Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Nugraheni
"Latar Belakang: Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki LSL merupakan populasi yang sedang berkembang dan memiliki masalah-masalah spesifik, salah satunya gangguan jiwa yang merupakan manifestasi dari psikopatologi. Faktor-faktor yang memengaruhi psikopatologi pada LSL penting untuk diketahui.
Objektif: Tujuan penelitian ini adalah mencari jenis psikopatologi yang ada pada populasi LSL dan faktor-faktor yang berhubungan di dua lembaga swadaya masyarakat LSM khusus LSL di Jakarata.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang. Sampel diambil dengan metode cluster random sampling. Pengukuran data dilakukan menggunakan kuesioner Brief COPE untuk mengukur mekanisme koping, WHOQOL-Bref untuk mengukur kualitas hidup, dan SCL-90 untuk mengukur psikopatologi. Data lain yang diukur adalah data demografik, status seksual, keterbukaan orientasi seksual, HIV/AIDS dan penggunaan NAPZA, dan perilaku seksual berisiko. Analisis data menggunakan uji bivariat menggunakan Pearson chi-square atau Fisher rsquo;s exact test dan dilanjutkan dengan uji multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Terdapat 100 sampel yang dimasukkan ke dalam analisis data. Sebagian besar responden mengalami psikopatologi 77. Psikopatologi yang paling banyak ditemukan adalah depresi 29. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pernah tidak menggunakan kondom 3 bulan terakhir, membuka orientasi seksual kepada keluarga, dan menggunakan mekanisme koping negatif meningkatkan risiko psikopatologi sebesar 2.9 kali, 2 kali dan 1.4 kali IK 95 =1.0-8.9; IK 95 =0.5-8.2; IK 95 =0.3-5.7.

Background: Men who have sex with men MSM is a growing population with specific problems such as mental disorder, a manifestation of psychopathology. The factors associated with psychology is an important matter to discuss.
Objective: The purpose of this study is to portrait the pychopathology in MSM population and the related factors in two organizations which care about MSM's well being in Jakarta.
Methods: This is a cross sectional study using cluster random sampling. Coping mechanism, psychopathology and quality of life were measured using Brief COPE, SCL 90 and WHOQOL Bref. Demography of the respondents, sexual status, disclosure of sexual orientation, HIV AIDS status, drug use, and risky sexual behavior were also measured. Bivariate analysis using Pearson chi square or Fisher's exact test was continued with multivariate analysis using logistic regression model.
Results: Data from one hundred respondents were analyzed. Most of them have psychopathology 77, especially depression 29. Never use condoms in the last 3 months, disclosing sexual orientation to family member, and negative coping mechanisms increase the risk of psychopathology 2.9 times, 2 times, and 1.4 times 95 CI 1.0 8.9 95 CI 0.5 8.2 95 CI 0.3 5.7 .
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Minayati
"Perilaku antisosial dan kriminalitas pada anak dan remaja merupakan permasalahan penting yang terjadi di Indonesia dan berbagai negara. Dalam menghadapi permasalahan ini, negara menyelenggarakan suatu program pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Masalah perilaku sering lebih menjadi perhatian, meskipun depresi merupakan masalah yang juga signifikan pada populasi ini. Depresi pada anak dan remaja memiliki perbedaan gambaran dengan dewasa, dapat menjadi hal yang melatarbelakangi munculnya masalah perilaku, dan bila tidak segera dikenali dan ditangani dapat mempengaruhi perkembangan anak dan remaja itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gejala depresi serta faktor-faktor yang berhubungan pada anak didik pemasyarakatan di LPKA. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi potong lintang, dan dilaksanakan di LPKA Kelas I Tangerang pada bulan Juni-September 2018. Sebanyak 86 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dan pada penilaian dengan Child Depression Inventory (CDI), dijumpai 44,2% responden mengalami gejala depresi. Pada penilaian lanjutan dengan Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) didapatkan sebagian besar responden memenuhi kriteria diagnosis distimia, dan komorbiditas paling banyak adalah distimia dan gangguan penggunaan zat psikoaktif non alkohol. Dari penilaian terhadap faktor yang berhubungan, didapatkan anak didik yang menjalani masa penahanan kurang dari 1 tahun dan tidak dikunjungi keluarga memiliki risiko lebih besar mengalami depresi. Pada analisis multivariat didapatkan perundungan adalah faktor perancu, dan konsultasi ke layanan kesehatan selama masa penahanan tidak berhubungan dengan adanya depresi. Setelah mendapatkan hasil tersebut dapat disarankan penapisan gejala depresi pada anak didik pemasyarakatan dan penanganan yang sesuai. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mempelajari faktor lain yang memengaruhi depresi pada anak didik pemasyarakatan.

