bising menggWlakan Sound Level Meter dan pengukuran ventilasi tempat kerja. Data di anal isis dengan SPSS II .5. Semua variabel dilakukan uji bivariat, variabel dengan nibu p < 0.25, dilakukan uji multivariat rnenggunakan Stata 6.
Hasil: Jenis pelamt organik tertinggi yang terkandung dalarn lem adalah toluen (46.45%). Kadar toluen di tempat kega terendah 0Jl003 ppm dan tertinggi 4.8663 ppm. lntensitas bising tempat kerja dibawah 85 dB. tidak mempWlyai hubungan bermakna dengan terjadinya SNHL. Pada analisis bivariat terdapet empat faktor yang dapat dilakukan analisis multivariat yaitu: Umur, kadar toluen, mobilitas dan kegiatan lain. Dari faktur-faktor tersebut, faktor yang dvminan mempunyai hubungan dengan kejadian SNHL adalah kadar toluen (OR5.87 dan Cl = 1.739 - 19.834) hal ini menunjukkan bahwa responden yang terpajan toluen dengan kadar lebih besar dari 0.22 ppm (walaupun dibawah NAB) mempunyai risiko menferita SNHL hampir enam kali lebih besar dibandingkan responden dengan pajanan toulen di bawah 0.22 ppm.

Introduction: Hearing defect of worker can be caused by chemical. included solvent. Toluene is one of organic solvent were often use in industry, especially in footwear industry. The objective of this study was to examine prevalence on sensorineural hearing loss (SNHL).This study was conducted in Januari to July 2008.
Method: Design of research was cross sectional involving 85 workers in village Mekarjaya-Ciomas. Data coUectiun was made using by questioner. observation and examination on workplace applying audiometric booth. Environment data of toluen exposure was collected and measured through Gas Chromatography, noise level was measured using Sound Level Meter and ventilation was also measured. SPSS version 11.5 was used for data analysis. Subsequently, bivariate analysis was selected to examine data, variables of value p < 0.25 were chosen for multivariate analysis using state 6.
Results: The highest organic solvent content is toluene within glue (46.45%). Measurement on toluent in workplace at lowest level was 0.0003 ppm and was 4.&663 ppm at the highest. Noise intensity at workplace was under 85 dB, and has no significance on SNHL. Resu1t of bivariate analysis there are four factors used for multivariate analysis such as age. solvent level, mobility and other activities. Out of these factors a dominant to SNHL were to1uen level (OR = 5.87 and Cl =1.739- 19.&34), this showed that respondent with higher than 0.22 ppm (although under NAB) has a higher risk on SNHL up to six timer greater than the respondent of toulen lower than 0.22.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T31662
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Maria Puji Lestari
"Latar Belakang: Tahun pertama tahap pendidikan merupakan fase yang cukup berat bagi mahasiswa kedokteran. Seleksi mahasiswa menjadi tugas yang sulit dalam menyaring calon mahasiswa yang diprediksi dapat optimal mengikuti proses pendidikan sejak tahun pertama hingga tahap akhir pendidikan. Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati (FK UNIMAL) melaksanakan ujian tulis sebagai seleksi mahasiswa. FK UNIMAL melakukan pemeriksaan psikologi (instrumen SPM) sebagai tambahan (data formatif) setelah mahasiswa diterima untuk mengetahui potensi mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil seleksi ujian tulis dan hasil pemeriksaan psikologi mahasiswa dapat menjadi prediktor performa mahasiswa FK UNIMAL angkatan 2013 pada tahun pertama.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif menggunakan data seluruh mahasiswa FK UNIMAL angkatan 2013 (total sampling). Data terdiri atas hasil seleksi ujian tulis, hasil pemeriksaan psikologi (instrumen SPM), dan performa mahasiswa tahun pertama (Indeks Prestasi /IP semester 1, IP semester 2 dan IP Kumulatif /IPK tahun pertama). Data yang diperoleh di analisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji komparatif Mann-Whitney dan uji korelasi Spearman.
