Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Paramitha Khaeronisyah
"Meluasnya Kpop terjadi karena adanya sistem yang dijalankan oleh berbagai pihak, seperti perusahaan agensi, pemerintah Korea, idol Kpop, media digital platform, penggemar internasional, hingga berbagai perusahaan produk. Tulisan ini mengurai hubungan antara tiga aktor dalam industri Kpop, yaitu perusahaan agensi, idol Kpop, dan penggemar di Indonesia sebagai penggemar internasional dalam sebuah mode produksi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka melalui mengumpulkan berbagai literatur yang bersinggungan dengan tema serupa. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bentuk eksploitasi yang dilakukan terhadap idol Kpop. Eksploitasi yang dilakukan terhadap idol Kpop membuat adanya keterasingan dalam diri mereka. Penelitian ini juga menganalisis bagaimana free labor dilakukan oleh penggemar di Indonesia dengan menggunakan media digital yang turut melanggengkan industri Kpop. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa industri Kpop terdapat hubungan yang ditata dalam sebuah keintiman sehingga bentuk eksploitasi yang dilakukan tersamarkan.
The spread of Kpop is due to a system that is run by various parties, such as agency companies, the Korean government, Kpop idols, digital media, international fans, and various product companies. This paper describes the relationship between three actors in Kpop industry, that is agency companies, Kpop idols, and Indonesian fans as international fans in a production mode. This research used literature review through the collection of various literatures that intersect with similar themes. The purpose of this study is to analyze the forms of exploitation committed against Kpop idols. The exploitation of Kpop idols creates alienation within them. This study also analyzes how free labor is carried out by fans in Indonesia by using a digital platform that helps perpetuate the Kpop industry. The results of this study indicate that the Kpop industry has a relationship that is arranged in an intimacy so that the forms of exploitation are disguised."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Sheila Octaviana
"Skripsi ini membahas tentang batas-batas sosial yang ada di Desa Binjai. Desa Binjai adalah sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Di Dalam desa ini terdapat perusahaan yang memproduksi kelapa sawit yakni, PTP Nusantara XIII (Persero). Hadirnya perusahaan dan datangnya para pekerja di perusahaan merubah demografi kelompok etnis dan memperkenalkan pola-pola relasi sosial yang baru di Desa Binjai. Desa Binjai terdiri dari etnis Dayak, Melayu, Batak dan Jawa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode obeservasi partisipsi dan wawancara.
Penataan ruang sosial yang dibawa oleh perusahaan memiliki pengaruh terhadap pola interaksi yang berada di masyarakat. Masyarakat mempunyai batas-batas sosial tersendiri untuk berinteraksi di arena-arena sosial dalam desa oleh berbagai macam streotip yang terbangun diantara mereka. Pada dasarnya, munculnya sebuah stereotip adalah suatu hal yang biasa disebuah desa, namun dalam hal ini perusahaan bertindak demi kepentingan efisiensi produksi yang sering tidak disadari oleh perusahaan yang dapat berpengaruh pada batas-batas budaya yang ada di masyarakat Desa Binjai.
This thesis discuss about the social boundaries that exist in the village of Binjai. Binjai village located at the Tayan Hulu Sub-District, Sanggau District, West Kalimantan. Inside the village there are companies that produce palm oil, The PTP Nusantara Xiii (Persero). The presence of the company and the aririval of the workers in the company to change the demography of ethnic groups and patterns introducing new social relation in the village of Binjai. Binjai Village consists of ethnic Dayak, Malay, Batak, and Javanese.This study is a qualitative study, using the method of participatory observation and interviews. Arrangement of social space carried by the company have an influence on patterns of interaction in the community. People has its own social boundaries to interact in the social arenas in the village by various stereotype that woke them. Basically, the emergence of inter-etnic stereotype in a village is a fairly common, but in this casethe company is acted in the interest of production efficiency that is often not realized by the company that may affect the cultural boundaries that exist in people of Binjai Village."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Nurfina
"Skripsi ini menggambarkan tentang sekelompok muslimah yang tergabung dalam komunitas bernama Hijabers Community di Jakarta yang memiliki suatu usaha proaktif untuk memperkenalkan wajah baru dari jilbab. Ketertarikan dalam dunia fashion yang melatarbelakangi para pendiri Hijabers Community menjadi modal kuat untuk memperkenalkan jilbab yang lebih ramah kepada muslimah. Jilbab yang dahulu lekat dengan kesan konservatif dan monoton, kini berubah menjadi lebih modern karena sentuhan fashion. Hijabers Community ingin menunjukkan bahwa jilbab tidak membatasi muslimah untuk dapat tampil bergaya.
