Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggraeni Respitawulan
Abstrak :

Kebijakan pengembangan energi terbarukan sebagai upaya mewujudkan ketahanan energi bertujuan untuk mencapai target 23% energi terbarukan pada tahun 2025. Lambatnya laju peningkatan bauran dan pembangunan infrastruktur berbasis energi terbarukan ditengarai karena tidak terakomodirnya kepentingan pelaku usaha dalam kebijakan. Kepentingan politis menjadi penyebab belum adanya undang-undang energi terbarukan. Keraguan akan komitmen pemerintah terlihat dari alokasi sumber daya yang dialokasikan pada Direktorat Jenderal ini untuk melaksanakan kebijakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan pada Direktorat Jenderal EBTKE menggunakan teori Knoepfel et al (2007) dan Mallon (2006) melalui pendekatan post positivisme dengan metode kualitatif. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam terhadap narasumber kompeten, sedangkan data sekunder diambil dari studi literatur. Panalitian ini dilakukan pada kurun waktu Desember 2018 – Agustus 2019. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengembangan energi terbarukan belum berjalan baik dilihat dari variabel rencana aksi yang dinilai belum mencerminkan kepentingan pengembang dengan dalam kebijakan dan keterbatasan kompetensi sumber daya pendukung. Untuk variabel proses terdapat keterbatasan situasi dengan belum adanya konsensus pada konsep keadilan energi. Sedangkan untuk variabel aturan implementasi terkait pelayanan publik sudah menunjukkan arah perbaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah belum adanya tujuan yang jelas dan terukur, belum terpenuhinya kecukupan investasi, kebijakan yang tidak stabil dengan seringnya revisi regulasi serta kerangka kontekstual dalam hal belum adanya regulasi undang-undang yang mengatur dan ketidakselarasan regulasi pada tataran peraturan teknis.

Kata Kunci :

Kebijakan energi terbarukan, implementasi kebijakan, faktor pengaruh kebijakan


Renewable energy development policy is an effort to reach energy security aims to achieve the target of 23% renewable energy by 2025 The slow pace of increasing the mix and development of renewable energy is indicated that stakeholders interest are not accommodated in policies. Political interests makes the absence of renewable energy laws. Doubts about the government's commitment can be seen from the allocation of resources to this Directorate General. This study aims to analyze the implementation and factors that influence the implementation of renewable energy development policies at the Directorate General NREE using the theory of Knoepfel et al (2007) and Mallon (2006) through post positivism approach with qualitative methods. Primary data were derived from in-depth interviews, secondary data were taken from literature studies. This research was conducted in December 2018 - August 2019. The results of this study indicate that the implementation of the renewable energy development policy has not gone well as seen from the action plan variables which are considered not to reflect the interests of the developer with regard to policies and limited competency of supporting resources. For the process variable there are limitations to the situation with the lack of consensus on the concept of energy equity. As for the variable implementation rules related to public services have shown the direction of improvement. Factors influencing the implementation of policies are the absence of clear and measurable objectives, insufficient investment fulfillment, unstable policies with frequent revisions of regulations and contextual frameworks in the absence of regulatory regulations that govern and non-alignment of regulations at the level of technical regulations.

2019
T55141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Indah Permatasari
Abstrak :
Penerapan skema Public-Private Partnership PPP , atau yang dikenal juga dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha KPBU di Indonesia, dinilai dapat menjadi alternatif sumber pendanaan dalam penyediaan infrastruktur. Namun, dalam pelaksanaannya, kinerja skema KPBU dan ketertarikan badan usaha/swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur di Indonesia masih rendah. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan rekonstruksi bentuk tata kelola pada tiga level kebijakan yakni level kebijakan, organisasional, dan operasional dari perspektif biaya transaksi, serta memperkaya enrichment teori tata kelola kolaboratif dengan perspektif analisis biaya transaksi pada skema KPBU infrastruktur bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PUPR . Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah soft system methodology-based action research untuk mejawab empat pertanyaan penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tiga sumber biaya transaksi dari proyek KPBU yakni principal-principal problem, renegotiation and hold-up problem, dan soft budget contraints dapat diatasi dengan membangun tata kelola kolaboratif pada tiga level kebijakan. Pengayaan praktik tata kelola kolaboratif perlu dikembangkan dengan menganalisis sumber-sumber biaya transaksi pada setiap level kebijakan. Kata kunci: Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, soft system methodology, analisis biaya transaksi, tata kelola kolaboratif
Implementation of Public-Private Partnership PPP scheme, also known as Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha KPBU scheme in Indonesia, is considered to be an alternative source of funding in infrastructure provision. However, in the reality, the performance of the KPBU scheme and private sector interest to participate in the provision of infrastructure in Indonesia is still low. Thus, this research aim to reconstruct the forms of governance at three levels of policy such as policy level, organizational level, and operational level from the perspective of transactions costs, and enrich collaborative governance theory from transaction cost analysis in KPBU scheme for Public Works and Housing sector. The method used in this research is soft system methodology-based action research, to answer four research questions. The results conclude that the three sources of transaction costs of KPBU scheme projects are principal-principal problem, renegotiation hold-up problem, and soft budget constraint can be overcome by building collaborative governance on three policy level. Collaborative governance enrichment practice needs to be develop by analyzing source of transaction cost in every policy level. Keywords: Public-Private Partnership, Soft System Methodology, Transaction Cost Analysis, Collaborative Governance.
2018
D2470
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library