Antisocial behavior and crime in children and adolescents are crucial problems which occur in Indonesia and various countries. In dealing with this problem, the state organizes a coaching program at the Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Behavioral problems are often more of a concern, although depression is also a significant problem in this population. Depression in children and adolescents which has different symptoms in adults could be the background of the emergence of behavior problems, and if not immediately recognized and handled can affect the development of children and adolescents themselves. This study aims to describe depressive symptoms and related factors in juvenile offenders in LPKA. This study was an observational study with cross sectional study design, and was conducted in LPKA Kelas I Tangerang in June-September 2018. A total of 86 respondents participated in this study, and the assessment with Child Depression Inventory (CDI), 44,2% of respondents encountered depression symptoms. In the follow-up assessment with the Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) instrument, it was found that most respondents met the diagnosis criteria fr dystimia, and the most comorbidities were dysthimia and disruption of the use of non-alcoholic psychoactive substances. From the assessment of related factors, it was found that juvenile offenders who underwent a detention period of less than 1 year and were not visited by their families had a greater risk of depression. In the multivariate analysis it was found that bullying was a confounding factor, and consultation to health services during the detention period was not associated with depression. After getting these results, it can be suggested screening depressive symptoms in correctional and adequate treatment. Further research is also needed to study other factors that correlated with depression in juvenile offenders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prasila Darwin
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas hubungan antara beban pramurawat pasien skizofrenia dan ekspresi emosi yang muncul pada mereka serta faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya beban perawatan dan ekspresi emosi. Penelitian ini berbentuk studi potong lintang dengan jumlah subyek sebanyak 118, yang merupakan pramurawat pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalan di RS Jiwa Islam Klender pada bulan Oktober 2012 – November 2012. Seluruh subyek penelitian diminta untuk mengisi lembar keusioner, instrument BAS untuk mengukur beban perawatan dan instrument FQ untuk mengukur ekspresi emosi, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang sudah terkumpul. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 67,8% merasakan adanya beban perawatan, 49,2% memiliki ekspresi emosi tinggi dan 50,8% memiliki emosi rendah. Beban perawatan memiliki hubungan yang bermakna terhadap ekspresi emosi (OR 5,093; CI 95% 2,128 -12,190; p=0,000). Ditemukan adanya faktor perancu terhadap penilaian beban perawatan dan ekspresi emosi.

ABSTRACT
This study examine the relation between schizophrenia patient's caregiver's burden and expression emotion that appear on them and the factors that affect the appearance of the burden and emotional expression. This research is a cross- sectional study with a number of subjects as many as 118 caregiver of schizophrenia patient who underwent outpatient at Klender Islamic Mental Hospital in October 2012 - November 2012. The entire study subjects were asked to fill out quesioner BAS instrument to measure the burden and FQ instrument to measure the expression emotion. The results are, as much as 67.8% caregiver feel the burden, 49.2% have a high emotional expression and 50.8% had low emotions. The burden has a significant association with the expression emotion (OR 5.093; 95% CI -12.190 2.128, p = 0.000). There is a confounding factor in assessment of the burden and emotional expression."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurike Cahyani
"Gejala depresi dapat dijumpai pada individu dengan skizofrenia. Namun demikian, gejala depresi tersebut seringkali tidak terdeteksi sehingga bisa membahayakan jiwa bagi individu dengan skizofrenia.
Tujuan: mendapatkan Calgary Depression Scale for Schizophrenia (CDSS) versi Bahasa Indoensia yang sahih dan andal untuk mendeteksi gejala depresi pada individu dengan skizofrenia.
