Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Ariningrum
"Pencatatan data kematian di Bumiayu melebihi prediksi angka kematian diwilayahnya. Faktor-faktor penting yang mendukung tingginya pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu telah diamati pada waktu prapenelitian. Terdapat indikasi tentang adanya keterkaitan antara sistem sosial dengan birokrasi pada kerja pengumpulan data yang menunjang kelancaran dan pencapaian cakupan kegiatan tersebut. Selain itu terdapat relasi hegemoni yang berkembang dalam hubungannya dengan kegiatan pencatatan data kematian pada masyarakat di Kecamatan Bumiayu.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem sosial yang berkembang pada masyarakat Bumiayu jika ada kematian anggota keluarga dan peranan sistem tersebut dalam menunjang kelancaran kegiatan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu, menjelaskan proses terbentuknya keterpaduan sistem sosial dan birokrasi yang terdapat pada kerja pengumpulan data kematian dalam menjalankan kegiatan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu, dan menganalisis faktor-faktor penting yang berkembang dalam kerjasama sistem sosial dan sistem birokrasi pada kegiatan pencatatan data kematian.Kajian ini menggunakan pendekatan teori dari Antonio Gramsci. Pendekatan kualitatif dengan strategi etnografi digunakan pada penelitian ini.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan adanya peranan dari nilai-nilai Islam yang mendukung keberhasilan pencapaian cakupan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu. Lebai sebagai intelektual organik pada sistem sosial masyarakat Bumiayu mengenai pengurusan jenazah dan petugas SRS sebagai intelektual organik pada birokrasi kerja pengumpulan data kematian. Keterpaduan antara sistem sosial dan sistem birokrasi pada kerja pengumpulan data kematian membuahkan hasil berupa kerjasama antara petugas yang tergabung dan tidak tergabung dalam tim. Hal tersebut menunjukkan hegemoni telah berjalan pada kerjasama tersebut. Anggota tim SRS telah dapat mengembangkan ide mengenai kegiatan Sistem Registrasi Sampel menjadi sebuah ideologi. Komitmen aktif yang diikuti dengan ketaatan spontan telah menandakan terjadinya equilibrium keseimbangan antara pihak yang memerintah dan yang diperintah. Situasi demikian memudahkan untuk berjalannya suatu kegiatan. Hegemoni yang telah terbentuk didukung unsur kolektifitas dan kedisiplinan. Teori hegemoni dari Gramsci dapat digunakan untuk menjelaskan proses berjalannya suatu kebijakan.Penelitian ini juga menyarankan agar pelaksanaan pencatatan data kematian perlu memperhatikan sistem sosial lokal yang dianggap bermanfaat menunjang pelaksanaan kegiatan. Konsep hegemoni dari Gramsci perlu diterapkan dalam pelaksanaan pencatatan data kematian, karena kegiatan tersebut dapat berjalan jika ada equilibrium antara pihak yang memerintah dan diperintah, kolektifitas, dan kedisiplinan. Perlunya prinsip kebersamaan dan konsensus terhadap tujuan dan keberhasilan program. Keadaan tersebut dapat tercipta dengan mengadakan suatu kegiatan yang mempertemukan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan.

Recording of data on mortality in Bumiayu exceeds the predicted mortality rate in the region, so it can be used as a case study to see the cause of the success of the activity. Important factors supporting the high recording of data on mortality in Bumiayu Subdistrict have been observed at the time of pre study. There is an indication of the linkage between the social system and the bureaucracy at work of collecting data on mortality that support smoothness and achievement of coverage. In addition, there is a hegemony relationship in the activity of recording data on mortality in Bumiayu community. This research aims to analyze the social system that developed in the Bumiayu community if there is a death in the family and the role of the system to support the fluent recording of data on mortality of in the Bumiayu Subdistrict, explains the integration of social system and bureaucratic system contained in the work of collecting of data on mortality in the course of recording of data on mortality in District of Bumiayu, and analyze important factors that develops in cooperation of social system and bureaucratic system in activity of recording of data on mortality. This research uses a theory from Antonio Gramsci. Qualitative approach with ethnographic strategy used in this study. The results research show that there is a role of Islamic values that support the successful achievement of coverage recording of data on mortality in Bumiayu Subdistrict. Lebai as organic intellectual in social system of Bumiayu society to take care the corpse and SRS officers as organic intellectuals in the work bureaucracy of collecting data on mortality. The integration between the social system and the bureaucratic system in the work of collecting data on mortality resulted in the form of cooperation between officers who joined and did not join the team.
