Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Syafrianto
Abstrak :
Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terhadap Dana Alokasi Umum Nagari yang menjadi salah satu sumber pendapatan Nagari dalam APPN (Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Nagari). Hal ini menjadi panting mengingat bentuk pemerintahan terendah di Sumatera Barat mengalami perubahan dari Desa ke Nagari sejak tahun 2001. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskripsi dengan cara wawancara mendalam terhadap para informan yang dipilih secara purposive dan studi pustaka. Sementara itu untuk mendukung data diatas, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif terhadap beberapa variabel untuk lebih menjelaskan data yang ditemukan dilapangan dengan responder yang terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam mengelola Dana Alokasi Umum Nagari. Pada empat faktor yang diteliti dalam studi ini yaitu status sosial ekonomi, dukungan terhadap Wali Nagari, keterlibatan organisasi dan keterlibatan psikologis ternyata faktor status sosial ekonomi sangat berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan sedangkan faktor lain memiliki kontribusi yang berbeda dalam proses pengambilan keputusan di Nagari Batahan. Sementara itu selain keempat faktor diatas, ternyata pada sistem pengambilan keputusan yang ada di Nagari, masih ada faktor yang lebih berpengaruh yaitu pemerintah atasan Nagari. Pemerintah atasan Nagari sebagai aktor eksternal dalam sistem pengambilah keputusan Nagari ikut memiliki peran yang dominan dalam menentukan hasil yang dibuat oleh Nagari. Akibatnya upaya untuk menghilangkan hubungan paternalistik yang selama ini telah tercipta dengan memberikan wewenang diskresi kepada Nagari menjadi tidak tercapai. Prioritas yang harus dilakukan dalam hal ini untuk mencegah masyarakat merasa tidak memiliki peran apa-apa dalam proses pengambilan keputusan, Pemerintah Daerah selain harus memberikan kewenangan diskresi yang lebih luas, perlu pula melakukan perubahan terhadap pemilihan wakil yang ada di BPAN sebagai badan perwakilan yang terlibat langsung dalam proses pembuatan keputusan dan pemberdayaan terhadap lembaga perwakilan tingkat lokal ini perlu dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah sendiri maupun oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), karena dari sinilah masyarakat akan belajar cara berdemokrasi dan mampu mengatasi persoalannya sendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaily Oktosab Fitri Abidin
Abstrak :
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat di era reformasi dan dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mulai dilaksanakan per 1 Januari 2001, muncul fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru (baik Propinsi, maupun daerah Kabupaten dan daerah Kota) yang terlepas dari induknya. Keinginan masyarakat diberbagai daerah untuk menjadikan daerahnya sebagai daerah otonom itu antara lain juga disebabkan karena UU No. 22/1999 tidak lagi mengenal adanya Kota Administratif (Kotif), namun hanya daerah Propinsi, Kabupaten dan Daerah Kota. Kebijakan Pemerintah tersebut tentu saja di respon oleh sebagian besar masyarakat di wilayah Kota Administratif Pagar Alam. Apabila Kotif Pagar Alam tidak mengajukan peningkatan status untuk menjadi Daerah Kota Pagar Alam, maka harus kembali menjadi Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Lahat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan status wilayah administrasi di Kota Pagar Alam dan proses peningkatan status wilayah administrasi di Kota Pagar Alam. Permasalahan penelitian dirumuskan dengan 2 pertanyaan penelitian yaitu : " Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembentukan Daerah Kota Pagar Alam ? ? dan Bagaimana Proses pembentukan Daerah Kota Pagar Alam dilakukan ? ". Untuk mencari jawaban atas pertanyaan diatas digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan, Tahapan pertama adalah wawancara mendalam dan observasi dan tahapan kedua adalah kajian dokumentasi dan kepustakaan. Analisa data menggunakan teknik analisa kualitatif deskriptif sehingga terhadap data-data statistik yang bersifat kuantitatif dipergunakan sebagai pendukung analisa. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer sebagai dasar analisis. Teknik Analisis Data yang digunakan adalah Data Reduction (Reduksi data), Data Organization (Pengorganisasian data) dan Interpretation (Interpretasi atau Penafsiran) serta didukung oleh ketentuan dari PP No 129 Tahun 2000. Kelayakan untuk menjadi daerah Kota dilihat dari 7 kriteria yaitu kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. Dari perhitungan diperoleh bahwa jumlah skor minimal kelulusan adalah 2280. Peningkatan Status Wilayah Administrasi diidentifikasi dengan beberapa indikator yaitu Kontribusi PDS terhadap Pengeluaran Rutin, PDRB Per Kapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Kondisi SDA, Pengembangan Ekonomi Masyarakat, Pendidikan dan Kesehatan, Transportasi dan Komunikasi, Sarana Pariwisata, Ketenagakerjaan, sarana tempat peribadatan, Sarana kegiatan institusi, sarana olah raga, jumlah penduduk, luas wilayah, mata pencaharian, penataan wilayah Kota, keamanan dan ketertiban, sarana dan prasarana pemerintahan dan rentang kendali. Dari Hasil Analisa diperoleh kesimpulan bahwa Kotif Pagar Alam Layak untuk ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Kota, karena total skor dari beberapa indikator pada Calon Kota Pagar Alam adalah sebesar 2735, atau lebih besar dari jumlah skor minimal yang dipersyaratkan sebesar 2280. Sedangkan skor total Kabupaten Induk adalah sebesar 2640. Skor tersebut meskipun masih lebih rendah dari skor total Calon Kota Pagar Alam, namun bila dibandingkan dengan total skor minimal juga masih lebih besar. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa adanya daerah Kota Pagar Alam tidak terlalu mengganggu pertumbuhan Kabupaten induknya. Dari analisa ini dapat dijelaskan juga bahwa penulis menganalisa kelemahan dari Peraturan Pemerintah ini. Rekomendasi hasil analisa adalah bahwa Kotif Pagar Alam telah menjadi daerah Kota, perlu memperhatikan Kabupaten Induknya agar tidak terjadi ketimpangan yang semakin besar, mengingat hasil kajian menunjukan bahwa skor daerah Kota lebih besar dari Kabupaten Induk. Padahal jumlah penduduk dan Kecamatan lebih besar di daerah Kabupaten Induk.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wening Adityasari
Abstrak :
[Tesis ini menganalisis Faktor Faktor Kinerja Koperasi Primer Koperasi Pusjarah TNI Puspen TNI dan Puskes TNI di Lingkungan Mabes TNI dengan Berdasarkan Perspektif 7's Mckinsey Penelitian ini menggunakan pendekatan Post Positivism dengan menggunakan metode kualitatif Faktor faktor yang mendukung kinerja di koperasi Pusjarah TNI Puspen TNI dan Puskes TNI sebagai subyek penelitian sebagai berikut 1 Adanya nilai yang berkembang dan dianut oleh anggota koperasi untuk selalu memberi dukungan bagi kemajuan koperasi dengan banyak memberikan masukan masukan feedback untuk peningkatan kegiatan perkoperasian Selain itu kepercayaan yang tinggi kepada Pengurus koperasi 2 Adanya dukungan dari dinas untuk kemajuan permodalan koperasi di masing masing primer koperasi 3 Style yang diterapkan bersifat demokratis dengan stlye yang berbeda dimasing masing koperasi namun tetap berdasar kepada asas kekeluargaan Faktor faktor yang menghambat kinerja di koperasi Pusjarah TNI Puspen TNI dan Puskes TNI sebagai berikut 1 Tidak adanya penetapan Standard Operational Procedure SOP dalam kegiatan koperasi sehari hari Prosedur yang ada ditetapkan pada saat Rapat Akhir Tahunan RAT dan dapat berubah sewaktu waktu berdasarkan kebijakan yang ditetapkan pada saat Rapat Akhir Tahunan RAT berikutnya 2 Tidak adanya struktur tersendiri untuk pengurus koperasi serta tidak adanya penetapan SOP dalam kegiatan koperasi sehari hari 3 Pengurus koperasi memiliki double duty antara sebagai pegawai dan sebagai pengurus koperasi sehingga tidak terfokus dengan kegiatan koperasi 4 Kurangnya pengetahuan pengurus tentang perkoperasian serta belum maksimalnya anggota memanfaatkan keberadaan koperasi dan koperasi hanya dikenal sebagai Unit Simpan Pinjam USIPA Hasil penelitian menyarankan membuat struktur tersendiri khusus koperasi Perlunya ditetapkan SOP yang jelas serta adanya evaluasi ......This thesis analyzes Factors Primary Cooperative Performance Pusjarah TNI Puspen Puskes TNI and TNI at TNI Headquarters with the Perspective Under 7 39's McKinsey This study uses a Post Positivism approach using qualitative methods Factors that support the performance in cooperatives Pusjarah TNI Puspen TNI and Puskes TNI as research subjects as follows 1 There are values that developed and adopted by the cooperative members to provide support for the progress of the cooperative providing feedback for enhancement of cooperative activities The values also generates high confidence in the Board of the cooperative 2 There are supports by the department for the advancement of cooperative capital in each primary cooperative 