Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah S. Koesdinar
"Wang Jingwei adalah salah satu tokoh sayap kiri dalam Partai Nasionalis Cina, Guomindang. Ia berambisi untuk menjadikan Cina sebagai negara republik. Hubungannya dengan Sun Zhongshan yang merupakan rekan dekat dalam perjuangan menggulingkan pemerintahan Gina (dinasti Qing) mempengaruhi pemikirannya. Setelah Sun meninggal, ia mulai bersaing dan juga menjalin kerja sama dengan Jiang Jieshi. Ketika perang Cina-Jepang berlangsung, Wang membelot dari pemerintahan Jiang ke Jepang_ Ia akhirnya dicap sebagai pengkhianat atas keterlibatannya dengan Jepang dalam perang tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S12863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Ichsan Arifin
"Pemikiran militer Mao Zedong dan peranannya dalam Tentara Pembebasan Rakyat. Di bawah bimbingan Dr. A. Dahana , Fakultas Sastra Universitas Indonesia , 1997. Sejak masa dinasti, peran dan kehadiran militer dalam perjalanan sejarah bangsa Cina sangat penting. Pergantian antara dinasti yang satu ke dinasti berikutnya selalu ditandai dengan adanya pemberontakan bersenjata kaum tani terhadap dinasti penguasa yang dianggap telah kehilangan 'mandat clan langit' (Tianming). Hal tersebut dapat dikatakan sebagai cikal bakal militer di Cina.
Jika pada masa Cina klasik terdapat pemikiran militer Sun Zi yang sangat terkenal, maka pada masa Cina kontemporer terdapat pemikiran militer Mao Zedong. Mao terkenal dengan konsep Perang Rakyat-nya sebagai doktrin rniliter. Doktrin tersebut telah menjadi suatu landasan kebijaksanaan militer Cina selama puluhan tahun. Pemikirannya tersebut dipengaruhi oleh dua sumber utama yaitu pemikiran Cina klasik dan Marxisme-Leninisme.
Dalam pernikirannya, Mao sangat memperhatikan keseimbangan antara unsur 'merah' dan 'ahli' namun pada pelaksanaannya justru terdapat penekanan dalam hal 'manusia yang mengungguli mesin' sehingga unsur keahlian dan modemisasi militer agak terabaikan. Perselisihan antara unsur 'merah' dan 'ahli' tersebut selalu mewarnai kemelut kepemimpinan di Cina dan mencapai puncaknya pada saat pecahnya Revolusi Besar Kebudayaan Proletariat (Wenhua da Geming) di tahun 1966."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S13057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman
"ABSTRAK
Arief Budiman. Cina dan Kamboja : Tinjauan umum mengenai kepentingan dan Sikap Cina Terhadap Masalah Kamboja (1978-1982). Skripsi. (di bawah bimbingan Dr. A Dahana dan Priyanto Wibowo, SS). Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1996. Masalah Kamboja dalam konteks ini adalah kehadiran Vietnam di Kamboja pada tahun 1979 yang diawali oleh penyerbuan besar-besaran oleh sekitar 150.000 orang tentara Vietnam ke Kamboja pada akhir tahun 1978. Tujuan. dari penyerbuan ini adalah untuk menggulingkan pemerintahan komunis Pal Pot yang anti-Vietnam dukungan Cina, dan kemudian menempatkan Heng Samrin yang pro-Vietnam sebagai gantinya. Bagi Cina, keterlibatannya di dalam masalah Kamboja ini lebih dipengaruhi oleh persepsinya akan ancaman yang datang dari Uni Soviet melalui dukungannya kepada Vietnam. Cina menganggap Soviet berusaha mengepungnya dari selatan dengan cara menempatkan wilayah Indocina sebagai daerah pengaruhnya, dan kemungkinan akan meluas ke wilayah ASEAN. Untuk menghadapi tekanan ini Cina yang saat itu juga sedang mengalami konflik perbatasan dengan Vietnam, menggunakan strategi tekanan militer langsung ke Vietnam dan memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok perlawanan Kamboja anti-Vietnam. Strategi ini dikombinasikan Cina dengan mengadakan pendekatan-pendekatan diplomatis kepada ASEAN sehingga berhasil terbentuk Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja pada tahun 1482 berupa penggabungan tiga kelompok perlawanan Kamboja anti Vietnam, dengan para pemimpinnya yaitu Pangeran Sihanouk, Son Sann, dan Pal Pot