It shows hegemony has been running on the cooperation. SRS team members have been able to develop ideas about the activities of the Sample Registration System into an ideology. Active commitment followed by spontaneous obedience has signaled equilibrium between the governing and the governed. Such a situation makes it easy for an activity to run. The established hegemony is supported by the element of collectivity and discipline. The hegemonic theory of Gramsci can be used to explain the process of running a policy. This research also suggests that the implementation of recording data on mortality needs to take into consideration the local social system that is considered useful to support the implementation of the activities. The hegemony concept of Gramsci should be applied in the implementation of the recording data on mortality, because the activity can run if there is equilibrium between the governing and governing parties, collectivity, and discipline The necessity of the principle of togetherness and consensus on the goals and success of the program. The situation can be created by holding an activity that brings together the parties involved in the activity. Keywords social system, hegemony, organic intellectual."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2325
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Setiawati
"Disertasi ini membahas mengenai organisasi LBT (Lesbian, Biseksual,dan Transgender) Ardhanary Institute di Jakarta. Organisasi feminis ini, dimaknai “coming out” di tengah kondisi sosial budaya yang tengah mengalami perubahan global dan pasca reformasi. Pada dasarnya penolakan-penolakan lebih kuat dari pada penerimaan keberadaan mereka, namun berani untuk “coming out”. Disebabkan adanya jaringan sosial yang dilakukan aktor-aktor di dalam organisasi ini melalui relasi dengan aktor serta lembaga lainnya. Sebagai kajian antropologi feminis, lebih menekankan pada jaringan sosial yang bersifat deskriptif, tidak pada tataran analitik.
Manfaat kajian ini; Pertama, mengisi ruang penelitian akademik tentang organisasi LBT (Lesbian, Biseksual dan Transgender) telah “coming out” dalam perspektif antropologi. Kedua, menambah kajian selama ini terabaikan, yakni tentang jaringan sosial bersifat deskriptif pada organisasi LBT (Lesbian, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia. Kesimpulan kajian ini: 1). Situasi global sangat mempengaruhi eksistensi dari organisasi LBT di Indonesia terutama organisasi AI “coming out” melalui jaringan sosial yang relasi internasional yang dilakukan aktor-aktor dalam organisasi ini, 2). Sebagai organisasi yang telah “coming out”, memberikan effek“struggling”dimana aktor-aktor lesbian inilah sebagai motivator, fasilitator, inspirator dan berimplikasi dalam pergerakan organisasi LBT yang ada di daerah-daerah seluruh Indonesia, 3). Organisasi ini secara aktif membangun jaringan sosial yang lebih luas dan secara eksternal relasi sosial diperoleh melalui dukungan kerjasama dari berbagai organisasi-organisasi perempuan lainnya, baik secara langsung maupun tidak, dan 4). Berkaitan dengan negara, adanya kontestasi dan sikap negara yang “ambivalen” terhadap LGBT/LBT. Satu sisi negara seakan-akan tidak pernah hadir atau absen bahkan negara seakan-akan berada dalam wilayah yang tidak jelas atau dengan istilah “the blurred zone’.Negara yang memiliki tugas untuk melindungi setiap warga negaranya dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan yang sewenang-wenang, tanpa memandang orientasi seksual dari warga negaranya.

This dissertation discusses the LBT organization (Lesbian, Bisexual, and Transgender) Ardhanary Institute in Jakarta. The feminist organization, has interpreted "coming out" in the middle of the socio-cultural conditions of global change and post-reform. Basically denials are more powerful than the acceptance of their existence, but they dare to "coming out". Due to the social networks that they do through actors within this organization that builds relationships with actors and other institutions .As discipline of anthropology, the study was more emphasis on the social network that is descriptive, not at the level of analytics. So in the data collection techniques no measurements but rather on the process of intensive observation and in-depth interviews and participant observation. The study also rests on an ethnographic approach feminist, which is the action and practice everyday be material from an ethnographic study.