3 Style applied is democratic with a different style in the respective cooperative however it still based on the principle of the family Factors that hamper the performance of cooperatives Pusjarah TNI Puspen TNI and Puskes TNI as follows 1 There is no enforcement of Standard Operational Procedure SOP in cooperative daily activities The procedure will be assigned in the End Annual Meeting RAT and open to modification at any time based on policies established by the next Final Annual Meeting RAT 2 There is no autonomous structure for the cooperative management along the lack of determination of SOP in cooperative daily activities 3 There is a double duty carried by the cooperative management that enforce them to be in charge as an employee but also as cooperative management that disrupt the focus of cooperative activities 4 Lack of knowledge regarding cooperatives and the board members have not make the most the advantage of cooperatives existency and cooperative only known as Savings and Loans Unit USIPA Results of the study suggest the department to establish an autonomous structure of cooperatives along with the assigns SOPs and evaluation., AbstractThis thesis analyzes Factors Primary Cooperative Performance Pusjarah TNI Puspen Puskes TNI and TNI at TNI Headquarters with the Perspective Under 7 39 s McKinsey This study uses a Post Positivism approach using qualitative methods Factors that support the performance in cooperatives Pusjarah TNI Puspen TNI and Puskes TNI as research subjects as follows 1 There are values that developed and adopted by the cooperative members to provide support for the progress of the cooperative providing feedback for enhancement of cooperative activities The values also generates high confidence in the Board of the cooperative 2 There are supports by the department for the advancement of cooperative capital in each primary cooperative 3 Style applied is democratic with a different style in the respective cooperative however it still based on the principle of the family Factors that hamper the performance of cooperatives Pusjarah TNI Puspen TNI and Puskes TNI as follows 1 There is no enforcement of Standard Operational Procedure SOP in cooperative daily activities The procedure will be assigned in the End Annual Meeting RAT and open to modification at any time based on policies established by the next Final Annual Meeting RAT 2 There is no autonomous structure for the cooperative management along the lack of determination of SOP in cooperative daily activities 3 There is a double duty carried by the cooperative management that enforce them to be in charge as an employee but also as cooperative management that disrupt the focus of cooperative activities 4 Lack of knowledge regarding cooperatives and the board members have not make the most the advantage of cooperatives existency and cooperative only known as Savings and Loans Unit USIPA Results of the study suggest the department to establish an autonomous structure of cooperatives along with the assigns SOPs and evaluation ]
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Yuliani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8645
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whiko Irwan Destanto
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang Tindakan ablasi endovenous untuk varises tungkai di Indonesia mulai dikerjakan tahun 2010 EVLT dikerjakan di RSCM tahun 2013 dan MOCA dikerjakan di RSUP Fatmawati tahun 2014 Belum ada evaluasi terhadap rekanalisasi pasca tindakan MOCA dan EVLT di Indonesia Metode Studi ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional Subjek pasca MOCA atau EVLT dengan rentang waktu 3 18 bulan pasca tindakan diwawancara dan dilakukan pemeriksaan USG vaskular pada tungkai yang dioperasi untuk menilai rekanalisasi Data sekunder praoperasi diambil dari rekam medis Dicari karakteristik klinis subjek membandingkan kecenderungan rekanalisasi pasca tindakan MOCA dan EVLT dicari hubungan antara karakteristik klinis subjek dengan kejadian rekanalisasi Data diolah dengan SPSS ver 20 0 Hasil Didapatkan 43 sampel tungkai terdiri dari 24 tungkai pasca MOCA dan 19 tungkai pasca EVLT Karakteristik subjek MOCA terbanyak usia 7 mm 13 19 tungkai Pada MOCA rekanalisasi total didapatkan 2 24 dan partial 8 24 tungkai sedangkan pada EVLT rekanalisasi total 1 19 dan partial 3 19 tungkai Hubungan antara karakteristik klinis subjek dengan kejadian rekanalisasi p 0 05 Kesimpulan Kecenderungan rekanalisasi MOCA lebih tinggi dibandingkan EVLT Tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik klinis subjek dengan kejadian rekanalisasi secara statistik namun diameter terbesar VSM 7 mm sebelum operasi secara proporsional lebih tinggi MOCA 3 4 tungkai dibandingkan EVLT 3 13 tungkai ABSTRACT
