Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Hayati
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi anak talasemia tentang (1) karakteristik dental dan dentoskeletal, (2) pola deformitas dentoskeletal, (3) indikator sefalometri deformitas dentoskeletal, (4) faktor determinan yang berperan dalam deformitas dentoskeletal.
Subjek penelitian meliputi 143 anak yang terdiri dari 74 anak talasemia b mayor dan 69 anak talasemia HbE, di Klinik Thalassemia Bagian IKA RSCM, Jakarta; usia 6-18 tahun, tidak dirawat orthodonsi, dari elnik Deutero Melayu,
Tempat Penelitian adalah Klinik Kedokteran Gigi Anak dan Bagian Dental Radiologi FKG UI, serla Klirnik Thalassemia Bagian IKA R5CM, Jakarta, data dikumpulkan dari Februari-Agustus 1994.
Pengukuran dilakukan terhadap (1) lengkung geligi pada model gips retaken gigi secara manual dengan kaliper digital dan dengan program komputer yang dilakukan di Department Pediatric Dentistry, Kyushu University, Fukuoka pada Agustus-September 1994, (2) sefalogram lateral dan PA dengan program komputer dilakukan pada bulan September-Oklober 1995 di Kyushu University Fukuoka.
Hasil utama
(1) Pertumbuhan gigi subjek talasemia lebih lambat daripada anak normal. Gambaran yang khas, yaitu susunan gigi renggang di rahang, diduga karena adanya pembesaran lengkung rahang atau karena red uksi ukuran gigi. Usia dental dan karakteristik dental antara kedua ripe talasemia tidak berbeda bermakna tetapi ukuran lengkung geligi subjek talasemia b mayor pada umumnya lebih besar daripada talasemia HbE. Retardasi panjang mandibula (Ar-Gn) pada talasemia b mayor lebih nyata daripada talasemia HbE dan posisi mandibula lebih retrognati (CS-N-B). Km-apemen garis dentoskeletal subjek perempuan pada umumnya lebih pendek daripada subjek laki-laki.
(2) Pada subjek talasemia dijumpai kombinasi hubungan dental Kelas I dengan skeletal Kelas II. Posisi maksila (< S-N-A,
(3) Pada penelitian ini diperoleh enam komponen indikator sefalometri yang patognomonik untuk fasies Cooley, yaitu: S-N lebih pendek,
(4) Dari desain kasus kontrol dijumpai variabel kelompok usia sebagai faktor determinan protektor deformitas dentoskeletal, karena kelainan skeletal Kelas II (< A-N-B) dan fasial cembung (< N-A-Pg) sudah ditemukan pada kelompok usia 6-8 tahun dan kelainan ini tidak progresif.
Kesimpulan
Pola dentoskeletal subjek talasemia lebih kecil, lebih cembung dan lebih divergen daripada anak normal. Pada subjek talasemia dijumpai kombinasi hubungan dental Kelas I dan skeletal Kelas II, Hubungan skeletal Kelas II disebabkan oleh retrognati mandibula dan retardasi korpus mandibula (Go-Me), serta pertumbuhan mandibula searah dengan jarum jam. Tipe fasial hiperdivergen sebagai akibat retardasi yang dominan pada tinggi fasial posterior (S-Go). Tampaknya retardasi dentoskeletal pada anak talasemia sejalan dengan retardasi pertumbuhan somatik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D291
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nartono Kadri
"ABSTRAK
Penyakit hemolitik neonatal (PHN) adalah suatu penyakit dengan umur sel darah merah janin atau neonatus yang memendek akibat antibodi ibunya. Antibodi ibu yang dapat menyeberang plasenta ialah IgG. Dengan ditemukannya upaya preventif anti Rho (anti-D) terhadap penyakit hemolitik Rhesus, maka pada waktu ini PHN akibat inkompatibilitas golongan darah ABO ibu-janin (PHN-ABO) merupakan penyebab utama terjadinya penyakit hemolitik isoimun pada neonatus.
PHN-ABO lebih sering ditemukan pada bayi golongan darah A atau B dan ibu golongan darah O, dan angka kejadiannya berbeda bermakna dibandingkan dengan kehamilan inkompatibel pada ibu golongan darah A atau B.Hal ini disebabkan karena antibodi anti-A atau anti-B pada ibu golongan darah O umumnya adalah klas IgG (7S) yang dapat menyeberang lintas plasenta, sedangkan pada ibu golongan darah A atau B umumnya adalah klas IgM (19S) yang tidak dapat menyeberang plasenta. Kehamilan inkompatibel ibu golongan darah O dengan janin golongan darah A atau B ditemukan sekitar 15-40% dari seluruh kehamilan.
Dalam masyarakat Indonesia, kelompok golongan darah O merupakan persentase tertinggi dibandingkan kelompok golongan darah lainnya yaitu 40,8%, diikuti golongan A, B kemudian. AB. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSUPN CM), 59,2% ibu bergolongan darah O melahirkan bayi golongan darah A atau B.
Sekitar 20%-30% penderita ikterus neonatal dari berbagai ras ternyata berlatar belakang inkompatibilitas ABO. Pada beberapa penelitian terpisah, ditemukan bahwa resiko kejadian PHN-ABO lebih tinggi pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Di Afrika Selatan, ditemukan 47% dari penderita ikterus neonatal disebabkan oleh inkompatibilitas ABO. Pemeriksaan laboratorik uji antiglobulin direk positif, pada etnis kulit berwarna berbeda bermakna dibandingkan dengan etnis kulit putih. Tindakan transfusi tukar atas indikasi hiperbilirubinemia berlatar belakang kehamilan dengan inkompatibel ABO mempunyai persentase yang cukup tinggi. Angka kejadian di Afrika Selatan adalah 55% dari seluruh tindakan transfusi tukar, di Jakarta ditemukan sekitar 42,4%, dan di Singapore sebanyak 28%.