Metode: uji diagnostik CDSS dengan menggunakan baku emas Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) pada 102 subyek di poli rawat inap RSJ. Soeharto Heerdjan. Cara pengambilan sample dengan acak sederhana. Analisis data dilakukan dengan program SPSS versi 17. Untuk menguji kesahihan dilakukan pengukuran validitas isi, validitas kriteria dengan baku emas HDRS, dan validitas konstruksi untuk nilai korelasi. Pada uji reliabilitas dilakukan penentuan Cronbach's α, uji rater-interrater dan reliabilitas test-retest yang dilakukan dengan jarak waktu 3 hari kemudian.
Hasil: usia rerata subjek penelitian adalah 36,2(SD 9,7) dan rasio proporsi jenis kelamin laki-laki : perempuan sebesar 3:1. Sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan SLTP dan SLTA (78%). Subjek penelitian sebagian besar tidak menikah (68%) serta bekerja pada sektor informal seperti tukang koran dan buruh harian. CDSS berbahasa Indonesia memiliki sensitivitas 0,71 dan spesifisitas 0.69 dengan nilai cut-off sebesar 5. Nilai Cronbach's α dari CDSS versi Bahasa Indonesia sebesar 0,74.
Kesimpulan: Uji diagnostik CDSS versi Bahasa Indonesia didapatkan hasil yang cukup baik terhadap validitas isi, face validity, validitas kriteria dan validitas konstruksi dengan konsistensi internal yang dapat diandalkan.

Depression symptoms can be found in people with schizophrenia. But however, the symptoms are often not detected and puts their lives at risk.
Goal: to get a valid and reliable Indonesian version of Calgary Depression Scale for Schizophrenia (CDSS) to detect depression symptoms in people with schizophrenia.
Method: diagnostic test of CDSS with Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) as gold standard in 102 inpatient subjects in Soeharto Heerdjan hospital. Participants were recruited using simple random sampling and data analysis was done using SPSS program version 17. Validity is measured by measuring content validity, criterion validity with HDRS as gold standard, and construction validity for correlation score. Reliability test was done with measuring Cronbach's α, interratertest, and test-retest reliability within 3 days period.
Result: mean age for study subjects is 36,2 (SD 9,7) and gender proportion between male : female is 3:1. The majority of subjects have finished middle highschool and senior highschool (78%) and not married (68%) and work in informal fields such as newspaper deliveryman and daily labor. The Indonesian version of CDSS has sensitivity of 0,71 and specificity of 0,69 and cut-off score 5. Cronbach’s α score is 0,74.
Conclusion: there is a good result in content validity, face validity, criterion validity, construction validity, and reliable internal consistency.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Tri Pagita
"Depresi banyak ditemui pada orang dengan penyakit kronis, antara lain diabetes mellitus tipe 2. Salah satu penelitian menemukan bahwa sekitar 45% dari seluruh menderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami gangguan depresi namun tidak menjadi perhatian. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang depresi mengalami dampak yang cukup besar terhadap kualitas hidup. Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui adanya hubungan antara gangguan depresi dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSCM. Hasil dari penelitian ini menyatakan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami gangguan depresi secara keseluruhan lebih buruk dibandingkan yang tidak mengalami gangguan depresi. Pasien diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami gangguan depresi memiliki dampak yang cukup besar terhadap kualitas mereka.