Background Endovenous ablation for varicose vein of the limb in Indonesia has been done since 2010 EVLT has been done in RSCM since 2013 and MOCA in RSUP Fatmawati in 2014 There has not any evaluation been done for recanalization post MOCA and EVLT procedure in Indonesia Method This study was descriptive analytic with cross sectional design Subjects post MOCA or EVLT with time span 3 18 months post procedure are interviewed and USG vascular examination is done on operated limb in order to evaluate the recanalization Secondary data pre surgery are taken from medical records Clinical characteristics of the subjects are seek comparing possibility of recanalization post MOCA and EVLT procedure in order to see the correlation between clinical characteristics of subjects and recanalization Data is treated using SPSS ver 20 0Results Forty three samples were collected consists of 24 extremities post MOCA samples and 19 extremities post EVLT samples Most subjects on MOCA group were 7mm were 13 19 extremities On MOCA group total recanalization were 2 24 extremities and partial were 8 24 extremities EVLT group total recanalization were 1 19 extremities and partial were 3 19 extremities Relationship between subjects clinical characteristics with recanalization event p 0 05 Conclusion Recanalization tendency in MOCA is higher compared to EVLT There is no statistically significant assosiation between clinical characteristic of the subjects and recanalization but the highest diameter VSM 7 mm pre surgery proportionally is higher in MOCA 3 4 extremities compared to EVLT 3 13 extremities ;Background Endovenous ablation for varicose vein of the limb in Indonesia has been done since 2010 EVLT has been done in RSCM since 2013 and MOCA in RSUP Fatmawati in 2014 There has not any evaluation been done for recanalization post MOCA and EVLT procedure in Indonesia Method This study was descriptive analytic with cross sectional design Subjects post MOCA or EVLT with time span 3 18 months post procedure are interviewed and USG vascular examination is done on operated limb in order to evaluate the recanalization Secondary data pre surgery are taken from medical records Clinical characteristics of the subjects are seek comparing possibility of recanalization post MOCA and EVLT procedure in order to see the correlation between clinical characteristics of subjects and recanalization Data is treated using SPSS ver 20 0Results Forty three samples were collected consists of 24 extremities post MOCA samples and 19 extremities post EVLT samples Most subjects on MOCA group were 7mm were 13 19 extremities On MOCA group total recanalization were 2 24 extremities and partial were 8 24 extremities EVLT group total recanalization were 1 19 extremities and partial were 3 19 extremities Relationship between subjects clinical characteristics with recanalization event p 0 05 Conclusion Recanalization tendency in MOCA is higher compared to EVLT There is no statistically significant assosiation between clinical characteristic of the subjects and recanalization but the highest diameter VSM 7 mm pre surgery proportionally is higher in MOCA 3 4 extremities compared to EVLT 3 13 extremities ;Background Endovenous ablation for varicose vein of the limb in Indonesia has been done since 2010 EVLT has been done in RSCM since 2013 and MOCA in RSUP Fatmawati in 2014 There has not any evaluation been done for recanalization post MOCA and EVLT procedure in Indonesia Method This study was descriptive analytic with cross sectional design Subjects post MOCA or EVLT with time span 3 18 months post procedure are interviewed and USG vascular examination is done on operated limb in order to evaluate the recanalization Secondary data pre surgery are taken from medical records Clinical characteristics of the subjects are seek comparing possibility of recanalization post MOCA and EVLT procedure in order to see the correlation between clinical characteristics of subjects and recanalization Data is treated using SPSS ver 20 0Results Forty three samples were collected consists of 24 extremities post MOCA samples and 19 extremities post EVLT samples Most subjects on MOCA group were 7mm were 13 19 extremities On MOCA group total recanalization were 2 24 extremities and partial were 8 24 extremities EVLT group total recanalization were 1 19 extremities and partial were 3 19 extremities Relationship between subjects clinical characteristics with recanalization event p 0 05 Conclusion Recanalization tendency in MOCA is higher compared to EVLT There is no statistically significant assosiation between clinical characteristic of the subjects and recanalization but the highest diameter VSM 7 mm pre surgery proportionally is higher in MOCA 3 4 extremities compared to EVLT 3 13 extremities