Di daerah yang keadaan lingkungan hidupnya belum memadai, kejadian PHN-ABO lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang lingkungan hidupnya lebih baik, hal ini disebabkan adanya paparan substansi dari lingkungan berupa bakteri atau parasit. Beberapa bakteri misalnya E.coli dan parasit cacing Ascaris lumbricoides dan Necator americanus yang banyak ditemukan di daerah lingkungan hidup kurang sehat, ternyata mengandung substansi yang mirip dengan komponen sel darah merah A atau B. Bila paparan oleh substansi demikian terjadi secara berulang dan kontinu, dapat menimbulkan reaksi antigen antibodi sekunder terhadap antibodi alamiah yang telah ada pada ibu, terjadilah pembentukan antibodi lebih cepat dan tinggi. Pada wanita hamil yang mempunyai titer antibodi anti-A atau anti-B tinggi, kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik ABO pada bayinya makin tinggi pula."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D179
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad
"ABSTRAK
Telah dibaut pewarnaan pada kertas berlapis (coated) dan tidak berlapis (uncoated) dengan variasi persen massa tinta primer merah (red), hijau (green) dan biru (blue). Warna-warna yang nampak sama, diperiksa dengan menggunakan spectrocolorimeter dan densitometer. Diperoleh hubungan antara reflektansi dengan panjang gelombang, dan nilai koordinat pada skala warna L, a dan b dari kertas berlapis (coated) dan tidak berla[is (uncoated), berdasarkan hasil di atas dibuat warna-warna tersebut pada sistem CIE (commision internasionalede I" Eclairage) untuk mengamati nilai panjang gelombang dominan dan kemurnian warna."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. G. N. Wila Wirya
"ABSTRAK
1. Gejala Kinis dan kelainan patologi anatomis penderita sindrom nefrotik dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab dan disebut idiopatik atau primer apabila penyebabnya belum diketahui.
Istilah 'lipoid nephrosis' mulai digunakan oleh Munk pada tahun 1913 untuk menjelaskan keadaan sejumlah penderita dengan edema proteinuria berat, hipoproteinemia dan hiperlipidemia. Pemeriksaan mikroskop cahaya pada jaringan ginjal penderita menghasilkan glomerulus tanpa kelainan, namun terlihat kelainan pada tubulus proksimal dengan titik-titik lemak di dalam selnya yang dianggap bersifat 'degeneratif'.
Pada observasi selanjutnya ternyata bahwa gejala-gejala yang sama dapat juga terjadi pada penderita dengan berbagai penyakit sistemik termasuk lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus dan amiloidosis. Gejala-gejala klinis ini timbul sebagai akibat adanya proteinuria yang berat apapun penyebabnya, oleh karena itu sebagai pengganti istilah ?liphoid nephrosis' disepakati untuk memakai istilah sindrom nefrotik (Epstein, 1917).
Umumnya sindrom nefrotik dibagi atas 2 golongan besar, yaitu yang primer atau idiopatik dan sekunder. Sindrom nefrotik primer penyebabnya belum diketahui dengan pasti, sedangkan yang sekunder ditimbulkan oleh berbagai penyakit utamanya, misalnya diabetes mellitus, malaria lain-lain.
Menurut Schlesinger dkk. (1966) frekuensi sindrom nefrotik di negara Barat adalah 2 per tahun per 100.000 orang anak di bawah umur 16 tahun. Sindrom nefrotik Kelainan Minimal (KM) merupakan kelainan terbanyak pada anak, yaitu 76,4% menurut ISKDC (international Study of Kidney Disease in Children, 1978), 52,2% pada sari Habib dan Kleinknecht (1971), dan 64,3% pada seri yang dilaporkan oleh White dkk. (1970).
Kasus yang dikumpulkan penulis pada penelitian ini merupakan penderita yang tidak selektif, datang sendiri, belum pernah diobati diterima dari berbagai rumah sakit maupun sejawat di Jakarta. Penderita yang telah diobati sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Selanjutnya penulis akan membandingkan hasil penelitian sendiri dengan ISKDC oleh karena hasil penelitian badan ini juga mencerminkan penelitian penderita sindrom nefrotik yang prospektif, tidak selektif, belum diobati dan diterima dari berbagai pusat penelitian di dunia (10 negara di Eropa. Amerika Utara, Israel, dan Jepang).
Sebelum tahun 1970 di Indonesia belum ada laporan mengenai penderita sindrom nefrotik anak di dalam kepustakaan. Demikian juga mengenai pengobatan terhadap penderita-penderita ini belum mengikuti saran yang dianjurkan oleh ISKDC (1967), sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan atau dinilai dengan hasil laporan dari luar negeri.
Selama 10 tahun (1970-1979) pengamatan penulis pada para penderita sindrom nefrotik primer pada anak yang berobat ke Bagian IKA FKUI/RSCM di Jakarta, banyak yang menunjukkan kelainan tidak khas. Banyak di antara mereka disertai gejala hematuria, hipertensi serta kadar ureum darah atau kreatinin serum yang meninggi. Pada sindrom nefrotik murni kelainan-kelainan tersebut umumnya tidak ditemukan. Berdasarkan observasi tersebut di atas penulis beranggapan bahwa kasus-kasus yang ditemukan itu merupakan kasus sindrom nefrotik yang termasuk golongan bukan kelainan minimal (BKM)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D423
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library