Benefits of this study; First, fill the space of academic research on the organization LBT (Lesbian, Bisexual and Transgender) that have been "coming out" in the perspective of anthropology. Secondly, adding studies have been neglected, which is about the social network that is descriptive in the organization LBT (Lesbian, Bisexual, and Transgender) in Indonesia. Conclusion of this study: 1). The global situation greatly affect the existence of LBT organization in Indonesia especially AI organizations "coming out" via social networks which international relations are conducted actors in this organization, 2). As an organization that has been "coming out", giving effect "struggling" in which actors lesbian is as a motivator, facilitator, inspiration and organizations implicated in the movement of LBT in areas throughout Indonesia, 3). This organization is actively building a broader social network and social relationships acquired externally through cooperation support of various women's organizations, whether directly or indirectly, and 4). In connection with the state, there is a contestation and the country's stance that "ambivalent" towards LGBT / LBT. One side of the country as if it was never present or absent even a country as if it were in the area that are not clear or with the term "the blurred zone '. Countries that have a duty to protect all citizens from violence, discrimination and arbitrary treatment, regardless of the sexual orientation of citizens.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Ernalem
"Disertasi ini merupakan studi mengenai variasi identitas etnik di dalam sebuah komunitas sosial di mana tiap-tiap anggotanya menampilkan kesamaan sekaligus keberagaman dalam merepresentasikan identitas mereka. Komunitas yang menjadi subjek penelitian ini mengidentifikasi diri mereka sebagai “Cina Pondok Cina”. Mereka tinggal di Depok, Jawa Barat. Dengan menggunakan etnografi, penelitian ini menyelisik Imlek sebagai pintu untuk memahami konstruksi identitas orang Cina Pondok Cina. Adapun teori strukturasi Giddens yang dilengkapi dengan teori populasonal kebudayaan Durham dan pemikiran Ross tentang pengaruh lingkungan terhadap transmisi informasi, digunakan sebagai kerangka pemikiran. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa di balik variasi dalam perayaan Imlek, ikatan kekerabatan dan bakti (xiao) dalam bentuk pemujaan leluhur tetap bertahan dan menjaga keberlangsungan tradisi Cina pada komunitas Cina Pondok Cina. Hal ini menunjukkan bahwa transformasi dan kontinuitas telah terjadi secara bersamaan. Lebih dari itu, transformasi memungkinkan kontinuitas pada aspek-aspek esensial dari identitas Cina Pondok Cina, dan pada waktu yang sama, kontinuitas memungkinkan aspek-aspek yang berubah tetap memiliki makna.

This is a study of ethnic identity variation of a Chinese community whose members display both similarities and heterogeneity in representing their identities. The community identifies themselves “Cina Pondok Cina” (literally the Chinese of Pondok Cina, who settled in Depok, West Java). Employing ethnographic approach, this study focuses on Imlek, the Chinese New Year celebration, to understand the construction of Chinese identity among them. Imlek is the most visible representation of their “Chinese-ness”. This study uses Giddens’ theory of structuration, Durham’s populational theory of culture, and Ross’ thought abouut environmental influences to transmission of information, as theoretical frameworks. This study found that in spite of the variation of Imlek celebration, kinship ties and devotion (xiao) to ancestor worship continue to hold and preserve the so-called Chinese tradition. It shows that transformation and continuity has been occurring together. Furthermore, transformation makes possible the continuity of essential aspects of Cina Pondok Cina identity, and at the same time, continuity makes the changed aspects meaningful."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Listiorini
"Pemberitaan mengenai keragaman gender dan seksualitas non-normatif yang disebut “LGBT” oleh media di Indonesia pasca Reformasi menjadikan kelompok tersebut makin terpinggirkan. Pemberitaan media menjadikan “LGBT” sebagai folk’s devil atau setan masyarakat yang dianggap berbahaya bagi kehidupan bangsa dan negara. Pemberitaan di media massa tentang “LGBT” seolah menjadi kebenaran pengetahuan dan menjadikannya kepanikan moral. Media massa membangun sebuah rezim kebenaran informasi yang mendukung, menguatkan serta menyebarluaskan stigmatisasi tentang “LGBT”, menjadikan mereka sebagai hal yang berbahaya di masyarakat dengan berpijak pada moral agama yang menguat pasca rezim Orde Baru. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dan teori-teori diskursus Foucauldian yang mengedepankan kuasa dan pengetahuan sebagai pisau analisis. Metode penelitian dilakukan dengan metode arkeologi media yang bersifat analisis multilevel di tingkat mikro, meso dan makro. Metode ini berangkat dari pemikiran Foucault tentang tiga hal yang berkait satu sama lain yaitu pengetahuan, relasi kuasa dan diskursus seksualitas. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, rezim kebenaran media yang diproduksi dalami kuasa dan pengetahuan mengenai diskursus “LGBT” yang menyebabkan kepanikan moral adalah rezim kebenaran media homofobik. Rezim kebenaran ini dibangun dari tiga peminggiran yang dilakukan melalui kuasa dan pengetahuan media, yaitu peminggiran secara ekonomi, peminggiran secara politik dan peminggiran secara sosial budaya; kedua, kepanikan moral dibentuk melalui diskursus “LGBT” dalam pemberitaan daring maupun gelar wicara melalui proses penulisan jurnalistik dan proses produksi tayangan gelar wicara. Diskursus “LGBT” muncul melalui ketidakberimbangan narasumber dan ketidaklengkapan berita yang cenderung satu sisi yang akhirnya melenyapkan suara individu maupun kelompok minoritas gender dan seksual; melalui sentimen-sentimen terhadap kelompok tersebut dengan marginalisasi, subordinasi, stereotype, kekerasan, menekankan isu seksualitas, memberikan stigma dan menguatkan isu mengenai peraturan. Kuasa dan pengetahuan di media daring dibentuk melalui peran editor dan jurnalis, sedangkan di gelar wicara dibentuk melalui peran moderator yang memoderasi dialog; ketiga, bentuk-bentuk relasi kuasa dan pengetahuan tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara terletak pada rutinitas media yang melahirkan tindakan dan pengetahuan jurnalis. Tindakan dan pengetahuan jurnalis bersumber dari berbagai faktor seperti rutinitas media dan perspektif jurnalis. Selain itu terdapat kuasa lain yang merepresi jurnalis berasal dari rezim moral yang terbentuk dari tiga rezim yaitu rezim heteronormatif, rezim Islam konservatif dan rezim pembungkaman pengetahuan seksualitas ; keempat adalah rezim kebenaran media tentang diskursus “LGBT” di pemberitaan media daring dan gelar wicara diproduksi melalui kepanikan moral untuk melanggengkan ideologi heteronormatif. Media menjadi semacam lembaga yang menjadi perpanjangan tangan negara, dijadikan sebagai salah satu moral entrepreneur yang mendisiplinkan seksualitas warganya. Kepanikan moral yang homofobik, menyebabkan rasa takut, terancam dan menganggap “LGBT adalah bahaya menjadi salah satu metode kekuasaan heteronormatif untuk melakukan penundukan seksualitas manusia: tubuh yang patuh.
Mass media reporting on gender diversity and non-normative sexual identities community, dubbed by the media in Indonesia as LGBT, after the Reform has been further marginalizing the LGBT community. The mass media has been portraying the LGBT community as the folk devil that is deemed as a threat to the state. The news of LGBT on the mass media is seen as the true knowledge and causes moral panic. The mass media has established a regime of truth, comprising all information that supports, strengthens, and disseminates stigmas towards LGBT; making them a danger to society that holds fast to religious values which continue to grow stronger after the New Order. This study used critical paradigms and Foucauldian discourse theories that highlight power and knowledge as analytical knives. This study used a media-archaeological method which covers multilevel analysis at micro-, meso-, and macrolevel. This method is based on Foucault’s view of three interrelated things, namely knowledge, power relation, and discourse on sexuality. The findings of this study show that first, the regime of truth produced by media in terms of power and knowledge about LGBT that causes moral panic is homophobic; and second, moral panic is generated through the discourse on LGBT in the online news reporting or talk shows production. Discourse on LGBT emerges from imbalanced composition of spokespersons and one-sided news reporting which exclude individuals of gender and sexual minority community. Furthermore, sentiments and stigmas are visibly present in the content of the news. Power and knowledge in the online media are produced through editors and journalists, whereas in talk shows, they are shaped by the role of moderator who moderates the dialogue between the participants. The third finding is that forms of power relation and knowledge regarding discourse on LGBT in online media news and talk shows are established in the media’s routine which produces journalists’ knowledge and actions. Journalists’ knowledge and actions are heavily influenced by political, social, and cultural context as well as journalists’ lived experience. The fourth finding is that the media’s regime of truth on the discourse of LGBT in the online media news and talk shows is produced through moral panic to promote heteronormative ideology. The media has become a form of state’s think tank, that serves as a moral entrepreneur who is in charge of enforcing discipline on people’s sexuality. Homophobic moral panic that has induced fear, the feeling of being threatened, and view that LGBT is a danger are some of the methods used by heteronormative power to subjugate human’s sexuality: an obedient body"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library