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Surya Kusuma
Abstrak :
Latar belakang. Sepsis merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Pada sepsis berat dan melanjut, akan terjadi ketidakseimbangan sitokin inflamasi dan anti-inflamasi. Berbagai penelitian telah mencoba mengungkapkan peran mikronutrien bagi sistem imun, di antaranya adalah zinc. Defisiensi zinc dapat menyebabkan gangguan sistem imun alamiah dan didapat. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti interaksi antara defisiensi zinc dengan sistem imun terutama pada sepsis melanjut. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) profil kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, IFN-γ, (2) hubungan antara kadar zinc serum dengan skor PELOD. (3) hubungan antara masing-masing kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, IFN-γ dengan luaran sepsis melanjut, (4) korelasi antara kadar zinc serum dengan TNF-α, IL-10, IFN-γ dan rasio TNF-α/IL-10 pada sepsis melanjut. Metode. Penelitian potong lintang di Unit Perawatan Intensif (ICU) Anak RSCM, dengan subjek berusia 1 bulan?18 tahun. Pasien dengan diagnosis sepsis, berlangsung lebih dari 5 hari, memiliki skor PELOD ≥10, tanpa dugaan infeksi HIV, keganasan, dan tidak mendapat suplementasi zinc, dilakukan pemeriksaan kadar zinc serum, TNF-α, IL-10, dan IFN-γ. Dilakukan pemeriksaan kadar zinc serum pada populasi anak non-sepsis (dari pasien yang menjalani toleransi operasi elektif dengan diagnosis non-infeksi dan non-keganasan). Hasil. Sebanyak 23 dari 52 subjek dengan sepsis memenuhi kriteria penelitian. Seluruh subjek memiliki kadar zinc serum yang rendah (median 0,56 μg/dL; 0,06-3,39 μg/dL), berbeda bermakna dengan kelompok kontrol (median 31,13 μg/dL; 21,71-55,57 μg/dL) (p = 0,00). Median kadar TNF-α, IL-10, dan IFN-γ pada penelitian ini berturut-turut adalah 13,73 (1,53-43,59) pg/mL, 5,15 (0,86-52) pg/mL, dan 5,17 (0,16-36,10) pg/mL. Zinc serum tidak berhubungan dengan mortalitas (p=0,186), namun berkorelasi terbalik dengan skor PELOD (r=-0,489, p=0,018). Kadar TNF-α berkorelasi lurus dengan mortalitas sepsis (r=-0,42, p= 0,046), namun IL-10 dan IFN-γ tidak terbukti berhubungan dengan luaran sepsis. Kadar zinc serum cenderung berkorelasi negatif terhadap kadar TNF-α dan IFN-γ, namun tidak berkorelasi dengan kadar IL-10 dan rasio TNF-α/IL-10. Simpulan. Pada anak dengan sepsis melanjut terdapat penurunan kadar zinc serum yang berkorelasi dengan perburukan skor PELOD. Kadar zinc serum yang rendah cenderung berhubungan dengan peningkatan kadar TNF-α dan IFN-γ. Mortalitas pada sepsis melanjut berhubungan dengan peningkatan kadar TNF-α. ...... Background. Sepsis is a major cause of mortality in critically ill patients. Imbalance of the inflammatory and antiinflammatory reactions will results in severe and prolonged sepsis. Many researches have showed the role of micronutrients, such as zinc, in immune system. Yet, no research in Indonesia studied the interaction between zinc deficiency and the immune system, particularly in prolonged sepsis. Objectives. This study was designed to identify: (1) serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ profile in prolonged sepsis, (2) the relationship between serum zinc level and PELOD score in prolonged sepsis, (3) the relationship between serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ with sepsis outcome in prolonged sepsis, (4) the correlation between serum zinc level and TNF-α, IL-10, IFN-γ, TNF-α/IL-10 ratio in prolonged sepsis. Method. All patients age between 1 month ? 