"
1996
S12835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri I. Budiyanto
"Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian dari kebijaksanaan modernisasi Cina pada saat ini. Kebijaksanaan modernisasi Cina diharapkan dapat membentuk Cina sebagai negara yang kuat dan modern. Kebijaksanaan ini diambil juga untuk memperbaiki sistem ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Mao Cina sebenarnya telah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi sangat dipengaruhi oleh keputusan politik dari pemerintah Cina."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S13029
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermin Leonny
"ABSTRAK
Sejak masa kanak-kanak, hidup Jiang Qing tidak bahagia. Ayahnya yang kejam dan sering berbuat sewenang-wenang terhadap ibunya, telah membuat Jiang Qing bertekad tidak akan menjadi wanita yang lemah seperti ibunya. Ia tumbuh menjadi seorang wanita yang pantang menyerah,pendendam, dan ambisius. Pernikahannyadengan Mao Zedong telah membuka jalan bagi Jiang-Qing untukmenunjukkan kekuasaannya. Revolusi Kebudayaan yang dilancarkan Mao untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya pada akhirnya dijadikan alat oleh Jiang Qing untuk membalaskan dendam pribadinya terhadap orang-orang yang pernah menghinanya. Tindakan pembersihan iniberlangsung dari tahun 1966 hingga tahun 1976. Ketika Mao Zedong wafat, kedudukan Jiang Qing mulai terancam. Pada bulan Oktober 1976, ia ditangkap dan dengan demikian berakhirlah dinastinya.

"
1996
S12882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sesanti Mulyaningrum
"ABSTRAK
Zhou Enlai lahir ditengah-tengah keluarga tradisional di Huaian ( Propinsi Jiangsu ). Ayahnya adalah seorang pegawai Departemen Keuangan di Propinsi Shandong. Pendidikan formal pertama didapatkan di Sekolah Dasar Misionaris Shengching, dilanjutkan di Sekolah Menengah Nankai ( dalam pengajarannya menggabungkan antara pendidikan Cina dan pendidikan Barat ). Setelah lulus, Zhou melanjutkan studi ke Jepang dan untuk pertama kalinya membaca artikel mengenai Marxisme yang ditulis oleh Prof. Hajime Kawakami.Kembali ke Cina pada tahun 1919 dan terlibat dalam Gerakan 4 Mei 1919. Seperti Mao Zedong, Zhou juga terlibat dalam kegiatan jurnalisme pelajar; ikut berpartisipasi dalam gerakan pelajar di Tianjin dan membentuk Yayasan Sadar Juewushe) sama seperti Perkumpulan Rakyat Baru ( .Xin Min Xuehui ); dan bergabung dalam grup belajar Marxist yang dibentuk Li Dazhao. Pada tahun 1920 melanjutkan studi ke Perancis, dimana dia menjadi seorang komunis (Marxis ). Bersama-sama anggota dari Xin Min Xuehui yang ada di Paris mendirikan cabang Partai Komunis Cina. Kembali ke Cina pada tahun 1924, ikut serta dalam front persatuan Partai Komunis Cina dan Partai Nasionalis Cina melawan pemerintah warlord utara; dan menjabat sebagai direktur politik Akademi Militer Whampoa

"
1996
S12988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Puspito
"ABSTRAK
Skripsi bertemakan sejarah politik di RRC pada periode 1976-1978 dan periode latar yang mendahuluinya. Membahas peranan Deng Xiaoping dalam pemilihan kepemimpinan di Partai Komunis Cina. Pembahasan Meliputi latar belakang perpecahan di dalam partai, aspek-aspek kepemimpinan Mao Zedong sebagai ketua partai, dan masalah suksesi setelah kematian Mao. Kehadiran Deng yang mempengaruhi kekuasaan pengganti Mao Hua Guofeng, merupakan permasalahan yang akan dibahas secara khusus. Di dalamnya melibatkan proses kembalinya Deng Xiaoping ke partai (setelah dipecat dari jabatan-jabatannya di dalam dan luar partai), proses pemantapan kekuasaan politiknya, serta perjuangan politik Deng sendiri.