Depression is commonly found in people with chronic diseases, such as diabetes mellitus type 2. One study found that approximately 45% of all diabetes mellitus type 2 who suffered from depression but was not a concern. Type 2 diabetes mellitus patients with depression experience a considerable impact on quality of life. The methodology of this study is a cross-sectional quantitative analytic to investigate the relationship between depression and quality of life of patients with diabetes mellitus type 2 in the Endocrine Clinic RSCM. The results of this study states the quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus who have depressive disorders are generally worse than that is not experiencing depression. Patients with type 2 diabetes mellitus who experience depression have a considerable impact on their quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anidiah Novy Hasdi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran gangguan mental serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan mental pada pasien dengan stroke di Poliklinik Saraf RSCM pada tahun 2016. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan desain penelitian studi potong lintang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, 46.8 subyek dengan stroke di poliklinik Saraf RSCM mengalami gangguan mental. Gangguan mental terbanyak adalah episode depresif sebesar 19 dan distimia sebesar 16.2 . Jenis mekanisme koping yang terbanyak digunakan subyek adalah emotion focused coping dengan subskala mekanisme koping terbanyak yaitu religion. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, riwayat gangguan mental di keluarga, lokasi lesi, waktu pasca stroke, jenis stroke dan mekanisme koping dengan terjadinya gangguan mental pada pasien stroke. Hubungan yang bermakna didapatkan dari disabilitas fisik, yaitu ketergantungan ringan dan ketergantungan sedang yang berhubungan dengan terjadinya gangguan mental pada pasien stroke.

ABSTRACT
This study aimed to get an overview of mental disorders and the factors that influence the occurrence of mental disorders in patients with stroke in Neurology clinic RSCM in 2016. The study was a descriptive analytic research using cross sectional study design study. The result showed that, 46.8 of subjects with stroke in Neurology clinic RSCM had a mental disorder. Most mental disorders are major depressive episode was 19 and 16.2 dysthymia. Most types of coping mechanisms subject used is emotion focused coping with subscale most coping mechanism that is religion. There is no significant relationship between gender, history of mental illness in the family, lesion location, time of post stroke, stroke and coping mechanisms with the onset of mental disorders in stroke patients. A significant association was obtained from a physical disability, mild and moderate dependence was associated with the occurrence of mental disorders in stroke patients."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Oktaria Safitri
"Latar belakang. Tumor otak metastasis berpotensi menyebabkan distres dan psikopatologi, serta menurunkan kualitas hidup pasien. Kerentanan ini terjadi karena beban gejala fisik dari tumor primer dan gejala dari metastasis otak yang dialami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh psikoterapi suportif pada perbaikan distres, psikopatologi dan kualitas hidup pasien.
Metode. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji klinis randomisasi, tersamar tunggal, desain paralel tanpa matching, pragmatis. 15 pasien kelompok perlakuan adalah pasien tumor otak metastasis yang mendapatkan intervensi psikoterapi suportif sebanyak 6 sesi selama 30-45 menit pada setiap sesi dan perawatan standar dari dokter saraf, sedangkan 15 pasien kelompok kontrol mendapatkan terapi standar dari dokter spesialis saraf saja. Penelitian ini menggunakan kuesioner distress thermometer (DT) untuk menilai distres, Self-rating Questionnaire 20 (SRQ 20) untuk menilai psikopatologi dan World Health Organization Quality of life-Bref (WHOQOL-Bref) untuk menilai kualitas hidup pasien sebelum dan setelah intervensi. Sebelum dilakukan intervensi, dilakukan validasi isi pada modul psikoterapi suportif yang akan digunakan. Tidak ada subjek yang dropped out (lepas pantau) dan loss to followup dalam penelitian ini.
Hasil. Hasil penelitian semua subjek kelompok perlakuan sebanyak 15 (100,0%) mengalami perbaikan skor distres, psikopatologi, dan kualitas hidup yang bermakna secara bermakna(P=0,00) sebelum dan sesudah psikoterapi suportif. Selain iut, didapatkan juga perbedaan yang bermakna secara bermaknadalam proporsi pasien yang mengalami masalah psikososial berupa masalah praktis sehari-hari, masalah emosional, dan masalah gejala tumor otak metastasis antara sebelum dan setelah intervensi (P<0,05). Ditemukan juga penurunan rata-rata skor variabel gejala tumor otak metastasis (p=0,00) berupa nyeri kepala (p=0,00), kelemahan (p=0,00), kejang dan penglihatan ganda antara sebelum dan sesudah intervensi psikoterapi suportif, pada kedua kelompok. Nilai keseluruhan validasi modul psikoterapi suportif 96,21% dan validasi isi setiap sesi lebih dari 90% sehingga menunjukkan hasil yang valid. Faktor demografi yang memengaruhi perbaikan skor psikopatologi adalah status ekonomi (p=0,03).
