Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azka Naufal Irvyant
"Pulau Ambon termasuk dari salah satu pulau yang berada di Kepulauan Maluku dan secara fisiografis merupakan bagian dari Busur Banda yang memiliki kompleksitas tektonik akibat pertemuan tiga lempeng aktif. Akibatnya Pulau Ambon juga memiliki kondisi geologi regional yang menunjukkan banyaknya jenis batuan beku. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik geokimia batuan serta kandungan unsur logam tanah jarang yang terdapat pada batuan tersebut. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis petrografi dan analisis XRF (X-Ray Fluoresence). Berdasarkan data petrografi dan geokimia dari 10 sampel batuan, digunakan batuan beku yang tersebar di Pulau Ambon pada tiga jenis yang dominan, yaitu batuan peridotit, batuan ambonit, dan batuan granitoid. Batuan peridotit Ambon terdiri atas lherzolit yang didominasi oleh mineral olivin dan piroksen serta terdapat ubahan mineral menjadi serpentin. Batuan peridotit termasuk seri magma basal tholeiitik dengan lingkungan tektonik island arc. Batuan ambonit terdiri atas dasit yang didominasi oleh mineral plagioklas, kuarsa, dan hornblenda, serta dicirikan terdapat kordierit. Batuan ambonit termasuk seri magma calc-alkaline dengan lingkungan tektonik continental arc. Batuan granitoid terdiri atas syenogranit yang didominasi oleh mineral kuarsa, plagioklas, dan alkali feldspar serta terdapat mineral pembawa LTJ berupa apatit, monasit, dan zirkon. Batuan granitoid Ambon termasuk seri magma calc-alkaline dengan lingkungan tektonik continental arc. Hasil data XRF menunjukkan bahwa terdapat kandungan unsur logam tanah jarang pada sampel batuan beku Pulau Ambon berupa yttrium (Y), europium (Eu), praseodymium (Pr), dan ytterbium (Yb). Unsur LTJ ini dapat dikaitkan dengan karakteristik geokimia batuan untuk menentukan lingkungan tektoniknya.

Ambon Island is one of the islands located in the Maluku Islands and physiographically, it is part of the Banda Arc, which has a complex tectonic setting due to the convergence of three active plates. Consequently, Ambon Island also has a regional geological condition that exhibits a variety of igneous rocks. This study was conducted to determine the geochemical characteristics of the rocks and the content of rare earth elements in these rocks. The methods used for this research include petrographic analysis and XRF (X-Ray Fluorescence) analysis. Based on petrographic and geochemical data from 10 rock samples, igneous rocks distributed on Ambon Island are classified into three types: peridotite, ambonite, and granitoid. Ambon peridotite consists of lherzolite, which is dominated by olivine and pyroxene minerals, with some alteration to serpentine. Ambon peridotite rocks are part of the tholeiitic basalt magma series with an island arc tectonic setting. Ambonite rocks consist of dacite, dominated by plagioclase, quartz, and hornblende minerals, and are characterized by the presence of cordierite. Ambonite is part of the calc-alkaline magma series with a continental arc tectonic setting. Granitoid rocks consist of syenogranite dominated by quartz, plagioclase, and alkali feldspar, and contain rare earth element-bearing minerals such as apatite, monazite, and zircon. Granitoid rocks in Ambon belong to the calc-alkaline magma series with a continental arc tectonic setting. XRF data indicate that the igneous rock samples from Ambon Island contain rare earth elements such as yttrium (Y), europium (Eu), praseodymium (Pr), and ytterbium (Yb). These rare earth elements can be associated with the geochemical characteristics of the rocks to determine their tectonic environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Ariana
"Dengan meningkatnya pengguna kendaraan listrik, kini ada permintaan yang lebih tinggi untuk logam seperti nikel dan kobalt yang sebagian besar ditemukan di katoda baterai. Laterit, yang umum di daerah tropis, menyediakan sumber daya utama untuk logam-logam ini. Meskipun demikian, mengekstrak dan memisahkannya dengan cara yang efektif masih merupakan tantangan. Oleh karena itu, penelitian ini mempelajari pelindian bijih laterit pre-roasted dan pemurniannya melalui ekstraksi pelarut. Rangkaian tahapan dimulai dari pelindian menggunakan H2SO4, diikuti oleh pengaturan pH dan pemisahan selektif menggunakan Cyanex 272. Pelindian dilakukan pada suhu 50°C, 70°C, dan 90°C untuk mengamati pengaruh suhu terhadap kelarutan nikel dan kobalt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarutan nikel meningkat dari 11,70% pada 50°C menjadi 17,80% pada 70°C, dan 33,30% pada 90°C. Terlepas dari itu, efisiensi pelindian mungkin telah dibatasi oleh terperangkapnya nikel dan kobalt dalam mineral silikat, yaitu antigorit. Untuk meminimalkan gangguan besi dalam ekstraksi pelarut, pH disesuaikan menjadi 4,5 menggunakan NH4OH, yang berhasil mengendapkan besi, dan mampu menurunkan kandungan besi hingga 94,27%. Kobalt dipindahkan secara selektif ke fasa organik menggunakan Cyanex 272 dan dilanjutkan dengan proses stripping. Namun, hasil stripping menunjukkan kobalt tidak terdeteksi dalam fasa aqueous. Hal tersebut menandakan bahwa kondisi stripping tidak cukup kuat untuk membalikkan kesetimbangan ekstraksi. Hal ini menyoroti perlunya pengoptimalan yang tepat dari tahap stripping untuk memastikan pemulihan kobalt yang efisien.

With the increasing use of electric vehicles, there is now a higher demand for metals such as nickel and cobalt which are mostly found in battery cathodes. Laterite, which is common in tropical regions, provides a major resource for these metals. However, extracting and separating them effectively remains a challenge. Therefore, this study investigated the leaching of pre-roasted laterite ore and its purification through solvent extraction. The series of steps started with leaching using H2SO4, followed by pH conditioning and selective separation using Cyanex 272. Leaching was carried out at temperatures of 50°C, 70°C, and 90°C to observe the effect of temperature on the solubility of nickel and cobalt. The results showed that the nickel solubility increased from 11.70% at 50°C to 17.80% at 70°C, and 33.30% at 90°C. Despite this, the leaching efficiency may have been limited by the entrapment of nickel and cobalt in the silicate mineral, namely antigorite. To minimize the interference of iron in the solvent extraction, the pH was adjusted to 4.5 using NH4OH, which successfully precipitated the iron, reducing the iron content to 94.27%. Cobalt was selectively transferred to the organic phase using Cyanex 272 followed by the stripping process. Nonetheless, the stripping results showed that cobalt was not detected in the aqueous phase. This indicates that the stripping conditions were not strong enough to reverse the extraction equilibrium. This highlights the need for proper optimization of the stripping step to ensure efficient cobalt recovery."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library