Hasil: Data yang diperoleh secara lengkap sejumlah 431. Terdapat hubungan dengan korelasi yang lemah antara hasil seleksi ujian tulis dengan IPK tahun pertama (r=0.100, p=0.039) dan dengan IP semester 1 (r=0.122, p=0.011). Terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan psikologi (instrumen SPM) dengan seluruh performa mahasiswa pada tahun pertama (p<0.001). Terdapat hubungan antara asal sekolah dengan IPK tahun pertama (p=0.017). Terdapat hubungan antara jenis kelamin dan asal sekolah dengan IP semester 2 (p<0.05).
Kesimpulan: Hasil pemeriksaan psikologi (instrumen SPM) merupakan prediktor positif terhadap seluruh performa mahasiswa FK UNIMAL angkatan 2013 pada tahun pertama. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui hubungannya dengan performa mahasiswa pada tahap pendidikan tahun berikutnya hingga menjadi dokter.

Background: The first year of medical education is a difficult phase for medical students. Student selection is a difficult task to screen candidates that are predicted to be able optimally to follow the educational process from the first year until the final stage of education. Faculty of Medicine, University of Malahayati (FK Unimal) has implemented a written entry test as student selection. FK Unimal also implemented psychological test using standard progressive matrics (SPM) instruments as a supplement (formative data) to the students who are accepted, to determine the potential of students. This study aims to determine wether the result of the written selection test and the psychology test can be a predictor for the performance of first year medical students batch 2013of Malahayati University.
Method: This study is a retrospective cohort study using data of all students of FK Unimal batch 2013 (total sampling). The data consists of the written test selection results, psychology test results (SPM instruments), and first year medical student performance (gradepoint index, or Indeks Prestasi/IP of semester 1, IP of semester 2, and a first-year grade-point average/IPK). The data obtained are analyzed using univariate and bivariate analysis using the Mann-Whitney comparative test and Spearman correlation test.
Result: The complete data are obtained from 431 students. There is weak correlation between the written test selection results with the first-year IPK (r=0,100, p=0,039) and with IP of semester 1 (r = 0.122, p = 0.011). Correlation is also seen between the psychology test results (SPM instruments) with the whole performance of students in the first year (p <0.001). There is correlation between school origin with the first-year IPK (p = 0.048). Correlation is also seen between gender and school origin with IP on semester 2 (p <0.05).
Conclusion: The psychology test results are positive predictor of first year medical student performance FK Unimal batch 2013. Further study is required to determine the correlation with medical student performance in the following years until graduation as a doctor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Reza
"Diperkirakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia terdapat 1.1 juta orang usia muda berada dalam risiko gangguan pendengaran terkait pajanan bising dari kegiatan hiburan, termasuk bermain drum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah bergumam dapat melindungi telinga pada penabuh drum sehingga tidak didapatkan atau lebih sedikit perubahan nilai signal-to-noise ratio SNR , dibandingkan dengan penabuh drum yang tidak bergumam pada saat bermain drum. Penelitian dengan disain pre-post eksperimental dilakukan di komunitas penabuh drum di Depok, Jawa Barat dari bulan November 2017 sampai bulan Mei 2018.Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik, pemberian APD berupa earplug, dan memberikan intervensi bermain drum dengan cara bergumam pada satu kelompok. Analisis data dengan program statistik SPSS Statistics 20.0. Sebanyak sepuluh subyek penabuh drum, terdiri dari empat orang pada kelompok kontrol dan enam orang pada kelompok intervensi, dilakukan analisis untuk mengukur SNR signal to noise ratio sebelum dan sesudah pajanan bising dengan bermain drum pada kedua kelompok tersebut. Didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna perubahan SNR sebelum dan sesudah pajanan di kedua telinga pada kedua kelompok tersebut. Intervensi bergumam untuk membangkitkan refleks Stapedius belum terbukti dapat memberikan perlindungan pendengaran pada subyek penelitian. Pemakaian APD berupa earplug tanpa / disertai dengan bergumam, diperkirakan dapat melindungi pendengaran dari penurunan SNR.
