Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayla Putri Zahari
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian sel punca mesenkim (SPM) asal tali pusat yang diduga dapat menurunkan TGF- β1 dan meningkatkan interleukin-10 serta menurunkan derajat fibrosis hati dengan skoring fibrosis NAFLD, menggunakan blok parafin hati tikus dari penelitian sebelumnya. Tikus diberi 2AAF/CCl4 untuk menimbulkan model fibrosis, dosis CCl4 2mg/kgBB, 2AAF 10mg/kgBB dan SPM 1x106. Kelompok dibagi menjadi tiga yaitu kelompok I kontrol tidak diberi perlakuan, kelompok II diberikan 2AAF/CCl4, dan kelompok III diberikan 2AAF/CCl4 serta SPM asal tali pusat manusia. Ekspresi sitokin interleukin-10 dan TGF- β1 diperiksa dengan menggunakan pulasan imunohistokimia. Kuantifikasi pemeriksaan imunohistokimia dengan menghitung jumlah sel kupffer positif warna coklat pada sinusoid lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan sel kemudian dikali seratus persen pada sepuluh lapang pandang. Terdapat perbedaan signifikan ekspresi TGF- β1 antara kelompok tanpa SPM dibanding dengan kelompok kontrol (p=0.02) dan kelompok SPM (p=0.04). Terdapat peningkatan bermakna ekspresi interleukin-10 antara kelompok SPM dengan kelompok kontrol (p=< 0.00) dan tanpa kelompok SPM (p=0.005). Terdapat korelasi positif TGF- β1 dengan peningkatan skoring NAFLD (r=0.39,p=0.035) dan tidak ada korelasi IL-10 dengan skoring NAFLD. Pemberian SPM dapat menurunkan ekspresi TGF-β1 dan meningkatkan ekspresi interleukin-10 pada jaringan hati tikus yang diinduksi oleh 2-AAF/CCl4 dan memperbaiki fibrosis dengan menurunkan skoring NAFLD.

This study aims to look at the effect of mesenchymal stem cell (SPM) originating from the umbilical cord which is thought to reduce TGF-β1 and increase interleukin-10 and reduce the degree of liver fibrosis by scoring NAFLD fibrosis, using rat liver paraffin blocks from previous studies. Mice were given 2AAF / CCl4 to cause fibrosis model, 2 mg / kgBB of CCl4 dose, 2AAF 10mg / kgBB and 1x106 SPM. The group was divided into three namely control group I was not given treatment, group II was given 2AAF / CCl4, and group III was given 2AAF / CCl4 and SPM from human umbilical cord. Interleukin-10 and TGF-β1 cytokine expressions were examined using immunohistochemical smear. Quantification of immunohistochemical examination by counting the number of brown positive kupffer cells in sinusoids and then divided by the total number of cells and then multiplied one hundred percent in ten fields of view. There was a significant difference in TGF-β1 expression between the groups without SPM compared to the control group (p = 0.02) and the SPM group (p = 0.04). There was a significant increase in the expression of interleukin-10 between the SPM group and the control group (p = <0.00) and without the SPM group (p = 0.005). There was a positive correlation of TGF-β1 with increased NAFLD scoring (r = 0.39, p = 0.035) and there was no IL-10 correlation with NAFLD scoring. Giving SPM can reduce TGF-β1 expression and increase the expression of interleukin-10 in rat liver tissue induced by 2-AAF / CCl4 and improve fibrosis by decreasing NAFLD scoring."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rahmat Hidayat
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi ketika konsentrasi oksigen mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dapat memicu stres oksidatif melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menyerang komponen molekuler. Pemaparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) disinyalir dapat melatih kemampuan adaptasi jaringan sehingga menjadi lebih toleran terhadap kondisi hipoksia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemberian pajanan hipoksia hipobarik setara 10.000 kaki (523 mmHg) dilakukan setiap hari selama satu jam dengan menggunakan hypobaric chamber. Kadar malondialdehid (MDA) setiap sampel kemudian diukur dengan melakukan metode Wills yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Rata-rata kadar MDA secara perlahan mengalami penurunan pada kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten ketika dibandingkan dengan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik akut. Meskipun uji statistik menunjukkan bahwa perubahan ini tidak signifikan, pajanan hipoksia hipobarik intermiten setara 10.000 kaki selama satu jam per hari dapat memengaruhi kadar MDA di jaringan paru tikus Sprague-Dawley.