Seiring hadirnya Hijabers Community, produk-produk islami khususnya jilbab dan busana muslim menjadi komoditi utama yang dicari oleh banyak muslimah muda. Hal ini membuat pilihan atas berbusana muslim menjadi tidak terbatas. Jilbab tidak lagi terbatas sebagai pakaian takwa tetapi sudah mengalami komodifikasi karena memiliki nilai tukar yang lebih banyak dibandingkan nilai fungsinya. Jilbab yang mulai merambah ke dunia fashion terus mengalami pembaharuan sehingga berdampak pada aktivitas konsumsi jilbab modern ini semakin meningkat di kalangan muslimah muda. Gaya jilbab dan berbusana muslim yang diperkenalkan oleh Hijabers Community semakin banyak diadopsi oleh muslimah muda karena secara bersamaan mereka dapat menjadi muslimah yang modern namun tetap berada dalam pakem agama Islam.
Sisi modernitas muslimah tidak hanya diperlihatkan melalui gaya berbusana muslim yang berbeda, tetapi juga melalui usaha mereka dengan tidak menutup diri dari kemajuan teknologi informasi. Dunia Islam yang dibawakan oleh Hijabers Community sesungguhnya tidak berdiri sendiri. Strategi fashion yang mereka lakukan turut dipengaruhi oleh budaya negara di luar Indonesia. Kemajuan teknologi informasi menjadi salah satu media yang membuat Hijabers Community menjadi lebih dikenal di masyarakat. Oleh karena itu, Hijabers Community berada dalam dunia yang dipengaruhi oleh budaya lokal yaitu Indonesia, fashion sebagai budaya global dan Islam atau disebut dunia hybrid. Hijabers Community ingin menunjukkan bahwa muslimah Indonesia adalah muslimah yang modern namun tetap menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mereka.
This thesis is made to describe a group of muslim women in Jakarta who unite in a community called Hijabers Community whose members proactively introduce new style of hijab. Strong interest in fashion influenced the founders of Hijabers Community to introduce hijab which are more friendly and flexible to the muslim women. Hijab used to be known as something that is conservative and monotonous. Now, it has transformed into something that is modern due to some fashion touch. Hijabers Community wants to show that hijab is not going to limit muslim women to dress in style.In line with the Hijabers Community existence, more young muslim women are now looking for muslim-related products that have become main commodities such as hijab and clothes. This has made choices to wear muslim clothes limitless. Hijab is no longer a clothe symbolizes piety but it has undergone commodification as it has more value of changes compared to its function. Hijab has also penetrated the fashion arena and it continues to produce new style, impacting the consumption of modern hijab among young muslim women. More and more muslim women adopt hijab and dress style introduced by the Hijabers Community as it allows them to go with the fashion without disobeying the Islamic principles.The modern side of this young women is not only seen from different style of dress that they show, but also in their efforts in keeping their minds open to information technology. The world of Islam that is brought by the Hijabers Community is not standing alone. Their fashion strategy is influenced by cultures outside the country. Development in information technology sector has made the Hijabers Community famous among the society. Thus, Hijabers Community stands within local culture as well as global fashion and Islam that is called hybrid. Hijabers Community wants to show that Indonesian muslim women are modern and keep Islam as their way of lives."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47398
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sindhunata
"Pada awal tahun 2012 sebuah gerakan masyarakat sipil bernama #IndonesiaTanpaFPI menuntut negara untuk membubarkan sebuah ormas Islam fundamentalis bernama FPI (Front Pembela Islam) karena tindak kekerasan yang dilakukan oleh ormas tersebut kepada kaum Islam minoritas. #IndonesiaTanpaFPI sangat mengandalkan penggunaan situs sosial media untuk mengorganisir gerakannya, sehingga sebuah gerakan balasan yang muncul dari kalangan Islam pro-FPI pun dimulai dari Twitter; gerakan tersebut bernama #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan balasan ini percaya bahwa #IndonesiaTanpaFPI sebenarnya adalah gerakan yang diorganisir oleh kaum Jaringan Islam Liberal (JIL), sentimen ideologi yang sebelumnya sudah terakumulasi bertahun-tahun karena pemikiran JIL yang