18 years old, with PELOD score ≥10 on >5 days after sepsis onset, and without any immunosupressive underlying disease, admitted to the pediatric intensive care unit from June through November 2012, were eligible for enrollment. After consent, blood samples were collected and pooled for serum zinc, TNF-α, IL-10, and IFN-γ level analysis. A control group consist of pre-operative children were also enrolled to compare the serum zinc level. Results. Twenty-three out of 52 patients with sepsis were enrolled. All subjects had a low serum zinc level (median 0,56 μg/dL; 0,06-3,39 μg/dL), significantly differ to control group (median 31,13 μg/dL; 21,71-55,57 μg/dL) (p = 0,00). The median level of TNF-α, IL-10, and IFN-γ in this research were 13,73 (1,53-43,59) pg/mL, 5,15 (0,86-52) pg/mL, and 5,17 (0,16-36,10) pg/mL. Serum zinc did not correlate to mortality (p = 0,186), but correlate to PELOD score (r = -0,489, p = 0,018). There were trends toward an increase in the TNF-alpha, IL-10 and IFN-gamma level in the non-survivor group compare to the survivors, but these trends were not significantly different, except for the TNF-alpha level (r = -0.42, p = 0.046). The serum zinc level tend to inversely correlate to TNF-α and IFN-γ level, but not to IL-10 level and TNF-α/IL-10 ratio. Conclusion. In children with prolonged and severe sepsis, the decrease in serum zinc level is correlate to PELOD score deterioration and tend to correlate with the increase of TNF-α and IFN-γ level, adding a risk toward increase mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Raymond
Abstrak :
Latar belakang :Tesis ini membahas tentang analisis kasus kematian pada pasien Aneurisma aorta abdominal di RSUP Fatmawwati yang menjalani operasi elektif. Sampel dan Metode : Data pasien diambil periode 2013 sampai April 2018. Semua pasien yang meninggal dari operasi elektif aneurisma aorta abdominal akan di data. Penelitian ini ditampilkan dalam bentuk deskriptif, dengan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif didapatkan dengan melakukan wawancara dengan tim operasi, operator, tim anestesi dan paramedis instrumen. Data kuantitatif didapatkan dengan telusur rekam medis. Hasil : Terdapat 27 kasus, selama periode 2013 sampai April 2018. Hanya 15 kasus yang rekam medis lengkap, 5 kasus hidup, 2 kasus meninggal pada operasi emergency dan 8 kasu meninggal pada operasi elektif. Dari 8 kasus ini, 5 kasus disertai anemia dan trombositopenia yang menetap sampai pada tahap postoperasi, 2 kasus dengan gangguan ginjal dan 1 kasus dengan penyebab yang belum jelas. Pada 8 kasus kematian, lama operasi berkisar dari 4 jam 20 menit sampai 8 jam 10 menit. Jumlah perdarahan berkisar dari 750 cc sampai 7.000 cc. Kadar creatinin preoperasi, berkisar dari 1,0 sampai 4,3 mg/dL. Kadar creatinin postoperasi berubah dari 1,0 sampai 4,5 mg/dL. Kadar hemoglobin postoperasi berkisar 5,9 sampai 9,4 g/dL. Kadar trombosit, berkisar 45.000 sampai 108.000/uL. Rata rata jumlah perdarahan adalah 3.156 cc. Kesimpulan : Penelitian ini menyimpulkan bahwa kasus dengan hasil akhir kematian, sebagian besar disertai oleh jumlah perdarahan yang masif. Perbaikan yang dilakukan untuk resusitasi komponen darah tidak mencapai hasil yang optimal. ......Background : The aim of this study is to confirm the factors that affect the mortality following open elective abdominal aortic aneurysm repair. Subject and Methode : This study was a retrospective study. Qualitative and quantitave data were collected from interviewing the team in charge and from the hospital database medical record. The data were collected for five years, from 2013 until April 2018. Data will be displayed in descriptive. Result : Twentyseven cases were hospitalized during the periode of 2016 until April 2018. Ten cases were not availlable to analyze, medical record were missing. Out of two case from these fivteen cases, was an emergency case. Five cases were alive when they discharge from the hospital. The other eight were elective cases and were able to analyze. Five cases, out of this eight, were accompanied by anemia and thrombositopenia, which last until they all move from the surgery room to the ICU. Two cases with renal disfunction, and one case with unclear cause of death. Duration of surgery in all this elective cases, ranged from 4 hours 20 minutes until 8 hours 10 minutes. Bood loss during surgery, estimated from 750 cc to 7.000 cc. Preoperative creatinin level, ranged from 1,0 to 4,3 mg/dL. Postoperative cretainin level, ranged from 1,0 to 4,5 mg/dL. Postoperative hemoglobin level, ranged from 5,9 to 9,4 g/dL. Postoperative platelet count , ranged from 45.000 to 108.000/uL. Mean blood loss during surgery was 3.156 cc. Conclusion : This study concluded that most of the death case was accompanied by massive bleeding. And all those attempt to improve by blood rescusitation, was not promptly worked.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library