"
1989
S12502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti Wahyu Revolusiningrum
"ABSTRAK
Keadaan politik di Cina menjelang kematian Mao Zedong diwarnai adanya krisis kepemimpinan dimana dua kubu kekuatan yang dominan saat itu bersaing untuk berebut pengaruh dan kekuasaan di Cina. Pada saat itu orang tak menduga bahwa yang akhirnya memenangkan pertarungan kekuatan politik tersebut adalah Hua Guofeng karena pada saat itu yang meniadi tokoh dominan adalah Deng Xiaoping yang memang dipersiapkan oleh Zhou Enlai untuk menggantikannya dan salah satu dari Kelompok Empat yang disponsori oleh Mao Zedong. Hua Guofeng terpilih sebagai tokoh tak terduga pengganti Mao Zedong agaknya karena peranannya dalam menjembatani dua kubu kekuatan yang saling bersaing itu sehingga tertipta kesatuan dalam negeri pada saat itu.

"
1989
S12832
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
N. Ika M. Sukarno
"Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menggambarkan secara jelas mengenai Lin Biao, menitikberatkan pada peranan Lin Biao dalam Revolusi Kebudayaan dan sepak terjangnya sesudah revolusi berakhir hingga ia meninggal dunia. Lin Biao adalah seorang panglima perang yang tangguh, di mana ia dikenal ahli dalam strategi peperangan. Titik awal karir Lin Biao dimulai setelah ia lulus dari Akademi Militer Whampoa tahun 1926. Selama Revolusi Kebudayaan berlangsung, Lin Biao selalu berada di belakang Mao. Pidato-pidato dan perkataan-perkataan Mao selalu ia dengungkan dalam setiap pertemuan massa. Dengan cara ini, ia menarik massa untuk turut serta dalam Revolusi Kebudayaan. Lin Biao juga merupakan orang yang menggerakkan Pengawal Merah. Setelah keadaan negara menjadi sangat kacau, Lin Biao menggunakan Tentara Pembebasan Rakyat yang berada di bawah pengaruhnya untuk mengamankan situasi. Hasilnya adalah kepercayaan Mao padanya bertambah dan Lin Biao diangkat secara resmi menjadi ahli waris dan penerus Mao. Setelah pengangkatan itu, Mao merasa pengaruh Lin Biao terlalu besar, sehingga ia merasa perlu menantangnya dengan maksud agar pengaruhnya berkurang. Di lain pihak, Lin Biao merasakan kekuatannya cukup kuat untuk dapat menggeser Mao. la dan kelompoknya menyusun rencana dan membangun kekuatan untuk menggulingkan Mao. Rencana ini rupanya tercium oleh Mao, sehingga sebelum Lin Biao melaksanakan impiannya, Mao sudah terlebih dahulu memusnahkan Lin Biao pada tanggal 12 September 1971"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surryanto Djoko Waluyo
"Munculnya Mao Zedong sejak sebelum terbentuknya PKC sampai dengan terbentuknya PKC pada tahun 1921 telah menyemarakkan perebutan kekuasaan antara PKC dan Guomindang. Mao kemudian selalu berperan aktif dalam setiap momentum perjuangan melawan musuh baik yang berasal dari dalam maupun dari luar Cina. Melalui pola strategi perjuangan dan kepemimpinannya yang ampuh Mao berhasil membangun basis-basis merah yang kokoh. Taktik perang gerilya yang dikembangkannya semasa perang melawan Jepang merupakan taktik ampuh untuk melumpuhkan kekuatan musuh. Keberhasilan Mao dalam mengindoktrinasi anggota partai dan tentara telah mewujudkan PKC yang handal yang pada akhirnya mampu melumpuhkan kekuatan Guomindang serta berhasil meniadikan PKC berkuasa di seluruh negeri sejak tahun 1949. Semuanya ini merupakan wujud nyata hasi perjuangan Mao yang didukung oleh unsur rakyat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S12703
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>