World Health Organization estimated about 1.1 million young adults are in risk of hearing impairment due to music entertainment. Drummer as well as others percussion musician have risk of hearing impairment.This study is to identificate if humming can prevent or make smaller signal to noise ratio SNR degradation on drummer compare to the drummer who does not hum while drumming. Pre Post Experimental was conducted to a Drummer Community in Depok, West Java from November 2017 until May 2018 using consecutive sampling. All subjects underwent interview, physical examination, using earplug to the both group and humming intervention for one of the groups. Analysis was done using SPSS Statistics 20.0. Ten subjects are included in this research consist of four peoples in control group and six peoples in intervention group, signal to noise ratio SNR was measured before and after noise exposure with drumming on both groups. The result was there is no significant association of SNR on both groups in before and after exposure. There is no significant association of SNR on both groups in before and after exposure. There is no significant difference of SNR after exposure in both groups."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Sabila
"Latar Belakang. Pekerja call center dituntut untuk memiliki fungsi psikomotor kognitif yang konstan, yaitu dalam bentuk atensi dan konsentrasi. Penurunan atensi dan konsentrasi dapat terjadi pada pekerja call center shift malam. Penelitian ini bertujuan untuk menilai fungsi psikomotor kognitif yang diukur dengan perubahan simple auditory reaction time selama periode kerja shift malam dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode. Studi longitudinal dengan pengukuran simple auditory reaction time berulang pada pukul 8pm, 12am, 4am, dan 8am menggunakan alat L77 Lakassidaya. Penelitian dilakukan di call center PT X, dengan besar sampel 55 orang. Pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling. Kuesioner karakteristik subjek digunakan untuk mengetahui variabel jenis kelamin, usia, lama bekerja, status pernikahan, waktu tidur sebelum bekerja, jenis aktivitas fisik, merokok, dan minum kopi dan/atau minuman berenergi. Hasil. Terdapat perubahan auditory reaction time yang signifikan antara pukul 8pm, 12am, 4am, dan 8am (p=0,001). Pemanjangan auditory reaction time yang signifikan terjadi sejak pukul 12am (p=0,003). Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor minum kopi dan/atau minuman berenergi dengan pemanjangan auditory reaction time hubungan yang bermakna antara variabel karakteristik subjek lainnya dengan pemanjangan auditory reaction time. Kesimpulan. Terjadi pemanjangan auditory reaction time pada pekerja call center shift malam. Pemanjangan auditory reaction time yang signifikan terjadi sejak pukul 12am, dengan waktu reaksi terpanjang adalah pada pukul 8am. Pemanjangan auditory reaction time yang lebih sedikit didapatkan pada subjek yang minum kopi dan/atau minuman berenergi sebelum bekerja shift malam dibandingkan dengan yang tidak.

Background. Call center workers are obliged to have constant psychomotor cognitive function at all time in the form of atention and concentration. Decreased of atention and concentration level could happen in call center worker working night shift. The aim of this study is to assess psychomotor cognitive function which is representated by simple auditory reaction time change during night shift period and to assess its related factors. This is a longitudinal study with repeated simple auditory reaction time measurement at 8pm, 12am, 4am, and 8am by using L77 Lakassidaya tool. This study was conducted at PT X, with sample size of 55 persons. Participants were chosen by purposive sampling. Participant characteristic questionnaire is used to obtain data of variable sex, age, years of work, marital status, sleeping hour before working night shift, intensity of physical activity, smoking, and drinking coffee and/or drinking energy beverages. Result. There is significant change of simple auditory reaction time measured at 8pm, 12am, 4am, and 8am (p=0,001). Significant elongation of auditory reaction time is detected since 12am (p=0,003). There is significant relationship between drinking coffee and/or drinking energy beverages and elongation of auditory reaction time (p=0,048). No significant relationship between other participant characteristic variables and elongation of auditory reaction time. There is elongation of auditory reaction time in call center workers working night shift. Significant elongation of auditory reaction time was detected since 12am, with the longest auditory reaction time measured was at 8am. Shorter elongation of auditory reaction time was found in subjects who drank coffee and/or drinking energy beverages before night shift compared to those who did not."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>