A condition known as hypobaric hypoxia occurs when the concentration of oxygen falls with increasing altitude. This phenomenon can trigger oxidative stress through increased production of free radicals, which damage molecules. It is believed that exposure to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) can train tissue adaptation mechanisms, increasing the tissues' tolerance to hypoxic environments. Thirty male Sprague-Dawley rats were utilized in this experiment as they were split into six groups: the control group and the groups that were exposed to IHH for 1, 7, 14, 21, and 28 days. Using a hypobaric chamber, exposure to hypobaric hypoxia equal to 10,000 feet (523 mmHg) was done once a day for an hour. The malondialdehyde (MDA) levels of each sample were measured using the Wills method which was read using a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Compared to the acutely exposed to hypobaric hypoxia group, the average MDA level gradually decreased in the group that was exposed to intermittent hypobaric hypoxia. Despite the insignificant result, exposure to intermittent hypobaric hypoxia equivalent to 10,000 feet for one hour per day can affect MDA levels in the lung tissue of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfathiah Safanissa
"Latar Belakang
Refleks okulokardiak (OCR) dapat menyebabkan penurunan denyut jantung signifikan dan peningkatan risiko mual muntah pascabedah. Kejadian refleks okulokardiak dilaporkan berkisar antara 14% hingga 90% yang dipengaruhi oleh agen anestesi, premedikasi, dan proses saat operasi.2 Terdapat banyak faktor yang memengaruhi kejadian refleks okulokardiak. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang memengaruhi refleks okulokardiak pada pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan rumah sakit rujukan dengan karakteristik pasien yang bervariasi
Metode
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain potong lintang, menggunakan data pasien pembedahan mata dengan anestesi umum di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei 2023 - Februari 2024. Analisis perbedaan kelompok dengan OCR dan tanpa OCR dilakukan dengan uji Mann Whitney dan chi-square. Analisis multivariat dengan regresi logistik metode backward dilakukan pada variabel yang dianggap memiliki pengaruh yang signifikan dengan refleks okulokardiak.
Hasil
Dari 178 data pasien yang terkumpul dilakukan eksklusi sehingga terdapat 165 pasien yang dianalisis. Faktor usia anak (0-18 tahun) memiliki OR=0,143 (p=0,015), strabismus memiliki OR 14,843 (p=0,000), konsentrasi agen anestesi inhalasi (sevoflurane dan desflurane) < 1 MAC memiliki OR 5,070 (p=0,004) berpengaruh secara signifikan dengan kejadian OCR. Namun, dosis opioid tidak terbukti signifikan berpengaruh dengan kejadian OCR (p=0,840)
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara usia, jenis bedah, dan konsentrasi agen anestesi inhalasi terhadap kejadian refleks okulokardiak pada anestesi pembedahan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Introduction
The oculocardiac reflex (OCR) can cause a significant decrease in heart rate and increase the risk of postoperative nausea and vomiting. Many factors influence the occurrence of OCR. The incidence of OCR ranges from 14% to 90%, depending on the anesthetic agents, premedication, and surgical procedure. This study aims to identify the factors influencing OCR during eye surgery anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, a referral hospital with a diverse patient population.
Method
This was an analytical study with a cross-sectional design, using data from patients undergoing eye surgery under general anesthesia at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital from May 2023 to February 2024. The association was analyzed using the Mann-Whitney test and chi-square test. Multivariate analysis with the backward logistic regression method was performed on variables considered to have a significant relationship with the oculocardiac reflex.
Results
178 patient records collected and 165 patients of it were analyzed after exclusions. Younger age (0-18 years) was significantly associated with OCR (OR=0.143, p=0.015), as well as strabismus surgery (OR=14.843, p=0.000) and concentration of inhalation anesthetic (sevoflurane and desflurane) ≤ 1 MAC (OR=5.070, p=0.004). However, opioid dosage did not show a significant association with OCR (p=0.840). Conclusion This study shows a significant influence between age, type of surgery, and concentration of inhalation anesthetic with the incidence of OCR in eye surgeries anesthesia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodik Nursanto
"Pajanan kronis kebisingan prenatal dapat menyebabkan gangguan neurogenesis dan neuroplastisitas pada jaras auditorik otak sehingga muncul gangguan neurokognitif. Sedangkan Paparan musik pada masa prenatal memodulasi secara positif perkembangan morfologi dan biokimia pada jaras auditorik otak yang mendukung neurogenesis dan neuroplastisitas. Hal tersebut akan mendukung kemampuan neurokognitif. Pajanan musik setelah terpapar kebisingan prenatal memiliki potensi memperbaiki neuroplastisitas sinap pada neuron di jaras auditorik yang ditandai peningkatan protein sinaptik salah satunya synaptophysin. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental terhadap anak ayam betina dari 24 telur yang dinkubasi dalam 4 kelompok yaitu kontrol, musik, kebisingan, dan gabungan kebisingan dan musik. Pemberian pajanan musik prenatal setelah terpapar kebisingan dapat meningkatkan kadar synaptophysin pada batang otak. Hal tersebut berpotensi meningkatkan neuroplastisitas jaras auditorik otak untuk fungsi neurokognitif yang lebih baik, meskipun pajanan tersebut belum dapat meningkatkan jumlah neuron batang otak

Prenatal chronic noise exposure caused neurogenesis and neuroplasticity disorders in the brain's auditory pathway resulting in neurocognitive impairment. Meanwhile exposure to prenatal music positively modifies morphological and biochemical developments in the brain's auditory pathway that supports neurogenesis and neuroplasticity. It will support neurocognitive abilities. Musical exposure after prenatal noise exposure potentially improve neuroplasticity in auditory pathways neurons synapses. It was characterized by increasing synaptic protein, one of which is synaptophysin. This study used an experimental method using 24 female chicks as a subject. Subject obtain after incubated the eggs in 4 groups: control, music, noise, and noise and music combined. Prenatal music exposure after noise exposure can increase levels of synaptophysin in the brainstem nuclei. It may potentially improve neuroplasticity of the brain's auditory pathway for better neurocognitive function, although such exposure has not been able to increase the number of neuron in brainstem nuclei"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library