Kesimpulan. Psikoterapi suportif berpengaruh secara bermaknadalam menurunkan distres dan psikopatologi, serta meningkatkan kualitas hidup pasien tumor otak metastasis.

Background. Patients with metastatic brain tumors are in risk of distress, psychopathology, and reduced quality of life. This vulnerability occurs because of the burden of physical symptoms from the primary tumor and symptoms of metastatic brain tumors experienced by the patients. The purpose of this study was to determine the effectiveness of supportive psychotherapy in alleviating distress, psychopathology, and quality of life of patients with metastatic brain tumors.
Method. This study is a randomized, single-blind, parallel design without matching, pragmatic clinical trial study. 15 patients in the treatment group were metastatic brain tumor patients who received 6 sessions of supportive psychotherapy (30-45 minutes each) and standard care from neurologists, while 15 patients in the control group received standard therapy from neurologists only. This study used distress thermometer (DT) to measure distress, Self-rating Questionnaire 20 (SRQ 20) to measure psychopathology, and World Health Organization Quality of life-Bref (WHOQOL-Bref) to measure quality of life before and after intervention. Prior to intervention, content validation was carried out on the supportive psychotherapy module. There were no dropped out and lost to follow-up subjects in this study.
Results. This study showed that all subjects in the treatment group (n=15; 100%) experienced significant improvements on distress, psychopathology, and quality of life scores (P=0.00) before and after supportive psychotherapy. The proportion of patients experiencing psychosocial problems including daily activities, emotional problems, and symptoms of metastatic brain tumor between before and after the intervention showed a significant difference (P<0.05). There was also a decrease in the average score for metastatic brain tumor symptoms (p=0.00) including headache (p=0.00), weakness (p=0.00), seizures and double vision between before and after supportive psychotherapy intervention. In both groups, the overall validation value of the supportive psychotherapy module is 96.21% and the content validation value of each session is more than 90%, which means that it shows valid results. The demographic factor that affects the improvement of psychopathology scores was economic status (p=0.03).
Conclusion. Supportive psychotherapy shows significant effects in alleviating distress, psychopathology, and quality of life of patients with metastatic brain tumors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Irma
"Akatisia adalah efek samping pengobatan antipsikotik yang ditandai dengan kegelisahan subjektif dan dapat terlihat secara objektif. Efek samping ini mengganggu dan paling sering ditemukan. Prince Henry Hospital Akathisia Rating Scale merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mendeteksi akatisia. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang meneliti kesahihan dan keandalan instrumen Prince Henry Hospital Akathisia Rating Scale versi Bahasa Indonesia dalam mendeteksi akatasia pada pasien skizofrenia. Hasil penelitian menunjukan bahwa instrumen Prince Henry Hospital Akathisia Rating Scale versi bahasa Indonesia yang diuji dalam penelitian ini telah terbukti kesahihan dan keandalannya untuk mendeteksi akatisia pada pasien skizofrenia di Indonesia.

Akathisia is a side effect of antipsychotic treatment that is characterized by subjective restlessness feeling and can be observed objectively. Akathisia is a distressing side effect and the most common found. Prince Henry Hospital Akathisia Rating Scale is an instrument that is used to detect akathisia. This research is a cross sectional study that evaluate the validity and reliability of the Indonesian version of the instrument on detecting akathisia at Indonesian schizophrenic patients. The result shows that the Indonesian version of the instrument which had been evaluated in this study is valid and reliable to be applied in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31433
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Wijono
"ABSTRAK
Pendahuluan
Efek samping ekstrapiramidal (EPS) pada pengobatan pasien psikotik merupakan sumber ketidakpatuhan minum obat yang berakibat munculnya kekambuhan. Pemberian obat triheksifenidil berguna untuk mencegah dan mengatasi EPS akibat penggunaan obat antipsikotika. Prosentase pasien psikotik yang diberikan obat triheksifenidil di poliklinik jiwa dewasa RSCM (PJD RSCM) tahun 2010 mencapai 51%. Namun tidak diketahui gambaran pola penggunaan triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi antipsikotika di PJDRSCM.Maka penelitian gambaran dan karakteristik penggunaan triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi obat antipsikotika di PJD RSCM ini perlu untuk dilakukan.