dianggap kontroversial akhirnya terjewantah dalam #IndonesiaTanpaJIL. Sejak saat itu, #IndonesiaTanpaJIL dan JIL terus bertikai secara diskursif di dalam Twitter. Skripsi ini berkonsentrasi kepada pembentukan dua publik religius yang semata-mata dikonstitusi oleh tiap diskursusnya lewat topik diskursif yang terkait dengan kaum minoritas Islam tertindas, yaitu: Ahmadiyah, Syiah, dan Rohingya. Lewat interpretasi teks dan penelusuran lapangan skripsi ini telah mengidentifikasi berbagai titik temu diskursif antara ITJ dan JIL. Kedua publik religius menggunakan berbagai topik diskursif yang mereka anggap menarik semata-mata untuk menarik perhatian audiens, karena dalam konteks perang pemikiran banyaknya dukungan audiens adalah hal yang paling penting untuk melambungkan diskursusnya ke domain hegemoni. Skripsi ini menunjukkan bagaimana logika modernitas yang terobsesi pada tatanan ideal adalah faktor yang dapat menjelaskan budaya eksklusif pada arena sosial yang sejatinya inklusif.;Pada awal tahun 2012 sebuah gerakan masyarakat sipil bernama #IndonesiaTanpaFPI menuntut negara untuk membubarkan sebuah ormas Islam fundamentalis bernama FPI (Front Pembela Islam) karena tindak kekerasan yang dilakukan oleh ormas tersebut kepada kaum Islam minoritas. #IndonesiaTanpaFPI sangat mengandalkan penggunaan situs sosial media untuk mengorganisir gerakannya, sehingga sebuah gerakan balasan yang muncul dari kalangan Islam pro-FPI pun dimulai dari Twitter; gerakan tersebut bernama #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan balasan ini percaya bahwa #IndonesiaTanpaFPI sebenarnya adalah gerakan yang diorganisir oleh kaum Jaringan Islam Liberal (JIL), sentimen ideologi yang sebelumnya sudah terakumulasi bertahun-tahun karena pemikiran JIL yang dianggap kontroversial akhirnya terjewantah dalam #IndonesiaTanpaJIL. Sejak saat itu, #IndonesiaTanpaJIL dan JIL terus bertikai secara diskursif di dalam Twitter. Skripsi ini berkonsentrasi kepada pembentukan dua publik religius yang semata-mata dikonstitusi oleh tiap diskursusnya lewat topik diskursif yang terkait dengan kaum minoritas Islam tertindas, yaitu: Ahmadiyah, Syiah, dan Rohingya. Lewat interpretasi teks dan penelusuran lapangan skripsi ini telah mengidentifikasi berbagai titik temu diskursif antara ITJ dan JIL. Kedua publik religius menggunakan berbagai topik diskursif yang mereka anggap menarik semata-mata untuk menarik perhatian audiens, karena dalam konteks perang pemikiran banyaknya dukungan audiens adalah hal yang paling penting untuk melambungkan diskursusnya ke domain hegemoni. Skripsi ini menunjukkan bagaimana logika modernitas yang terobsesi pada tatanan ideal adalah faktor yang dapat menjelaskan budaya eksklusif pada arena sosial yang sejatinya inklusif.
In early 2012, a civil-initiated movement called #IndonesiaTanpaFPI urged the government to disband an Islamic fundamentalist group called FPI (Front Pembela Islam) because of the violence to Islamic minority group that FPI had done earlier. #IndonesiaTanpaFPI heavily relied upon Twitter in organizing their movement, so when a counter-movement from the pro-FPI emerged, it was on Twitter as well; the counter-movement called themselves #IndonesiaTanpaJIL. This counter-movement believes that #IndonesiaTanpaFPI was actually initiated and organized by Jaringan Islam Liberal (JIL), the long accumulated negative ideological sentiment towards JIL then finally manifested in #IndonesiaTanpaJIL. Since then, #IndonesiaTanpaJIL and JIL have been fighting discursively on Twitter. This undergraduate thesis concentrates on the formation of two religious publics constituted solely by their discourses articulation, particularly topic related to suppressed Islamic minority groups; those are: Ahmadiyah, Syiah, and Rohingya. Through tweets interpretation and fieldwork, this undergraduate thesis has identified various discourse nexuses between ITJ and JIL. Both of the religious publics articulate interesting or controversial discourses on Twitter just to grasp the audience’s attention, because in the context of ideological war the number of support is the only important thing to toss their discourses to hegemonic domain. Furthermore, this undergraduate thesis shows how the logic of modernity with its obsession to ideal order is a factor that can explain the culture of exclusivity inside a social arena that was designed for inclusivity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library