Tujuan
Mengetahui gambaran dan karakteristik penggunaan triheksifenidil pada pasien yang mendapat terapi obat antipsikotika di PJD RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011.
Metode
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Pengambilan sampel ditetapkan secara random sampling. Subyek adalah semua pasien yang mendapat terapi antipsikotika serta obat triheksifenidil di PJD RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Juli 2011 sebanyak 97. Data demografi dan data sampel diperoleh dari data sekunder catatan medis pasien.
Hasil
Pola pemberian triheksifenidil pada pasien yang mendapat antipsikotika di PJD RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011, yang terbanyak digunakan adalah pemberian obat triheksifenidil langsung bersama dengan obat antipsikotika sejak awal pengobatan atau sebelum muncul EPS yaitu sebesar 91,8%.
Kesimpulan
Pada penelitian ini menunjukkan pola pemberian triheksifenidil pada pasien yang mendapatkan obat antipsikotika di PJD RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011, pasien langsung diberikan obat triheksifenidil tanpa pemeriksaan EPS terlebih dulu dan tidak dilakukan evaluasi ulang tiap tiga bulan. Sehingga pemberian obat triheksifenidil tidak sesuai dengan panduan pelayanan medis Departemen Psikiatri RSCM tahun 2007 serta dalam konsensus WHO tentang penatalaksanaan EPS.

ABSTRACT
Background
Extrapyramidal side effects (EPS) in the treatment of psychotic patients contributes to poor compliance and exacerbation of psychiatric symptoms. The use of trihexyphenidyl is beneficial in preventing and treating neuroleptic-induced EPS. In 2010, percentage of psychotic patients who were given trihexyphenidyl at Poliklinik Jiwa Dewasa RSCM (PJD RSCM) have reached up to 51%. However, the pattern of trihexyphenidyl usage in patients receiving antipsychotic therapy at PJD RSCM has not been known. Therefore, a research is needed in finding the pattern and characteristic of trihexyphenidyl usage in patients recieving antipsychotic therapy at PJD RSCM.
Aim
To find the pattern and characteristic of trihexyphenidyl usage in patients recieving antipsychotic therapy at PJD RSCM during August 2010 until July 2011.
Method
This research is a cross sectional study. Samples in this research were taken randomly. Subjects recruited were 97 patients receiving antipsychotic therapy with trihexyphenidyl at PJD RSCM during August 2010 until July 2011. Demographic and sample data were obtain from patients? medical records.
Result
The most widely used pattern of trihexyphenidyl usage in patients receiving antipsychotic therapy at PJD RSCM during August 2010 until July 2011 was simultaneous use of trihexyphenidyl together with antipychotic since the beginning of treatment or prior to appearance of EPS at approximately 91.8%.
Conclusion
Pada penelitian ini menunjukkan pola pemberian triheksifenidil pada pasien yang mendapatkan obat antipsikotika di PJD RSCM pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Juli 2011, pasien langsung diberikan obat triheksifenidil tanpa pemeriksaan EPS terlebih dulu dan tidak dilakukan evaluasi ulang tiap tiga bulan. Sehingga pemberian obat triheksifenidil tidak sesuai dengan panduan pelayanan medis Departemen Psikiatri RSCM tahun 2007 serta dalam konsensus WHO tentang penatalaksanaan EPS.
This research have shown pattern of trihexyphenidyl use which was given directly to patients without EPS examination and without evaluation every three months. In consequent, the use of trihexyphenidyl was not in accordance with 2007 medical operational standart of Psychiatric Department RSCM and WHO consensus on the management of EPS."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T32683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Erfan
"ABSTRAK
Dokter di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kadang tidak mengenali adanya depresi pada seseorang. Pemberian pelatihan psikiatri untuk dokter di Puskesmas diperkirakan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan diagnosis terhadap masalah psikiatri. Divisi Psikiatri Komunitas Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun suatu modul pelatihan yaitu ADAPT (Advance in Depression and Psychosomatic Treatment). Modul bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dokter di Puskesmas dalam melakukan deteksi kasus gangguan jiwa yang sering di masyarakat. Modul merujuk pada PPDGJ III.
Tujuan: Mengetahui efektivitas pemberian pelatihan modul ADAPT dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mendiagnosis gangguan depresi pada dokter di Puskesmas.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre dan post test. Subjek penelitian adalah lima belas dokter umum yang bertugas di Puskesmas Wilayah Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu Juli 2012 ? Oktober 2012. Sampel diambil secara convenient. Seluruh subjek penelitian mengikuti pelatihan modul ADAPT selama satu hari. Pengetahuan dinilai sebelum pelatihan, segera, satu bulan dan tiga bulan setelah pelatihan dengan kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh subjek. Keterampilan diagnosis dinilai sebelum pelatihan, satu hari, satu bulan dan tiga bulan setelah pelatihan dengan cara peneliti dan subjek memeriksa pasien yang sama di ruang yang berbeda. Data diolah secara deskriptif.
Hasil: Segera setelah pelatihan, 100% subjek mengalami peningkatan pengetahuan. Penilaian satu dan tiga bulan setelah pelatihan hanya 66,7% subjek yang tetap mengalami peningkatan pengetahuan. Satu hari setelah pelatihan sebanyak 93,3% subjek mengalami peningkatan keterampilan diagnosis. Satu bulan setelah pelatihan 73,3% subjek mengalami peningkatan keterampilan diagnosis. Tiga bulan setelah pelatihan hanya 60% subjek yang tetap mengalami peningkatan keterampilan diagnosis.
Kesimpulan: Pemberian pelatihan modul ADAPT efektif dalam meningkatkan pengetahuan dokter Puskesmas mengenai gangguan depresi segera setelah pelatihan. Satu bulan dan tiga bulan setelah pelatihan <70% subjek yang masih mengalami peningkatan pengetahuan. Pemberian pelatihan modul ADAPT efektif dalam meningkatkan keterampilan dokter Puskesmas dalam mendiagnosis gangguan depresi satu hari dan satu bulan setelah pelatihan. Tiga bulan setelah pelatihan <70% subjek yang masih mampu mendiagnosis gangguan depresi.

ABSTRACT
Introduction: Physicians in Public Health Center (PHC) sometime do not recognize the existence of depression in a person. Provision of psychiatric training for physicians in PHC is expected to enhance the knowledge and skills of physicians to the problem of psychiatric diagnosis.. Division of Community Psychiatry Departement of Psychiatry School of Medicine University of Indonesia has developed a training module that is ADAPT (Advance in Depression and Psychosomatic Treatment). This module aims to enhance the skills of doctors in the health center in case of detection of mental disorders in the community frequently. The module refers to PPDGJ-III.
Objective: To assess the effectiveness of training module ADAPT toward physicians to enhance their knowledge and skills to diagnose depressive disorders.
Methods: The study design used was one group pre and post test. Subjects were fifteen general practitioner who served in Tebet Sub Regional Health Center in South Jakarta. The study was conducted in the period July 2012 - October 2012. Samples were taken at convenient. All recipients ADAPT training modules for one day. Knowledge assessed before training, immediately, one month and three months after training with the knowledge questionnaires filled by the subject. Skills diagnosis assessed before training, one day, one month and three months after the training of researchers and subjects by examining the same patient in a different room. Data processed descriptively.
Results: Immediately after training, 100% of subjects experienced an increase in knowledge. But one and three months after training only 66.7% of the subjects continued to experience an increase in knowledge. One day after training, 93.3% of subjects experienced an increase in diagnosis skills. One month after training 73.3% of subjects experienced an increase in diagnosis skills. But three months after training only 60% of subjects were still at increased diagnosis skills.
Conclusion: Providing ADAPT training modules effective to improve knowledge of physician about depressive disorders immediately after training. However, one month and three months after training <70% of subjects were still experiencing an increase in knowledge. Providing ADAPT training modules effective in improving the ability physician skills clinic to diagnose depressive disorder one day and one month after the training. But three months after the training <70% of subjects who are capable of diagnosing depressive disorders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library